Devan datang ke rumah mertuanya dengan tergesa-gesa. Ia dikabari oleh Aris, saat Aris hendak memberikan tas Fania yang tertinggal di mobil. Ia tidak sengaja melihat secara langsung bagaimana Fania disudutkan dan juga dimarahi oleh Alnando. Meskipun Aris tidak paham permasalahannya apa.
Namun, ia merasa kasihan kepada Fania. Membuat ia langsung mengabari bosnya untuk datang kemari.
Dan benar saja ketika Devan sudah sampai di rumah mertuanya. Ia melihat secara langsung bagaimana sikap Alnando yang akan melayangkan tangan kanannya ke arah wajah istrinya.
“Jangan pukul istriku!” suara Devan membuyarkan semua dan Fania bahkan terkejut akan kehadiran Devan di sini.
“Seperti inikah perlakuan anda sebagai seorang ayah? Saya tidak menduga jika anda sebrutal ini terhadap putrimu!” ucap Devan menatap mertuanya secara tajam.
“Dev! Fania sudah mempermainkan pernikahan dengan membuat perjanjian yang konyol! Sebagai seorang ayah, saya kecewa!” ujar Alnando. Ia kini menatap tajam ke arah Devan. “Dan kamu Devan kenapa kamu mau saja terima hal konyol yang Fania buat?”
“Maaf, Pah. Ini semua salah Fania. Om Devan hanya menuruti kemauan Fania. Jangan salahkan om Devan!” sesal Fania pada Alnando.
Devan menatap Fania dengan iba. Hatinya ikut sakit melihat Fania menangis seperti ini.
“Papah kecewa Fania! Dan papah berharap kamu jangan pernah ke rumah ini lagi. Aku tidak mau mengakui kamu sebagai anakku lagi!” Alnando berkata tegas. Membuat Fania membelalak tak percaya.
Hatinya hancur seketika mendengar kalimat dari mulut ayahnya kali ini. Ia bahkan tidak percaya, perjanjian yang ia buat sendiri. Sekarang menjadi boomerang dihidupnya.
Devan geram melihat perlakuan Alnando kepada putrinya.
“Pah ... Tolong maafin Fania. Fania mengaku salah, Pah. Jangan berkata seperti itu, Pah. Fania hanya punya Papah!” Fania memohon kembali bahkan sampai berlutut di hadapan Alnando. Namun, sepertinya Alnando sudah benar-benar kecewa. Ia bahkan mengacuhkan Fania.
Devan langsung menarik Fania untuk berdiri. Ia kesal pada Alnando yang bersikap acuh pada Fania. Padahal Fania sudah menyesali semuanya. Fania bahkan sampai berlutut di hadapan Alnando. Namun, Alnando tidak menggubris sama sekali.
Angela yang melihat sikap Alnando acuh pada putri kandungnya ia merasa senang. Alnando benar-benar termakan omongannya pagi tadi saat Alnando tahu surat perjanjian itu. Dan benar saja, Alnando mau mengikuti hasutan yang ia ucapkan padanya.
Setelah Fania berdiri dibantu oleh Devan. Devan kini maju mendekat ke arah Alnando. Tangan kanan Devan seketika meremas kertas itu. Dan hal yang dilakukan Devan membuat semua orang tercengang. Terutama Fania.
“Aku kira anda seorang laki-laki penyayang dan lembut. Namun, dugaanku salah. Kenapa anda tidak bicarakan secara baik-baik saja pada putrimu! Apa selama ini perlakuan anda pada Fania seperti ini!” ucap Devan membuat Alnando bungkam.
“Padahal anda membaca, jika aku saja tidak mempermasalahkan perjanjian itu! Aku bahkan menandatangani, berarti sudah jelas aku terima dengan senang hati! Tapi kenapa anda malah begini! Aku kecewa dengan sikap anda yang kasar! Dan perjanjian ini,” Devan mengulurkan kertas ke hadapan Alnando. “Perjanjian Ini tidak ada!” sambung Devan tegas dengan membuang secara asal ke lantai.
Devan menarik tangan Fania keluar dari rumah orang tuanya. Fania menatap Alnando dengan perasaan bersalah.
“Maafkan Fania, Pah. Sudah membuat papah kecewa!” batin Fania saat berjalan keluar. Sedangkan Alnando, ia tetap bungkam tanpa menahan Fania sedikit pun. Dan hal itu membuat hati Fania sangat sedih.
Devan dan Fania, mereka bertemu dengan Shanum saat berjalan menuju pintu utama. Shanum memang baru sampai di rumahnya. Ia baru saja selesai melakukan pemotretan.
Shanum menatap Fania tak biasa. Bahkan Shanum sudah menduga jika di dalam rumahnya sudah terjadi badai besar. Karena ia melihat wajah Fania yang basah oleh air mata.
***
Devan membukakan pintu mobil dan menyuruh Fania masuk. Fania menurut saja. Devan berjalan memutar mobil lalu duduk di kursi kemudi setelah membuka pintu. Pak Aris sudah pulang lebih dulu saat Devan sampai di kediaman mertuanya.
Di perjalanan, Fania sedari tadi terdiam dengan air mata yang masih mengalir di pipinya. Ia menatap ke arah kaca mobil, menatap jalanan yang gelap.
Devan yang melihat ia ikut prihatin. Devan mengulurkan tisu pada istrinya. Fania yang melamun kini terkejut akan sikap Devan padanya. Fania menatap Devan, lalu Devan mengangguk mengisyaratkan untuk menerima tisu pemberiannya.
“Makasih.” Fania dengan cepat mengelap pipinya dengan tisu. Setelah pipinya kering. Ia memejamkan matanya sebentar lalu menengok ke arah suaminya.
“Perjanjian sudah terbongkar. Sekarang terserah lo, jika mau menyudahi. Gue sudah siap!” ucap Fania lirih.
Devan melolot. “Apa kamu bilang? Menyudahi?”
“Fania mengangguk. “Perjanjian itu sudah tidak ada, dan otomatis perjanjian 100 hari buat apa kita teruskan!” ujar Fania.
“Tidak, Fania. Aku tidak akan menceraikanmu!”
“Kenapa?” tanya Fania penasaran.
“Karena aku ... aku menyukaimu.”
Deg.
Fania syok. Ia bahkan kini tertawa. “Nggak usah bercanda, ih! Nggak lucu,” ujar Fania.
“Aku serius Fania.” Devan menghentikan mobilnya di bahu jalan yang sepi.
Devan menengok ke samping kemudi. Fania kaget mobil berhenti begitu saja.
“Kenapa berhenti?” tanya Fania.
“Fania ....,” panggil Devan lirih. Fania menengok ke arah Devan lalu mengatur duduknya biar enakkan.
“Ya. Ada apa? Yang lo bilang suka ke gue, itu bercanda ‘kan?” Fania bertanya kembali. Dan Devan langsung menggeleng.
Hati Fania seketika tidak karuan. Ungkapan dari Devan kepadanya membuat hatinya resah.
“Apa alasanmu menyukaiku? Sejak kapan?” cecar Fania.
Devan hanya tersenyum. “Itu rahasia.”
Fania mencebik.
“Jangan cemberut, dong! Cantikmu jadi luntur nanti,” ledek Devan.
“Udah, hayo kita jalan lagi.” Fania mengalihkan pembicaraan.
Devan mengangguk. Namun, sebelum ia menyalakan mobilnya kembali. Devan menatap ke arah Fania. Lalu dengan pelan ia mendekat ke arah wajahnya.
Fania terdiam, dia bahkan tidak menolak sama sekali saat bibir Devan kini menempel di bibirnya.
