Riko yang melihat Fania kini memeluk pria yang telah menghajarnya. Amarahnya kian membara. Riko langsung berdiri dan menarik tangan Fania dengan keras. Fania terpental sampai ia terlepas dari dekapan Devan.Devan semakin tersungut karena pria itu masih saja bersikap kasar pada istrinya.“Jadi ini, lo minta putus karena lo sudah punya pacar baru?” bentak Riko.Fania sendiri enggan menjawab. Memang Riko belum tahu kabar dirinya yang sudah menikah. Sebab, Riko saat itu sedang pergi ke luar negeri karena ada urusan bisnisnya.“Kenapa lo diam saja? Berarti benar? Iya!” Riko hendak menampar Fania. Namun, Devan dengan cepat mencekal tangan Riko dengan kuat.Fania menutup mata dengan menadahkan tangannya ke wajahnya.“Jangan sekali-kali kamu sakiti istriku! Jika kamu masih ingin hidup tenang. Aku sudah memperingatkanmu, tapi sepertinya kamu harus diberi pelajaran biar sadar!” Devan dengan cepat memukul rahang Riko kembali. Membuat Riko tersungkur ke bawah.Riko membelalak mendengar sebutan ‘i
Acara makan siang telah usai. Fania bahagia karena Devan bukan hanya menyiapkan makan siang spesial. Namun, Devan juga memberikan hadiah berupa kalung berlian.Fania sangat senang apalagi kalung berlian yang diberikan oleh Devan adalah kalung limited edition.Kini Fania sudah sampai di rumah. Devan mengantar Fania pulang untuk beristirahat. Sedangkan dia sendiri, kembali ke kantor untuk menemui pertemuan meeting dengan investor baru.Fania memandangi kalung berlian yang menempel di lehernya.“Cantik banget sumpah kalungnya,” gumam Fania. “Duh! Kalo gue diginiin terus, yang ada hati gue cepat luluh! Sekarang aja udah mulai terbuka sedikit!” ucap Fania berbicara pada cermin.“Nggak nyangka, om Devan tenyata pria yang perhatian dan baik banget. Gue kira dia orangnya ngeselin. Tapi, setelah apa yang om Devan lakukan untuk gue. Hati gue menjadi berbeda. Apa jangan-jangan gue jatuh cinta ke om Devan?” Fania bertanya pada dirinya sendiri. Ia menatap cermin seakan-akan meminta memberikan jawa
“Kamu lihat siapa, Mas?” tanya Fania membuyarkan penglihatan Devan saat ini.“Ah, tidak. Tidak lihat siapa-siapa,” sahut Devan.Fania hanya membulatkan bibirnya berucap oh.Di perjalanan, pikiran Devan masih memikirkan orang yang tadi ia lihat saat keluar gedung. Dia sangat mengenal orang itu. Dan ia yakin penglihatannya tidak salah.“Kenapa Alya ada di sini? Bukannya dia tinggal di Eropa bersama suaminya?” batin Devan menerka-nerka.Namun, pikiran Devan langsung menepis. Dia sudah tidak ada hubungan apa pun lagi dengan Alya—mantan kekasihnya dulu. Dan Devan berusaha untuk tidak mengingat-ingat wanita yang sudah membuat hatinya patah hati cukup lama.Devan mengalihkan tatapannya menatap istrinya yang terlelap. Dia sudah mempunyai Fania saat ini. Meski awal pernikahan mereka bisa dibilang pernikahan konyol. Akan tetapi, sekarang perasaan Devan pada Fania sudah bukan main-main.Mobil yang ia kendarai kini berhenti disalah satu rumah makan khas sunda.Devan mengguncangkan tubuh Fania sec
Waktu telah berganti gelap. Fania dan Devan kini sedang bersiap-siap untuk berkunjung ke kediaman Samuel. Setelah menghabiskan waktu sore hari dengan memadu kasih.Samuel semenjak Devan menikah, ia langsung pergi ke Eropa dan menetap di sana. Bahkan kabar tentang perjanjian pernikahan putranya, ia baru mendengar tiga bulan terakhir ini. Dan hal itu sangat mengejutkan untuk Samuel.Devan kini sudah berada di perjalanan. Ia kali ini yang menyopir sendiri menuju ke rumah orang tuanya.Jujur saja, hati Fania begitu gelisah selama di perjalanan. Ia bahkan berulang kali mengusap tangannya yang tiba-tiba dingin.“Kamu, baik-baik saja ‘kan, Sayang?” tanya Devan yang melihat Fania gusar.“Aku gugup, Mas!” ucap Fania.“Gugup? Kenapa harus gugup, ‘kan hanya ketemu ayahku.”“Aku takut ayah kamu bakalan bertanya tentang perjanjian itu, Mas.”Devan mengangguk paham. “Sudah, tidak perlu khawatir. Perjanjian itu sudah tidak ada. Toh, sekarang kita masih tetap bersama,” terang Devan, lalu ia memegang
Reihan langsung tersenyum setelah mendengar rencana dari bosnya itu.“Anda yakin jika Karina bakalan menerima saya kembali, Tuan?” tanya Reihan sekali lagi.Devan mengangguk. “Aku yakin seratus persen. Asal kamu benar-benar membuktikan!”“Akan aku buktikan, Tuan. Terima kasih atas sarannya.” Reihan menjawab dengan bahagia.Obrolan mereka berdua berakhir dikarenakan siang ini Devan ada pertemuan bisnis dengan mertuanya—Alnando. Setelah terbongkarnya masalah perjanjian itu, dan Devan membawa pulang Fania tanpa pamit. Devan dan Alnando belum pernah bertemu kembali.Ada rasa sedikit kecanggungan dalam benak hati Devan. Namun, ia ingin bersikap profesional dalam kerja. Dan ia tidak ingin melibatkan hubungan pribadi dengan pekerjaan.Satu jam berlalu. Devan kini sudah berada di hotel bintang lima yang berada di Jakarta Barat. Pertemuan bisnis dengan mertua sengaja di hotel agar lebih leluasa.Devan berjalan masuk ke dalam ruangan khusus untuk pertemuan para pebisnis Ibukota. Ia ditemani ole
Seperti yang sudah disepakati oleh Fania dan Devan. Kini Fania berkunjung ke apartemen milik Karina.Setelah menempuh jarak kurang lebih tiga puluh menit. Fania akhirnya sampai di kediaman sahabatnya. Karina langsung menyambut kedatangan Fania dengan antusias.“Ya ampun, Rin. Gue capek banget, njir. Jalanan macet banget, g**a!” Fania duduk di sofa ruang tengah sembari mengipas kipas wajahnya dengan telapak tangan.“Yaelah, cuman tinggal duduk doang di mobil. Bilang capek! Capek tuh menyetir sendiri, baru capek!” gerutu Karina dengan menuangkan jus jeruk ke gelas. Lalu ia sodorkan ke Fania.Fania menerima, tanpa berucap ia langsung menenggak abis jus jeruk buatan Karina itu.“Haus? Apa doyan?” ledek Karina.“Dua-duanya.”Karina tersenyum. “Tumben lo ke sini? Ada apa?” tanya Karina penasaran.“Pengen main aja. Sama mau ngajak kamu holiday,” sahut Fania.“Holiday?” Karina mengulang.Fania mengangguk. “Aku disuruh sama om Devan untuk liburan, kan kita baru saja wisuda, siapa tahu kita bos
Hari telah berganti malam. Kini Fania mendandani Karina dengan memakaikan gaun yang ia belikan beberapa hari yang lalu.Karina merasa ada yang aneh dengan sikap sahabatnya ini. Namun, entah kenapa malam ini dia berubah menjadi wanita yang penurut. Fania memerintahkan banyak hal, ia juga dengan cepat menurut saja tanpa protes sedikit pun.Padahal, biasanya Karina akan memberontak jika Fania merusuh seperti sekarang. Tapi kali ini, Karina bak bayi kecil yang menurut dengan ibunya yang sedang didandani.“Fan, emang ini acara apa sih?” tanya Karina lagi dengan penasaran.“Kan dah gue kata, Rin. Ini acara spesial, ntar juga lo tahu sendiri!” timpal Fania terkikik.“Tau ah, jawaban lo kaya gitu terus dari tadi!” Karina kini cemberut.Namun, Fania tidak memperdulikannya. Fania mengambil ponsel yang berada di tas selempang. Ia sengaja memakai tas kecil agar bisa menyimpan ponselnya biar aman dari Karina.Devan sudah menghubungi jika semuanya sudah siap. Lalu Fania mengajak Karina untuk ke tem
Setelah sambungan telpon terputus. Wajah Fania kini tampak lesu, dan hal itu membuat Devan menjadi khawatir.“Sayang, kamu baik-baik saja ‘kan?”Karina dan Reihan juga ikut menatap ke arah Fania yang terdiam membeku.“Mas ... Pa-pah!” ucap Fania lirih. Matanya kini mengembun, membuat Devan semakin panik.“Iya, Sayang. Papah kenapa?” tanya Devan mencoba tenang.“Papah, masuk rumah sakit!” Fania berkata lirih, sembari terisak. Hatinya terasa sakit mendengar kabar buruk itu.Devan terkejut mendengar kabar itu. Sebab, saat ia terakhir bertemu dengan mertuanya. Dia melihat Alnando tampak sehat-sehat saja.“Ya, sudah. Kamu mau balik ke Jakarta?” tanya Devan kepada Fania. “Jika iya, biar Reihan memesankan tiket malam ini juga untuk kita kembali ke Jakarta!” sambung Devan lagi. Dan hal itu langsung diangguki oleh Fania.Karina memegang tangan Fania yang dingin. Ia mencoba memberi kekuatan untuk Fania agar bisa tenang.“Sabar ya, Fan. Doakan saja Papah lo baik-baik saja,” ucap Karina.Fania ha