Shanum menyeringai setelah Angela membisikkannya. Mereka berdua tertawa dengan saling memandang.
“Mamah memang yang terbaik!” Shanum berkata pada Angela dengan sangat bangga.
Angela mengangguk dan tersenyum. “Apa sih yang nggak buat anak Mamah!”
Shanum dan Angela kembali ke meja. Acara makan malam berjalan lancar. Meski dalam hati Fania ia melihat ada sesuatu yang janggal pada Angela dan Shanum saat menatap dirinya. Namun, Fania tidak mau memikirkan hal itu. Karena memang seperti itu tatapan mereka padanya.
***
Acara makan malam telah usai. Fania kini sudah berada di kamar hotelnya bersama dengan Devan.
Sungguh ini hal pertama kali untuk Fania sekamar dengan pria asing yang kini sudah menjadi suaminya. Terasa aneh.
Fania masih betah duduk di depan cermin sembari memainkan ponsel. Sebab, ia sedang membalas ucapan dari teman-teman onlinenya. Sedangkan Devan, ia sudah lebih dulu berbaring di ranjang yang masih terhias oleh kelopak mawar merah.
“Emang nggak cape apa duduk di situ sedari tadi?” Devan bersuara menatap Fania yang masih fokus ke layar ponsel.
Fania menengok ke arah tempat tidur. Menatap Devan dengan tatapan kesal. “Nggak. Dan gue nggak mau tidur satu ranjang sama lo!” ucap Fania ketus.
“Kita sudah sah suami istri. Itu tidak masalah ‘kan?” sahut Devan dengan santai.
Fania mendengkus. “Ogah!” jawab singkat Fania lalu ia mengambil bantal dan juga selimut yang sedang di pakai oleh Devan menyelimuti dirinya.
Fania menaruh bantal di sofa yang berada di kamar hotelnya. Ukuran sofa cukup besar, dan sangat pas di tubuh Fania yang ramping. Ia membaringkan badannya, tidak lama mata Fania pun terpejam. Badannya terasa letih karena seharian harus berdiri menghormati para tamu yang hadir di pernikahannya.
Devan yang sedari tadi menatap Fania. Ia menggeleng keras.
“Emang aneh tuh cewe! Astaga!”
Pagi telah menyapa. Malam pertama untuk pengantin baru sepertinya tidak untuk Fania dan Devan. Mereka berdua bahkan tidur terpisah.
Fania membuka matanya. Ia terkejut karena Devan duduk di sofa sebelah di mana ia tertidur.
“Lo ngapain di sini?” tanya Fania yang langsung duduk. Ia bahkan menarik selimut untuk menutupi dirinya.
“Sarapan lah. Nggak lihat di meja banyak makanan!” sahut Devan santai dengan terus mengunyah Sandwich di dalam mulutnya.
Fania menatap ke arah meja. Seketika perutnya berbunyi. Namun, karena ia gengsi. Fania memutuskan untuk mandi terlebih dahulu. Baru dia akan makan menunggu Devan pergi dari tempat duduknya.
“Kamu buruan mandi, setelah itu aku antar kamu pulang untuk mengambil barang-barangmu. Mulai malam ini kamu tinggal di apartemenku!” Devan berkata pada Fania yang hendak masuk ke kamar mandi.
Fania mendengkus kembali. Ia hanya mengangguk lalu masuk ke dalam ruangan lembab dengan sedikit kesal.
“Padahal kemarin gue dah seneng Shanum yang akan pergi dari rumah. Eh, ternyata malah gue yang pergi. Sial banget!” gerutu Fania di depan cermin.
“Makin seneng tuh mereka, gue nggak ada di rumah. Awas aja, secepatnya gue akan cari bukti jika Angela dan Shanum mereka itu hanya mengincar harta papahku!” sambung Fania. Rasanya ia ingin sekali berteriak pada Alnando agar sadar jika Angela bukan wanita yang baik.
Namun, Angela dengan mudah menghasut Alnando. Sampai akhirnya Alnando menikahi Angela meski Fania tidak setuju.
***
Devan dan Fania kini sudah berada di dalam mobil menuju kediaman Fania. Seperti biasa di dalam mobil tidak ada obrolan apapun.
Tidak lama mobil kini sampai di depan gerbang rumah Fania. Joko dengan sigap membukakan gerbang untuk mobil Devan.
Setelah terparkir sempurna di garasi. Fania turun diikuti oleh Devan. Mereka berdua bahkan disambut oleh Angela dan juga Shanum.
“Selamat datang anakku dan menantu kesayangan!” sapa Angela memeluk Fania.
Fania terdiam tidak merespon. Devan tersenyum dan berjabat tangan dengan ibu mertuanya juga Shanum—wanita yang ia tolak.
“Kita ke sini mau mengambil barang Fania. Dia mulai hari ini akan tinggal di apartemenku,” ucap Devan saat melihat Fania naik ke kamarnya.
“Iya, paham kok. Sini sambil menunggu Fania beberes ngopi dulu aja,” ajak Angela pada Devan untuk duduk di ruang tengah.
Devan pun menurut. Angela bahkan memberikan isyarat pada Shanum untuk membuatkan kopi untuk Devan. Dengan senang hati Shanum langsung berjalan ke arah dapur. Ia akan membuatkan kopi spesial untuk Devan—calon suaminya yang gagal.
Setelah kopi yang dibuat jadi. Shanum langsung memberikannya pada Devan. Devan sebenarnya sedikit risih saat Shanum menatapnya.
“Terima kasih,” ucap Devan singkat.
“Sama-sama. Semoga suka!” kata Shanum dengan bahagia. Lalu duduk di samping Devan.
Angela bahkan meninggalkan ruang tengah membiarkan Devan dan Shanum berduaan.
Dan tujuan Angela kali ini adalah kamar Fania.
“Akhirnya kamu pergi juga dari sini!” suara Angela membuat Fania menghentikan tangannya melipat baju. Fania menoleh ke sumber suara yang membuat hatinya amarah tiba-tiba.
“Meski gue pergi. Gue akan tetap pantau kalian!”
Perkataan Fania membuat Angela tersungut. “Tidak semudah itu Fania. Papahmu tidak akan percaya denganmu, ia lebih percaya dengan omonganku. Kamu sudah kehilangan sosok Alnando dan sebentar lagi kamu juga akan kehilangan suamimu!” tekan Angela lalu pergi meninggalkan kamar Fania.
Fania yang mendengar ia ingin sekali mengumpat Angela. Namun, dirinya masih bisa menahan emosi. Fania akhirnya membereskan kembali barang-barangnya. Meski hatinya rasanya ingin menjerit.
Dua jam kemudian. Fania sudah berada di apartemen Devan. Devan sudah lebih dulu masuk ke dalam kamarnya. Fania sendiri ia melihat sekeliling apartemen Devan. Ia teringat akan dirinya yang salah naik mobil membuat ia di bawa oleh Devan ke apartemennya. Karena sikap cerobohnya.
Bahkan Fania menatap ke arah sofa dimana ia waktu itu tersandung dan membuat dirinya jatuh ke tubuh Devan yang sedang terbaring tidur. Bahkan ia teringat akan umpatan Devan yang mengira dirinya wanita penggoda. Dan Fania kini hanya menggeleng mengingat hal memalukan itu.
Devan menghampiri Fania yang terdiam berdiri di ruang tengah.
“Ini barang-barang gue mau di taro di mana?” tanya Fania saat tahu Devan sudah ada di hadapannya.
“Di kamar gue!” unjuk Devan ke kamarnya. Fania bahkan ingat kamar itu.
“Enggak mau!” tolak Fania. “Emang nggak ada kamar lagi apa?”
“Ada itu!” tunjuk Devan ke arah pintu tertutup. “Kita itu udah nikah, ngapain kita tidur terpisah?”
“Gue nggak mau tidur seranjang sama lo! Lagian kita nikah cuman seratus hari.” Fania berkata tegas pada Devan.
Devan mendengkus. “Ya udah lah. Terserah kamu!”
Devan membuka pintu kamar kedua yang jarang ia tempati. Ruangannya sedikit berdebu.
“Sementara tidur di kamarku dulu. Biar kamar ini dibereskan oleh tukang bersih-bersih besok pagi.” Devan berkata sambil menutup pintu kamar.
“Nggak usah cemberut nanti cantiknya hilang!” goda Devan dengan mengecup pipi Fania.
Fania terkejut akan sikap lancang Devan padanya. Fania mengejar Devan. Namun, Devan lebih dulu menutup pintu kamarnya.
“Sial lo ya. Lancang bener cium-cium gue!” teriak Fania mengumpat Devan.
