"Kau yakin Nyi Ratu Suri tidak bersama kita?" Iblis Cinta berjalan di jalan setapak bekas aliran air. Mereka sengaja melewati jalan di antara pepohonan rimbun dan dipenuhi semak belukar. Mata-mata istana Curug Empat pasti melihat mereka jika lewat jalan biasa atau pucuk pohon. Mereka melangkah sebagaimana makhluk berjalan, namun jarak tempuh yang didapat sangat jauh. "Aku sudah menggabungkan ilmu nyata dan ilmu gaib untuk mendeteksi keberadaannya. Aku pikir ia marah karena merasa dikerjai menghadapi pendekar Curug Lima sendirian." "Kau benar-benar ksatria slebor. Leluhur permaisurimu dikerjai juga." "Aku melihat tidak ada perbedaan jika mereka duduk bersisian. Semoga mereka tidak tidur satu pembaringan." Hanya wangi tubuh berbeda, namun aromanya sama-sama menggugah selera. Semula ia mengira Dewi Anjani memakai pewangi dengan ekstrak bunga yang memancing gairah, namun setiap puteri mahkota ternyata memiliki wangi alamiah yang khas. "Ha ha ha!" Iblis Cinta tertawa. "Kau seharusn
Pendekar Lembah Cemara memandang bangunan istana dengan nanar. Amarah berkobar di dadanya. Ia belum pernah merasa sebenci ini pada sesosok rabi. Ada aturan tertulis di lembaran suci kerajaan. Siapapun dilarang membunuh rakyat tak berdosa. Jika dilanggar, maka ia akan kehilangan martabat dan menjadi musuh bersama, digantung di Alun-alun Kotaraja. Memenggal kepala rakyat yang dipaksa menjadi prajurit pemberontak adalah perbuatan keji dari makhluk beradab, dan termasuk katagori itu. Cakra tidak sudi takluk kepada ancaman. Hukum mesti ditegakkan. "Kau akan kujadikan peringatan bagi rabi lain," geram Cakra. "Kau sudah berani melenyapkan nyawa prajurit tak berdosa, maka hukumannya adalah mati dalam kehinaan." Tangan Cakra bergerak melingkar secara unik disertai tenaga dalam penuh, menimbulkan deru angin sangat dahsyat. Kemudian tangan kanan terbentang ke depan mengarah ke bangunan istana dengan telapak tangan terbuka, tangan kiri tergantung di depan dada. Ia mengeluarkan ajian Grebek Ny
"Sebenarnya apa keinginan garwa ananda?" Ratu Purbasari duduk di kursi bertahtakan mutiara dengan wajah bermuram durja. Ia sulit marah kepada mahapatih karena ia tiada kuasa melarang putera mahkota. "Aku memerintahkan untuk menarik mundur semua kekuatan, tetapi ia memerintahkan mengerahkan seluruh kekuatan. Bagaimana pertanggungjawaban ku kepada keluarga korban kalau para rabi menggantung semua prajurit tak berdosa?" Dewi Anjani mencoba memahami apa yang menjadi pertimbangan Cakra sehingga sering mengambil keputusan bertentangan. Sebenarnya ia ingin berkomunikasi langsung dengan suaminya, tapi terlarang menggunakan ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa sejak masa kehamilan. Jika berani melanggar, maka berdampak buruk pada perkembangan bayi di rahimnya. Ia harus menahan hasrat dengan bertafakur, dan mandi kembang setiap malam agung agar jabang bayi selamat dari malapetaka. "Garwa ananda menyebabkan aku sulit menyerahkan tahta sesegera mungkin kepada ananda, padahal aku sudah mesti l
"Ada yang tidak dimengerti dari para leluhur." Cakra berjalan di antara pepohonan menuju ke istana Curug Empat. Nyi Ratu Suri tampak santai melangkah di sampingnya. Jika ada yang melihat, tak satu pun mengira bahwa mereka bukan pendekar dimabuk kasmaran. "Ratu Singkawang adalah permaisuri ketua Dewan Agung, apakah ia tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikan kegaduhan yang diciptakan garwanya di Bukit Penamburan?" "Ratu Singkawang sudah bercerai satu dasawarsa yang lalu. Penyebabnya adalah ketua nikah siri dengan Nyi Ageng Permata." "Jadi sejak itu kekacauan di Kadipaten Barat terjadi? Nyi Ageng Permata ingin membuat keturunan Nyi Ageng Kencana tidak tenteram memimpin kerajaan?" "Aku sangat menyesal mempunyai puteri seperti Nyi Ageng Permata, dendamnya sampai terbawa ke alam roh, padahal janji suci Nyi Ageng Kencana dengan Pangeran Restusanga adalah takdir." "Berarti di alam roh juga terjadi perang dingin. Mereka sama-sama menahan diri untuk menghindari kemurkaan Raja Sekalian
"Salam sejahtera untuk Raja Agung!" Rabi Sabani dan anaknya buahnya berbaris rapi di halaman istana dengan posisi duduk. Prajurit berdiri di belakang seakan mengawal mereka. Tiang gantungan dibuang dari pintu gerbang. "Salam sejahtera untuk Raja Agung!" Mereka mengulang-ulang kalimat itu, sampai Cakra dan Nyi Ratu Suri tiba di depan istana. Cakra bengong. "Apa yang terjadi dengan mereka?" "Mereka menyerah," jawab Nyi Ratu Suri. "Mereka ingin kedamaian. Kabar kehancuran istana Curug Tiga rupanya sudah sampai ke telinga mereka." Kemurkaan putera mahkota memaksa mereka memilih menyerah tanpa syarat. Mereka tidak mau mati dalam kehinaan. Rabi Sabani memutuskan untuk mengikuti rehabilitasi di kota baru, sesuai permintaan rabi Sakila. Tragedi Curug Tiga menyadarkan mereka betapa pentingnya nyawa rakyat tak berdosa bagi putera mahkota. Ia mengamuk laksana banteng terluka. Mereka percuma melakukan perlawanan, tidak ada perlindungan dari Tapak Mega sebagaimana yang dijanjikan. "Pemand
Nyi Ratu Suri mencuci pakaian di batu ceper di bawah derasnya siraman air terjun. Lalu hasil cucian digeletakkan di atas batu, sementara ia berenang dengan mengenakan cawat dan coli bersulam emas. Kebiasaan mandi di telaga pada malam purnama mulai dilakukannya sejak ia menginjak remaja. Ia tidak memperkenankan dayang pribadi melihat kemolekan tubuhnya. Bercinta dengan Raden Mas Arya Bimantara pun di dalam pesanggrahan yang gelap. Ia malu sang pangeran melihat tubuhnya secara utuh. Ia baru menghidupkan lampu setelah berpakaian rapi. "Bukan kelainan." Ibu Suri membela saat suaminya mempertanyakan kebiasaan aneh itu. "Banyak perempuan kurang nyaman bermesraan di dalam terang." Nyi Ratu Suri merasa tenang berenang karena tidak ada putera mahkota di sekitar telaga. Ia rupanya benar-benar pergi dari telaga. Cakra sebenarnya pemuda terbaik dari delapan generasi klan Bimantara. Catatan putih kehidupannya di dunia manusia menjadi bukti sahih. Namun ia heran manakala menerima semua ilm
Cakra belum pernah melihat Nyi Ratu Suri demikian panik, seperti ada rahasia yang coba disembunyikan. Padahal ratu bidadari itu tak semestinya gelisah. Apa yang ditakuti dari makhluk pengintip? Seandainya ia tak mempunyai ilmu kanuragan pun, mereka pasti takluk di bawah kecantikannya! "Aku itu mengkhawatirkan dirimu," kata Nyi Ratu Suri. "Kok jadi memikirkan aku?" "Siapa yang memikirkan dirimu? Aku itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi." "Kau tidak perlu tahu apa yang terjadi di alam roh. Aku minta sejak saat ini kau bersungguh-sungguh dengan musuhmu." "Apa hebatnya sih tukang ngintip? Guruku raja ngintip!" Cakra kesal Nyi Ratu Suri seolah menutupi apa yang terjadi. Ia jadi merasa ada jarak di antara mereka. Keterbukaan adalah lambang kepercayaan, berarti ratu bidadari meragukan dirinya. Cakra tak ada kepentingan dengan alam roh. Tapi jika makhluk roh petantang petenteng di Bukit Penamburan, pasti dikemplangnya. Ia sudah habis kesabaran untuk bermurah hati. Cakra bahkan be
"Jangan salahkan aku berbuat kejam!" Jendral Perang mengirimkan pukulan sakti untuk menghentikan perlawanan dua pendekar tersisa, mereka terlempar menghantam dinding istana dan jatuh terhempas meregang nyawa. "Kalian memilih menyerahkan nyawa ketimbang menyerahkan diri!" Seluruh anak buah rabi Isnani berhasil ditaklukkan, sebagian besar tewas, sisanya menderita luka dalam. Beberapa belas pelayan menyerahkan diri. Mereka digiring bersama prajurit pemberontak ke kaki bukit untuk dibawa ke pusat rehabilitasi, di bawah pengawalan pendekar wanita. Sementara beberapa pendekar pria menghadapi rabi Isnani, beberapa pendekar lagi bersama Jendral Perang memasang bahan peledak di berbagai lokasi di dalam istana. "Bagaimana rabi Isnani mempunyai pentolite sedemikian banyak?" cetus Fredy. "Apakah ia melakukan perdagangan gelap dengan manusia?" "Bahan peledak semacam ini banyak terdapat di kerajaan Ungu," jawab Jendral Perang. "Barang ini masuk secara ilegal, tidak ada cap KDI." "KDI? Konser
"Terimalah hukuman atas kelancangan dirimu!" Ketua lama berubah menjadi Bintang Kehidupan dengan sinar kemerahan yang menyilaukan mata. Bintang itu berusaha menyambar Cakra yang bergerak menghindar dengan lincah. Semua pendekar yang berada di sekitar mereka berusaha menghalangi pandangan dari sinar yang membutakan mata itu. "Ketua lama mulai mengeluarkan ilmu dari kitab terkunci," keluh Ratu Purbasari. "Sampai kapan Cakra mampu bertahan?" "Ilmu warisan Wiraswara sangat dahsyat di tangannya, tapi tidak cukup untuk menandingi," kata Ratu Sihir. "Kita juga tidak bisa menolong, bahkan untuk diri sendiri." "Hei! Lihat...!" seru Ratu Ipritala. Cakra berubah menjadi Seberkas Sinar. Cahaya berekor berwarna keemasan itu menggulung Bintang Kehidupan meninggalkan siluet di angkasa. "Ratu Kencana kiranya sudah mewariskan ilmu roh kepada pangeran," ujar Ratu Purbasari. "Tapi belum cukup untuk memenangkan pertarungan." Padahal ilmu itu diperoleh dari Nyi Ratu Suri lewat kemesraan, dan men
"Aku adalah Raja Agung yang akan menyeretmu pulang ke gerbang siksa." Sebilah pedang kencana muncul secara tiba-tiba di tangan Cakra, pedang itu jelmaan Tongkat Petir. Ketua lama tertawa dengan congkak. "Ha ha ha! Jadi kau murid Ki Gendeng Sejagat?" Sebuah tongkat yang sama persis muncul dalam.genggaman ketua lama, kemudian tongkat itu berubah menjadi pedang serupa. Aku tidak pernah mendengar Tongkat Petir mempunyai kembaran, batin Cakra. Tapi guruku pernah menciptakan duplikatnya. Aku tidak tahu mana yang asli. "Ha ha ha! Gurumu benar-benar gendeng sudah mewariskan tongkat palsu kepada muridnya!""Aku yakin tongkatmu palsu, seperti tongkat di balik celanamu!" Ratu Dublek tersenyum mengejek, ia berkata, "Apakah kau sekarang masih cukup nyali untuk menantang garwaku setelah mengetahui tongkatmu palsu? Aku memberi kesempatan kepadamu untuk hidup dengan melanjutkan permainanku yang terganggu olehmu." "Kau bukan perempuan seleraku," kata Cakra sinis. "Kakek peot itu sudah me
Puluhan prajurit mengejar Ranggaslawi. Ia sengaja membawa mereka ke arah sekelompok pasukan gabungan berada. Ratu Sihir bengong melihat kejadian itu, ia bertanya, "Bukankah pendekar botuna sudah pergi ke hutan alas?" "Cakra pasti membawanya kembali," keluh Ratu Purbasari. "Aku heran bagaimana ia bisa bersahabat dengan pendekar cabul. Rencana kita hampir berantakan gara-gara mereka.""Dan sekarang benar-benar berantakan." "Kau harus menegur Cakra dengan keras. Tindakannya sudah melanggar prosedur." "Pangeran kepala batu." "Kau lunakkan dengan body goal mu. Kelemahan kesatria mata keranjang adalah keindahan wanita." "Kenapa bukan kalian saja?" "Maharini keguguran dan Rinjani belum hamil-hamil. Jadi kami tiada alasan untuk bercinta dengan menantu. Lagi pula, selera Cakra bukan maharatu yang mempunyai banyak simpanan." "Ngomong saja kalian kalah cantik." Mereka tiba di alun-alun istana. Pertempuran terjadi di berbagai penjuru. Serangan prajurit musuh datang secara bergelombang
"Mereka sedang mengawasi kalian."Ranggaslawi dan kawan-kawan pucat pasi mendengar keterangan Jaka, meski mereka tak dapat melihatnya. "Baguslah kalian ada rasa hormat," sindir Cakra. "Padahal Ratu Kencana tahu bagaimana bejatnya kalian." "Aku sudah menduga kau punya beking handal," kata Ranggaslawi. "Hanya indung leluhur garwamu yang dapat melumpuhkan ketua lama." "Maka itu aku akan pergi ke dasar segara untuk membantu Nawangwulan. Kalian bantulah Nyi Ratu Kencana." "Enak saja melimpahkan tanggung jawab kepadaku!" sergah suara tanpa wujud. "Kau bereskan dulu urusan di kota Dublek!" "Aku muak berjuang di bawah kecurigaan." "Aku hanya ingin memastikan kau tidak main-main dengan ajian Serat Cinta!" "Kau tahu aku suka main-main." "Baiklah! Aku pergi! Aku akan mengutuk dirimu jadi buruk rupa kalau berani macam-macam!" "Kebetulan aku sudah bosan berwajah ganteng." Ratu Kencana pasti pikir-pikir untuk bertindak senekat itu, kecuali ia siap menerima gelombang protes dari seluruh p
Cakra kemalaman di hutan alas, di mana pada setiap pohon dihuni ular piton. Binatang itu tidur melingkar di batang pohon. Hutan alas merupakan jalan pintas menuju kerajaan Dublek. "Aku tidak tahu mereka tidak mengganggu diriku karena Ratu Siluman Ular atau ilmu Serat Cinta ku." "Aku kira mereka sungkan sama Yang Mulia. Jadi mereka pura-pura tidur." Ular piton yang biasa menjilati wajah Cakra kini seakan tidak terusik dengan kedatangannya. "Tapi aku menikmati situasi ini. Ajian Serat Cinta membuat hatiku terasa damai." Cakra singgah di kuil kuno yang pernah menjadi tempat pembantaian anggota sekte. "Sebaiknya kita lanjutkan perjalanan, Yang Mulia," kata si Gemblung. "Kita beristirahat di kota Dublek." "Aku mendengar suara percakapan di dalam kuil. Aku seperti kenal suara mereka." Cakra membuka pintu kuil. Ia terpukau melihat pendekar botuna duduk santai di sofa sambil minum tuak. "Kalian sedang apa di sini?" tanya Cakra heran. "Bukankah kekacauan di kota Dublek semakin meraj
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem