Malam pertama tinggal di apartemen Devan. Fania dan Devan tidak tidur seranjang seperti keinginan Fania. Devan akhirnya mengalah tidur di sofa yang berada di ruang tengah.
Fania kini terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya.
Fania mengambil ponsel di nakas lalu melihat jam yang tertera di layar ponsel.
“Hah! udah jam enam?” ucap Fania terkejut. Ia memilih untuk bangun dan duduk terlebih dahulu sebelum turun dari ranjang.
Ia bahkan mengingat kejadian semalam saat Devan dengan lancangnya mencium dirinya. Entah kenapa hatinya merasakan hal yang aneh.
“Gue benci banget sikap lancang dia! Berani banget cium pipi gue. Huh!” gerutu Fania jengkel.
Fania melihat ke sekeliling ruangan kamar Devan. Ia bahkan tidak melihat batang hidung pria yang kini menjadi suaminya.
“Ke mana dia? Jangan-jangan tidur di luar?” tebak Fania dan ia tidak memperdulikannya. Fania memutuskan turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang lembab.
Hampir lima belas menit berada di kamar mandi. Kini Fania keluar dengan keadaan yang begitu segar. Ia pun langsung bersiap-siap untuk berdandan. Karena hari ini ia akan berangkat ke kampus.
Setelah selesai semua. Fania keluar kamar. Di ruang tengah sudah ada Devan yang sedang santai duduk sembari menikmati secangkir kopi.
Devan yang mendengar suara pintu kamar terbuka. Pandangannya langsung menatap Fania yang kini sudah berdandan cantik.
“Pagi istriku!” sapa Devan pada Fania yang berjalan ke arah dapur.
“Hemm!” sahut Fania dengan malas. Fania masih jengkel akan sikap Devan semalam.
Devan tersenyum melihat sikap Fania yang masih kesal kepadanya.
“Pagi, Nyonya. Mau sarapan apa? Biar saya buatkan! Seorang pelayan wanita menyapa Fania saat ia sudah sampai di dapur.
“Duh, Bi. Nggak usah manggil ‘Nyonya’ segala, ih!” tegur Fania merasa risih akan sebutan itu padanya.
“Maaf, Nyonya. Tapi ini sudah prosedur di keluarga Devandra!” tegas wanita itu.
“Ya sudah terserah Bibi aja!” Fania akhirnya mengalah.
Fania berkenalan dengan Bi Darmi. Ia adalah pelayan yang dikhususkan untuk masak dan bersih-bersih. Bi Darmi sendiri hanya bekerja dari pagi hingga sore hari.
Fania hanya meminta sarapan dengan roti dan segelas s**u. Seperti yang ia sering lakukan di rumahnya.
Padahal Bi Darmi akan membuatkan Fania nasi goreng. Namun, dengan cepat Fania menolaknya.
Devan menghampiri Fania yang sibuk memakan roti berselai cokelat. Devan duduk di samping Fania. Padahal Fania sudah tahu jika Devan duduk di sebelahnya. Akan tetapi, ia pura-pura tidak tahu.
“Kalo makan tuh yang bener! Udah gede padahal, tapi makan masih belepotan!” sindir Devan dengan menyeruput kopinya yang ia bawa ke dapur.
Fania menghentikan mulutnya yang mengunyah. Dan mengelap bibirnya yang belepotan. Namun, ternyata selai cokelat masih menempel di bibir bagian atas. Dengan sigap Devan langsung mengambil tisu dan membersihkan bibir Fania. Tangan Devan bahkan menyentuh bibi Fania yang berwarna pink. Dan hal itu membuat jantung Devan terasa aneh.
Fania membeku saat aksi Devan kembali lancang menyentuh bibirnya. Fania dengan cepat menjauhkan bibirnya dari tangan Devan. Ia menjadi salah tingkah akan sikap Devan padanya.
“Makasih!” ucap Fania gugup. Bahkan dia yang akan memaki-maki Devan. Akhirnya mengurungkan karena hatinya merasa sedikit tak biasa.
Devan pun merasakan hal sama. Membuat ia hanya mengangguk tersenyum.
“Mulai hari ini. Kemana pun kamu pergi. Akan diantar oleh sopir. Pak Aris yang akan mengantarmu kemana pun!” ucap Devan pada Fania.
“Gue bisa bawa mobil sendiri. Nggak perlu pakai sopir! “ tolak Fania dengan cepat.
“Aku tidak mau kamu kecapean! Pokoknya kemana pun harus dengan sopir. Jangan dibantah! Ini perintah suamimu,” tegas Devan lalu ia pergi meninggalkan dapur.
Fania membuang napasnya secara kasar. Ia bahkan tidak menghabiskan makanannya. Mood makan hilang seketika. Fania memutuskan untuk ke bawah dan bergegas berangkat ke kampus.
***
Di tempat lain. Yakini rumah Fania. Shanum sedang merasa bahagia karena ia mendapatkan bukti yang kuat untuk memisahkan Fania dan juga Devan.
Shanum bahkan tidak mengira jika ibunya akan secerdik ini. Shanum kini melihat ke selembar kertas yang ia pegang.
“Fania ... Fania, kok bisa kamu pernikahan buat main-main. Harusnya kemarin kamu tolak saja, saat Devan meminta menikahimu! Dan sekarang aku mendapatkan bukti yang akan membuat kamu hancur! Pasti Alnando bakalan syok saat tahu isi kertas ini!” ucap Shanum dengan tertawa bahagia.
Shanum yang sudah selesai berdandan. Ia keluar dari kamar menuju ke ruang makan.
Shanum disambut oleh Angela yang sedang mengoleskan selai di atas roti.
“Pagi, Sayang! Bahagia banget,” sapa Angela saat melihat Shanum tersenyum sedari tadi.
“Ya dong, Mah! Karena ini,” unjuk Shanum pada Angela.
Angela tersenyum puas. “Kita lihat seperti apa ekspresi Alnando saat tahu perjanjian yang dibuat putrinya!” Angela berkata seraya menaruh tangannya di dagu.
Angela bahkan menjadi teringat saat pertama kali menemukan selembar kertas itu saat ia mengunjungi kamar Fania. Di mana saat itu Fania sedang sibuk membereskan barang-barangnya yang akan di bawa ke kediaman Devan.
Setelah berdebat dengan Fania. Angela hendak turun, tetapi tatapannya langsung tertuju pada kertas yang terjatuh di dekat pintu. Angela mengambil kertas itu. Ia bahkan hendak membuangnya. Namun, saat ia membaca isi di dalam kertasnya.
Angela sangat kaget. Ia bahkan tidak percaya akan isi di dalam kertas yang ia temukan di depan kamar Fania.
Seperti keberuntungan memihak padanya. Membuat ia dengan cepat menyembunyikan kertas itu dan menyimpannya di kamar. Kertas berisi perjanjian akan menjadi bukti, jika pernikahan Fania dan Devan itu tidak sepenuhnya keinginan mereka.
Alnando menyapa istri dan anak tirinya setelah ia berada di ruang makan.
“Kalian kenapa kok murung begitu?” tanya Alnando menelisik.
“Mas, ini masalah Fania!” ucap Angela dengan nada sedih.
“Kenapa memangnya?” tanya Alnando penasaran.
Shanum memberikan selembar kertas putih ke hadapan Alnando.
“Apa ini?”
“Buka saja, Mas. Kamu jangan kaget melihat isinya. Aku bahkan masih tidak percaya dengan isi surat itu!” ungkap Angela membuat Alnando semakin penasaran.
Alnando mengambil kertas lalu membukanya.
Betapa terkejutnya ia saat mambaca isi surat itu. Bahkan di situ ada nama dan tanda tangan juga dilengkapi oleh materai.
“Perjanjian pernikahan seratus hari.” Alnando mengeja surat itu. Ia menggeleng keras lalu melempar surat itu ke meja dengan kasar.
Angela dan Shanum saling manatap dengan tersenyum. Ia pastikan Alnando sangat kecewa dengan putri kandungnya sendiri.
“Mas!” panggil Angela kepada Alnando yang menunduk.
“Aku tidak percaya, Fania bisa membuat perjanjian konyol seperti ini! Padahal aku sudah percaya jika dia benar-benar menerima pernikahannya dengan Devan. Tapi ternyata pernikahan ini dibuat main-main olehnya!”
“Iya, Mas. Aku saja kaget! Aku tidak menyangka Fania seperti itu!” ucap Angela memanasi Alnando.
Alnando memijat keningnya yang terasa sakit. Ia mengambil ponsel lalu menelpon Fania.
“Cepat pulang! Papah mau bicara!”
Fania yang sudah sampai di kampus. Ia sedikit terkejut akan panggilan dari Alnando untuk pulang ke rumah.Apalagi nada suara Alnando terdengar meninggi. Dan Fania sangat paham jika nada ayahnya seperti itu dipastikan ada masalah di rumah.Fania sudah menjawab. Namun, karena ia ada pembekalan untuk sidang skripsi. Membuat Fania meminta kepada Alnando untuk datang ke rumah malam nanti.Kini Fania sudah berada di dalam kelas. Ia membuka laptop untuk memeriksa skripsi yang sudah ia revisi semalam.“Eh, pengantin baru!” sapa Karina yang baru datang lalu duduk kursi samping Fania.“Apaan si!” sahut Fania bete karena Karina memanggil sebutan itu.“Lho memang pengantin baru ‘kan?” ledek Karina lagi.“Tau ah! Nggak usah nyebut-nyebut panggilan itu.” Fania mencebik.Karina tertawa. “Gimana rasanya malam pertama enak nggak?” tanya Karina membisik di telinga Fania.Fania melotot. “Nggak ada malam pertama, Rin. Gue aja tidur terpisah,” ucap Fania santai sambil melihat ke layar monitor.“Apa?” Kari
Devan datang ke rumah mertuanya dengan tergesa-gesa. Ia dikabari oleh Aris, saat Aris hendak memberikan tas Fania yang tertinggal di mobil. Ia tidak sengaja melihat secara langsung bagaimana Fania disudutkan dan juga dimarahi oleh Alnando. Meskipun Aris tidak paham permasalahannya apa.Namun, ia merasa kasihan kepada Fania. Membuat ia langsung mengabari bosnya untuk datang kemari.Dan benar saja ketika Devan sudah sampai di rumah mertuanya. Ia melihat secara langsung bagaimana sikap Alnando yang akan melayangkan tangan kanannya ke arah wajah istrinya.“Jangan pukul istriku!” suara Devan membuyarkan semua dan Fania bahkan terkejut akan kehadiran Devan di sini.“Seperti inikah perlakuan anda sebagai seorang ayah? Saya tidak menduga jika anda sebrutal ini terhadap putrimu!” ucap Devan menatap mertuanya secara tajam.“Dev! Fania sudah mempermainkan pernikahan dengan membuat perjanjian yang konyol! Sebagai seorang ayah, saya kecewa!” ujar Alnando. Ia kini menatap tajam ke arah Devan. “Dan
Fania terdiam menatap wajah Devan setelah lumatan mereka terlepas. Ucapan Devan membuat hatinya kini resah kembali. “Apa lo bilang barusan?” tanya Fania sekali lagi. Mereka berdua masih saling berhadapan. “Bilang apa?” Devan berbalik tanya. “Yang tadi lo ucapkan!” “Udah lupakan saja.” Devan berdiri dan ia berpura-pura melepaskan dasi yang masih melingkar di lehernya. Padahal ia hanya ingin menghindar dari pertanyaan Fania. Fania yang berbaring kini ia bangun dan duduk di atas ranjang. Fania menatap Devan yang sibuk di depan cermin. Ia juga tahu jika Devan hanya menghindar darinya. Bibir Fania kini mengembang. Melihat Devan telah masuk ke kamar mandi membuat dirinya langsung memegang bibirnya. “Gue dua kali berciuman? Astaga, ini kaya mimpi. Tapi, perlakuan om Devan bikin jantung gue nggak karuan.” Fania bergumam sambil memegang dadanya. Ada perasaan yang sulit ditebak. Fania juga tidak ingin terlena akan sikap Devan padanya. Apalagi ia belum sepenuhnya mengenal sosok suaminya
Pagi harinya Fania terbangun dengan keadaan masih berada di dekapan Devan. Fania menatap wajah Devan yang masih terlelap tidur. Mengingat kejadian semalam, membuat bibirnya tersenyum lebar.Malam tadi adalah malam pertama mereka setelah satu minggu menikah. Fania telah menyerahkan harta paling berharga yang selama ini ia jaga. Meski ia dan Riko berpacaran lama, tetapi Fania mampu menjaga tubuhnya dengan baik.Fania bahkan tidak menyangka ia sudah menyerahkan sepenuhnya pada Devan. Padahal awal menikah sudah jelas ia tidak ingin melakukan hubungan yang semestinya suami istri lakukan. Dan Fania bahkan bersih kukuh ingin tidur terpisah dengan Devan. Namun, tadi malam entah kenapa Fania dengan beraninya memperbolehkan Devan untuk menyentuh seluruh tubuhnya tanpa percuma dan tidur bersama dalam satu ranjang. Mungkinkah Fania sudah membuka hati kepada Devan?Entahlah itu hanya Fania yang tahu.Kini Fania dengan pelan memindahkan tangan Devan yang masih mendekap tubuhnya. Setelah terlepas
Riko yang melihat Fania kini memeluk pria yang telah menghajarnya. Amarahnya kian membara. Riko langsung berdiri dan menarik tangan Fania dengan keras. Fania terpental sampai ia terlepas dari dekapan Devan.Devan semakin tersungut karena pria itu masih saja bersikap kasar pada istrinya.“Jadi ini, lo minta putus karena lo sudah punya pacar baru?” bentak Riko.Fania sendiri enggan menjawab. Memang Riko belum tahu kabar dirinya yang sudah menikah. Sebab, Riko saat itu sedang pergi ke luar negeri karena ada urusan bisnisnya.“Kenapa lo diam saja? Berarti benar? Iya!” Riko hendak menampar Fania. Namun, Devan dengan cepat mencekal tangan Riko dengan kuat.Fania menutup mata dengan menadahkan tangannya ke wajahnya.“Jangan sekali-kali kamu sakiti istriku! Jika kamu masih ingin hidup tenang. Aku sudah memperingatkanmu, tapi sepertinya kamu harus diberi pelajaran biar sadar!” Devan dengan cepat memukul rahang Riko kembali. Membuat Riko tersungkur ke bawah.Riko membelalak mendengar sebutan ‘i
Acara makan siang telah usai. Fania bahagia karena Devan bukan hanya menyiapkan makan siang spesial. Namun, Devan juga memberikan hadiah berupa kalung berlian.Fania sangat senang apalagi kalung berlian yang diberikan oleh Devan adalah kalung limited edition.Kini Fania sudah sampai di rumah. Devan mengantar Fania pulang untuk beristirahat. Sedangkan dia sendiri, kembali ke kantor untuk menemui pertemuan meeting dengan investor baru.Fania memandangi kalung berlian yang menempel di lehernya.“Cantik banget sumpah kalungnya,” gumam Fania. “Duh! Kalo gue diginiin terus, yang ada hati gue cepat luluh! Sekarang aja udah mulai terbuka sedikit!” ucap Fania berbicara pada cermin.“Nggak nyangka, om Devan tenyata pria yang perhatian dan baik banget. Gue kira dia orangnya ngeselin. Tapi, setelah apa yang om Devan lakukan untuk gue. Hati gue menjadi berbeda. Apa jangan-jangan gue jatuh cinta ke om Devan?” Fania bertanya pada dirinya sendiri. Ia menatap cermin seakan-akan meminta memberikan jawa
“Kamu lihat siapa, Mas?” tanya Fania membuyarkan penglihatan Devan saat ini.“Ah, tidak. Tidak lihat siapa-siapa,” sahut Devan.Fania hanya membulatkan bibirnya berucap oh.Di perjalanan, pikiran Devan masih memikirkan orang yang tadi ia lihat saat keluar gedung. Dia sangat mengenal orang itu. Dan ia yakin penglihatannya tidak salah.“Kenapa Alya ada di sini? Bukannya dia tinggal di Eropa bersama suaminya?” batin Devan menerka-nerka.Namun, pikiran Devan langsung menepis. Dia sudah tidak ada hubungan apa pun lagi dengan Alya—mantan kekasihnya dulu. Dan Devan berusaha untuk tidak mengingat-ingat wanita yang sudah membuat hatinya patah hati cukup lama.Devan mengalihkan tatapannya menatap istrinya yang terlelap. Dia sudah mempunyai Fania saat ini. Meski awal pernikahan mereka bisa dibilang pernikahan konyol. Akan tetapi, sekarang perasaan Devan pada Fania sudah bukan main-main.Mobil yang ia kendarai kini berhenti disalah satu rumah makan khas sunda.Devan mengguncangkan tubuh Fania sec
Waktu telah berganti gelap. Fania dan Devan kini sedang bersiap-siap untuk berkunjung ke kediaman Samuel. Setelah menghabiskan waktu sore hari dengan memadu kasih.Samuel semenjak Devan menikah, ia langsung pergi ke Eropa dan menetap di sana. Bahkan kabar tentang perjanjian pernikahan putranya, ia baru mendengar tiga bulan terakhir ini. Dan hal itu sangat mengejutkan untuk Samuel.Devan kini sudah berada di perjalanan. Ia kali ini yang menyopir sendiri menuju ke rumah orang tuanya.Jujur saja, hati Fania begitu gelisah selama di perjalanan. Ia bahkan berulang kali mengusap tangannya yang tiba-tiba dingin.“Kamu, baik-baik saja ‘kan, Sayang?” tanya Devan yang melihat Fania gusar.“Aku gugup, Mas!” ucap Fania.“Gugup? Kenapa harus gugup, ‘kan hanya ketemu ayahku.”“Aku takut ayah kamu bakalan bertanya tentang perjanjian itu, Mas.”Devan mengangguk paham. “Sudah, tidak perlu khawatir. Perjanjian itu sudah tidak ada. Toh, sekarang kita masih tetap bersama,” terang Devan, lalu ia memegang