Fredy mengemudikan taksi dengan kencang. Taksi meluncur mulus di jalan raya seolah semua ban normal. Kecepatan ditambah, mobil tidak mengalami guncangan sedikit pun, padahal melewati jalan berlubang. "Aku sempat lihat sebelum berangkat ban masih kempes," cetus Fredy heran. "Keanehan apa lagi ini?" "Keanehan apapun kalau menyenangkan patut kita syukuri," kata Cakra. "Jadi jalan saja terus." Ia tidak peduli dengan segala keanehan yang terjadi. Yang penting cepat sampai di rumah. Malam sudah menjelang fajar. Abah dan Ambu pasti gelisah menunggu. Sangkaan mereka, ia pasti dijemput utusan kerajaan, padahal terjebak di hutan sialan ini. "Mobil jalan kan?" tanya Fredy. "Terbang juga boleh." "Maksudnya tidak bergerak di tempat." "Kamu lihat pepohonan terlewati, berarti taksi tidak bergerak di tempat." "Kamu tidak merasakan sesuatu yang ganjil?" "Nikmati saja keganjilan ini. Jangan banyak berpikir." Cakra sudah lelah memikirkan kejadian malam ini. Mereka banyak mengalami peristiwa yan
Sebuah bangunan besar bertingkat terbuat dari kayu langka terlihat sangat indah dengan lampu lampion bermodel unik dan antik. Di pelataran depan terdapat pendopo memanjang dengan partisi untuk menambatkan kuda, saat itu sudah terisi penuh. Pondok Asmara, begitu pengunjung menyebut penginapan itu, warga menyebut Pondok Maksiat. Satu-satunya rumah bordir yang ada di wilayah barat. Di penginapan ini bukan hanya tersedia layanan kebutuhan batin, tamu bebas berjudi dan pesta tuak semalam suntuk, asal tidak membuat keributan. Jika ada yang berani berbuat onar, beberapa penjaga berilmu tinggi siap mengusir. Jadi pondok itu aman untuk tamu yang sekedar singgah buat mengisi perut atau beristirahat setelah menempuh perjalanan jauh. Beberapa kamar disediakan untuk pengelana rimba, sebutan bagi tamu yang sekedar mampir buat makan atau menginap. Sementara untuk pengelana cinta tersedia banyak kamar yang di dalamnya dihuni perempuan cantik. Mereka tidak menjajakan rayuan, tapi menunggu di dalam
"Ternyata sampai juga," kata Fredy sambil membelokkan taksi memasuki pelataran Pondok Asmara. "Aku sangka kayak di hutan bunian, cuma bolak-balik." Fredy menghentikan taksi di depan pintu masuk. Malam sudah menjelang pagi. Suasana kelihatan sepi. Satu pun tidak ada makhluk yang lalu lalang. Mereka turun. "Kayaknya penginapan," komentar Cakra. "Banyak kuda tamu di pendopo." "Penginapan apa rumah hantu?" celoteh Fredy. "Sepi banget." "Mereka bangsa pemalas. Di kita jam segini sudah berkeliaran mencari rejeki." "Namanya penginapan untuk tempat beristirahat. Mereka pasti bangun siang. Di penginapan masa mencari rejeki?" "Banyak yang mencari rejeki di penginapan." "Rumah bordir maksudnya?" "Otakmu bawaannya ngeres saja. Penginapan itu tempat mencari rejeki bagi pegawainya." "Berarti benar bangsa pemalas. Pegawai jam segini belum bangun." "Untuk lebih jelasnya kita masuk. Siapa tahu tidak ada penerima tamu, atau tidak buka dua puluh empat jam." "Tunggu sebentar," ujar Fredy, lang
Kakek renta berbadan ceking muncul dari dalam penginapan dengan tergesa-gesa, di belakangnya mengejar perempuan gembrot mengenakan sarung dengan wajah kesal. "Jangan kabur perampok!" teriak perempuan itu. "Enak saja bilang aku perampok! Aku sudah merampok apa?" "Merampok diriku!" "Aku sudah bilang kantong uangku ketinggalan! Aku bayar nanti!" "Modus! Kantong kemenyan dibawa, masa kantong uang lupa?" "Kalau aku lupa bawa kantong kemenyan, terus aku ngamar pakai apa?" "Ada apa, Tongkat Bertuah?" tegur Iblis Cinta yang baru selesai memperbaiki penyok-penyok kecil pada taksi. "Pagi buta begini sudah bikin gaduh." "Tarif lontemu kemahalan," lapor Tongkat Bertuah. "Padahal perempuan sisa." "Kurang ajar! Minta dilayani tiga kali bilang perempuan sisa!" "Berapa bayaranmu, Cemani?" tanya Iblis Cinta. "Tiga keping emas." Iblis Cinta terkejut. "Mahal sekali!" "Untuk tiga ronde, tuanku." Iblis Cinta bertanya pada Tongkat Bertuah, "Kau merasa kemahalan sekeping emas untuk sekali main?
Cakra memiliki dua pilihan untuk keluar dari negeri ini, pergi ke mata air pengukuhan di istana atau mencari Ki Gendeng Sejagat. Dua-duanya adalah pilihan buruk. Pergi ke istana berarti ia harus menikah dengan puteri kerajaan dan mengkhianati cinta Priscillia. Sementara mencari pertapa sakti itu adalah perbuatan sia-sia. Ia sudah puluhan tahun menghilang dari dunia perkelahian. Namun semangatnya untuk mencari gerbang keluar tidak luntur. Ia sudah berjanji ke orang tuanya untuk segera pulang, dan ia tidak pernah ingkar janji. Lagi pula, tidak ada makhluk di jagad raya ini yang segala tahu meski berilmu tinggi. Iblis Cinta belum tentu sepenuhnya benar. Jadi mungkin saja ada jalan lain selain gerbang labirin. Kabar tentang kedatangan mereka sudah tersebar ke seluruh penghuni pondok, sehingga ketika ada tamu keluar dari sebuah kamar, wanita penghuni kamar itu meminta pelayan untuk segera menghubungi mereka seolah takut keduluan oleh temannya. "Apakah di antara kalian ada yang berkena
"Satu lagi yang perlu kau ketahui sebelum pergi," pesan Iblis Cinta. "Aku adalah bangsawan Asir, makhluk yang tidak peduli dengan urusan makhluk lain. Aku bisa melindungi dirimu kalau tinggal di Pondok Asmara karena siapapun tidak diijinkan untuk berbuat kegaduhan. Jadi ketika kau bermasalah di luar sana dan datang ke pondok ini, aku tidak bisa membantu." Cakra sudah duduk di punggung kuda siap-siap berangkat dengan perbekalan beberapa kantong keping perak dan emas. "Akan kuingat kata-katamu, Iblis Cinta," kata Cakra. "Sampai jumpa di duniaku." Cakra menghela kuda dan meninggalkan halaman Pondok Asmara. Ia pergi ke arah barat daya sesuai petunjuk Iblis Cinta, di wilayah itu hampir tidak ada kaum pemberontak. "Ia memilih jalan untuk sengsara demi baktinya pada orang tua," geleng Iblis Cinta. "Pengembaraan manusia di wilayah barat laksana kelinci di kandang serigala." "Betul, tuanku," ujar Nunggal Jati, kepala penjaga yang berdiri di sampingnya. "Aku berharap ia sampai dengan sela
Fredy memandang Mahameru dengan tidak percaya. "Bagaimana kau berani mengatakan temanku adalah calon pangeran yang sesungguhnya? Lalu kau anggap aku ini siapa? Aku ingin bertemu dengan baginda ratu! Kau sudah berbuat kesalahan besar!" "Klan yang disandangmu adalah klan pemberian Dwipa Agusti Bimantara. Ia mencoba mengelabui Cermin Mustika dengan menjadi petani dan menyerahkan seluruh hartanya kepada orang tuamu, sewaktu kamu masih bayi." Cerita itu sama persis dengan apa yang disampaikan Cakra. Mereka pasti bekerja sama untuk membelokkan sejarah! Semenjak kecil ia mempunyai nama Fredy Erlangga Agusti Bimantara, mengapa ketika dewasa tiba-tiba dipermasalahkan? "Keluarga kalian tidak tercatat dalam klan Bimantara. Orang tuamu rela memperdaya anaknya demi harta." "Kau mengada-ada! Aku curiga kau sudah bekerja sama dengan anak petani itu untuk memanipulasi fakta!" "Anak muda, tuduhanmu sangat tendensius," kata Mahameru menahan marah. "Jika kau dari bangsaku, kau pasti sudah dibuang
