"Mengapa kau tidak mengambil gundik?" Nyi Ratu Suri heran Cakra bertahan dengan dua permaisuri. Padahal ia bisa mengambil selir segampang mengambil mangga dari pohon roboh. Jangankan perempuan lajang, sudah bersuami pun pasti antri jika ada woro-woro. Cakra Agusti Bimantara adalah pangeran tertampan dari delapan generasi. Selir seolah menjadi branded bagi pangeran. Wiraswara adalah pangeran terbanyak yang mempunyai selir, sedangkan selir tersedikit adalah Wikudara, ia memiliki dua selir, dan jarang sekali dikunjungi kecuali Ratu Nusa Kencana lagi berhalangan. "Aku menunggu keikhlasan mu menjadi sugar momma." "Aku sudah berusia seribu tahun." "Tapi casing dan spek seperti berusia tiga puluh tahun." "Sotoy." "Aku yakin sekali kau leluhur rasa lelahar, menarik minat banyak lelaki untuk menumpahkan lahar." "Apakah omonganmu begini juga di depan Anjani?" "Tentu saja tidak! Ia sudah memberikan segalanya sebelum dipinta! Jadi buat apa diomongin?" Cakra tahu semakin banyak selir sem
"Bagaimana kalau kau menghirup kabut racun asmara?" Cakra tahu Nyi Ratu Suri tidak mempunyai pertahanan terhadap racun di dalam tubuhnya. Cakra adalah satu-satunya makhluk yang minum air mata bidadari dan air kehidupan. "Kau sudi bersusah payah menetralkan dengan energi inti? Atau mau ambil mudahnya bercinta denganku?" Cakra melihat ke arah Nyi Ratu Suri yang berbaring di atas pangkuannya. Ratu bidadari itu tampak tertidur pulas. "Sialan. Aku ngomong sendiri dari tadi." Nyi Ratu Suri kelihatan sangat lelah. Ia kurang istirahat karena menjadi buronan di alam roh. Ia rela jadi pengembara di alam nyata ketimbang menjadi permaisuri ketua baru Dewan Agung. Sebuah kesetiaan konyol kepada lelaki pecundang. "Kau jadi sengsara akibat leluhurku tidak bertanggung jawab. Kasihan sekali." Raden Mas Arya Bimantara seharusnya mengutamakan keselamatan istrinya, bukan menyerahkan kepada klan untuk melindunginya. Nyi Ratu Suri pasti merasa terpinggirkan melihat suaminya mementingkan tahta. Pa
"Oh, saung satu lagi." Cakra berjalan ke dangau yang diselubungi kabut. Ia sudah khawatir Nyi Ratu Suri diculik utusan ketua baru Dewan Agung. "Aku hampir kalang kabut ke mana mesti mencari." Nyi Ratu Suri tampak duduk bersila dengan mata terpejam di balai bambu. Ia tengah menetralkan pengaruh kabut racun asmara dengan energi inti. Ia mengenakan kemben dan rok bersulam emas. Belahan rok sangat tinggi sehingga terlihat pahanya yang sangat mulus. Baju terusan transparan tak mampu menutup pesona yang sangat menggairahkan itu. "Untung mereka sudah mati. Kalau masih hidup, aku tidak tahu apa yang terjadi. Yang jelas mereka takkan membawamu ke istana ketua baru." Cakra duduk di dekatnya. Tarikan nafasnya sangat halus sehingga sepintas terlihat seperti tak bernyawa. "Kau benar-benar mirip dengan puteri mahkota. Aku pasti mengira kalian kembar siam kalau lahir di era yang sama." Barangkali penampilan saja yang membedakan mereka, Nyi Ratu Suri lebih berani, perilakunya juga lebih slenge
"Jangan salahkan kabut racun asmara." Nyi Ratu Suri tersenyum berlumur madu sambil mengenakan pakaian, lalu duduk di samping Cakra yang sudah rapi. "Kita sama-sama menginginkan." "Seharusnya tidak terjadi." "Seharusnya terjadi sejak awal. Kau begitu tangguh menahan hasrat, padahal pengantin baru." Cakra sampai lupa kalau ia belum lama mengikat janji suci bersama Puteri Rinjani. Tapi kenangan yang tercipta lebih membekas bersama Nyi Ratu Suri. Barangkali karena ikatan itu terjadi bukan atas nama cinta. "Jadi kau menunggu?" "Aku tidak menunggu! Tapi siapa pikirmu yang mampu menolak ksatria setampan dirimu?" Kegalakan Nyi Ratu Suri rupanya hanya benteng untuk mencegah terjadinya kemesraan, namun runtuh juga. "Aku membiarkan kabut racun asmara mempengaruhi jiwaku. Aku bersemedi untuk mengatur hasrat supaya tidak kelihatan seperti perempuan murahan." "Bagaimana kalau aku tidak menginginkan?" "Pikirmu ksatria mana yang mampu bertahan dari keindahan ratu bidadari?" "Pede banget."
