"Mereka keracunan!" Iblis Cinta segera memeriksa korban terdekat. Denyut nadi masih ada meski sangat lemah. Ia menotok di beberapa titik. Pendekar atletis itu langsung muntah-muntah, kemudian terkulai pingsan. Sementara ketiga sahabatnya sibuk menolong yang lain. Puluhan pendekar berhasil diselamatkan, sisanya menemui ajal, termasuk rabi Samate. Iblis Cinta memeriksa jus jeruk yang ada di depan salah satu korban, tidak berbau, entah racun apa yang digunakan, barangkali racun arsenik. "Siapa gerangan yang telah berbuat sekeji ini?" sesal Ranggaslawi. "Mereka mungkin bersalah, tapi bukan begini hukumannya." "Kita datang terlambat," keluh Iblis Cinta. "Hanya sedikit yang dapat diselamatkan." "Pelakunya pasti makhluk biadab yang menyamar jadi pelayan," kata Gagak Jantan. "Ia membubuhkan racun pada jus jeruk. Tapi apa maksudnya meracuni mereka semua?" "Entahlah." Telik sandi tidak mungkin berbuat sekeji ini, pikir Iblis Cinta. Kesalahan fatal kalau berani melanggar kode etik. Kepal
"Seharusnya minta persetujuan dulu!" Dewi Anjani memandang ibunda ratu dengan berapi-api. Kemarahannya hampir meledak mendengar keputusan kontroversial itu. Memberi perintah langsung kepada Jendral Perang berarti mengambil alih komando peperangan. Padahal ia sudah menyerahkan wewenang penuh kepada C untuk mengambil keputusan taktis di medan laga. "Aku tahu ananda pasti tidak setuju," kata Ratu Purbasari. "Aku sudah menarik putera mahkota dari Bukit Penamburan kalau ananda tidak menghalangi." Dewi Anjani sama sekali tidak mengerti jalan pikiran ibundanya. Cakra telah berhasil menumpas pemberontak dalam waktu singkat, tapi hendak diganti dengan tokoh istana yang sudah terbukti gagal. Mereka datang ke Bukit Penamburan hanya mengantarkan nyawa, dan petaka itu akan terulang lagi. "Kadipaten Selatan sangat membutuhkan garwa ananda," dalih Ratu Purbasari. "Adipati sangat kewalahan mengatasi penyusup dari kerajaan Selatan." "Aku bingung dengan cara berpikir ibunda. Mengusir penjajah le
"Gusti pangeran tidak bersama rombongan." Abimanyu baru tiba di istana dan ia melapor pada puteri mahkota. Tapi ia tidak menyampaikan perihal janji suci mereka atas perintah Nyi Ratu Suri. Dewi Anjani terdiam di kursinya. Penolakan putera mahkota memimpin rombongan ke Curug Empat adalah protes keras terhadap keputusan ibunda ratu. Cakra bisa dicopot gelar kebangsawanannya karena tidak patuh pada perintah istana. Jika hal itu terjadi, maka ia tidak berhak tinggal di istana. "Jangan sampai ibunda ratu tahu," kata Dewi Anjani. "Ia pasti murka, dan kau tahu apa risiko dari kemurkaannya, pencopotan gelar pangeran." "Baik, gusti puteri." Kepala Dewi Anjani berdenyut pusing. Ia tahu Cakra kecewa karena ibunda ratu telah turut campur, tapi ia tak mengira reaksinya sekeras itu. Nasib putera mahkota di ujung tanduk. Tak ada yang mampu menyelamatkan selain kemurahan hati ibunda ratu. Hanya ada dua pilihan bagi Dewi Anjani; melepas gelar kebangsawanan dan hidup sebagai rakyat biasa bersama
Puteri Rinjani sangat berat melepas kepergian Cakra, namun tanggung jawab besar menantinya. "Aku minta kau pulang ke istana Sihir," kata Pendekar Lembah Cemara. "Bukit Penamburan bukan persinggahan yang aman buat puteri mahkota." "Aku ingin menunggumu di sini," sahut Puteri Rinjani. "Aku tak bisa jauh darimu." Cakra tersenyum kecut. "Itu kata Slank. Tidak apa jauh di mata tapi dekat di hati." "Itu empedu. Kau ingin memberikan kepahitan hidup bagiku?" "Itu kata Ernie Djohan." "Terus kata kanda tersayang apa?" "Segeralah pulang ke istana Sihir. Di bukit ini banyak tokoh sakti yang mengincar dirimu karena kini kau adalah garwaku." Puteri Rinjani sebenarnya ingin memadu kasih sampai titik di dahi hilang, pertanda kehamilan tiba. Ia sudah membuka pintu rahim setiap kali berhubungan intim, namun titik itu belum lenyap juga. Satu kehinaan bagi puteri mahkota kalau sampai majir, dan menjadi bencana. Siapa yang meneruskan dinasti kelak? Ia muak kepulangan dirinya disambut pertanyaan m