Malam pertama tinggal di apartemen Devan. Fania dan Devan tidak tidur seranjang seperti keinginan Fania. Devan akhirnya mengalah tidur di sofa yang berada di ruang tengah.Fania kini terbangun karena mendengar suara alarm dari ponselnya.Fania mengambil ponsel di nakas lalu melihat jam yang tertera di layar ponsel.“Hah! udah jam enam?” ucap Fania terkejut. Ia memilih untuk bangun dan duduk terlebih dahulu sebelum turun dari ranjang.Ia bahkan mengingat kejadian semalam saat Devan dengan lancangnya mencium dirinya. Entah kenapa hatinya merasakan hal yang aneh.“Gue benci banget sikap lancang dia! Berani banget cium pipi gue. Huh!” gerutu Fania jengkel.Fania melihat ke sekeliling ruangan kamar Devan. Ia bahkan tidak melihat batang hidung pria yang kini menjadi suaminya.“Ke mana dia? Jangan-jangan tidur di luar?” tebak Fania dan ia tidak memperdulikannya. Fania memutuskan turun dari ranjang dan berjalan menuju ruang lembab.Hampir lima belas menit berada di kamar mandi. Kini Fania ke
Fania yang sudah sampai di kampus. Ia sedikit terkejut akan panggilan dari Alnando untuk pulang ke rumah.Apalagi nada suara Alnando terdengar meninggi. Dan Fania sangat paham jika nada ayahnya seperti itu dipastikan ada masalah di rumah.Fania sudah menjawab. Namun, karena ia ada pembekalan untuk sidang skripsi. Membuat Fania meminta kepada Alnando untuk datang ke rumah malam nanti.Kini Fania sudah berada di dalam kelas. Ia membuka laptop untuk memeriksa skripsi yang sudah ia revisi semalam.“Eh, pengantin baru!” sapa Karina yang baru datang lalu duduk kursi samping Fania.“Apaan si!” sahut Fania bete karena Karina memanggil sebutan itu.“Lho memang pengantin baru ‘kan?” ledek Karina lagi.“Tau ah! Nggak usah nyebut-nyebut panggilan itu.” Fania mencebik.Karina tertawa. “Gimana rasanya malam pertama enak nggak?” tanya Karina membisik di telinga Fania.Fania melotot. “Nggak ada malam pertama, Rin. Gue aja tidur terpisah,” ucap Fania santai sambil melihat ke layar monitor.“Apa?” Kari
Devan datang ke rumah mertuanya dengan tergesa-gesa. Ia dikabari oleh Aris, saat Aris hendak memberikan tas Fania yang tertinggal di mobil. Ia tidak sengaja melihat secara langsung bagaimana Fania disudutkan dan juga dimarahi oleh Alnando. Meskipun Aris tidak paham permasalahannya apa.Namun, ia merasa kasihan kepada Fania. Membuat ia langsung mengabari bosnya untuk datang kemari.Dan benar saja ketika Devan sudah sampai di rumah mertuanya. Ia melihat secara langsung bagaimana sikap Alnando yang akan melayangkan tangan kanannya ke arah wajah istrinya.“Jangan pukul istriku!” suara Devan membuyarkan semua dan Fania bahkan terkejut akan kehadiran Devan di sini.“Seperti inikah perlakuan anda sebagai seorang ayah? Saya tidak menduga jika anda sebrutal ini terhadap putrimu!” ucap Devan menatap mertuanya secara tajam.“Dev! Fania sudah mempermainkan pernikahan dengan membuat perjanjian yang konyol! Sebagai seorang ayah, saya kecewa!” ujar Alnando. Ia kini menatap tajam ke arah Devan. “Dan
Fania terdiam menatap wajah Devan setelah lumatan mereka terlepas. Ucapan Devan membuat hatinya kini resah kembali. “Apa lo bilang barusan?” tanya Fania sekali lagi. Mereka berdua masih saling berhadapan. “Bilang apa?” Devan berbalik tanya. “Yang tadi lo ucapkan!” “Udah lupakan saja.” Devan berdiri dan ia berpura-pura melepaskan dasi yang masih melingkar di lehernya. Padahal ia hanya ingin menghindar dari pertanyaan Fania. Fania yang berbaring kini ia bangun dan duduk di atas ranjang. Fania menatap Devan yang sibuk di depan cermin. Ia juga tahu jika Devan hanya menghindar darinya. Bibir Fania kini mengembang. Melihat Devan telah masuk ke kamar mandi membuat dirinya langsung memegang bibirnya. “Gue dua kali berciuman? Astaga, ini kaya mimpi. Tapi, perlakuan om Devan bikin jantung gue nggak karuan.” Fania bergumam sambil memegang dadanya. Ada perasaan yang sulit ditebak. Fania juga tidak ingin terlena akan sikap Devan padanya. Apalagi ia belum sepenuhnya mengenal sosok suaminya
Pagi harinya Fania terbangun dengan keadaan masih berada di dekapan Devan. Fania menatap wajah Devan yang masih terlelap tidur. Mengingat kejadian semalam, membuat bibirnya tersenyum lebar.Malam tadi adalah malam pertama mereka setelah satu minggu menikah. Fania telah menyerahkan harta paling berharga yang selama ini ia jaga. Meski ia dan Riko berpacaran lama, tetapi Fania mampu menjaga tubuhnya dengan baik.Fania bahkan tidak menyangka ia sudah menyerahkan sepenuhnya pada Devan. Padahal awal menikah sudah jelas ia tidak ingin melakukan hubungan yang semestinya suami istri lakukan. Dan Fania bahkan bersih kukuh ingin tidur terpisah dengan Devan. Namun, tadi malam entah kenapa Fania dengan beraninya memperbolehkan Devan untuk menyentuh seluruh tubuhnya tanpa percuma dan tidur bersama dalam satu ranjang. Mungkinkah Fania sudah membuka hati kepada Devan?Entahlah itu hanya Fania yang tahu.Kini Fania dengan pelan memindahkan tangan Devan yang masih mendekap tubuhnya. Setelah terlepas
Riko yang melihat Fania kini memeluk pria yang telah menghajarnya. Amarahnya kian membara. Riko langsung berdiri dan menarik tangan Fania dengan keras. Fania terpental sampai ia terlepas dari dekapan Devan.Devan semakin tersungut karena pria itu masih saja bersikap kasar pada istrinya.“Jadi ini, lo minta putus karena lo sudah punya pacar baru?” bentak Riko.Fania sendiri enggan menjawab. Memang Riko belum tahu kabar dirinya yang sudah menikah. Sebab, Riko saat itu sedang pergi ke luar negeri karena ada urusan bisnisnya.“Kenapa lo diam saja? Berarti benar? Iya!” Riko hendak menampar Fania. Namun, Devan dengan cepat mencekal tangan Riko dengan kuat.Fania menutup mata dengan menadahkan tangannya ke wajahnya.“Jangan sekali-kali kamu sakiti istriku! Jika kamu masih ingin hidup tenang. Aku sudah memperingatkanmu, tapi sepertinya kamu harus diberi pelajaran biar sadar!” Devan dengan cepat memukul rahang Riko kembali. Membuat Riko tersungkur ke bawah.Riko membelalak mendengar sebutan ‘i
Acara makan siang telah usai. Fania bahagia karena Devan bukan hanya menyiapkan makan siang spesial. Namun, Devan juga memberikan hadiah berupa kalung berlian.Fania sangat senang apalagi kalung berlian yang diberikan oleh Devan adalah kalung limited edition.Kini Fania sudah sampai di rumah. Devan mengantar Fania pulang untuk beristirahat. Sedangkan dia sendiri, kembali ke kantor untuk menemui pertemuan meeting dengan investor baru.Fania memandangi kalung berlian yang menempel di lehernya.“Cantik banget sumpah kalungnya,” gumam Fania. “Duh! Kalo gue diginiin terus, yang ada hati gue cepat luluh! Sekarang aja udah mulai terbuka sedikit!” ucap Fania berbicara pada cermin.“Nggak nyangka, om Devan tenyata pria yang perhatian dan baik banget. Gue kira dia orangnya ngeselin. Tapi, setelah apa yang om Devan lakukan untuk gue. Hati gue menjadi berbeda. Apa jangan-jangan gue jatuh cinta ke om Devan?” Fania bertanya pada dirinya sendiri. Ia menatap cermin seakan-akan meminta memberikan jawa
“Kamu lihat siapa, Mas?” tanya Fania membuyarkan penglihatan Devan saat ini.“Ah, tidak. Tidak lihat siapa-siapa,” sahut Devan.Fania hanya membulatkan bibirnya berucap oh.Di perjalanan, pikiran Devan masih memikirkan orang yang tadi ia lihat saat keluar gedung. Dia sangat mengenal orang itu. Dan ia yakin penglihatannya tidak salah.“Kenapa Alya ada di sini? Bukannya dia tinggal di Eropa bersama suaminya?” batin Devan menerka-nerka.Namun, pikiran Devan langsung menepis. Dia sudah tidak ada hubungan apa pun lagi dengan Alya—mantan kekasihnya dulu. Dan Devan berusaha untuk tidak mengingat-ingat wanita yang sudah membuat hatinya patah hati cukup lama.Devan mengalihkan tatapannya menatap istrinya yang terlelap. Dia sudah mempunyai Fania saat ini. Meski awal pernikahan mereka bisa dibilang pernikahan konyol. Akan tetapi, sekarang perasaan Devan pada Fania sudah bukan main-main.Mobil yang ia kendarai kini berhenti disalah satu rumah makan khas sunda.Devan mengguncangkan tubuh Fania sec