Iblis Cinta menatap pemuda yang turun dari kuda dengan tak percaya. Apakah dalam perantauan yang singkat itu sudah menjumpai masalah? Bukankah sudah dikatakan ia tidak dapat menolong? Cakra tersenyum melihat bangsawan Asir itu terbengong-bengong. "Ada apa, Iblis Cinta?" tanyanya. "Kau seperti melihat hantu saja, padahal hantu tidak ada di negeri ini." "Aku tidak bisa membantumu jika kau dalam masalah," sahut Iblis Cinta sambil memandang tajam pemuda yang berdiri di hadapannya. "Sebaiknya kau lekas pergi." "Aku datang sebagai nomaden bangsawan Asir. Kau menolak tamu yang singgah?" "Jadi kau datang bukan dikejar-kejar pemberontak?" "Aku datang karena strategi, bukan untuk minta bantuanmu. Jadi aku boleh masuk?" Iblis Cinta tertawa senang. "Tentu saja, aku terbuka menerima setiap tamu." Mereka masuk ke aula tamu. Cakra duduk menghadap sebuah meja kosong dan memanggil pelayan yang ada di sekitar. Pelayan laki-laki datang dan bertanya, "Ada yang bisa saya bantu, tuan?" "Tolong se
"Kau bukan tandinganku...!" Cakra mengingatkan Chu Phang Yu yang hendak menyerangnya. "Aku tidak mau kau mati sia-sia...!"Chu Phang Yu adalah tokoh muda sakti mandraguna yang sangat ditakuti di Hutan Utara, sehingga ia memperoleh gelar Ratu Hutan Utara.Tiada pendekar berani berbuat konyol di Hutan Utara, kecuali ingin mengantarkan nyawa.Betapa nekatnya Cakra memandang remeh Chu Phang Yu."Kau sungguh tidak menghormati diriku!" geram Ratu Hutan Utara. "Apakah kau masih memiliki kehormatan?""Bedebah...! Aku ingin tahu seberapa pantas kau merendahkan diriku!""Sangat pantas...!"Cakra melayani serbuan Chu Phang Yu dengan jurus Hati Di Ranting Cemara.Ia berkata, "Aku juga ingin tahu seberapa pantas kau jadi calon permaisuri Raja Agung!""Aku belum memberi jawaban kepada Anjani! Aku berpikir ulang menjadi permaisuri kesebelas melihat kesombongan dirimu!"Dewi Anjani menetapkan lima belas calon permaisuri untuk Pangeran Nusa Kencana, namun hanya sepuluh yang diumumkan dalam testimoni,
Chu Phang Yu mengintip lewat rumpun bunga tulip, rumpun bunga itu terletak di tepi telaga kecil.Chu Phang Yu tersenyum saat kuda coklat mendatangi kuda betina yang lagi makan rumput di seberang telaga."Jebakanku berhasil...!" gumam Chu Phang Yu. "Daging kuda itu pasti sangat lezat.""Kau sedang apa?"Sebuah pertanyaan dari belakang mengejutkan Chu Phang Yu.Ia menoleh dan menemukan bangsawan muda sangat tampan tengah tersenyum.Bagaimana dirinya sampai tidak mengetahui kedatangan pemuda itu?"Aku kira lagi mpup," kata Cakra. "Kok tidak buka cawat? Apa mpup di celana?""Kurang ajar...!" geram Chu Phang Yu. "Makhluk apa kau tidak ketahuan datangnya olehku?""Kau terlalu khusyuk melihat kelamin kudaku, sehingga tidak tahu kedatangan diriku.""Rupanya kau bangsawan cabul...! Kau tidak tahu berhadapan dengan siapa!""Aku sedang berhadapan dengan perempuan cantik jelita yang mempunyai kegemaran mengintip binatang kawin.""Aku adalah Chu Phang Yu! Penguasa Hutan Utara yang akan menghukum p
"Bersiaplah...!"Cakra menempelkan ujung tongkat pada kening topeng lalu mengalirkan energi roh, asap berbau busuk mengepul dari sela topeng. Ratu Utara mengerahkan energi inti untuk membantu proses pengobatan, dan menutup jalur pernafasan, mencegah terhirupnya aroma busuk dan beracun.Ratu Utara membuka topeng ketika dirasa wajahnya sudah kembali seperti sediakala, dan mengenakan pakaian."Aku kagum denganmu," puji Ratu Utara. "Kau mampu berkonsentrasi melakukan pengobatan dengan pesonaku terpampang jelas di matamu.""Ada saatnya aku menikmati keindahan perempuan, ada saatnya menutup mata," sahut Cakra. "Aku minta kau memenuhi janji untuk menemui Ratu Purbasari. Permusuhan kalian mesti diakhiri di atas traktat.""Tiada alasan bagiku untuk mengingkari janji. Kutukan akan kembali menimpa diriku jika aku ingkar."Cakra tersenyum miris. Ratu Utara sudi berdamai bukan atas kesadaran diri sendiri, tapi takut kena karma.Kiranya sulit melupakan masa lalu, padahal Pangeran Wikudara mengikat
Cakra senang mendengar kehamilan permaisuri ketiga. Pantas saja Maharini tidak pernah sambung kalbu, ia sudah kehilangan ilmu itu secara sendirinya.Ilmu Sambung Kalbu dan Sambung Rasa akan muncul kembali setelah ia melewati masa lahiran."Puteri mahkota akan tinggal di istana Miring sampai masa lahiran selesai," kata Ratu Utara. "Ia mesti dijaga dari segala pengaruh pria jahat.""Aku heran bagaimana puteri mahkota mempunyai banyak musuh sehingga banyak pria yang ingin mencelakai dirinya," ujar Cakra. "Apakah ia banyak memberi harapan kepada mereka sewaktu masih lajang?""Maharini senang pengembara, kehidupannya banyak dihabiskan di luar istana, ia mempunyai beberapa teman dekat yang sakit hati karena pernikahannya dengan pangeran Nusa Kencana begitu mendadak.""Aku kira mereka salah mengartikan kebaikan puteri mahkota, mereka seharusnya tahu bahwa sejak awal ia sudah menentukan pilihan hidupnya, yaitu Pendekar Lembah Cemara.""Mereka tahu kalau aku tidak setuju puteriku mengikat jan
"Maksudmu ingin menyumpal mulutku dengan bibir topeng?" Cakra memandang Ratu Topeng dengan kurang ajar. "Mendingan disumpal dengan mulut kuda sekalian!""Kau sangat menyinggung harga diriku!" geram Ratu Topeng marah. "Padahal belum pernah ada bangsawan Bunian yang berani menghinaku!""Aku tersanjung menjadi yang pertama."Cakra meminta si Gemblung untuk berjalan lewat gili-gili karena perempuan bertopeng tidak bergeser dari tengah jalan."Aku bertanya sekali lagi...!" tegas Ratu Topeng. "Ada kepentingan apa kau datang malam-malam ke wilayah Utara?""Aku kemalaman, aku kurang nyaman menginap di wilayah Barat, perempuannya bau asem seperti dirimu.""Aku kira ada masalah dengan hidungmu!""Hey, ratu ronggeng...! Kau tidak dapat mencium bau dirimu karena memakai topeng! Maka itu buka dulu topengmu agar bisa menikmati bau asem tubuhmu!"Padahal perempuan bertopeng beraroma mirabilis, wanginya sangat menyegarkan pernafasan.Cakra sampai berfantasi dengan body goal-nya. Wangi mirabilis adal
Cakra pergi meninggalkan prajurit kerajaan, kembali ke dangau di perkebunan jeruk di mana si Gemblung menunggu.Kemudian Cakra berangkat ke perbatasan dengan berkendara kuda coklat itu."Kau benar, Gemblung," kata Cakra. "Kita mestinya melanjutkan perjalanan ke wilayah Utara. Sepasang Pengemis Gila akan menjadi tanggung jawab tokoh istana untuk melumpuhkannya.""Bagaimana kita melewati pintu gerbang, Yang Mulia?" tanya si Gemblung. "Apakah penjaga perbatasan sudi membuka gerbang tengah malam buta begini?""Bagiku tidak ada rintangan yang tak dapat dilewati," sahut Cakra. "Aku adalah calon Raja Agung, aku harus mampu membuktikan ketangguhan diriku."Cakra dapat menggunakan ilmu Selubung Khayali untuk mempengaruhi mereka agar menuruti keinginannya. Ia bahkan dapat berbuat apa saja.Cakra biasa menggunakan ilmu itu dalam situasi darurat, karena cukup menguras energi, terutama untuk makhluk yang berotak jernih.Cakra cukup menggerakkan kepala kepada penjaga perbatasan untuk membuka pintu
"Terima kasih atas informasinya, tuan...!" Kepala prajurit istana dan anak buahnya pergi ke perkebunan apel menyusul Sepasang Pengemis Gila. "Mereka tak percaya dengan penjelasan Yang Mulia," kata si Gemblung. "Mereka pikir Yang Mulia adalah bangsawan edan." "Kau kurang ajar sekali kepada majikanmu...!" gerutu Cakra. "Bangsawan edan mana mungkin mempunyai 5.000 keping emas dan perak?" Cakra bangkit dari balai kayu, berjalan mondar-mandir seperti orang bingung."Ada apa Yang Mulia bolak-balik kayak gergaji mesin?" tanya si Gemblung. "Sepasang Pengemis Gila adalah tokoh sakti mandraguna yang malang-melintang di kerajaan Dublek, kemampuan mereka setingkat sahabatku, pasti cukup merepotkan." Istana Dublek mempunyai tokoh sakti sangat banyak, sehingga cukup disegani meski kerajaan kecil. "Lalu Yang Mulia akan menyusul mereka?" "Ya. Kau tunggu di sini." Cakra merasa bertanggung jawab karena puteri Marina adalah calon permaisuri. "Aku pasti terlambat menyelamatkan puteri mahkota ka
"Kita terpaksa menempuh jalan setapak."Cakra meminta si Gemblung untuk memasuki jalan kecil berkerikil di antara pohon apel yang berderet rapi."Puteri Marina pasti mengenali diriku jika kita lewat jalan umum.""Bagaimana ia mengenali Yang Mulia padahal belum pernah bertemu?""Ratu Barat pasti sudah memberi gambaran secara virtual."Cakra sulit menolak jika puteri Marina mengundang untuk menghadiri pesta. Perjalanan menuju kerajaan Utara jadi terhambat.Cakra hanya mempunyai waktu tiga pekan untuk menyambangi permaisuri, pada saat itu sayembara di kota Dublek sudah memasuki babak akhir.Kesempatan terbaik bagi Cakra untuk mengambil alih istana, tanpa perlu melumpuhkan prajurit."Yang Mulia mestinya senang bertemu puteri Marina. Yang Mulia pasti diminta menginap di rumah singgah, dan bisa test drive.""Kau itu kendaraan calon Raja Agung, pikiran kotormu mestinya dihilangkan.""Barangkali aku ketularan."Cakra mendelik. "Ketularan aku maksudnya?""Bukan aku yang bilang."Hari sudah mal
Cakra segera mengadakan ikatan janji suci dengan puteri mahkota begitu tiba di istana Bunian.Cakra tinggal selama dua hari di istana megah itu. Setelah muncul titik hitam di kening Bidasari, pertanda datang masa kehamilan, ia pergi ke istana Utara untuk menyambangi Maharini.Bidasari melepas kepergian sang ksatria dengan berat."Aku akan selalu merindukan kedatangan dirimu," kata puteri mahkota Bunian. "Jadikanlah aku pengisi bilik hatimu di antara permaisuri lain." Cakra senang Bidasari sudah memasuki masa kehamilan, sehingga tanggung jawabnya untuk mencetak penerus dinasti sudah tertunaikan.Cakra menempuh perjalanan lewat kerajaan Barat, ia belum pernah berkunjung ke negeri kecil yang makmur itu."Aku heran dengan leluhur Nusa Kencana," kata Cakra sambil menunggang kuda coklat dengan santai. "Ia tidak menjodohkan diriku dengan puteri Marina, padahal negeri ini perlu menjadi anggota persemakmuran.""Puteri Marina masih di bawah umur, Yang Mulia," sahut si Gemblung. "Barangkali itu