Devan tersenyum melihat Fania tidak menolak, dengan cepat ia membukakan bibirnya. Hingga akhirnya ia berhasil melumat bibir Fania yang terasa manis.
Devan memperdalam ciumannya. Bahkan Fania ikut membalas. Membuat Devan semakin bersemangat. Bibir Fania benar-benar membuat Devan menjadi candu.
Devan melepaskan pautan bibirnya. Ia membelai wajah Fania lalu berkata, “Terima kasih, istriku!”
Fania tersipu. Devan memperlakukan Fania dengan lembut bahkan dari cara berciuman saja sangat berbeda saat ia berciuman bersama Riko dahulu.
“Kamu sangat cantik!” puji Devan.
“Udah nyalakan mobilnya!” titah Fania.
Devan akhirnya mengangguk. Ia menyalakan mobil. Lalu mobil melaju meninggalkan tempat di mana ia dan Fania berciuman untuk yang pertama kali.
Hampir 20 menit perjalanan. Mobil akhirnya sampai di parkiran apartemen. Devan dan Fania berjalan menuju pintu nomer 24.
Setelah pintu di buka. Fania yang hendak masuk ke dalam. Tangannya dicegah oleh Devan. Mau tidak mau Fania menjadi membalikkan badan.
“Ada apa lagi?”
“Akan aku antar ke kamar!” Devan dengan cepat membopong tubuh Fania ke dalam dekapannya.
Fania sampai kaget akan tindakan Devan padanya. Setelah sampai di kamar. Devan menaruh tubuh Fania dengan pelan di atas Ranjang miliknya itu.
Tanpa permisi. Devan kembali melumatkan bibirnya ke bibir Fania. Fania bahkan dengan berani melingkarkan tangannya ke leher Devan.
“Aku mencintaimu!”
Fania terdiam menatap wajah Devan setelah lumatan mereka terlepas. Ucapan Devan membuat hatinya kini resah kembali. “Apa lo bilang barusan?” tanya Fania sekali lagi. Mereka berdua masih saling berhadapan. “Bilang apa?” Devan berbalik tanya. “Yang tadi lo ucapkan!” “Udah lupakan saja.” Devan berdiri dan ia berpura-pura melepaskan dasi yang masih melingkar di lehernya. Padahal ia hanya ingin menghindar dari pertanyaan Fania. Fania yang berbaring kini ia bangun dan duduk di atas ranjang. Fania menatap Devan yang sibuk di depan cermin. Ia juga tahu jika Devan hanya menghindar darinya. Bibir Fania kini mengembang. Melihat Devan telah masuk ke kamar mandi membuat dirinya langsung memegang bibirnya. “Gue dua kali berciuman? Astaga, ini kaya mimpi. Tapi, perlakuan om Devan bikin jantung gue nggak karuan.” Fania bergumam sambil memegang dadanya. Ada perasaan yang sulit ditebak. Fania juga tidak ingin terlena akan sikap Devan padanya. Apalagi ia belum sepenuhnya mengenal sosok suaminya
Pagi harinya Fania terbangun dengan keadaan masih berada di dekapan Devan. Fania menatap wajah Devan yang masih terlelap tidur. Mengingat kejadian semalam, membuat bibirnya tersenyum lebar.Malam tadi adalah malam pertama mereka setelah satu minggu menikah. Fania telah menyerahkan harta paling berharga yang selama ini ia jaga. Meski ia dan Riko berpacaran lama, tetapi Fania mampu menjaga tubuhnya dengan baik.Fania bahkan tidak menyangka ia sudah menyerahkan sepenuhnya pada Devan. Padahal awal menikah sudah jelas ia tidak ingin melakukan hubungan yang semestinya suami istri lakukan. Dan Fania bahkan bersih kukuh ingin tidur terpisah dengan Devan. Namun, tadi malam entah kenapa Fania dengan beraninya memperbolehkan Devan untuk menyentuh seluruh tubuhnya tanpa percuma dan tidur bersama dalam satu ranjang. Mungkinkah Fania sudah membuka hati kepada Devan?Entahlah itu hanya Fania yang tahu.Kini Fania dengan pelan memindahkan tangan Devan yang masih mendekap tubuhnya. Setelah terlepas
Riko yang melihat Fania kini memeluk pria yang telah menghajarnya. Amarahnya kian membara. Riko langsung berdiri dan menarik tangan Fania dengan keras. Fania terpental sampai ia terlepas dari dekapan Devan.Devan semakin tersungut karena pria itu masih saja bersikap kasar pada istrinya.“Jadi ini, lo minta putus karena lo sudah punya pacar baru?” bentak Riko.Fania sendiri enggan menjawab. Memang Riko belum tahu kabar dirinya yang sudah menikah. Sebab, Riko saat itu sedang pergi ke luar negeri karena ada urusan bisnisnya.“Kenapa lo diam saja? Berarti benar? Iya!” Riko hendak menampar Fania. Namun, Devan dengan cepat mencekal tangan Riko dengan kuat.Fania menutup mata dengan menadahkan tangannya ke wajahnya.“Jangan sekali-kali kamu sakiti istriku! Jika kamu masih ingin hidup tenang. Aku sudah memperingatkanmu, tapi sepertinya kamu harus diberi pelajaran biar sadar!” Devan dengan cepat memukul rahang Riko kembali. Membuat Riko tersungkur ke bawah.Riko membelalak mendengar sebutan ‘i
Acara makan siang telah usai. Fania bahagia karena Devan bukan hanya menyiapkan makan siang spesial. Namun, Devan juga memberikan hadiah berupa kalung berlian.Fania sangat senang apalagi kalung berlian yang diberikan oleh Devan adalah kalung limited edition.Kini Fania sudah sampai di rumah. Devan mengantar Fania pulang untuk beristirahat. Sedangkan dia sendiri, kembali ke kantor untuk menemui pertemuan meeting dengan investor baru.Fania memandangi kalung berlian yang menempel di lehernya.“Cantik banget sumpah kalungnya,” gumam Fania. “Duh! Kalo gue diginiin terus, yang ada hati gue cepat luluh! Sekarang aja udah mulai terbuka sedikit!” ucap Fania berbicara pada cermin.“Nggak nyangka, om Devan tenyata pria yang perhatian dan baik banget. Gue kira dia orangnya ngeselin. Tapi, setelah apa yang om Devan lakukan untuk gue. Hati gue menjadi berbeda. Apa jangan-jangan gue jatuh cinta ke om Devan?” Fania bertanya pada dirinya sendiri. Ia menatap cermin seakan-akan meminta memberikan jawa
“Kamu lihat siapa, Mas?” tanya Fania membuyarkan penglihatan Devan saat ini.“Ah, tidak. Tidak lihat siapa-siapa,” sahut Devan.Fania hanya membulatkan bibirnya berucap oh.Di perjalanan, pikiran Devan masih memikirkan orang yang tadi ia lihat saat keluar gedung. Dia sangat mengenal orang itu. Dan ia yakin penglihatannya tidak salah.“Kenapa Alya ada di sini? Bukannya dia tinggal di Eropa bersama suaminya?” batin Devan menerka-nerka.Namun, pikiran Devan langsung menepis. Dia sudah tidak ada hubungan apa pun lagi dengan Alya—mantan kekasihnya dulu. Dan Devan berusaha untuk tidak mengingat-ingat wanita yang sudah membuat hatinya patah hati cukup lama.Devan mengalihkan tatapannya menatap istrinya yang terlelap. Dia sudah mempunyai Fania saat ini. Meski awal pernikahan mereka bisa dibilang pernikahan konyol. Akan tetapi, sekarang perasaan Devan pada Fania sudah bukan main-main.Mobil yang ia kendarai kini berhenti disalah satu rumah makan khas sunda.Devan mengguncangkan tubuh Fania sec
Waktu telah berganti gelap. Fania dan Devan kini sedang bersiap-siap untuk berkunjung ke kediaman Samuel. Setelah menghabiskan waktu sore hari dengan memadu kasih.Samuel semenjak Devan menikah, ia langsung pergi ke Eropa dan menetap di sana. Bahkan kabar tentang perjanjian pernikahan putranya, ia baru mendengar tiga bulan terakhir ini. Dan hal itu sangat mengejutkan untuk Samuel.Devan kini sudah berada di perjalanan. Ia kali ini yang menyopir sendiri menuju ke rumah orang tuanya.Jujur saja, hati Fania begitu gelisah selama di perjalanan. Ia bahkan berulang kali mengusap tangannya yang tiba-tiba dingin.“Kamu, baik-baik saja ‘kan, Sayang?” tanya Devan yang melihat Fania gusar.“Aku gugup, Mas!” ucap Fania.“Gugup? Kenapa harus gugup, ‘kan hanya ketemu ayahku.”“Aku takut ayah kamu bakalan bertanya tentang perjanjian itu, Mas.”Devan mengangguk paham. “Sudah, tidak perlu khawatir. Perjanjian itu sudah tidak ada. Toh, sekarang kita masih tetap bersama,” terang Devan, lalu ia memegang
Reihan langsung tersenyum setelah mendengar rencana dari bosnya itu.“Anda yakin jika Karina bakalan menerima saya kembali, Tuan?” tanya Reihan sekali lagi.Devan mengangguk. “Aku yakin seratus persen. Asal kamu benar-benar membuktikan!”“Akan aku buktikan, Tuan. Terima kasih atas sarannya.” Reihan menjawab dengan bahagia.Obrolan mereka berdua berakhir dikarenakan siang ini Devan ada pertemuan bisnis dengan mertuanya—Alnando. Setelah terbongkarnya masalah perjanjian itu, dan Devan membawa pulang Fania tanpa pamit. Devan dan Alnando belum pernah bertemu kembali.Ada rasa sedikit kecanggungan dalam benak hati Devan. Namun, ia ingin bersikap profesional dalam kerja. Dan ia tidak ingin melibatkan hubungan pribadi dengan pekerjaan.Satu jam berlalu. Devan kini sudah berada di hotel bintang lima yang berada di Jakarta Barat. Pertemuan bisnis dengan mertua sengaja di hotel agar lebih leluasa.Devan berjalan masuk ke dalam ruangan khusus untuk pertemuan para pebisnis Ibukota. Ia ditemani ole
Seperti yang sudah disepakati oleh Fania dan Devan. Kini Fania berkunjung ke apartemen milik Karina.Setelah menempuh jarak kurang lebih tiga puluh menit. Fania akhirnya sampai di kediaman sahabatnya. Karina langsung menyambut kedatangan Fania dengan antusias.“Ya ampun, Rin. Gue capek banget, njir. Jalanan macet banget, g**a!” Fania duduk di sofa ruang tengah sembari mengipas kipas wajahnya dengan telapak tangan.“Yaelah, cuman tinggal duduk doang di mobil. Bilang capek! Capek tuh menyetir sendiri, baru capek!” gerutu Karina dengan menuangkan jus jeruk ke gelas. Lalu ia sodorkan ke Fania.Fania menerima, tanpa berucap ia langsung menenggak abis jus jeruk buatan Karina itu.“Haus? Apa doyan?” ledek Karina.“Dua-duanya.”Karina tersenyum. “Tumben lo ke sini? Ada apa?” tanya Karina penasaran.“Pengen main aja. Sama mau ngajak kamu holiday,” sahut Fania.“Holiday?” Karina mengulang.Fania mengangguk. “Aku disuruh sama om Devan untuk liburan, kan kita baru saja wisuda, siapa tahu kita bos