"Apa aku tidak salah lihat?" Maharini terkejut begitu mengetahui ada tanda hitam di dahi sahabatnya. "Jadi Rinjani memakai topi lebar untuk menyembunyikan kalau dirinya sudah lost virgin?" Puteri Rinjani tampak percaya diri berdansa. Padahal kehilangan keremajaan sebelum ritual resmi bagi puteri mahkota adalah aib besar. "Aku berharap laki-laki yang berbuat adalah Cakra. Mereka pernah menginap bareng di kerajaan Timur." Maharini tersenyum ketika menoleh ke sampingnya Dewi Anjani tampak syok seakan langit kehidupannya runtuh malam ini. "Apa yang dikuatirkan terjadi juga," keluh Cakra. "Aku kena getahnya." Cakra berusaha fokus untuk berdansa di bawah jilatan mata Dewi Anjani. Ia tidak boleh gugup karena akan jadi pembenaran terhadap apa yang dituduhkan. Titik hitam di dahi Puteri Rinjani adalah bukti nyata, dan Cakra sulit melepaskan diri dari dakwan. "Aku tidak mengerti maksudmu," kata Puteri Rinjani. "Aplaus mereka tidak membuatmu kehilangan cinta Anjani." Semua tamu memuji
Mereka melanjutkan perjalanan pagi-pagi sekali agar menjelang siang tiba di istana. "Maksudnya apa menyuruh puteri gengges tidur bersamaku?" gerutu Dewi Anjani yang berkuda di samping Cakra. "Kalian adalah sahabat," jawab Cakra. "Jadi jangan berantem terus. Aku ingin kalian mengingat masa lalu yang manis-manis, bukan yang pahit-pahit, agar apa yang sudah retak bisa diperbaiki." "Gelas pecah tidak bisa kembali lagi." "Rinjani berasal dari negeri sihir pasti bisa mengembalikan gelas pecah seperti semula." "Ngerti majas nggak?" "Nggak. Makanya aku ngomong begitu." Mereka pasti kikuk tidur berdua satu kamar. Puteri Rinjani kelihatannya memiliki keinginan untuk berdamai. Barangkali ia menyadari betul suatu saat akan menjadi perempuan kedua. Padahal hingga detik ini Cakra belum menyediakan ruang di relung hatinya. Cakra takut mereka kecewa. "Aku baru tahu si Rinjani tidurnya kebluk banget," kata Dewi Anjani. "Ia masih tidur saat aku pergi." "Ia biasa pulang larut malam. Jadi pasti
Mereka makan siang bersama pembesar istana dan keluarga bangsawan terkemuka. Mereka duduk satu meja dengan pejabat penting istana. "Kita makan sambil melanjutkan perbincangan," kata Ratu Purbasari. "Tapi sebelumnya, apakah kau sudah kenal dengan pembantu dekatku?" "Sudah," sahut Cakra. "Mahameru, Bagaspati, Abimanyu, dan Sentanu atau biasa dipanggil Jendral Perang. Untuk pembesar istana lainnya, aku kira bisa menyusul." "Semua yang hadir di sini adalah penyelenggara acara ritual kalian besok. Jadi tolong kalian turuti apa permintaan mereka nanti." "Ya." "Nah, ini air suci yang diminta. Semua kebutuhan air istana mendapat pasokan dari Sungai suci. Mari kita buktikan, tusuk konde Nyi Ratu Suri akan bercahaya jika dicelupkan ke dalam air suci, sebagaimana tercatat dalam lembaran suci kerajaan. Aku belum pernah membuktikan karena percaya dengan penguasa sebelumnya." Ratu Purbasari mencopot tusuk konde yang dipakainya, lalu dicelupkan ke dalam air suci. Tidak ada keistimewaan yang te
"Kalau kalian tidak suka petai sama jengkol, tidak apa-apa," kata Cakra. "Biar aku saja yang makan. Hitung-hitung melepas rindu sama Abah dan Ambu." "Kami suka sekali, Tuan Muda," sahut Abimanyu. "Sepekan sekali, di rumah saya ada jengkol balado." "Orang tuaku makan mentahnya." "Mentahnya juga." "Tapi kenapa kalian kelihatan resah?" "Jengkol dan petai adalah lalap yang paling dibenci gusti ratu." "Tuan Muda makin kehilangan simpati nantinya," kata Mahameru. "Saya lihat pada makan siang tadi Tuan Muda sudah kehilangan separuh perhatiannya." "Bodo amat." "Jika Tuan Muda kehilangan simpati, berarti gusti ratu tidak menginginkan Tuan Muda berada di istana. Tuan Muda bersama puteri mahkota akan tinggal di istana pengasingan." "Jadi baginda ratu juga akan mengusir puterinya? Kejam sekali!" "Gusti ratu tidak mengusir puteri mahkota, tapi Tuan Puteri pasti memilih tinggal bersama Tuan Muda." "Apakah istana pengasingan sangat menakutkan?" "Istana pengasingan berada di pesisir pantai
Cakra berpakaian dan berdandan dibantu Abimanyu dan Bagaspati. Mereka bersiap-siap untuk makan malam. Ratu Purbasari masuk untuk melaporkan hasil pengintaian. Mahameru dan sahabat pelayan keluar kamar karena laporan itu sifatnya rahasia. Cakra dan Ratu Purbasari duduk di kursi. "Kau cantik sekali dengan pakaian pelayan," puji Cakra. "Aku sampai pangling kalau kau sudah seusia Ambu." "Aku tidak butuh pujian," gerutu Ratu Purbasari ketus. "Aku datang untuk laporan." "Kayak tidak ikhlas jadi utusan." "Ikhlas," senyum Ratu Purbasari dibuat-buat. "Sumpah." "Bagaimana hasilnya?" tanya Cakra. "Puteri mahkota sungguh tidak mengecewakan," jawab Ratu Purbasari. "Ia memiliki tubuh sangat seksi dan sangat mulus, kulit putih eksotik, tiada cela sedikit juga." "Lebih seksi mana sama ibunya?" "Jelas lebih seksi puteri mahkota." "Ibunya sudah tua, jarang juga fitness. Pepayanya bagaimana?" "Sangat matang, sangat kencang, dan sangat segar. Pokoknya siap dipetik." "Jadi agak kendor kayak i
Keluarga dekat istana dan bangsawan terkemuka di kerajaan Nusa Kencana duduk rapi di atas permadani empuk di dalam graha yang sangat megah. Tamu istimewa dari mancanegara duduk paling depan. Puteri Rinjani dan puteri mahkota dari kerajaan sahabat sudah hadir. Mereka duduk di dekat Dewi Anjani dan pengiringnya, tidak ada yang mengalahkan kecantikan puteri mahkota Nusa Kencana dengan baju pengantinnya. Mereka menunggu dengan sabar kedatangan pengantin pria. Suasana hening menyaksikan detik-detik pelaksanaan acara ritual penyatuan. Abimanyu duduk menghadap tamu undangan didampingi Pangeran Wikudara dan Ratu Purbasari. Ia nampak berwibawa dengan berpakaian rabi besar. "Hadirin dimohon bersiap-siap." Puteri bangsawan yang menjadi protokol acara memberi tahu undangan. "Calon mempelai pria akan segera memasuki ruangan." Semua mata tertuju ke sudut ruangan. Pintu graha terbuka lebar. Cakra muncul bersama pengiring beberapa bangsawan berumur. Mereka memuji ketampanan dan kegagahan pangeran
"Aku minta ananda tidak terpancing emosi," kata Pangeran Wikudara setelah Ratu Purbasari pergi dari graha pesta. "Aku paham ananda ingin mengikuti jejak Pangeran Restusanga yang berpesta bersama rakyat. Tapi kebiasaan itu langsung hilang pada generasi kedua. Makanya ibunda ratu kaget saat ananda menghidupkan kembali." Cakra sudah pergi dari istana jika menuruti hawa nafsu. Ratu Nusa Kencana seolah menyepelekan karma yang terjadi seandainya ia tidak mengadakan ritual penyatuan dengan puteri mahkota. Ratu sombong itu sudah merendahkan harga diri pangeran kedelapan padahal kedudukannya sangat penting bagi kelangsungan kerajaan. Barangkali sri ratu mulai sangsi dengan perjanjian leluhur. Ia mencoba mendikte suasana dengan menyakiti hatinya. Kenapa keraguannya baru muncul sekarang setelah terjadi ikatan janji suci? "Aku tidak mengikuti siapapun," ujar Cakra. "Aku tidak tahu kebiasaan Pangeran Restusanga. Aku mengikuti suara hatiku." "Tapi kenapa perilaku ananda sama persis seperti Pang
Ratu Purbasari menurunkan sang pangeran dari gendongan di depan pintu kamar pengantin. "Tugas kalian sudah selesai," kata Cakra kepada Mahameru dan sahabat pelayan yang jadi pengiring. "Aku bangga kepada kalian yang bersungguh-sungguh menanggalkan atribut pembesar istana demi melestarikan budaya." "Kami juga bangga dapat melayani Tuan Muda," sahut Mahameru. "Ada pelajaran berharga yang dapat dipetik dari pekerjaan yang tak pernah dianggap, ternyata setiap pekerjaan adalah penting untuk kelancaran suatu kegiatan. Kami mohon diri, Tuan Muda." "Terima kasih atas semuanya." "Sama-sama, Tuan Muda." Ketika mereka hendak bersimpuh pamit pada Ratu Purbasari, Cakra melarangnya, "Kalian tidak perlu melakukan hal itu karena ia juga pelayan." Mereka pergi. Ratu Purbasari tampak kepayahan karena menggendong lumayan jauh dari kamar prosesi. Ia heran tidak dapat menggunakan chi untuk memenuhi permintaan sang pangeran. "Maafkan aku, ibunda ratu," kata Cakra tulus. "Aku sudah membuat dirimu sang