Seisi ruangan tamu langsung terbungkam saat mendengar suara pria paruh bayar muncul dari dalam. Hal itu membuat Angela dan Beni tersentak kaget seketika.“Papah!” seru Angela. “Kamu—,” jedanya tak bisa melanjutkan ucapannya karena Alnando langsung menyela.“Proses akan tetap dilanjutkan! Itu sudah menjadi keputusanku!” tegas Alnando. Beni kali ini terdiam tak bisa ikut membantah. Angela sendiri langsung membuang muka tak suka.Fania pun kini berdiri dan melangkah menghampiri ayahnya. “Pah, sudahlah kita bicarakan secara baik-baik saja, ya, Pah.” Ia mencoba membujuk ayahnya yang terlihat sangat kesal.Alnando pun mengangguk setuju. Ia duduk di dekat Fania kali ini karena memang ruang tamu apartemen Devan cukup luas.“Shanum!” panggil Alnando dengan nada tinggi. “Cepat kamu minta maaf kepada Fania. Papah ingin melihat permohonan maafmu dengan tulus,” sambungnya lagi dengan mengedikan dagunya agar Shanum berdiri.‘Aku makin benci sama Papah! Beraninya dia bicara dengan nada tinggi di ha
Angela dan Beni tampak pucat pasi saat mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh Alnando. Namun, keberuntungan masih berpihak padanya, mereka berhasil pergi karena Alnando dipanggil oleh sang menantu. Sebelum ia masuk ke dalam, Alnando memerintahkan kepada Beni untuk kembali ke kantor. Beni pun hanya mengiyakan tanpa membantah.Di perjalanan pulang. Angela masih saja menggerutu sepanjang jalan.“Aku kok curiga jika Alnando memang sudah mengetahui hubungan ini, Ben!” ucap Angela. “Jika sampai dia tahu, kita harus bertindak lebih cepat! Lakukan sesuatu, Ben. Jangan diam saja!” kesalnya karena Beni sedari tadi tak merespon.“Ben!” bentak Angela kali ini.“Kamu tenang, Sayang. Aku juga lagi berpikir sedari tadi! Jika kamu ngomong terus yang ada, masalah ini nggak akan menemukan solusi!” geram Beni. Angela pun kini terdiam.Tidak lama, mobil yang di tumpangi Angela kini sudah sampai di kediaman Alnando.“Kamu istirahatlah, biar rencana selanjutnya aku saja yang memikirkan,” titah Beni dengan
Satu bulan pun berlalu. Kehidupan Fania dan Devan kini sudah memasuki rutinitas normal seperti biasa. Keadaan Fania juga sangat lebih baik. Ia sekarang sudah tidak menggunakan perawat di rumahnya. Dan saat konsultasi ke dokter Psikiater. Fania sudah dinyatakan sembuh dari gangguan kecemasan yang ia alami pasca musibah yang menimpa di apartemen Riko.Dan yang membuat Fania lega adalah Riko sudah mendapatkan hukuman yang setimpal atas apa yang ia buat.Lalu saat ini Fania dan Devan sedang menikmati sarapan bersama yang dibuatkan oleh bi Darmi.“Kamu yakin hari ini akan kembali ke toko?” tanya Devan memastikan.“Iya, Mas. Aku sudah sembuh, kok. Kamu nggak perlu khawatir.” Fania berkata serius kepada suaminya.“Syukurlah, kalau gitu. Aku jadi nggak cemas sekarang. Tetapi, aku akan tetap mengawasimu, Sayang. Aku sudah mencari orang untuk menjaga tokomu dan orang itu merekap juga sebagai sopir. Jadi, jika pak Aris tak masuk. Kamu tetap akan diantar oleh dia. Namanya Heru, mungkin dia sekara
Setelah memasuki hotel yang sudah di reservasi oleh Reihan waktu itu. Kini Devan langsung mengajak istrinya naik ke kamar hotel bintang 5 yang berada di lantai 9.Namun, sebelum naik lift. Devan bertemu dengan pengacara Fatih yang kemarin telah mengurus kasus istrinya.“Pak Fatih?” sapa Devan saat berada di lobi hotel.“Pak Devan, senang bertemu Anda di sini,” sahut Fatih dengan sopan.Devan mengangguk. “Kenalkan ini istriku yang kemarin Anda mengurus kasusnya,” unjuknya mengarah pada Fania yang berdiri di samping kirinya.“Fatih.”“Fania. Terima kasih, Pak Fatih atas kerja kerasmu, akhirnya kasus saya menang di pengadilan.” Fania memuji kinerja Fatih yang gesit.“Sama-sama, bu Fania. Aku harap tidak akan ada lagi kejadian seperti itu, tetap waspada di mana pun Anda berada. Karena kejahatan kadang datang tak terduga,” ujar Fatih memperingatkan.Fania mengangguk paham, apa yang dikatakan oleh pengacaranya. Devan yang teringat akan hari pernikahan Fatih tempo lalu ia pun memberi ucapan.
Sore hari yang cerah. Dengan udara segar dan ditambah cahaya langit yang sudah berubah warna menjadi jingga. Mereka menjadi saksi untuk kejutan kedua yang Devan berikan kepada sang istri.Fania sendiri langsung menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya. Ia tidak menyangka akan diberi hadiah bunga mawar merah sebesar itu. Ia pun menerima lalu membaca isi pesan yang menggantung di dekat pita hitam berbentuk love di atas bunga.‘Aku tidak bisa membayangkan diriku, tanpamu. Terima kasih untuk selalu bersamaku. Aku mencintaimu, istriku tersayang.’ Itulah pesan yang tertulis ungkapan hati Devan kepada Fania. Karena baginya, sang istri adalah harta paling berharga yang ia punya saat ini.“Terima kasih lagi, Mas.” Fania berkata sambil terisak. Menurutnya, kali ini hari paling istimewa, apalagi banyak sekali kejutan yang ia dapatkan di hari ini pula. Bukan hanya bunga saja, ternyata Devan sudah menyiapkan cincin berlian unilimited edition keluaran terbaru dari London. Cincin berlian
Setelah mengiyakan permintaan dari istrinya. Devan langsung mengabari ibu mertuanya, Elfina. Ia sengaja memberi tahu tentang permintaan Fania kepada mertuanya. Elfina akhirnya menyetujui apa yang sudah Devan katakan kepada ibu mertuanya itu.“Terima kasih, Bu. Mungkin ini akan menjadi kunjungan kami yang paling terkesan.” Devan berkata melalui panggilan telepon sebelum penerbangan.Ia sengaja menghubungi ibu mertuanya itu saat ia sedang melakukan ceck in, sementara istrinya menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan. Yang membuat Devan lebih leluasa mengobrol dengan Elfina, karena Reihan dan Karina sudah lebih dulu tiba di bandara. Devan sudah berbicara kepada Reihan untuk mengalihkan Fania agar tak curiga.Di ruang tunggu, Fania dan Karina saling melepas kerinduan setelah sekian lama tak bertemu. Kehamilan Karina yang sudah memasuki usia 6 bulan. Membuat perutnya sekarang sudah terlihat membuncit. Fania begitu gemas melihat sahabatnya yang kini mulai menggembul.“Gimana rasanya h
Fania menggeleng pelan. “Tidak, kok. Yuk, lanjut pose lagi aja. Cis.” Ia berpose dua jari dengan tersenyum. Karina pun tak membahas lagi, ia juga ikut berpose dua jari seperti Fania.Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam karena hidangan makanan sudah disajikan. Tidak ada obrolan apa pun, mereka semua sibuk dengan makanannya masing-masing.Tak berselang lama, setelah makan selesai. Devan mengajak semuanya untuk melanjutkan kembali ke hotel. Untung saja acara pesta ayahnya digelar esok lusa. Membuat ia dan semua rombongannya bisa beristirahat dengan leluasa pagi ini.“Mas, Papah Alnando tadi mengabari, jika ia sudah sampai di sini,” kata Fania mengarah pada Devan yang sibuk di layar ponsel.“Syukurlah, kalau sudah sampai. Apakah Beni ikut?” tanya Devan memastikan.Fania mengangguk. “Aku kasihan sama Papah, Mas. Dia harus berpura-pura saat tahu jika mamah Angela ternyata menduakan dia. Aku sudah bilang suruh ceraikan. Tetapi, Papah malah menolak. Alasannya, Papah ingin tahu apa yang mem
Alnando terdiam membeku saat wanita berkucir kuda itu pergi begitu saja. Ada sesuatu hal yang tak asing saat menatap kedua mata wanita itu. Ia merasa mengenal sorot mata dengan bulu yang lentik meski mata itu tak muda lagi.“Elfina?” celetuk Alnando kemudian saat ia menyadari jika kedua mata itu seperti milik istri pertamanya.Alnando hendak mengejar wanita itu. Namun, sayangnya wanita berkucir kuda yang ia lihat barusan sudah tak terlihat. Wanita itu sudah naik bus berwarna merah. Alnando hendak mengejar, tetapi kecepatan bus tidak bisa ia hentikan. Dengan perasaan yang tak karuan, serta kerinduan sosok cinta pertamanya. Membuat Alnando hanya bisa tersungkur di tengah jalan, untungnya keadaan masih sepi karena pagi ini salju turun meski tidak lebat.‘Apa itu kau, Elfina? Atau hanya rasa rindu membuat orang lain ku anggap dirimu?’ gumam Alnando tak kuasa menahan cairan bening hangat yang kini luruh ke kedua pipi.Sungguh, dari lubuk hatinya yang terdalam. Ia sangat merindukan sosok E