"Kenapa gusti ratu selalu terlambat mengambil keputusan?" Cakra tak henti menggerundel di sepanjang jalan setapak dan berliku itu. Ia sengaja melewati jalan sulit untuk menghindari pertemuan dengan antek-antek rabi Sakila. Satu nyawa prajurit pemberontak melayang di tiang gantungan jika ketahuan ada pendekar golongan putih mendekati istana Curug Lima. Cakra meningkatkan kewaspadaan saat instingnya merasakan ada makhluk roh mengikuti. Ia mengerahkan ilmu Tembus Pandang Paripurna dan Selubung Khayali untuk melihat ke sekitar. "Berada di mana makhluk itu?" gumam Cakra. "Ia tak bisa bersembunyi dariku meski hanya sebesar kutu." Tidak mungkin Tuan Agung. Ia berkunjung ke bukit ini setiap purnama ke tujuh. Apakah ada makhluk lain berkeliaran? Makhluk roh itu bergerak laksana kilat untuk menghindari pandangannya. Cakra berniat menggunakan ilmu Seberkas Sinar untuk mengejar, tapi kemudian diurungkan. "Buat apa aku cape-cape mengeluarkan ilmu roh? Ia sepertinya tidak bermaksud jahat, han
Perempuan seksi yang lagi asyik bermain dengan kuda poni jantan serentak bangkit dan merapikan pakaian saat pintu pesanggrahan ambruk ditendang dari luar. "Jahanam!" geram rabi Sakila. "Kau cari mampus mengganggu kesenanganku!" Cakra mendengus sinis. "Sayang sekali kencantikanmu disia-siakan. Banyak lelaki di luar sana mendambakan kenikmatan darimu." "Hakku untuk bercinta dengan makhluk apapun!" "Kau lupa lubang kenikmatan yang ada padamu bukan diciptakan untuk binatang. Hak macam apa yang kau punya sehingga berani mengangkangi takdir Raja Sekalian Alam?" "Tahu apa kau tentang hak?" "Justru itu aku bertanya padamu!" Di mata Cakra, rabi Sakila adalah makhluk salah kaprah. Ia belajar tentang hak pada guru yang salah. Bercinta adalah haknya, namun ia keliru menerapkan hak pada organ intimnya. Ia menganggap perbuatannya benar, padahal ia sudah sewenang-wenang mengeksploitasi organ intim sehingga terjadi penganiayaan pada diri sendiri. Menggunakan organ tubuh tidak sesuai dengan fu
Nyi Ratu Suri heran musuh seperti tidak habis-habisnya, mereka berhamburan dari dalam istana, padahal sudah puluhan pendekar berhasil dilumpuhkan dan hanya pendekar berenergi inti paripurna yang mampu membebaskan totokan itu. Beberapa dari mereka mencoba menolong namun gagal, padahal berilmu sangat tinggi. "Aku baru menemukan pelumpuhan model begini," keluh pendekar berponi. "Barangkali hanya guruku yang mampu menolong mereka." "Aku tidak mengira puteri mahkota berilmu setinggi itu," kata temannya. "Kemampuannya sulit ditandingi." Beberapa pendekar muntah darah karena nekat beradu tenaga dalam dengan menangkis pukulannya. Bahkan sebagian pendekar kelenger pingsan kena gebuk di bagian dada, sampai-sampai Nyi Ratu Suri merasa bersalah. "Please, forgive me!" teriaknya. "Kalian memaksaku berbuat kasar!" Kemudian ia melayang-layang di udara, melompat dari satu kepala ke kepala lain, menghindari senjata maut mereka. Para pendekar bayaran sulit menangkap perempuan seanggun bidadari it
Benar-benar kemarahan membabi buta! Nyi Ageng Permata telah menghapus babad kerajaan sehingga pendekar berponi tidak tahu siapa yang dihadapinya. Padahal sebenci apapun pada sejarah, generasi masa depan berhak tahu. Sungguh ironis pendekar berponi tidak mengenali siapa leluhurnya. Tapi dengan lantang ia mencatut leluhurnya, "Aku tidak mau leluhur murka karena terjadi pertumpahan darah di antara kita! Masalah kita sudah selesai! Kau sudah membebaskan prajurit tak berdosa!" Nyi Ratu Suri jungkir balik di udara keluar dari arena pertarungan, setelah delapan pengawal utama dilumpuhkan dan menyisakan pendekar berponi. "Kalau kau benar keturunan Ratu Pasir Galih, kenapa bersekutu dengan pemberontak?" Nyi Ratu Suri tidak berhasrat untuk memberi tahu siapa dirinya, biarlah pendekar berponi mengira ia adalah Dewi Anjani. "Aku butuh ruang untuk mengekspresikan kebebasanku! Tapak Mega menjanjikan itu!" "Kau keliru kalau menganggap Kadipaten Barat adalah rumahmu! Kalian sudah merusak tatan
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat
Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan
"Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal
Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu
"Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka
"Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal
Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu