Rombongan besar puteri mahkota tiba sore hari di penginapan kaki bukit dengan pengawalan sangat ketat. Ratusan tokoh istana berjaga-jaga di sekitar kaki bukit. Ribuan prajurit Kotaraja membersihkan jalan dari lalu lalang warga dan kereta pedati. Jalur transportasi dialihkan ke wilayah terdekat. Tiga hotel dikosongkan dengan penjagaan ekstra. Semut pun kiranya sulit untuk menyusup. "Kandaku mana?" Pertanyaan itu yang pertama meluncur dari puteri mahkota saat turun dari kereta kencana. "Aku di sini." Dewi Anjani segera menghambur ke dalam pelukan suaminya, menangis terisak melepas rindu. "Kanda baik-baik saja kan?" "Ya. Tapi jangan erat-erat pelukannya. Kasihan anak kita." "Ia pasti maklum. Ibunya kangen berat." "Aku juga." Cakra kadang lupa pada kampung halaman jika melihat wajah sangat rupawan ini. Ia kerap membentengi hati agar tidak terhanyut, tanpa menimbulkan kecurigaan istrinya. Dewi Anjani keluar dari pelukan suaminya setelah puas melepas rindu. "Siapa perempuan ini?
Cakra terkejut mendapat pertanyaan tak terduga dari puteri mahkota. Ia balik bertanya, "Kenapa kau tanyakan itu?" "Aku sangat tersanjung kalau kanda bercinta dengannya tapi membayangkan diriku." Percuma Cakra jujur, timing-nya terlambat. Ia lebih suka berlagak sok patuh. "Pada perjanjian leluhur termaktub secara jelas; terlarang. Aku dan Nyi Ratu Suri pasti kena kutukan kalau dilanggar." "Aku sangat tersanjung." Cakra terpana. Ucapan itu menandakan kalau pertanyaan tadi adalah jebakan. "Aku kurang suka pertanyaan tricky." Dewi Anjani tersenyum manis. "Tidak ada pertanyaan tricky. Kanda bercinta dengan membayangkan diriku atau tidak bercinta, aku sangat tersanjung, sebab tidak ada lagi yang menandingi diriku. Tidak juga Rinjani calon permaisuri kedua, Maharini calon permaisuri ketiga, dan Bidasari, calon permaisuri keempat." Cakra mendadak pening. Perseteruan ternyata terus berlanjut. Ia beruntung, berita janji suci dengan Puteri Rinjani tidak bocor ke telinga puteri mahkota.
"Aku sungguh bahagia sekali mendengarnya." Dewi Anjani mengecup bibir Cakra dengan lembut. "Berarti kanda menginginkan diriku juga." Cakra jadi penasaran untuk mencoba, jika ia bercinta dengan puteri mahkota, apakah Nyi Ratu Suri merasakan hal yang sama? Ratu bidadari pasti kesepian tinggal di pesanggrahan leluhur. Ratu Nusa Kencana tidak mengetahui kedatangannya kalau ratu bidadari tidak menampakkan diri. Nyi Ratu Suri kurang suka kepada ratu ketujuh karena membiarkan diri disetir ratu ketiga. "Apa doggy tidak terlalu berat buat dinda?" Cakra kuatir melihat puteri mahkota menungging dengan kepala rebah di kasur. Beban bayi menggantung di perut. "Aku ingin melayani dengan gaya favoritmu. Aku sudah kenyang, tapi kanda kelaparan tidak menyambangi siapa-siapa." "Aku juga sudah kenyang, aku merasa benar-benar terjadi di alam nyata." Dewi Anjani tersenyum mesra. "Aku juga, aku sangat menikmati setiap sentuhan. Tapi aku lapar lagi setelah bertemu dengan kanda. Apakah kanda juga de
"Kita harus segera sampai di Kadipaten Selatan!" Tapak Mega dan wakilnya berlari dengan sebat di antara pepohonan. Mereka sengaja menempuh jalan darat sehingga tidak mengundang kecurigaan tokoh sakti Nusa Kencana. "Ratu Singkawang pasti mengira kita kabur ke arah barat untuk meminta suaka ke kerajaan Barat." "Lalu kenapa kau berbelok ke arah selatan?" tanya lelaki kurus yang bergelar Raja Congcorang. "Apakah kau ada kenalan di Kadipaten Selatan?" "Tidak! Kau tahu siapa diriku, di mana ada kekacauan di situ aku berada! Aku akan bergabung dengan kelompok pergerakan untuk kemudian mengambil alih kendali!" "Kau sungguh cerdik, Tapak Mega! Kita hancur di Kadipaten Barat, tapi membangun kembali kekuatan di Kadipaten Selatan! Kau bisa memanfaatkan kaum terpelajar tapi dungu itu! Pergerakanmu akan lebih hebat lagi!" "Aku bisa membunuh mereka tadi kalau tidak ada Ratu Singkawang! Pukulan beracunku dapat dimentahkan ratu ketiga!" "Pergerakan kita berarti sangat diperhitungkan sampai leluh
"Gurumu sendiri tidak punya penangkal racun itu." Tapak Mega terkesiap melihat Raja Congcorang tewas oleh jurusnya sendiri. "Dari mana kau mendapatkannya?" "Dari pantatmu!" "Anak muda, aku adalah sepupu Purbasari dari garis Nyi Ageng Permata, seharusnya kau sopan sedikit." "Aku lupa cara berlaku sopan kepada lelaki yang dibutakan cinta." "Ada kenangan manis yang sulit dilupakan. Aku, Ipritala, dan Purbasari teman bermain sejak kecil, bahkan sampai remaja aku sering menginap di istana Nusa Kencana, hubungan kedua kerajaan saat itu mulai membaik, tapi Purbasari memanaskan kembali dengan merebut Wikudara dari Ipritala." "Dan kau memancing di air keruh, karena sakit hati cintamu ditolak Purbasari. Kau tahu apa komentarku? Kalian bertiga pekok, mengorbankan rakyat demi cinta kalian." "Ucapanmu sungguh pedas sekali. Ketegangan tidak perlu terjadi seandainya Purbasari tidak merebut Wikudara." "Wikudara adalah takdir Purbasari. Tanpa ada perseteruan pun, ia pasti jadi miliknya. Lalu k
"Brengsek!" Ratu Singkawang menyambut kedatangan Cakra di istana Curug Empat dengan sumpah serapah. Ia jengkel pemuda itu datang sangat terlambat. "Ditunggu-tunggu baru muncul sekarang! Kau lihat Mahameru sekarat di pesanggrahan!" Cakra menjawab dengan santai, "Kau tahu kalau puteri mahkota sudah bertemu denganku, ia tak mau berhenti bercinta." "Bagus! Kau enak-enakan bercinta, sementara aku berjuang mati-matian menumpas pemberontak!" Ratu Singkawang sangat gemas melihat Cakra begitu tenang, padahal Mahameru lagi kritis terkena pukulan beracun Tapak Mega. Kondisi Minarti juga cukup memprihatinkan karena bersikeras menyelamatkan nyawa suaminya, ia terkena racun balikan. Mahapatih berbaring tak berdaya di tempat tidur saat Cakra tiba di pesanggrahan. Sekujur tubuhnya berwarna kehitaman tinggal menunggu detik-detik kematian. "Keadaannya makin mengkhawatirkan," keluh Iblis Cinta. "Aku berusaha memperlambat aliran racun di tubuhnya." Iblis Cinta berjuang keras menyelamatkan mahap
Ratu Singkawang terbangun. Ia menemukan dirinya tergeletak di lantai di dekat pintu bilik mandi, tanpa pakaian. "Saking capeknya sampai ketiduran di lantai." Ratu Singkawang tersenyum. Matanya bergulir ke samping, tampak seorang ksatria sangat tampan tertidur pulas. Pasti kecapean juga. Energinya sangat terkuras untuk bertarung dengan Tapak Mega, menolong Mahameru, dan bertempur dengannya. Ksatria itu telah menyuguhkan kenikmatan tiada tara. Ia mampu menciptakan malam terindah dari yang pernah dilewatinya. Ratu Singkawang mengecup pipinya dengan lembut, Cakra balas mengecup bibirnya. Sekali lagi ia mengecupnya, sekali lagi ksatria itu membalasnya. "Buka dulu matamu," senyum Ratu Singkawang mesra. "Nanti salah lagi nge-kiss lantai." Cakra menindih body goal itu dengan mata terpejam. "Bangun dulu...!" Ratu Singkawang mengecup bibirnya, Cakra balas mengulum. Kemudian mereka berciuman dengan mesra. Ratu Singkawang jadi curiga kalau pemuda itu tengah bermimpi. "Bangun...!" Ratu S
Ratu Singkawang terlambat bangun. Mereka cukup lama menunggu di ruang makan, namun ratu ketiga belum kelihatan juga. "Nampaknya beliau sangat kelelahan dengan pertarungan kemarin," kata Mahameru. "Entah bagaimana nasibku kalau beliau tidak turun tangan." Mereka tidak curiga energi Ratu Singkawang terkuras bukan karena pertarungan kemarin, ia sulit berhenti dalam pertempuran semalam karena kelihaian sang pangeran dalam memanjakan dirinya. "Kesalahanmu adalah melayani pukulan Tapak Mega," ujar Iblis Cinta. "Padahal kita tidak punya penangkal pukulan beracun dari alam roh." "Aku salah perhitungan karena informasi tidak akurat dari istana. Kiranya benar Tapak Mega berguru kepada ketua lama." Kekuatan pemberontak di luar prediksi istana. Tapak Mega dan wakilnya sulit dibasmi tanpa bantuan leluhur. Baginda ratu sendiri belum tentu dapat menandingi. "Bukankah pangeran sudah mengingatkan demikian? Kau terlalu percaya kepada sri ratu, tapi kemudian kau ditolong pangeran yang tidak kau per