Setelah memasuki hotel yang sudah di reservasi oleh Reihan waktu itu. Kini Devan langsung mengajak istrinya naik ke kamar hotel bintang 5 yang berada di lantai 9.Namun, sebelum naik lift. Devan bertemu dengan pengacara Fatih yang kemarin telah mengurus kasus istrinya.“Pak Fatih?” sapa Devan saat berada di lobi hotel.“Pak Devan, senang bertemu Anda di sini,” sahut Fatih dengan sopan.Devan mengangguk. “Kenalkan ini istriku yang kemarin Anda mengurus kasusnya,” unjuknya mengarah pada Fania yang berdiri di samping kirinya.“Fatih.”“Fania. Terima kasih, Pak Fatih atas kerja kerasmu, akhirnya kasus saya menang di pengadilan.” Fania memuji kinerja Fatih yang gesit.“Sama-sama, bu Fania. Aku harap tidak akan ada lagi kejadian seperti itu, tetap waspada di mana pun Anda berada. Karena kejahatan kadang datang tak terduga,” ujar Fatih memperingatkan.Fania mengangguk paham, apa yang dikatakan oleh pengacaranya. Devan yang teringat akan hari pernikahan Fatih tempo lalu ia pun memberi ucapan.
Sore hari yang cerah. Dengan udara segar dan ditambah cahaya langit yang sudah berubah warna menjadi jingga. Mereka menjadi saksi untuk kejutan kedua yang Devan berikan kepada sang istri.Fania sendiri langsung menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya. Ia tidak menyangka akan diberi hadiah bunga mawar merah sebesar itu. Ia pun menerima lalu membaca isi pesan yang menggantung di dekat pita hitam berbentuk love di atas bunga.‘Aku tidak bisa membayangkan diriku, tanpamu. Terima kasih untuk selalu bersamaku. Aku mencintaimu, istriku tersayang.’ Itulah pesan yang tertulis ungkapan hati Devan kepada Fania. Karena baginya, sang istri adalah harta paling berharga yang ia punya saat ini.“Terima kasih lagi, Mas.” Fania berkata sambil terisak. Menurutnya, kali ini hari paling istimewa, apalagi banyak sekali kejutan yang ia dapatkan di hari ini pula. Bukan hanya bunga saja, ternyata Devan sudah menyiapkan cincin berlian unilimited edition keluaran terbaru dari London. Cincin berlian
Setelah mengiyakan permintaan dari istrinya. Devan langsung mengabari ibu mertuanya, Elfina. Ia sengaja memberi tahu tentang permintaan Fania kepada mertuanya. Elfina akhirnya menyetujui apa yang sudah Devan katakan kepada ibu mertuanya itu.“Terima kasih, Bu. Mungkin ini akan menjadi kunjungan kami yang paling terkesan.” Devan berkata melalui panggilan telepon sebelum penerbangan.Ia sengaja menghubungi ibu mertuanya itu saat ia sedang melakukan ceck in, sementara istrinya menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan. Yang membuat Devan lebih leluasa mengobrol dengan Elfina, karena Reihan dan Karina sudah lebih dulu tiba di bandara. Devan sudah berbicara kepada Reihan untuk mengalihkan Fania agar tak curiga.Di ruang tunggu, Fania dan Karina saling melepas kerinduan setelah sekian lama tak bertemu. Kehamilan Karina yang sudah memasuki usia 6 bulan. Membuat perutnya sekarang sudah terlihat membuncit. Fania begitu gemas melihat sahabatnya yang kini mulai menggembul.“Gimana rasanya h
Fania menggeleng pelan. “Tidak, kok. Yuk, lanjut pose lagi aja. Cis.” Ia berpose dua jari dengan tersenyum. Karina pun tak membahas lagi, ia juga ikut berpose dua jari seperti Fania.Setelah itu, mereka pun masuk ke dalam karena hidangan makanan sudah disajikan. Tidak ada obrolan apa pun, mereka semua sibuk dengan makanannya masing-masing.Tak berselang lama, setelah makan selesai. Devan mengajak semuanya untuk melanjutkan kembali ke hotel. Untung saja acara pesta ayahnya digelar esok lusa. Membuat ia dan semua rombongannya bisa beristirahat dengan leluasa pagi ini.“Mas, Papah Alnando tadi mengabari, jika ia sudah sampai di sini,” kata Fania mengarah pada Devan yang sibuk di layar ponsel.“Syukurlah, kalau sudah sampai. Apakah Beni ikut?” tanya Devan memastikan.Fania mengangguk. “Aku kasihan sama Papah, Mas. Dia harus berpura-pura saat tahu jika mamah Angela ternyata menduakan dia. Aku sudah bilang suruh ceraikan. Tetapi, Papah malah menolak. Alasannya, Papah ingin tahu apa yang mem
Alnando terdiam membeku saat wanita berkucir kuda itu pergi begitu saja. Ada sesuatu hal yang tak asing saat menatap kedua mata wanita itu. Ia merasa mengenal sorot mata dengan bulu yang lentik meski mata itu tak muda lagi.“Elfina?” celetuk Alnando kemudian saat ia menyadari jika kedua mata itu seperti milik istri pertamanya.Alnando hendak mengejar wanita itu. Namun, sayangnya wanita berkucir kuda yang ia lihat barusan sudah tak terlihat. Wanita itu sudah naik bus berwarna merah. Alnando hendak mengejar, tetapi kecepatan bus tidak bisa ia hentikan. Dengan perasaan yang tak karuan, serta kerinduan sosok cinta pertamanya. Membuat Alnando hanya bisa tersungkur di tengah jalan, untungnya keadaan masih sepi karena pagi ini salju turun meski tidak lebat.‘Apa itu kau, Elfina? Atau hanya rasa rindu membuat orang lain ku anggap dirimu?’ gumam Alnando tak kuasa menahan cairan bening hangat yang kini luruh ke kedua pipi.Sungguh, dari lubuk hatinya yang terdalam. Ia sangat merindukan sosok E
Keesokan harinya, pesta kebahagiaan untuk Sam dan Berliana pun tiba. Fania dan Devan sudah bersiap-siap menuju lokasi pesta, yang tak jauh dari hotel mereka menginap. Fania kali ini memakai dress bruket berwarna cokelat muda senada dengan sepatu hak tinggi dan tasnya. Rambutnya sengaja ia gerai. Sungguh membuat Fania tampak begitu anggun.Setelah semua siap, Fania dan Karina kini masuk ke dalam mobil, mereka duduk di bagian belakang. Karena kali ini tidak menggunakan sopir, membuat Reihan menawarkan diri untuk mengemudi menuju lokasi pesta yang memang tak terlalu jauh . Devan pun tak mempermasalahkan hal itu.Sementara di hotel, kedua pegawainya memang tidak ikut ke acara pesta. Mereka berdua disewakan pemandu wisata oleh Fania untuk mengajak mereka berdua keliling di Menara Eiffel dan tempat wisata yang lain.Setelah melakukan perjalanan kurang lebih 25 menit dari hotel Shangri La Paris, kini rombongan Fania sudah sampai di hotel berbintang yang dijadikan tempat pesta pernikahan me
Di koridor hotel, raut wajah Devan kini penuh amarah, bahkan tangan kanannya mengepal erat. Ia sudah mendengar semua dari Reihan yang tak sengaja menguping perbincangan antara Angela dan Beni yang akan merencanakan sesuatu untuk mertuanya.Reihan pun memberi saran kepada bosnya untuk bergerak cepat agar bisa menggagalkan rencana mereka berdua.“Tuan, lebih baik kita pasang saja kamera kecil untuk memantau mereka, dan alat itu juga bisa menjadi bukti jika tuan Alnando dalam bahaya,” saran Reihan saat berbincang berdua di kursi tamu.“Ya, ide kamu bagus juga, Rei. Kamu cari seseorang untuk memasang kamera itu di seluruh ruangan kediaman mertuaku. Kalau bisa di mobil yang biasa Papah pakai juga harus dipasang, kita tidak tahu rencana apa yang sedang mereka buat, hanya untuk berjaga-jaga saja,” terang Devan. Reihan pun mengangguk paham.“Aku akan menghubungi kerabatku yang biasa melakukan pemasangan kamera, Tuan,” ucap Reihan.Devan menyerahkan semua kepada Reihan. Ia juga sudah menghubu
Fania tak menyangka jika seseorang yang di hadapannya kini benar-benar mirip dengan ibunya.“I ... i-bu?” panggil Fania sekali lagi.Wanita paruh baya itu mendekat menghampiri Fania yang terdiam kaku di tempat.“Nak .... I-ni ibu,” ucap Elfina lirih. Air matanya luruh begitu deras.Fania menggeleng pelan. Sungguh ini seperti mimpi, entah ini kenyataan atau tidak, ia merasa aneh dan bingung. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Fania masih terkejut akan semua ini.Elfina memegang wajah Fania dengan pelan saat ia sudah berdiri di jarak yang dekat. Tangannya bergetar saat jemari menyentuh pipi putrinya yang basah oleh air mata.“Maafkan Ibu, Nak. Maafkan, Ibu!” sesal Elfina yang langsung memeluk tubuh Fania.“Pasti saat ini kamu benci sama Ibu. Kamu marah pun tidak apa, Nak. Memang Ibu yang salah, kamu menderita selama ini karena Ibu, Ibu ... Ibu sangat menyesal, Nak,” sambung Elfina mengungkapkan semua penyesalannya selama ini.Sedangkan Fania, ia masih terdiam membisu dengan wajah yang bas