"Kabut kenikmatan datang." Cakra memandang Nyi Ratu Suri penuh arti. Kabut racun asmara turun menyapa alam sekitar dengan aroma khas. "Kau yakin mau lagi?" Nyi Ratu Suri merasa tersanjung Cakra sangat berhasrat kepadanya. Padahal sepanjang siang hujan deras dan mereka mengisi waktu dengan keringat cinta. Ia merelakan pemuda itu memanjakan tubuhnya jengkal demi jengkal. Jeda hanya saat makan. Cakra seakan tidak merasa lelah menjadi joki, selalu ada dorongan untuk memulai, padahal ratu bidadari bukan kuda binal. "Pertanyaan itu untuk ksatria bodoh." "Bagaimana dengan lima perempuan yang bersembunyi di balik pohon?" Lima pendekar wanita sudah mengintai di kegelapan sebelum turun kabut. "Justru aku menginginkan mereka keluar dengan mencumbu dirimu." "Kau tidak malu?" "Memberi tontonan gratis lagi marak di Bukit Penamburan." "Maksudku kau tidak malu pendekar besar dianggap stres ngomong sendiri?" Cakra baru sadar Nyi Ratu Suri tidak menampakkan diri secara kasat mata. Hanya ia
"Jadi kau calon selir ketua baru?" Cakra mendatangi Selendang Ungu yang berdiri dengan tangan terentang ke depan mirip vampir. Empat pendekar lain masih terduduk kelelahan di tanah. "Bagaimana ketua baru bisa mengambil selir dari bangsa Incubus yang belum menjadi roh?" "Aku calon selir di alam nyata." "Enak sekali jadi ketua Dewan Agung, bisa mengambil selir sesuka hati. Lucunya kau bangga menjadi budak seks!" "Suatu kehormatan menjadi selir bagi ketua. Mereka adalah perempuan pilihan di jazirah ini." "Bullshit! Tahta membuatmu silau! Sudi mencampakkan pangeran dari kerajaan Tandem yang ingin mempersunting mu menjadi istri!" Selendang Ungu terkejut. "Bagaimana kau tahu?" "Aku tahu semua kejadian di daratan ini. Semut pun tak luput dari perhatianku." Padahal Cakra mendapat bisikan dari Nyi Ratu Suri. Ia malas menerawang sampai sejauh itu. "Berarti benar kau adalah calon Raja Agung." Hanya Raja Agung yang mempunyai kepedulian pada semua makhluk di dataran ini. Ia akan menghuk
"Rasanya berat sekali meninggalkan dangau." Cakra dan Nyi Ratu Suri berjalan bersisian, membuntuti Melati yang menggiring empat sahabatnya yang berjalan melompat-lompat seperti vampir. Dangau itu menjadi saksi mereka melewati malam-malam indah. Malam yang sulit terlupakan, berawal dari bercanda kemudian menjadi malam penuh kenikmatan. "Dangau itu telah memewahkan cinta," bisik Nyi Ratu Suri mesra. "Kau adalah ksatria yang pandai memanjakan wanita." Cakra memandang tak percaya. "Cinta? Jadi...?" "Apakah puteri mahkota tidak boleh memiliki rasa cinta kepada sang pangeran?" Nyi Ratu Suri tersenyum manis. "Melati sangat percaya kalau aku adalah Anjani." Mengangkat Melati jadi pelayan pribadi adalah kesalahan konyol. Cakra kira Nyi Ratu Suri bakal merasa tersisihkan, namun justru berani menampakkan diri sehingga bisa dilihat secara kasat mata. Melati percaya kalau Nyi Ratu Suri adalah puteri mahkota. Ia bahkan menawarkan diri menjadi dayang pribadi. Cakra jadi makin sulit melepaska
"Kurang ajar!" Tapak Mega menggebrak meja sampai ambrol, padahal terbuat dari kayu langka atos. Matanya menyala-nyala terbakar kemarahan. Gerahamnya bergemerutuk menahan emosi yang membludak. Semua pendekar utama yang berada di ruangan itu terduduk diam dengan kepala menunduk. "Pendekar Lembah Cemara harus mampus di tanganku!" "Kendalikan emosimu, kakang," kata Madeline. "Kau mestinya senang anak kita ternyata masih hidup." Pangeran Penamburan dan Srikiti sudah dinyatakan gugur dalam pertarungan di hutan kayu. Sebuah pukulan telak lantaran serangan balasan menemui kegagalan, banyak pendekar utama jadi korban. Tahu-tahu kini ada kabar Pangeran Penamburan dan Srikiti disandera Cakra, dan ia minta pertukaran. "Rasa senangku tidak mengurangi rasa benciku kepada pemuda keparat itu! Apa maksudnya minta pertukaran dengan Rismala?" Tapak Mega benar-benar tidak mengerti pendekar gagah perkasa menginginkan perempuan separuh baya. Rismala masih terlihat cantik dan seksi, tapi perempuan
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat
Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan
"Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal
Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu
"Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka
"Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal
Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu