Pagi ini sesuai rencana Fania untuk berpindah di kediaman ayahnya. Ia dan Elfina sudah bersiap-siap untuk pergi ke rumah Alnando.“Bi Darmi, titip rumah ini, ya,” ucap Fania saat sudah di depan pintu apartemen.“Iya, Nyonya. Hati-hati di jalan,” kata Darmi dengan rasa haru. Sebab, setelah menginap di rumah Alnando. Fania dan Devan akan langsung berpindah ke Paris.“Kalo ada apa-apa atau butuh apa pun. Jangan sungkan hubungi aku atau ke istriku, ya, Bi,” pesan Devan.“Baik, Tuan.”“Kami pamit dulu, Bi Darmi.” Elfina ikut bersuara kali ini.Darmi hanya mengangguk dan tersenyum.Devan mengajak istri dan ibu mertuanya untuk berjalan ke arah lobi apartemen. Sementara di sana pak Aris sudah menunggu sedari tadi.Setelah masuk ke dalam mobil. Pak Aris melajukan mobilnya mengarah ke kediaman Alnando.Sesampainya di rumah Alnando. Mereka langsung di sambut oleh bi Iyas dan pak Joko yang sudah menunggu.“Selamat datang nyonya Elfina, non Fania dan den Devan,” kata Iyas dan Joko secara bersamaa
“Sudah Fan, lo sudah minum banyak.” Karina mengambil gelas kecil di tangan Fania.“Sekali lagi, Rin. Gue janji ini gelas terakhir.” Fania memegang gelas dengan erat meski Karina memaksa mengambilnya.Karina memutar bola matanya. Dia sudah sangat jengah pada sahabatnya ini.“Terserah, lo! Kalo sampai ada apa-apa. Jangan bawa-bawa gue. Gue males berurusan sama bokap, lo!” Karina mengancam Fania. Sedangkan, Fania hanya tersenyum mengangguk.Kesadaran Fania sudah sedikit hilang. Ia bahkan sampai limbung.“Nah ‘kan!” Karina langsung menangkap tubuh Fania yang mulai sempoyongan. Karina bahkan sedikit panik, tetapi Fania malah tertawa terbahak-bahak.“G**a, lo, ya, Fan. Udah kaya gini masih bisa ketawa-tawa!” seru Karina terheran.“Udah, sih. Lo berisik banget. Lo senang lihat gue ketawa apa nangis sih?” sahut Fania.“Iya, ketawalah. Tapi nggak gini juga, Fan. Makanya dengerin orang tua kalo ngomong. Riko itu laki-laki nggak bener, udah tau ‘kan kalo dia buaya darat. Masih aja ke makan omon
Fania terbangun dan ia langsung terkejut melihat ke sekeliling ruangan yang begitu asing.“Hah! Gue di mana ini?” Fania mencoba bangun dengan memegang kepalanya yang masih berputar-putar.Ia menatap ke sekeliling untuk mencari ponselnya. Namun, sayangnya tidak ketemu. Lalu ia mencoba berdiri dan berjalan menuju pintu keluar.Saat sudah keluar dari kamar. Ia melihat sosok lelaki yang tertidur pulas di sofa depan televisi.Ia mengendap-ngendap mendekat ke arah pria itu untuk memastikan pria di depannya bukan orang jahat.Namun, sialnya saat mendekat kakinya tersandung karpet. Membuat tubuh Fania menjadi limbung dan terjatuh ke atas tubuh pria itu.Ya. Pria itu adalah Elnathan Devandra—sang pemilik mobil.Devan langsung terbangun dan menatap wanita yang berada di atas tubuhnya.“Kamu mau godain saya?” ucapnya menelisik. Devan bahkan menatap Fania dengan tatapan tajam.“Maaf, nggak sengaja!” Fania langsung berdiri dan merapikan bajunya yang berantakan.Devan terduduk lalu ia berdiri dan m
Hari dengan cepat telah berganti. Fania pagi ini akan bersiap-siap ke kampus. Sebagai mahasiswa akhir membuat ia sedikit sibuk mempersiapkan untuk sidang skripsi.Skripsi sudah ia mulai kerjakan meski belum sepenuhnya selesai.Fania keluar dari kamar menuruni anak tangga. Netranya melihat ke sekeliling rumah yang sudah disulap menjadi taman bunga.“Bi Iyas!” panggil Fania saat duduk di ruang makan.“Iya, Non. Mau sarapan apa?” tanya Iyas yang mendekat ke hadapan Fania.Fania bukannya menjawab. Ia malah bertanya pada Bi Iyas. “Mau ada acara apa, Bi? Rumah dihias begini?” Fania penasaran.“Oh itu, Non. Non shanum mau kedatangan calon besan dan calon suaminya.”“Shanum? Calon suami?”“Iya, Non. Tadi Tuan sudah berpesan. Nanti malam non Fania tidak boleh pergi,” ucap Bi Iyas membuat Fania memutar bola matanya.“Kan yang mau nikah Shanum, apa hubungannya sama aku!” cebik Fania kesal.Iyas hanya tersenyum. Ia sudah paham dengan anak majikannya.“Ya udah, aku berangkat dulu, Bi.” Fania berpa
Fania membelalak saat tahu Devan menunjuk dirinya.“Nak Devan, kamu tidak lagi becanda, ‘kan?” tanya Angela yang sangat terkejut.“Tidak. Aku serius!” sahut Devan tegas.“Tapi, Dev. Shanum yang akan bersanding denganmu, bukan Fania!” Sam kini bersuara.Shanum sendiri langsung memucat mendengar perkataan calon suaminya. Sedangkan, Fania dia menatap Devan dengan tatapan kesal.“Aku menginginkan dia! Ehm, Fania.” Yakin Devan. Bahkan, ia berani menyebut nama Fania di depan semua orang.Fania menutup matanya, lalu menatap ke arah Devan yang tersenyum mengejek padanya.“Emang nggak waras tuh orang. Sial banget gue di kambing hitamkan kaya gini! Awas aja, gue bakal balas,” gerutu fania dalam hati.Shanum memegang tangan ibunya. Ia tidak menyangka acara yang seharusnya dia bahagia, tetapi malah seperti ini.Alnando akhirnya bersuara. Ia berkata,”Nak Dev, kamu tidak salah memilih Fania. Dia bahkan belum lulus kuliah? Apa tidak akan dipertimbangkan kembali?”“Tidak, Om. Kalo Fania tidak mau. Ak
Acara pernikahan Fania dan Devan sudah selesai tiga jam yang lalu. Banyak sekali teman Fania yang tidak percaya ia menikah secepat ini. Bahkan banyak teman kampusnya yang memuji ketampanan Devan dan membandingkannya dengan Riko—mantan kekasihnya.Kini Fania dan Devan sudah berada di kamar hotel. Devan bahkan meminta pihak hotel untuk menghias kamarnya.“Mau aku bantuin?” tanya Devan saat melihat Fania kesusahan membuka resleting baju gaunnya.“Nggak perlu.” Fania menolak dengan nada ketus. Ia tetap berusaha membuka resleting bajunya sendiri.Namun, Devan langsung mendekat. Tangannya dengan cepat membuka resleting gaun Fania secara perlahan. Fania tidak memberontak sama sekali. Karena ia memang tidak bisa membuka resleting bajunya.Jantung Devan berdebar saat melihat punggung Fania yang putih mulus. Meski ia sering melihat punggung wanita terbuka saat berada di club malam.Namun, kali ini berbeda. Apalagi ia pria normal yang memiliki h****t.Fania langsung membalikkan badannya saat mer
Shanum menyeringai setelah Angela membisikkannya. Mereka berdua tertawa dengan saling memandang. “Mamah memang yang terbaik!” Shanum berkata pada Angela dengan sangat bangga. Angela mengangguk dan tersenyum. “Apa sih yang nggak buat anak Mamah!” Shanum dan Angela kembali ke meja. Acara makan malam berjalan lancar. Meski dalam hati Fania ia melihat ada sesuatu yang janggal pada Angela dan Shanum saat menatap dirinya. Namun, Fania tidak mau memikirkan hal itu. Karena memang seperti itu tatapan mereka padanya. *** Acara makan malam telah usai. Fania kini sudah berada di kamar hotelnya bersama dengan Devan. Sungguh ini hal pertama kali untuk Fania sekamar dengan pria asing yang kini sudah menjadi suaminya. Terasa aneh. Fania masih betah duduk di depan cermin sembari memainkan ponsel. Sebab, ia sedang membalas ucapan dari teman-teman onlinenya. Sedangkan Devan, ia sudah lebih dulu berbaring di ranjang yang masih terhias oleh kelopak mawar merah. “Emang nggak cape apa duduk di situ s
Malam pertama tinggal di apartemen Devan. Fania dan Devan tidak tidur seranjang seperti keinginan Fania. Devan akhirnya mengalah tidur di sofa yang berada di ruang tengah.Fania kini terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya.Fania mengambil ponsel di nakas lalu melihat jam yang tertera di layar ponsel.“Hah! udah jam enam?” ucap Fania terkejut. Ia memilih untuk bangun dan duduk terlebih dahulu sebelum turun dari ranjang.Ia bahkan mengingat kejadian semalam saat Devan dengan lancangnya mencium dirinya. Entah kenapa hatinya merasakan hal yang aneh.“Gue benci banget sikap lancang dia! Berani banget cium pipi gue. Huh!” gerutu Fania jengkel.Fania melihat ke sekeliling ruangan kamar Devan. Ia bahkan tidak melihat batang hidung pria yang kini menjadi suaminya.“Ke mana dia? Jangan-jangan tidur di luar?” tebak Fania dan ia tidak memperdulikannya. Fania memutuskan turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang lembab.Hampir lima belas menit berada di kamar mandi. Kini Fania ke