"Kalau kalian tidak suka petai sama jengkol, tidak apa-apa," kata Cakra. "Biar aku saja yang makan. Hitung-hitung melepas rindu sama Abah dan Ambu." "Kami suka sekali, Tuan Muda," sahut Abimanyu. "Sepekan sekali, di rumah saya ada jengkol balado." "Orang tuaku makan mentahnya." "Mentahnya juga." "Tapi kenapa kalian kelihatan resah?" "Jengkol dan petai adalah lalap yang paling dibenci gusti ratu." "Tuan Muda makin kehilangan simpati nantinya," kata Mahameru. "Saya lihat pada makan siang tadi Tuan Muda sudah kehilangan separuh perhatiannya." "Bodo amat." "Jika Tuan Muda kehilangan simpati, berarti gusti ratu tidak menginginkan Tuan Muda berada di istana. Tuan Muda bersama puteri mahkota akan tinggal di istana pengasingan." "Jadi baginda ratu juga akan mengusir puterinya? Kejam sekali!" "Gusti ratu tidak mengusir puteri mahkota, tapi Tuan Puteri pasti memilih tinggal bersama Tuan Muda." "Apakah istana pengasingan sangat menakutkan?" "Istana pengasingan berada di pesisir pantai
Cakra berpakaian dan berdandan dibantu Abimanyu dan Bagaspati. Mereka bersiap-siap untuk makan malam. Ratu Purbasari masuk untuk melaporkan hasil pengintaian. Mahameru dan sahabat pelayan keluar kamar karena laporan itu sifatnya rahasia. Cakra dan Ratu Purbasari duduk di kursi. "Kau cantik sekali dengan pakaian pelayan," puji Cakra. "Aku sampai pangling kalau kau sudah seusia Ambu." "Aku tidak butuh pujian," gerutu Ratu Purbasari ketus. "Aku datang untuk laporan." "Kayak tidak ikhlas jadi utusan." "Ikhlas," senyum Ratu Purbasari dibuat-buat. "Sumpah." "Bagaimana hasilnya?" tanya Cakra. "Puteri mahkota sungguh tidak mengecewakan," jawab Ratu Purbasari. "Ia memiliki tubuh sangat seksi dan sangat mulus, kulit putih eksotik, tiada cela sedikit juga." "Lebih seksi mana sama ibunya?" "Jelas lebih seksi puteri mahkota." "Ibunya sudah tua, jarang juga fitness. Pepayanya bagaimana?" "Sangat matang, sangat kencang, dan sangat segar. Pokoknya siap dipetik." "Jadi agak kendor kayak i
Keluarga dekat istana dan bangsawan terkemuka di kerajaan Nusa Kencana duduk rapi di atas permadani empuk di dalam graha yang sangat megah. Tamu istimewa dari mancanegara duduk paling depan. Puteri Rinjani dan puteri mahkota dari kerajaan sahabat sudah hadir. Mereka duduk di dekat Dewi Anjani dan pengiringnya, tidak ada yang mengalahkan kecantikan puteri mahkota Nusa Kencana dengan baju pengantinnya. Mereka menunggu dengan sabar kedatangan pengantin pria. Suasana hening menyaksikan detik-detik pelaksanaan acara ritual penyatuan. Abimanyu duduk menghadap tamu undangan didampingi Pangeran Wikudara dan Ratu Purbasari. Ia nampak berwibawa dengan berpakaian rabi besar. "Hadirin dimohon bersiap-siap." Puteri bangsawan yang menjadi protokol acara memberi tahu undangan. "Calon mempelai pria akan segera memasuki ruangan." Semua mata tertuju ke sudut ruangan. Pintu graha terbuka lebar. Cakra muncul bersama pengiring beberapa bangsawan berumur. Mereka memuji ketampanan dan kegagahan pangeran
"Aku minta ananda tidak terpancing emosi," kata Pangeran Wikudara setelah Ratu Purbasari pergi dari graha pesta. "Aku paham ananda ingin mengikuti jejak Pangeran Restusanga yang berpesta bersama rakyat. Tapi kebiasaan itu langsung hilang pada generasi kedua. Makanya ibunda ratu kaget saat ananda menghidupkan kembali." Cakra sudah pergi dari istana jika menuruti hawa nafsu. Ratu Nusa Kencana seolah menyepelekan karma yang terjadi seandainya ia tidak mengadakan ritual penyatuan dengan puteri mahkota. Ratu sombong itu sudah merendahkan harga diri pangeran kedelapan padahal kedudukannya sangat penting bagi kelangsungan kerajaan. Barangkali sri ratu mulai sangsi dengan perjanjian leluhur. Ia mencoba mendikte suasana dengan menyakiti hatinya. Kenapa keraguannya baru muncul sekarang setelah terjadi ikatan janji suci? "Aku tidak mengikuti siapapun," ujar Cakra. "Aku tidak tahu kebiasaan Pangeran Restusanga. Aku mengikuti suara hatiku." "Tapi kenapa perilaku ananda sama persis seperti Pang
Ratu Purbasari menurunkan sang pangeran dari gendongan di depan pintu kamar pengantin. "Tugas kalian sudah selesai," kata Cakra kepada Mahameru dan sahabat pelayan yang jadi pengiring. "Aku bangga kepada kalian yang bersungguh-sungguh menanggalkan atribut pembesar istana demi melestarikan budaya." "Kami juga bangga dapat melayani Tuan Muda," sahut Mahameru. "Ada pelajaran berharga yang dapat dipetik dari pekerjaan yang tak pernah dianggap, ternyata setiap pekerjaan adalah penting untuk kelancaran suatu kegiatan. Kami mohon diri, Tuan Muda." "Terima kasih atas semuanya." "Sama-sama, Tuan Muda." Ketika mereka hendak bersimpuh pamit pada Ratu Purbasari, Cakra melarangnya, "Kalian tidak perlu melakukan hal itu karena ia juga pelayan." Mereka pergi. Ratu Purbasari tampak kepayahan karena menggendong lumayan jauh dari kamar prosesi. Ia heran tidak dapat menggunakan chi untuk memenuhi permintaan sang pangeran. "Maafkan aku, ibunda ratu," kata Cakra tulus. "Aku sudah membuat dirimu sang
Entah menjalankan perjanjian leluhur atau ketagihan, Cakra bertarung sampai lima kali malam itu. Berkali-kali ombak besar datang bergulung-gulung dan terhempas di pantai kenikmatan. Mereka bercinta lagi saat bangun tidur di pagi hari, kemudian pergi ke kompleks pemandian pangeran dan puteri mahkota. "Tubuhku sangat letih dan pegal-pegal," kata Dewi Anjani sambil berendam di bak kayu langka. "Tolong tukang pijat suruh bersiap-siap nanti." "Baik gusti puteri." Selesai mandi, Dewi Anjani masuk ke ruang pijat, kemudian pergi ke kamar rias. Setelah juru rias menata wajah dan penampilannya, Dewi Anjani menjemput sang pangeran untuk makan pagi bersama ibunda ratu. Cakra jadi berubah pikiran melihat puteri mahkota tampil sangat mempesona, ia meminta Nirmala untuk menyampaikan kabar kepada gusti ratu agar makan duluan, sementara mereka kembali ke kamar pengantin. "Apakah mereka tidak sempat sejenak saja makan bersamaku?" gerutu Ratu Purbasari kesal. "Begitulah pesan yang disampaikan,
Ratu Purbasari berusaha menahan diri atas perbuatan Cakra yang menimbulkan kekacauan di istana. Padahal kekacauan itu adalah hal menyenangkan bagi penghuni istana. Cakra sudah menghidupkan etos kerja yang terlihat mati. "Ananda sudah hamil...!" Ratu Purbasari senang bukan main saat melihat titik hitam di dahi puteri mahkota hilang, berarti ia sudah memasuki masa kehamilan. "Yang Widi benar-benar memberkati istana!" Kesabarannya pun habis pada pagi itu. Ia mengumpulkan pejabat penting istana di pesanggrahan utama. Semua pembesar istana mengira baginda ratu akan menjatuhkan hukuman terhadap pelanggaran pangeran kedelapan. Ia sudah muak dan ingin segera menyingkirkannya dari istana. Tapi hukuman yang dijatuhkan sungguh di luar perkiraan. Gusti ratu begitu cerdik membungkus antipati dengan berlindung di balik undang-undang. "Aku pikir sudah waktunya pangeran kedelapan untuk menjalankan tugas," kata Ratu Purbasari. "Situasi di Kadipaten Barat semakin genting. Aku akan mengirim pange
"Kanda segera kembali selesai bertugas." Dewi Anjani berlinang air mata melepas kepergian suami tercinta. Baru empat hari mereguk manisnya madu perkawinan sudah harus berpisah karena Cakra mendapat tugas dari ibunda ratu. "Aku pasti rindu menanti." Perpisahan ini adalah paling berat bagi Cakra karena ia tak pernah berniat untuk kembali. Suasana tidak nyaman di istana membuatnya ingin segera angkat kaki. Tapi air mata puteri mahkota dengan segenap ketulusan cintanya meluluhkan tekad yang sudah kukuh. "Hapuslah air matamu," kata Cakra kelu. "Jika aku tidak kembali, rawatlah dan besarkanlah anak kita agar menjadi anak yang berguna bagi dirimu dan kerajaan." "Pokoknya aku minta kanda berjanji untuk kembali." "Aku tidak tahu entah bisa kembali atau tidak. Aku akan menghadapi kelompok pemberontak yang bertahun-tahun menjadi momok di Kadipaten Barat. Aku hanya bisa berjanji, jika aku pergi, maka aku harus memastikan negeri ini aman dari segala kekacauan." Ratu Purbasari muncul dari d