Ctar! Bunyi cemeti membelah angkasa laksana petir. Kemudian Cakra muncul sambil menggenggam cemeti emas yang merupakan perubahan bentuk dari Tongkat Petir. Rabi Isnani urung meremas Golok Santet menjadi ayam penyet karena tangannya terasa pedih tercambuk cemeti. Golok Santet terlepas dari genggaman. Ia segera jungkir balik menjauh. Nyawanya nyaris melayang gara-gara nekat menebas kaki rabi Isnani dengan golok pusaka. "Baru jadi sugar baby Nyi Ageng Permata saja belagu!" ledek Cakra. "Aku jadi sugar baby mommy-nya woles saja!" Nyi Ratu Suri yang berdiri di sampingnya mendelik. Tapi rabi Isnani tidak mengenali dirinya, disangkanya Dewi Anjani. "Berani sekali bicara begitu di depan puteri mahkota! Kau lihat ia ingin menelanmu bulat-bulat!" "Kau tahu saja ia suka yang bulat-bulat! Ia lagi ilfil karena purnama kemarin pas haid!" Nyi Ratu Suri jadi meradang. "Kau mau menghentikan kebiadaban rabi Isnani atau menggosip tentang aku?" "Aku lagi membicarakan istriku. Kau tidak dengar rab
"Mengapa kau tidak mengambil gundik?" Nyi Ratu Suri heran Cakra bertahan dengan dua permaisuri. Padahal ia bisa mengambil selir segampang mengambil mangga dari pohon roboh. Jangankan perempuan lajang, sudah bersuami pun pasti antri jika ada woro-woro. Cakra Agusti Bimantara adalah pangeran tertampan dari delapan generasi. Selir seolah menjadi branded bagi pangeran. Wiraswara adalah pangeran terbanyak yang mempunyai selir, sedangkan selir tersedikit adalah Wikudara, ia memiliki dua selir, dan jarang sekali dikunjungi kecuali Ratu Nusa Kencana lagi berhalangan. "Aku menunggu keikhlasan mu menjadi sugar momma." "Aku sudah berusia seribu tahun." "Tapi casing dan spek seperti berusia tiga puluh tahun." "Sotoy." "Aku yakin sekali kau leluhur rasa lelahar, menarik minat banyak lelaki untuk menumpahkan lahar." "Apakah omonganmu begini juga di depan Anjani?" "Tentu saja tidak! Ia sudah memberikan segalanya sebelum dipinta! Jadi buat apa diomongin?" Cakra tahu semakin banyak selir sem
"Bagaimana kalau kau menghirup kabut racun asmara?" Cakra tahu Nyi Ratu Suri tidak mempunyai pertahanan terhadap racun di dalam tubuhnya. Cakra adalah satu-satunya makhluk yang minum air mata bidadari dan air kehidupan. "Kau sudi bersusah payah menetralkan dengan energi inti? Atau mau ambil mudahnya bercinta denganku?" Cakra melihat ke arah Nyi Ratu Suri yang berbaring di atas pangkuannya. Ratu bidadari itu tampak tertidur pulas. "Sialan. Aku ngomong sendiri dari tadi." Nyi Ratu Suri kelihatan sangat lelah. Ia kurang istirahat karena menjadi buronan di alam roh. Ia rela jadi pengembara di alam nyata ketimbang menjadi permaisuri ketua baru Dewan Agung. Sebuah kesetiaan konyol kepada lelaki pecundang. "Kau jadi sengsara akibat leluhurku tidak bertanggung jawab. Kasihan sekali." Raden Mas Arya Bimantara seharusnya mengutamakan keselamatan istrinya, bukan menyerahkan kepada klan untuk melindunginya. Nyi Ratu Suri pasti merasa terpinggirkan melihat suaminya mementingkan tahta. Pa
"Oh, saung satu lagi." Cakra berjalan ke dangau yang diselubungi kabut. Ia sudah khawatir Nyi Ratu Suri diculik utusan ketua baru Dewan Agung. "Aku hampir kalang kabut ke mana mesti mencari." Nyi Ratu Suri tampak duduk bersila dengan mata terpejam di balai bambu. Ia tengah menetralkan pengaruh kabut racun asmara dengan energi inti. Ia mengenakan kemben dan rok bersulam emas. Belahan rok sangat tinggi sehingga terlihat pahanya yang sangat mulus. Baju terusan transparan tak mampu menutup pesona yang sangat menggairahkan itu. "Untung mereka sudah mati. Kalau masih hidup, aku tidak tahu apa yang terjadi. Yang jelas mereka takkan membawamu ke istana ketua baru." Cakra duduk di dekatnya. Tarikan nafasnya sangat halus sehingga sepintas terlihat seperti tak bernyawa. "Kau benar-benar mirip dengan puteri mahkota. Aku pasti mengira kalian kembar siam kalau lahir di era yang sama." Barangkali penampilan saja yang membedakan mereka, Nyi Ratu Suri lebih berani, perilakunya juga lebih slenge
"Jangan salahkan kabut racun asmara." Nyi Ratu Suri tersenyum berlumur madu sambil mengenakan pakaian, lalu duduk di samping Cakra yang sudah rapi. "Kita sama-sama menginginkan." "Seharusnya tidak terjadi." "Seharusnya terjadi sejak awal. Kau begitu tangguh menahan hasrat, padahal pengantin baru." Cakra sampai lupa kalau ia belum lama mengikat janji suci bersama Puteri Rinjani. Tapi kenangan yang tercipta lebih membekas bersama Nyi Ratu Suri. Barangkali karena ikatan itu terjadi bukan atas nama cinta. "Jadi kau menunggu?" "Aku tidak menunggu! Tapi siapa pikirmu yang mampu menolak ksatria setampan dirimu?" Kegalakan Nyi Ratu Suri rupanya hanya benteng untuk mencegah terjadinya kemesraan, namun runtuh juga. "Aku membiarkan kabut racun asmara mempengaruhi jiwaku. Aku bersemedi untuk mengatur hasrat supaya tidak kelihatan seperti perempuan murahan." "Bagaimana kalau aku tidak menginginkan?" "Pikirmu ksatria mana yang mampu bertahan dari keindahan ratu bidadari?" "Pede banget."
"Kabut kenikmatan datang." Cakra memandang Nyi Ratu Suri penuh arti. Kabut racun asmara turun menyapa alam sekitar dengan aroma khas. "Kau yakin mau lagi?" Nyi Ratu Suri merasa tersanjung Cakra sangat berhasrat kepadanya. Padahal sepanjang siang hujan deras dan mereka mengisi waktu dengan keringat cinta. Ia merelakan pemuda itu memanjakan tubuhnya jengkal demi jengkal. Jeda hanya saat makan. Cakra seakan tidak merasa lelah menjadi joki, selalu ada dorongan untuk memulai, padahal ratu bidadari bukan kuda binal. "Pertanyaan itu untuk ksatria bodoh." "Bagaimana dengan lima perempuan yang bersembunyi di balik pohon?" Lima pendekar wanita sudah mengintai di kegelapan sebelum turun kabut. "Justru aku menginginkan mereka keluar dengan mencumbu dirimu." "Kau tidak malu?" "Memberi tontonan gratis lagi marak di Bukit Penamburan." "Maksudku kau tidak malu pendekar besar dianggap stres ngomong sendiri?" Cakra baru sadar Nyi Ratu Suri tidak menampakkan diri secara kasat mata. Hanya ia
"Jadi kau calon selir ketua baru?" Cakra mendatangi Selendang Ungu yang berdiri dengan tangan terentang ke depan mirip vampir. Empat pendekar lain masih terduduk kelelahan di tanah. "Bagaimana ketua baru bisa mengambil selir dari bangsa Incubus yang belum menjadi roh?" "Aku calon selir di alam nyata." "Enak sekali jadi ketua Dewan Agung, bisa mengambil selir sesuka hati. Lucunya kau bangga menjadi budak seks!" "Suatu kehormatan menjadi selir bagi ketua. Mereka adalah perempuan pilihan di jazirah ini." "Bullshit! Tahta membuatmu silau! Sudi mencampakkan pangeran dari kerajaan Tandem yang ingin mempersunting mu menjadi istri!" Selendang Ungu terkejut. "Bagaimana kau tahu?" "Aku tahu semua kejadian di daratan ini. Semut pun tak luput dari perhatianku." Padahal Cakra mendapat bisikan dari Nyi Ratu Suri. Ia malas menerawang sampai sejauh itu. "Berarti benar kau adalah calon Raja Agung." Hanya Raja Agung yang mempunyai kepedulian pada semua makhluk di dataran ini. Ia akan menghuk
"Rasanya berat sekali meninggalkan dangau." Cakra dan Nyi Ratu Suri berjalan bersisian, membuntuti Melati yang menggiring empat sahabatnya yang berjalan melompat-lompat seperti vampir. Dangau itu menjadi saksi mereka melewati malam-malam indah. Malam yang sulit terlupakan, berawal dari bercanda kemudian menjadi malam penuh kenikmatan. "Dangau itu telah memewahkan cinta," bisik Nyi Ratu Suri mesra. "Kau adalah ksatria yang pandai memanjakan wanita." Cakra memandang tak percaya. "Cinta? Jadi...?" "Apakah puteri mahkota tidak boleh memiliki rasa cinta kepada sang pangeran?" Nyi Ratu Suri tersenyum manis. "Melati sangat percaya kalau aku adalah Anjani." Mengangkat Melati jadi pelayan pribadi adalah kesalahan konyol. Cakra kira Nyi Ratu Suri bakal merasa tersisihkan, namun justru berani menampakkan diri sehingga bisa dilihat secara kasat mata. Melati percaya kalau Nyi Ratu Suri adalah puteri mahkota. Ia bahkan menawarkan diri menjadi dayang pribadi. Cakra jadi makin sulit melepaska
Raden Manggala bersama beberapa pembantunya mengadakan perjamuan makan malam yang dihadiri puluhan istrinya. Perempuan-perempuan muda itu pergi ke Puri Abadi secara sukarela tanpa sepengetahuan suami atau orang tua sehingga dikabarkan diculik. Kebiasaan jelek warga kampung Luhan adalah menyebarkan berita tanpa menyaring dahulu kebenaran berita itu. "Perjuangan takkan pernah padam," kata Raden Manggala. "Kita tinggalkan para pecundang yang menginginkan imbalan semata. Aku akan berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kalian." Semua wanita yang menghadiri perjamuan tidak tahu kalau makanan dan minuman yang dihidangkan adalah hasil rampokan. Mereka mengira uang hasil usaha penginapan termewah di Butong, milik Manggala. Mereka juga baru mengetahui sosok Manggala secara jelas, dan mereka tidak menyesal menjadi istrinya. Manggala sangat gagah dan tampan. "Aku sebelumnya minta maaf, kalian ke depannya akan mengalami pengurangan fasilitas, sebab hartaku ludes diambil
Cakra merasa banyak waktu senggang. Kelompok pergerakan bukan ancaman serius secara global, skalanya sangat kecil. Maka itu ia tidak keberatan ketika istana mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk janji suci mereka. "Pesta itu untuk rakyat," kata Nawangwulan. "Kita tidak perlu hadir sepanjang waktu." "Protokoler istana melarang rakyat untuk menyampaikan ucapan selamat secara langsung," keluh Cakra. "Jadi kita hadir sekedar seremonial saja." "Kau maunya seperti apa?" "Kita keliling Kotaraja untuk menyapa rakyat." "Perlu berapa hari kita mengelilingi Kotaraja?" "Tidak sampai tujuh hari tujuh malam kan? Apa salahnya kita mengadakan resepsi di setiap penginapan yang disinggahi supaya rakyat merasa lebih dekat?" "Sayang ... aku berarti harus merubah protokoler istana." "Ibunda ratu keberatan?" "Ia keberatan kalau kita merasa kecewa dengan perjamuan." "Kalau begitu kita rubah pesta sesuai keinginan kita!" Seluruh pegawai istana kelimpungan ada perubahan agenda
Dengan bantuan intisari roh, Cakra berhasil memindahkan harta di kediaman adipati ke rumah Adinda yang kini kosong. "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut ke istana," gumam Cakra. "Warga kampung Luhan pasti curiga kalau aku sewa kereta barang. Apakah aku minta bantuan Nawangwulan saja?" Ratu Kencana muncul di kamar tirakat. Cakra tersenyum senang. "Kebetulan...!" seru Cakra. "Kebetulan apa?" sergah Ratu Kencana. "Kebetulan kau sedang mau digampar?" "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut harta karun ke istana. Dapatkah kau menciptakan binatang penarik bertenaga super?" "Tidak ada ilmu yang bisa menciptakan makhluk hidup, tapi kau bisa menciptakan tiruannya." "Betul juga...! Lalu kau datang mau apa?" Plak! Plak! "Aku ingin menamparmu...!" geram Ratu Kencana. "Aku menjadi gunjingan di semua jazirah gara-gara kau!" Pasti soal bercinta lagi, batin Cakra kecut. Ratu itu sangat jengkel dibilang mentransfer ilmu lewat kemesraan. "Kau mestinya memberi klarifikasi! Ja
Kampung Luhan gempar. Penggerebekan rumah Adinda oleh pasukan elit Kotaraja sangat mengejutkan. Gelombang protes muncul secara sporadis. Mereka menganggap penangkapan lima puluh wanita dan beberapa petugas keamanan sangat beraroma politis. Adipati Butong laksana kebakaran jenggot, padahal tidak berjenggot. Ia bukan meredam massa yang berdemo di depan kantor kadipaten, malah semakin membangkitkan amarah. "Tenang! Tenang! Beri saya kesempatan untuk berbicara!" Warga berusaha diam, kebanyakan orang tua perempuan yang ditangkap. "Saya tidak tahu apa-apa dalam peristiwa itu! Istana tidak berkoordinasi dengan saya! Saya akan melancarkan protes keras pada istana!" "Bukan protes! Bebaskan anak kami! Mereka tidak bersalah!" "Pasukan elit sudah berbuat sewenang-wenang! Mereka membawa anak kami ke Kotaraja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak mereka lakukan!" "Bebaskan anak kami...!" "Bebaskan istri kami...!" "Tenang! Tenang! Beri saya waktu untuk menyelesaikan
"Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan
Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah
Sejak awal Cakra sudah curiga dengan Jie. Ia melihat sosok berbeda terbelenggu tabir misteri. Cakra ingin membebaskan sosok itu dari belenggu dengan mengalirkan energi intisari roh. "Aku adalah puteri mahkota dari kerajaan Terumbu," kata Jie. "Aku mendapat kutukan dari Raja Sihir karena menolak lamarannya." "Ada kerajaan sihir di jazirah tirta?" "Tidak ada. Ia pemilik Puri Abadi di wilayah tak bertuan." "Kalian kesulitan menangkap Raja Sihir untuk mencabut kutukan?" "Raja Sihir ditemukan tewas saat tokoh istana menyerbu ke Puri Abadi." "Siapa yang membunuhnya?" "Ia mati diracun murid tunggalnya, Raden Manggala." "Jadi kau datang ke kampung Luhan dalam rangka mencari Raden Manggala untuk mencabut kutukan?" "Ahli nujum istana mendapat wangsit; aku akan terbebas dari kutukan kalau ada kesatria gagah dan tampan bersedia bercinta denganku." "Kesatria di negerimu tidak ada yang bersedia?" "Lubangku mendadak hilang, ada bibir besar saja." "Lubangmu tertutup tabir sehingga ter
Kehidupan di kampung Luhan tenteram dan damai, padahal menjadi markas pergerakan. Kelompok ini sulit diketahui keberadaannya. Mereka berbaur dengan masyarakat dan menjalani kehidupan sehari-hari seperti biasa. Pada saat dibutuhkan, mereka beroperasi secara masif, terstruktur, dan sistematis. Pergerakan seperti itu sangat berbahaya karena mereka akan memanfaatkan setiap peristiwa untuk menjatuhkan istana. "Kau tahu di mana kediaman Raden Manggala?" tanya Cakra. "Aku melihat tidak ada kekacauan di kampung ini. Gerakan mereka rapi sekali." "Bagaimana rupa Raden Manggala saja aku tidak tahu," sahut Jie. "Konon ia operasi plastik di negeri manusia sehingga sulit dikenali. Aku curiga anggota pergerakan telah menculik Chan Xian." "Apakah kakakmu pernah berurusan dengan kelompok Manggala?""Tidak." "Lalu ia diculik untuk apa? Untuk minta tebusan?" "Untuk jadi istri." "Jadi pemimpin pemberontak itu bujang lapuk?" "Istri keseribu." "Luar biasa...! Cukup untuk modal pemberont
"Aku berasal dari bangsa Incubus." Cakra merasa jawaban itu adalah jawaban paling aman. Nama bangsa itu sudah termasyhur ke seantero jagat raya. Ia pasti menjadi binatang buruan jika mengaku bangsa manusia. Perempuan di negeri ini akan menjadikan dirinya gongli dengan penampilan sekeren ini. "Jangan keras-keras," tegur perempuan gembrot. "Kedengaran mereka hidupmu dijamin bakal susah." Cakra kaget. "Mereka tergila-gila pada bangsa Incubus. Mereka rela meninggalkan suami untuk mendapatkan pria Incubus, lebih-lebih pria segagah dan setampan dirimu." Cakra terbelalak. Celaka! "Kau bukan wanita kampung ini?" "Namaku Jiefan, panggil saja Jie, kayaknya kita seumuran. Aku dari negeri tetangga." "Oh, pantas...! Lagi pula, siapa yang tertarik kepada perempuan sebesar kerbau bunting? Ia pasti menjadi musuh lelaki satu bangsa! "Jadi aku aman jalan bersama dirimu?" "Kau aman kalau mengaku dari bangsa manusia dan berwajah jelek." "Waduh...!" "Kau akan jadi musuh per