Cakra berpakaian dan berdandan dibantu Abimanyu dan Bagaspati. Mereka bersiap-siap untuk makan malam. Ratu Purbasari masuk untuk melaporkan hasil pengintaian. Mahameru dan sahabat pelayan keluar kamar karena laporan itu sifatnya rahasia. Cakra dan Ratu Purbasari duduk di kursi. "Kau cantik sekali dengan pakaian pelayan," puji Cakra. "Aku sampai pangling kalau kau sudah seusia Ambu." "Aku tidak butuh pujian," gerutu Ratu Purbasari ketus. "Aku datang untuk laporan." "Kayak tidak ikhlas jadi utusan." "Ikhlas," senyum Ratu Purbasari dibuat-buat. "Sumpah." "Bagaimana hasilnya?" tanya Cakra. "Puteri mahkota sungguh tidak mengecewakan," jawab Ratu Purbasari. "Ia memiliki tubuh sangat seksi dan sangat mulus, kulit putih eksotik, tiada cela sedikit juga." "Lebih seksi mana sama ibunya?" "Jelas lebih seksi puteri mahkota." "Ibunya sudah tua, jarang juga fitness. Pepayanya bagaimana?" "Sangat matang, sangat kencang, dan sangat segar. Pokoknya siap dipetik." "Jadi agak kendor kayak i
Keluarga dekat istana dan bangsawan terkemuka di kerajaan Nusa Kencana duduk rapi di atas permadani empuk di dalam graha yang sangat megah. Tamu istimewa dari mancanegara duduk paling depan. Puteri Rinjani dan puteri mahkota dari kerajaan sahabat sudah hadir. Mereka duduk di dekat Dewi Anjani dan pengiringnya, tidak ada yang mengalahkan kecantikan puteri mahkota Nusa Kencana dengan baju pengantinnya. Mereka menunggu dengan sabar kedatangan pengantin pria. Suasana hening menyaksikan detik-detik pelaksanaan acara ritual penyatuan. Abimanyu duduk menghadap tamu undangan didampingi Pangeran Wikudara dan Ratu Purbasari. Ia nampak berwibawa dengan berpakaian rabi besar. "Hadirin dimohon bersiap-siap." Puteri bangsawan yang menjadi protokol acara memberi tahu undangan. "Calon mempelai pria akan segera memasuki ruangan." Semua mata tertuju ke sudut ruangan. Pintu graha terbuka lebar. Cakra muncul bersama pengiring beberapa bangsawan berumur. Mereka memuji ketampanan dan kegagahan pangeran
"Aku minta ananda tidak terpancing emosi," kata Pangeran Wikudara setelah Ratu Purbasari pergi dari graha pesta. "Aku paham ananda ingin mengikuti jejak Pangeran Restusanga yang berpesta bersama rakyat. Tapi kebiasaan itu langsung hilang pada generasi kedua. Makanya ibunda ratu kaget saat ananda menghidupkan kembali." Cakra sudah pergi dari istana jika menuruti hawa nafsu. Ratu Nusa Kencana seolah menyepelekan karma yang terjadi seandainya ia tidak mengadakan ritual penyatuan dengan puteri mahkota. Ratu sombong itu sudah merendahkan harga diri pangeran kedelapan padahal kedudukannya sangat penting bagi kelangsungan kerajaan. Barangkali sri ratu mulai sangsi dengan perjanjian leluhur. Ia mencoba mendikte suasana dengan menyakiti hatinya. Kenapa keraguannya baru muncul sekarang setelah terjadi ikatan janji suci? "Aku tidak mengikuti siapapun," ujar Cakra. "Aku tidak tahu kebiasaan Pangeran Restusanga. Aku mengikuti suara hatiku." "Tapi kenapa perilaku ananda sama persis seperti Pang
Ratu Purbasari menurunkan sang pangeran dari gendongan di depan pintu kamar pengantin. "Tugas kalian sudah selesai," kata Cakra kepada Mahameru dan sahabat pelayan yang jadi pengiring. "Aku bangga kepada kalian yang bersungguh-sungguh menanggalkan atribut pembesar istana demi melestarikan budaya." "Kami juga bangga dapat melayani Tuan Muda," sahut Mahameru. "Ada pelajaran berharga yang dapat dipetik dari pekerjaan yang tak pernah dianggap, ternyata setiap pekerjaan adalah penting untuk kelancaran suatu kegiatan. Kami mohon diri, Tuan Muda." "Terima kasih atas semuanya." "Sama-sama, Tuan Muda." Ketika mereka hendak bersimpuh pamit pada Ratu Purbasari, Cakra melarangnya, "Kalian tidak perlu melakukan hal itu karena ia juga pelayan." Mereka pergi. Ratu Purbasari tampak kepayahan karena menggendong lumayan jauh dari kamar prosesi. Ia heran tidak dapat menggunakan chi untuk memenuhi permintaan sang pangeran. "Maafkan aku, ibunda ratu," kata Cakra tulus. "Aku sudah membuat dirimu sang
Entah menjalankan perjanjian leluhur atau ketagihan, Cakra bertarung sampai lima kali malam itu. Berkali-kali ombak besar datang bergulung-gulung dan terhempas di pantai kenikmatan. Mereka bercinta lagi saat bangun tidur di pagi hari, kemudian pergi ke kompleks pemandian pangeran dan puteri mahkota. "Tubuhku sangat letih dan pegal-pegal," kata Dewi Anjani sambil berendam di bak kayu langka. "Tolong tukang pijat suruh bersiap-siap nanti." "Baik gusti puteri." Selesai mandi, Dewi Anjani masuk ke ruang pijat, kemudian pergi ke kamar rias. Setelah juru rias menata wajah dan penampilannya, Dewi Anjani menjemput sang pangeran untuk makan pagi bersama ibunda ratu. Cakra jadi berubah pikiran melihat puteri mahkota tampil sangat mempesona, ia meminta Nirmala untuk menyampaikan kabar kepada gusti ratu agar makan duluan, sementara mereka kembali ke kamar pengantin. "Apakah mereka tidak sempat sejenak saja makan bersamaku?" gerutu Ratu Purbasari kesal. "Begitulah pesan yang disampaikan,
Ratu Purbasari berusaha menahan diri atas perbuatan Cakra yang menimbulkan kekacauan di istana. Padahal kekacauan itu adalah hal menyenangkan bagi penghuni istana. Cakra sudah menghidupkan etos kerja yang terlihat mati. "Ananda sudah hamil...!" Ratu Purbasari senang bukan main saat melihat titik hitam di dahi puteri mahkota hilang, berarti ia sudah memasuki masa kehamilan. "Yang Widi benar-benar memberkati istana!" Kesabarannya pun habis pada pagi itu. Ia mengumpulkan pejabat penting istana di pesanggrahan utama. Semua pembesar istana mengira baginda ratu akan menjatuhkan hukuman terhadap pelanggaran pangeran kedelapan. Ia sudah muak dan ingin segera menyingkirkannya dari istana. Tapi hukuman yang dijatuhkan sungguh di luar perkiraan. Gusti ratu begitu cerdik membungkus antipati dengan berlindung di balik undang-undang. "Aku pikir sudah waktunya pangeran kedelapan untuk menjalankan tugas," kata Ratu Purbasari. "Situasi di Kadipaten Barat semakin genting. Aku akan mengirim pange
"Kanda segera kembali selesai bertugas." Dewi Anjani berlinang air mata melepas kepergian suami tercinta. Baru empat hari mereguk manisnya madu perkawinan sudah harus berpisah karena Cakra mendapat tugas dari ibunda ratu. "Aku pasti rindu menanti." Perpisahan ini adalah paling berat bagi Cakra karena ia tak pernah berniat untuk kembali. Suasana tidak nyaman di istana membuatnya ingin segera angkat kaki. Tapi air mata puteri mahkota dengan segenap ketulusan cintanya meluluhkan tekad yang sudah kukuh. "Hapuslah air matamu," kata Cakra kelu. "Jika aku tidak kembali, rawatlah dan besarkanlah anak kita agar menjadi anak yang berguna bagi dirimu dan kerajaan." "Pokoknya aku minta kanda berjanji untuk kembali." "Aku tidak tahu entah bisa kembali atau tidak. Aku akan menghadapi kelompok pemberontak yang bertahun-tahun menjadi momok di Kadipaten Barat. Aku hanya bisa berjanji, jika aku pergi, maka aku harus memastikan negeri ini aman dari segala kekacauan." Ratu Purbasari muncul dari d
Warung itu terletak di kaki Bukit Penamburan. Ada beberapa warung lagi di sebelahnya. Tapi sudah mulai sepi. Jalan di depan warung adalah jalan utama perdagangan dengan kerajaan Utara. Kabilah ramai lewat di siang hari karena ribuan prajurit kadipaten berjaga-jaga di sepanjang kaki bukit. Fredy dan dua gadis bercadar tiba di depan warung. Ia mengedarkan pandang ke deretan warung kecil di sebelahnya. "Mereka belum datang," kata Fredy. "Padahal hari sudah sore." "Barangkali sebentar lagi," kata gadis bercadar ungu, yang tidak lain adalah Bidadari Penabur Cinta yang berganti penampilan. "Mereka masih di perjalanan." Sedangkan gadis bercadar biru adalah Kupu-kupu Madu. Mereka berdua sudah resmi menjadi istri Fredy, dan tinggal di Kadipaten Barat. "Aku sudah datang dari tadi," seru Ranggaslawi sambil melompat turun dari dahan pohon di seberang jalan. "Kalian yang telat." Kemudian berturut-turut melompat turun Ranggaslawe, Pendekar Tak Bernama, dan Golok santet. Bukit Penamburan adal
Ketua lama Dewan Agung berhasil kabur dari gerbang siksa. Ia menjadi pendukung utama Ratu Dublek. Raden Mas Arya Bimantara sebagai ketua baru sungkan untuk menangkapnya. Ratu Kencana sampai turun tangan melobi Cakra, ia sangat peduli dengan kegaduhan yang terjadi. Padahal ia berasal dari langit berbeda. "Nusa Kencana adalah negeri warisanku, aku memiliki keterikatan batin dengan penguasa istana." "Kenapa kau tidak menegur ketua baru untuk bertindak tegas?" "Kepandaian Arya Bimantara belum memadai untuk meringkus ketua lama." "Kenapa diangkat jadi ketua Dewan Agung kalau tidak memenuhi syarat?" "Ia paling pantas menjadi tetua! Tapi ketua lama mempunyai ilmu tertinggi di langit!" "Lalu kau pikir aku memadai? Aku bisa jadi ayam penyet!" "Aku sudah menurunkan intisari roh kepadamu. Jurus dan pukulan saktimu sekarang jauh lebih dahsyat." "Aku diminta taat aturan, kau sendiri tidak tahu aturan. Kau menurunkan ilmu tanpa seizin diriku. Kau seharusnya memberikan ilmu itu kepada indu
Plak! Plak!Dua tamparan keras kembali mampir di wajah Cakra.Kesatria gagah dan tampan itu tersenyum, ia hanya memiliki senyuman untuk perempuan cantik."Aku teringat pertemuan kita di hutan kayu," kata Cakra. "Kau lima puluh kali menampar wajahku sebelum mempersembahkan lima puluh kenikmatan."Plak! Plak!Cakra merasa ada aliran hangat dari tamparan itu, berangsur-angsur menyegarkan tubuhnya."Jadi kau sekarang mengalirkan energi roh melalui tamparan? Apakah Raden Mas Arya Bimantara melarang dirimu untuk bercinta denganku? Jadi kau masih mencintai lelaki pecundang itu? Aku sendiri malu mempunyai indung leluhur seperti dirinya...."Plak! Plak!"Jawabanmu sangat menyebalkan diriku," gerutu Cakra."Kau benar-benar pangeran terkutuk!""Aku mengakui diriku pangeran terkutuk ... terkutuk menjadi gagah dan tampan, bahkan menurut body goal magazine, aku satu-satunya pangeran yang dirindukan tampil telanjang di sampul depan! Tapi kecerdasan buatan tidak mampu menduplikat diriku, lebih-lebih
Puteri mahkota khawatir kesembuhan dirinya menimbulkan masalah baru bagi kerajaan.Bagaimana kalau Nyi Ratu Kencana murka dan menurunkan bencana yang lebih besar?"Aku kira Cakra sudah mempertimbangkan secara matang," kata Pangeran Liliput. "Ia terkenal sering bicara gegabah, namun tak pernah bertindak gegabah."Puteri mahkota memandang dengan resah, ia bertanya, "Bagaimana jika kutukan itu menimpa calon garwaku karena sudah melanggar kehendak ketua langit?" "Janganlah berpikir terlalu jauh, ananda," tegur Ratu Liliput lembut. "Belum tentu apa yang ananda pikirkan itu kejadian.""Bagaimana kalau kejadian, ibunda? Aku pasti disalahkan permaisuri pertama."Puteri Liliput segera meninggalkan pesanggrahan untuk menjumpai calon suaminya.Penjaga bilik tirakat segera berlutut dengan sebelah kaki menyentuh lantai begitu puteri mahkota dan baginda ratu tiba di hadapannya."Bukalah pintu bilik, Paman," pinta Puteri Liliput. "Aku mau masuk.""Patik mohon ampun sebelumnya, Gusti Puteri ... gust
"Ceesss...!"Bunyi pergesekan ujung Tongkat Petir dengan leher Puteri Liliput berkumandang menyerupai bunyi besi panas dicelupkan ke dalam air, seiring mengepulnya asap hitam tebal beraroma busuk.Keringat mengucur deras dari kening Cakra. Tongkat Petir bergetar keras sampai tangannya turut bergetar.Asap hitam tebal menyelimuti pesanggrahan, sehingga menghalangi pandangan sri ratu, ia tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka."Semoga tidak terjadi apa-apa...."Baginda ratu menutup pintu pesanggrahan karena tidak tahan menghirup bau busuk yang sangat menyengat.Ratu Liliput menunggu dengan cemas di depan pintu pesanggrahan.Pangeran Nusa Kencana sungguh nekat mengobati Puteri Liliput, ia tak sepatutnya mengorbankan nyawa untuk hal percuma."Hanya Nyi Ratu Kencana yang dapat menghilangkan kutukan itu," kata Ratu Liliput lemas. "Kesalahan diriku telah membuat murka para ketua langit."Ratu Liliput membuka pintu sedikit, asap tebal menerobos keluar.Ratu Liliput segera menutup pintu kem
Hari menjelang senja ketika Cakra tiba di istana Liliput. Ia diterima langsung oleh baginda ratu di pesanggrahan utama."Puteriku menolak untuk bertemu denganmu."Ratu Liliput bertutur dengan lembut untuk menghibur kekecewaan Cakra.Padahal pesona sri ratu sudah cukup menghibur kepenatan hatinya akibat perjalanan sepanjang siang.Perawakan sang ratu sebagaimana perempuan Asia Timur; berpostur semanpai, tinggi rata-rata, tidak kerdil seperti bayangan Cakra."Kau sudah tahu apa alasannya."Mendung berarak di wajah jelita itu. Sinar matanya meredup tersapu kesedihan mendalam.Mata itu seakan bercerita kalau ia siap menebus dengan apapun demi kesembuhan puterinya.Puteri mahkota mengurung diri di pesanggrahan meski sri ratu mendesaknya untuk keluar."Aku datang untuk menyembuhkan penyakitnya," ucap Cakra. "Jadi tidak ada alasan ia menolak kedatanganku.""Tiada kekuatan dapat menghilangkan kutukan itu, selain kemurahan hati ketua langit. Puteriku hanya mempermalukan diri sendiri jika mener
Bantuan untuk menanggulangi bencana alam dari empat kerajaan besar membuat Ratu Dublek murka. Bantuan itu bermaksud merongrong tahta yang didudukinya. Pangeran Nusa Kencana mengambil simpati rakyat dengan pengiriman beberapa kebutuhan pokok. Cakra mengetahui perkembangan terkini kota Dublek dari Ratu Sihir. Ia tampak resah dengan peristiwa yang terjadi. "Rinjani pergi ke Nusa Kencana untuk membahas ancaman Ratu Dublek," kata Ratu Sihir. "Aku kuatir mereka mengambil keputusan ekstrem dan berpengaruh terhadap moralitas perserikatan kerajaan." "Aku tidak mengira kalian sudah menyerahkan separuh kekuasaan kepada mereka," keluh Cakra. "Mereka jelas ingin membubarkan perserikatan dan mengganti dengan persemakmuran di bawah kendali puteri mahkota Nusa Kencana." "Bukankah hal itu keinginan dirimu?" "Aku pikir kebutuhan mendesak bukan mempersatukan seluruh kerajaan yang ada, tapi memakmurkan seluruh rakyat di jazirah bentala." "Kau menyelewengkan titah Nyi Ratu Kencana dalam babad
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!" Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Ipritala mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun. Ratu Ipritala membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian. "Aku kagum denganmu," puji Ratu Ipritala. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu." "Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat." "Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar." Cakra tersenyum miris. Ratu Ipritala sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma. Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal