"Sebenarnya apa keinginan garwa ananda?" Ratu Purbasari duduk di kursi bertahtakan mutiara dengan wajah bermuram durja. Ia sulit marah kepada mahapatih karena ia tiada kuasa melarang putera mahkota. "Aku memerintahkan untuk menarik mundur semua kekuatan, tetapi ia memerintahkan mengerahkan seluruh kekuatan. Bagaimana pertanggungjawaban ku kepada keluarga korban kalau para rabi menggantung semua prajurit tak berdosa?" Dewi Anjani mencoba memahami apa yang menjadi pertimbangan Cakra sehingga sering mengambil keputusan bertentangan. Sebenarnya ia ingin berkomunikasi langsung dengan suaminya, tapi terlarang menggunakan ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa sejak masa kehamilan. Jika berani melanggar, maka berdampak buruk pada perkembangan bayi di rahimnya. Ia harus menahan hasrat dengan bertafakur, dan mandi kembang setiap malam agung agar jabang bayi selamat dari malapetaka. "Garwa ananda menyebabkan aku sulit menyerahkan tahta sesegera mungkin kepada ananda, padahal aku sudah mesti l
"Ada yang tidak dimengerti dari para leluhur." Cakra berjalan di antara pepohonan menuju ke istana Curug Empat. Nyi Ratu Suri tampak santai melangkah di sampingnya. Jika ada yang melihat, tak satu pun mengira bahwa mereka bukan pendekar dimabuk kasmaran. "Ratu Singkawang adalah permaisuri ketua Dewan Agung, apakah ia tidak mempunyai kekuatan untuk menghentikan kegaduhan yang diciptakan garwanya di Bukit Penamburan?" "Ratu Singkawang sudah bercerai satu dasawarsa yang lalu. Penyebabnya adalah ketua nikah siri dengan Nyi Ageng Permata." "Jadi sejak itu kekacauan di Kadipaten Barat terjadi? Nyi Ageng Permata ingin membuat keturunan Nyi Ageng Kencana tidak tenteram memimpin kerajaan?" "Aku sangat menyesal mempunyai puteri seperti Nyi Ageng Permata, dendamnya sampai terbawa ke alam roh, padahal janji suci Nyi Ageng Kencana dengan Pangeran Restusanga adalah takdir." "Berarti di alam roh juga terjadi perang dingin. Mereka sama-sama menahan diri untuk menghindari kemurkaan Raja Sekalian
"Salam sejahtera untuk Raja Agung!" Rabi Sabani dan anaknya buahnya berbaris rapi di halaman istana dengan posisi duduk. Prajurit berdiri di belakang seakan mengawal mereka. Tiang gantungan dibuang dari pintu gerbang. "Salam sejahtera untuk Raja Agung!" Mereka mengulang-ulang kalimat itu, sampai Cakra dan Nyi Ratu Suri tiba di depan istana. Cakra bengong. "Apa yang terjadi dengan mereka?" "Mereka menyerah," jawab Nyi Ratu Suri. "Mereka ingin kedamaian. Kabar kehancuran istana Curug Tiga rupanya sudah sampai ke telinga mereka." Kemurkaan putera mahkota memaksa mereka memilih menyerah tanpa syarat. Mereka tidak mau mati dalam kehinaan. Rabi Sabani memutuskan untuk mengikuti rehabilitasi di kota baru, sesuai permintaan rabi Sakila. Tragedi Curug Tiga menyadarkan mereka betapa pentingnya nyawa rakyat tak berdosa bagi putera mahkota. Ia mengamuk laksana banteng terluka. Mereka percuma melakukan perlawanan, tidak ada perlindungan dari Tapak Mega sebagaimana yang dijanjikan. "Pemand
Nyi Ratu Suri mencuci pakaian di batu ceper di bawah derasnya siraman air terjun. Lalu hasil cucian digeletakkan di atas batu, sementara ia berenang dengan mengenakan cawat dan coli bersulam emas. Kebiasaan mandi di telaga pada malam purnama mulai dilakukannya sejak ia menginjak remaja. Ia tidak memperkenankan dayang pribadi melihat kemolekan tubuhnya. Bercinta dengan Raden Mas Arya Bimantara pun di dalam pesanggrahan yang gelap. Ia malu sang pangeran melihat tubuhnya secara utuh. Ia baru menghidupkan lampu setelah berpakaian rapi. "Bukan kelainan." Ibu Suri membela saat suaminya mempertanyakan kebiasaan aneh itu. "Banyak perempuan kurang nyaman bermesraan di dalam terang." Nyi Ratu Suri merasa tenang berenang karena tidak ada putera mahkota di sekitar telaga. Ia rupanya benar-benar pergi dari telaga. Cakra sebenarnya pemuda terbaik dari delapan generasi klan Bimantara. Catatan putih kehidupannya di dunia manusia menjadi bukti sahih. Namun ia heran manakala menerima semua ilmu kan
