Home / CEO / Perjanjian 100 hari Menikah dengan Om CEO / Bab 4. Perjanjian dan Pernikahan

Share

Bab 4. Perjanjian dan Pernikahan

Fania membelalak saat tahu Devan menunjuk dirinya.

“Nak Devan, kamu tidak lagi becanda, ‘kan?” tanya Angela yang sangat terkejut.

“Tidak. Aku serius!” sahut Devan tegas.

“Tapi, Dev. Shanum yang akan bersanding denganmu, bukan Fania!” Sam kini bersuara.

Shanum sendiri langsung memucat mendengar perkataan calon suaminya. Sedangkan, Fania dia menatap Devan dengan tatapan kesal.

“Aku menginginkan dia! Ehm, Fania.” Yakin Devan. Bahkan, ia berani menyebut nama Fania di depan semua orang.

Fania menutup matanya, lalu menatap ke arah Devan yang tersenyum mengejek padanya.

“Emang nggak waras tuh orang. Sial banget gue di kambing hitamkan kaya gini! Awas aja, gue bakal balas,” gerutu fania dalam hati.

Shanum memegang tangan ibunya. Ia tidak menyangka acara yang seharusnya dia bahagia, tetapi malah seperti ini.

Alnando akhirnya bersuara. Ia berkata,”Nak Dev, kamu tidak salah memilih Fania. Dia bahkan belum lulus kuliah? Apa tidak akan dipertimbangkan kembali?”

“Tidak, Om. Kalo Fania tidak mau. Aku pun tidak akan menikah.” Devan tetap bersih kukuh. Samuel hanya diam karena ia sudah paham dengan karakter anak laki-lakinya jika sudah  menginginkan sesuatu.

“Apa Fania bersedia?” tanya samuel mengarah kepada Fania.

Fania terdiam menatap ke semuanya. Ia bahkan menatap ke arah Alnando. Namun, Alnando sepertinya menyerahkan semua keputusan pada Fania sendiri.

Namun, saat Fania menatap Angela dan Shanum yang terlihat begitu kesal. Membuat ia sangat senang. 

“Aku bersedia!” jawab Fania dengan menatap tajam ke arah Devan. Devan yang menatap ke arah Fania merasa dirinya tertantang.

Sudah kuduga!” batin Devan sambil menyeringai.

“Pah!” ucap Shanum kepada Alnando. Akan tetapi, Alnando menggeleng. Membuat Shanum sekarang semakin cemberut.

Angela menenangkan hati putrinya. Ia bahkan tidak menduga jika acara putrinya berantakan seperti ini. Dan ini semua gara-gara anak tirinya.

“Aku akan beri peritungan padamu nanti!” batin Angela menatap ke arah Fania.

***

Acara keluarga sudah selesai. Devan dan Samuel sudah kembali ke kediamannya. Devan juga meminta jika acara pernikahannya dengan Fania dipercepat minggu depan. Dan semua pihak keluarga menyetujui meski Angela sempat menolak, namun hal itu langsung diatasi oleh Alnando.

Alnando membiarkan Fania menikah dengan Devan. Itu semua karena Samuel adalah sahabat dekatnya sejak lama. Mereka sudah berjanji akan menjodohkan putra putri mereka. Alnando tidak mengira jika Devan lebih tertarik kepada putri kandungnya di banding anak tirinya.

“Kamu serius menerima pernikahanmu dengan Devan? Kalo hatimu sebenarnya tidak menginginkan, jangan dipaksa!” kata Alnando saat berada di kamar Fania.

“Fania serius, Pah!” sahut Fania memeluk Alnando.

Alnando mengangguk. “Ya sudah, kamu istirahat. Lusa kamu akan fitting baju dan memilih dekorasi.” Alnando mengecup kening putrinya.

Saat pintu tertutup. Fania seketika matanya mengembun tiba-tiba. Alnando bersikap sangat manis padanya. Dan ini jarang ia lakukan semenjak menikah dengan Angela.

“Maafin Fania, Pah. Fania terpaksa berbohong menerima pernikahan ini. Karena ada alasan yang membuat Fania nekat menerimanya. Yaitu meninggalkan rumah ini. Papah tunggu Fania, ya. Fania akan buktikan jika istri papah yang selalu Papah bela. Bukan wanita baik-baik, dia seperti ular. Sangat berbahaya!” gumam Fania sambil menyeka air matanya di pipi.

Dua hari kemudian.

Dimana Fania kini sedang bersiap-siap untuk melakukan fitting baju dan juga memilih dekorasi. Ia sudah menghubungi Devan untuk menjemputnya di kampus.

Fania sudah menceritakan tentang penikahan dadakan ini pada Karina. Karina bahkan sangat syok mendengar semua cerita dari sahabatnya itu. Apalagi Fania menikah dengan calon kakak tirinya sendiri dan pria itu bos dari pacarnya.

“Sumpah, Fan. Gue nggak nyangka lo bentar lagi jadi bini orang! Ini kalo Riko tahu, dia pasti kebakaran jenggot,” ucap Karina pada Fania yang asik makan batagor.

“Dia pasti nyesel!” sahut Fania santai.

“Lo, yakin udah nggak ada perasaan sama Riko?” tanya Karina memperjelas.

“Kalo masih enggaknya. Ya, jelas masih. Gue sama Riko dah lama, Rin. Nggak semudah itu bisa melupakan dia!” ungkap Fania.

Karina mengangguk paham. “Tapi, inget ya, Fan. Gue nggak sudi kalo lo sampai balik ke Riko lagi. Dan lo harus ingat, dia sudah bolak balik nyakitin lo!”

“Iya, Karina sayang!” sahut Fania memanja.

Tidak lama datanglah mobil hitam yang terparkir di bahu jalan tepat di mana Fania duduk bersama Karina.

Devan langsung turun menghampiri dua wanita itu.

“Maaf, telat sedikit!” ucap Devan saat sudah berada dihadapan Fania.

Karina langsung menyapa bos pacarnya itu. Ia merasa sedikit canggung sekarang. Karena Karina tahu jika Devan adalah pria yang sangat dingin.

Karina sangat berharap jika Devan benar-benar tulus bisa menyayangi Fania. Itu harapannya!

Fania berdiri. “Oke. Tidak masalah!” Ia menghadap ke Karina lalu berkata, “Gue duluan, ya, Rin. Lo yakin pulang sendiri nggak apa?”

“Enggak kok, santai aja!”

Akhirnya Fania masuk ke dalam mobil Devan setelah dibukakan pintu.

“Kita duluan, ya!” pamit Devan pada Karina yang berdiri melihat interaksi dua sejoli yang baru saling mengenal.

Mobil hitam melaju meninggalkan halaman kampus. Karina yang sudah melihat mobil itu menjauh dari pandangannya. Ia masuk ke halaman parkir kampus untuk mengambil mobilnya.

Sementara di dalam mobil. Fania dan juga Devan tidak ada interaksi apapun. Mereka berdua saling diam satu sama lain.

Hingga sampai ke tempat tujuan pun mereka tetap diam.

Devan membuka pintu lalu mengajak Fania untuk masuk. Tempat yang dituju kali ini adalah butik khusus gaun pengantin.

Setelah memilih berbagai gaun. Akhirnya Fania memilih gaun pengantin mermaid dengan dihiasi motif bruket elegan. Sehingga terlihat mengkilap dan glamor saat dipakai di tubuhnya.

Devan bahkan sampai terpukau melihat Fania memakai gaun pengantin berwarna putih itu.

Cantik!” gumam Devan. Namun ia langsung menepis dengan gelengan kecil.

Kini giliran Devan sedang mencoba setelan jas berwarna hitam sesuai pilihan Fania. Saat di ruang ganti. Tiba-tiba Fania masuk begitu saja setelah ia berganti ke pakaian semula.

“Kamu nggak sabaran banget sih! Lihat tubuh aku!” ucap Devan membuat Fania memutar bola matanya.

“Gue ke sini karena ada yang ingin gue berikan sama lo!”

“Apa itu?”

Fania menyerahkan selembar kertas pada Devan. Ia berkata, “Ini surat perjanjian nikah kita! Silahkan kamu baca!”

Devan membelalak saat melihat isi dari surat perjanjian yang Fania buat. Namun, karena ia merasa belum ada rasa apa pun pada Fania. Membuat ia langsung menyetujui semua isi perjanjian surat nikah mereka berdua. Meski dalam hati ini sangat konyol.

“Aku setuju. Dan aku yakin sebelum seratus hari. Kamulah yang akan mencintaiku lebih dulu,” ucap Devan membuat Fania geram.

“Tidak semudah itu!” Hardik Fania lalu pergi meninggalkan ruang ganti.

***

Seminggu sudah waktu cepat berlalu. Acara pernikahan Fania dan Devan akan dilangsung siang ini. Acara ikrar janji suci mereka diadakan di hotel bintang lima yang berada di Jakarta Selatan. Dekorasi yang menghiasi seluruh ruangan bernuansa bunga putih sesuai keinginan Fania.

Di kamar hotel. Fania sudah selesai bermake up. Ia tampak begitu cantik memakai gaun pengantin yang ia pilih. Dengan aksesoris mahkota kecil di rambutnya.

“Kamu sudah siap?” ucap Alnando saat menghampiri putri kandungnya. Bahkan kedua mata Alnando mengembun saat melihat Fania memakai baju pengantin. Mengingatkan dia pada Elfina—ibu kandung Fania yang menghilang 10 tahun yang lalu. 

“Sudah, Pah.” Fania berdiri dan ia langsung menerima uluran tangan ayahnya.

Alnando menuntun Fania ke tempat dimana janji suci mereka berdua akan dilangsungkan.

Devan kembali terpukau melihat calon istrinya yang begitu cantik berjalan mendekat ke arahnya.

Fania menengok ke arah Devan setelah berdiri di sampingnya. Fania tampak gogri bahkan telapak tangannya begitu dingin.

Dan janji suci akhirnya dibacakan. Kini Fania dan Devan sudah sah menjadi suami istri.

Fania meneteskan air matanya. Entah ini air mata bahagia atau menyedihkan. Ia merasa semua seperti mimpi.

“Jangan senang dulu, Fania. Tidak akan aku biarkan kamu bahagia setelah ini!” ancam wanita yang menatap Fania dengan tajam dari kejauhan.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status