Sebuah bangunan besar bertingkat terbuat dari kayu langka terlihat sangat indah dengan lampu lampion bermodel unik dan antik. Di pelataran depan terdapat pendopo memanjang dengan partisi untuk menambatkan kuda, saat itu sudah terisi penuh. Pondok Asmara, begitu pengunjung menyebut penginapan itu, warga menyebut Pondok Maksiat. Satu-satunya rumah bordir yang ada di wilayah barat. Di penginapan ini bukan hanya tersedia layanan kebutuhan batin, tamu bebas berjudi dan pesta tuak semalam suntuk, asal tidak membuat keributan. Jika ada yang berani berbuat onar, beberapa penjaga berilmu tinggi siap mengusir. Jadi pondok itu aman untuk tamu yang sekedar singgah buat mengisi perut atau beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh. Beberapa kamar disediakan untuk pengelana rimba, sebutan bagi tamu yang sekedar mampir buat makan atau menginap. Sementara untuk pengelana cinta tersedia banyak kamar yang di dalamnya dihuni perempuan cantik. Mereka tidak menjajakan rayuan, tapi menunggu di dalam
"Ternyata sampai juga," kata Fredy sambil membelokkan taksi memasuki pelataran Pondok Asmara. "Aku sangka kayak di hutan bunian, cuma bolak-balik." Fredy menghentikan taksi di depan pintu masuk. Malam sudah menjelang pagi. Suasana kelihatan sepi. Satu pun tidak ada makhluk yang lalu lalang. Mereka turun. "Kayaknya penginapan," komentar Cakra. "Banyak kuda tamu di pendopo." "Penginapan apa rumah hantu?" celoteh Fredy. "Sepi banget." "Mereka bangsa pemalas. Di kita jam segini sudah berkeliaran mencari rejeki." "Namanya penginapan untuk tempat beristirahat. Mereka pasti bangun siang. Di penginapan masa mencari rejeki?" "Banyak yang mencari rejeki di penginapan." "Rumah bordir maksudnya?" "Otakmu bawaannya ngeres saja. Penginapan itu tempat mencari rejeki bagi pegawainya." "Berarti benar bangsa pemalas. Pegawai jam segini belum bangun." "Untuk lebih jelasnya kita masuk. Siapa tahu tidak ada penerima tamu, atau tidak buka dua puluh empat jam." "Tunggu sebentar," ujar Fredy, lang
Kakek renta berbadan ceking muncul dari dalam penginapan dengan tergesa-gesa, di belakangnya mengejar perempuan gembrot mengenakan sarung dengan wajah kesal. "Jangan kabur perampok!" teriak perempuan itu. "Enak saja bilang aku perampok! Aku sudah merampok apa?" "Merampok diriku!" "Aku sudah bilang kantong uangku ketinggalan! Aku bayar nanti!" "Modus! Kantong kemenyan dibawa, masa kantong uang lupa?" "Kalau aku lupa bawa kantong kemenyan, terus aku ngamar pakai apa?" "Ada apa, Tongkat Bertuah?" tegur Iblis Cinta yang baru selesai memperbaiki penyok-penyok kecil pada taksi. "Pagi buta begini sudah bikin gaduh." "Tarif lontemu kemahalan," lapor Tongkat Bertuah. "Padahal perempuan sisa." "Kurang ajar! Minta dilayani tiga kali bilang perempuan sisa!" "Berapa bayaranmu, Cemani?" tanya Iblis Cinta. "Tiga keping emas." Iblis Cinta terkejut. "Mahal sekali!" "Untuk tiga ronde, tuanku." Iblis Cinta bertanya pada Tongkat Bertuah, "Kau merasa kemahalan sekeping emas untuk sekali main?
Cakra memiliki dua pilihan untuk keluar dari negeri ini, pergi ke mata air pengukuhan di istana atau mencari Ki Gendeng Sejagat. Dua-duanya adalah pilihan buruk. Pergi ke istana berarti ia harus menikah dengan puteri kerajaan dan mengkhianati cinta Priscillia. Sementara mencari pertapa sakti itu adalah perbuatan sia-sia. Ia sudah puluhan tahun menghilang dari dunia perkelahian. Namun semangatnya untuk mencari gerbang keluar tidak luntur. Ia sudah berjanji ke orang tuanya untuk segera pulang, dan ia tidak pernah ingkar janji. Lagi pula, tidak ada makhluk di jagad raya ini yang segala tahu meski berilmu tinggi. Iblis Cinta belum tentu sepenuhnya benar. Jadi mungkin saja ada jalan lain selain gerbang labirin. Kabar tentang kedatangan mereka sudah tersebar ke seluruh penghuni pondok, sehingga ketika ada tamu keluar dari sebuah kamar, wanita penghuni kamar itu meminta pelayan untuk segera menghubungi mereka seolah takut keduluan oleh temannya. "Apakah di antara kalian ada yang berkena
"Satu lagi yang perlu kau ketahui sebelum pergi," pesan Iblis Cinta. "Aku adalah bangsawan Asir, makhluk yang tidak peduli dengan urusan makhluk lain. Aku bisa melindungi dirimu kalau tinggal di Pondok Asmara karena siapapun tidak diijinkan untuk berbuat kegaduhan. Jadi ketika kau bermasalah di luar sana dan datang ke pondok ini, aku tidak bisa membantu." Cakra sudah duduk di punggung kuda siap-siap berangkat dengan perbekalan beberapa kantong keping perak dan emas. "Akan kuingat kata-katamu, Iblis Cinta," kata Cakra. "Sampai jumpa di duniaku." Cakra menghela kuda dan meninggalkan halaman Pondok Asmara. Ia pergi ke arah barat daya sesuai petunjuk Iblis Cinta, di wilayah itu hampir tidak ada kaum pemberontak. "Ia memilih jalan untuk sengsara demi baktinya pada orang tua," geleng Iblis Cinta. "Pengembaraan manusia di wilayah barat laksana kelinci di kandang serigala." "Betul, tuanku," ujar Nunggal Jati, kepala penjaga yang berdiri di sampingnya. "Aku berharap ia sampai dengan sela
Fredy memandang Mahameru dengan tidak percaya. "Bagaimana kau berani mengatakan temanku adalah calon pangeran yang sesungguhnya? Lalu kau anggap aku ini siapa? Aku ingin bertemu dengan baginda ratu! Kau sudah berbuat kesalahan besar!" "Klan yang disandangmu adalah klan pemberian Dwipa Agusti Bimantara. Ia mencoba mengelabui Cermin Mustika dengan menjadi petani dan menyerahkan seluruh hartanya kepada orang tuamu, sewaktu kamu masih bayi." Cerita itu sama persis dengan apa yang disampaikan Cakra. Mereka pasti bekerja sama untuk membelokkan sejarah! Semenjak kecil ia mempunyai nama Fredy Erlangga Agusti Bimantara, mengapa ketika dewasa tiba-tiba dipermasalahkan? "Keluarga kalian tidak tercatat dalam klan Bimantara. Orang tuamu rela memperdaya anaknya demi harta." "Kau mengada-ada! Aku curiga kau sudah bekerja sama dengan anak petani itu untuk memanipulasi fakta!" "Anak muda, tuduhanmu sangat tendensius," kata Mahameru menahan marah. "Jika kau dari bangsaku, kau pasti sudah dibuang
Iblis Cinta menatap pemuda yang turun dari kuda dengan tak percaya. Apakah dalam perantauan yang singkat itu sudah menjumpai masalah? Bukankah sudah dikatakan ia tidak dapat menolong? Cakra tersenyum melihat bangsawan Asir itu terbengong-bengong. "Ada apa, Iblis Cinta?" tanyanya. "Kau seperti melihat hantu saja, padahal hantu tidak ada di negeri ini." "Aku tidak bisa membantumu jika kau dalam masalah," sahut Iblis Cinta sambil memandang tajam pemuda yang berdiri di hadapannya. "Sebaiknya kau lekas pergi." "Aku datang sebagai nomaden bangsawan Asir. Kau menolak tamu yang singgah?" "Jadi kau datang bukan dikejar-kejar pemberontak?" "Aku datang karena strategi, bukan untuk minta bantuanmu. Jadi aku boleh masuk?" Iblis Cinta tertawa senang. "Tentu saja, aku terbuka menerima setiap tamu." Mereka masuk ke aula tamu. Cakra duduk menghadap sebuah meja kosong dan memanggil pelayan yang ada di sekitar. Pelayan laki-laki datang dan bertanya, "Ada yang bisa saya bantu, tuan?" "Tolong se
Dewi Anjani duduk melamun di taman sari. Wajahnya kelihatan berkabut. Nirmala dan Gentong Ketawa datang dan duduk bersimpuh di hadapannya. "Tuan puteri sepertinya lagi bersedih," kata Nirmala. "Ada apa gerangan?" "Aku bermimpi lagi semalam, Bibi Nirmala," sahut Dewi Anjani. "Mimpi bertemu dengan kid slebew." "Lalu apa yang membuat tuan puteri bersedih?" tanya Gentong Ketawa. "Kemarin tetangga saya bersedih, hari ini wajahnya jadi jelek." "Kok bisa begitu, Paman Gentong?" "Soalnya kemarin wajahnya sudah jelek." Dewi Anjani tersenyum, lalu meminta pendapat pelayan berperut buncit itu, "Apakah aku sudah cantik?" "Tuan puteri sangat cantik," puji Gentong Ketawa. "Perempuan tercantik di seluruh wilayah kerajaan, bulan saja kalah bersinar." "Mengapa kid slebew tidak mau melihat wajahku kalau aku perempuan tercantik? Ia pergi meninggalkan aku sampai suaraku parau memanggilnya." "Kid slebew lagi memanggul pacul di pematang sawah?" tanya Gentong Ketawa. "Aku berjumpa dengan