Cakra belum pernah melihat Nyi Ratu Suri demikian panik, seperti ada rahasia yang coba disembunyikan. Padahal ratu bidadari itu tak semestinya gelisah. Apa yang ditakuti dari makhluk pengintip? Seandainya ia tak mempunyai ilmu kanuragan pun, mereka pasti takluk di bawah kecantikannya! "Aku itu mengkhawatirkan dirimu," kata Nyi Ratu Suri. "Kok jadi memikirkan aku?" "Siapa yang memikirkan dirimu? Aku itu tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi." "Kau tidak perlu tahu apa yang terjadi di alam roh. Aku minta sejak saat ini kau bersungguh-sungguh dengan musuhmu." "Apa hebatnya sih tukang ngintip? Guruku raja ngintip!" Cakra kesal Nyi Ratu Suri seolah menutupi apa yang terjadi. Ia jadi merasa ada jarak di antara mereka. Keterbukaan adalah lambang kepercayaan, berarti ratu bidadari meragukan dirinya. Cakra tak ada kepentingan dengan alam roh. Tapi jika makhluk roh petantang petenteng di Bukit Penamburan, pasti dikemplangnya. Ia sudah habis kesabaran untuk bermurah hati. Cakra bahkan be
"Jangan salahkan aku berbuat kejam!" Jendral Perang mengirimkan pukulan sakti untuk menghentikan perlawanan dua pendekar tersisa, mereka terlempar menghantam dinding istana dan jatuh terhempas meregang nyawa. "Kalian memilih menyerahkan nyawa ketimbang menyerahkan diri!" Seluruh anak buah rabi Isnani berhasil ditaklukkan, sebagian besar tewas, sisanya menderita luka dalam. Beberapa belas pelayan menyerahkan diri. Mereka digiring bersama prajurit pemberontak ke kaki bukit untuk dibawa ke pusat rehabilitasi, di bawah pengawalan pendekar wanita. Sementara beberapa pendekar pria menghadapi rabi Isnani, beberapa pendekar lagi bersama Jendral Perang memasang bahan peledak di berbagai lokasi di dalam istana. "Bagaimana rabi Isnani mempunyai pentolite sedemikian banyak?" cetus Fredy. "Apakah ia melakukan perdagangan gelap dengan manusia?" "Bahan peledak semacam ini banyak terdapat di kerajaan Ungu," jawab Jendral Perang. "Barang ini masuk secara ilegal, tidak ada cap KDI." "KDI? Konser
Ctar! Bunyi cemeti membelah angkasa laksana petir. Kemudian Cakra muncul sambil menggenggam cemeti emas yang merupakan perubahan bentuk dari Tongkat Petir. Rabi Isnani urung meremas Golok Santet menjadi ayam penyet karena tangannya terasa pedih tercambuk cemeti. Golok Santet terlepas dari genggaman. Ia segera jungkir balik menjauh. Nyawanya nyaris melayang gara-gara nekat menebas kaki rabi Isnani dengan golok pusaka. "Baru jadi sugar baby Nyi Ageng Permata saja belagu!" ledek Cakra. "Aku jadi sugar baby mommy-nya woles saja!" Nyi Ratu Suri yang berdiri di sampingnya mendelik. Tapi rabi Isnani tidak mengenali dirinya, disangkanya Dewi Anjani. "Berani sekali bicara begitu di depan puteri mahkota! Kau lihat ia ingin menelanmu bulat-bulat!" "Kau tahu saja ia suka yang bulat-bulat! Ia lagi ilfil karena purnama kemarin pas haid!" Nyi Ratu Suri jadi meradang. "Kau mau menghentikan kebiadaban rabi Isnani atau menggosip tentang aku?" "Aku lagi membicarakan istriku. Kau tidak dengar rab
"Mengapa kau tidak mengambil gundik?" Nyi Ratu Suri heran Cakra bertahan dengan dua permaisuri. Padahal ia bisa mengambil selir segampang mengambil mangga dari pohon roboh. Jangankan perempuan lajang, sudah bersuami pun pasti antri jika ada woro-woro. Cakra Agusti Bimantara adalah pangeran tertampan dari delapan generasi. Selir seolah menjadi branded bagi pangeran. Wiraswara adalah pangeran terbanyak yang mempunyai selir, sedangkan selir tersedikit adalah Wikudara, ia memiliki dua selir, dan jarang sekali dikunjungi kecuali Ratu Nusa Kencana lagi berhalangan. "Aku menunggu keikhlasan mu menjadi sugar momma." "Aku sudah berusia seribu tahun." "Tapi casing dan spek seperti berusia tiga puluh tahun." "Sotoy." "Aku yakin sekali kau leluhur rasa lelahar, menarik minat banyak lelaki untuk menumpahkan lahar." "Apakah omonganmu begini juga di depan Anjani?" "Tentu saja tidak! Ia sudah memberikan segalanya sebelum dipinta! Jadi buat apa diomongin?" Cakra tahu semakin banyak selir sem
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat
Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan
"Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal
Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu
"Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka
"Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal
Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu