Alnando dan Iyas kini tiba di rumah sakit di mana Fania dirawat. Alnando mengizinkan Iyas ikut, karena ia tahu. Fania dekat dengan pembantunya itu.Alnando juga sudah menghubungi Devan saat ia berada di perjalanan. Devan yang sengaja menyembunyikan kasus ini dari Alnando. Harus pasrah saat tahu jika ayah kandung istrinya itu kini telah mengetahui apa yang sudah dialami oleh putrinya.“Pah!” sapa Devan saat Alnando masuk ke dalam ruangan.Alnando mengangguk pelan. Matanya terasa panas saat melihat putri kesayangannya kini terbaring dengan luka di keningnya. Ia mendekat ke arah brankar. Lalu mengusap tangan putrinya secara pelan. Fania yang memang sudah sadar, ia pun membuka matanya secara perlahan saat merasakan sentuhan di jemarinya.“Papah!” panggil Fania kaget. Padahal ia sudah memberitahu suaminya agar merahasiakan hal ini.“Iya, Nak. Ini Papah. Kamu sudah lebih baik?” tanya Alnando penuh perhatian.Fania mengangguk. “Iya, Pah. Aku sudah baikkan. Ini semua berkat mas Devan. Dia me
Setelah menjalani perawatan selama kurang lebih lima hari. Kini Fania sudah diperbolehkan pulang ke rumahnya. Devan bahkan sampai menyewa perawat untuk menjaga istrinya. Ia takut jika trauma yang dialami istrinya akan datang kembali, meski kata dokter Psikiater sudah dinyatakan sembuh.Fania kali ini dalam perjalanan pulang dan yang menjadi sangat terkesan adalah Alnando ikut mengantar pulang ke apartemennya. Ini pertama kalinya bagi Alnando datang ke kediaman Fania semenjak menikah.“Terima kasih, Pah. Sudah mau mengantar Fania sampai rumah.” Fania berkata sembari memeluk pinggang ayahnya.“Ya, Nak. Sama-sama. Maafkan, Papah, karena ini menjadi kunjungan Pertama Papah ke rumahmu. Padahal usia pernikahanmu hampir satu tahun.” Alnando berkata dengan nada bersalah.“Sudah, Pah. Tidak perlu Papah risaukan. Yang penting, Papah mau mampir aja, aku sudah senang banget.” Fania berkata sembari mengusap air mata Alnando yang tiba-tiba menetes.“Dari pada bersedih, mending kita makan siang ba
Seisi ruangan tamu langsung terbungkam saat mendengar suara pria paruh bayar muncul dari dalam. Hal itu membuat Angela dan Beni tersentak kaget seketika.“Papah!” seru Angela. “Kamu—,” jedanya tak bisa melanjutkan ucapannya karena Alnando langsung menyela.“Proses akan tetap dilanjutkan! Itu sudah menjadi keputusanku!” tegas Alnando. Beni kali ini terdiam tak bisa ikut membantah. Angela sendiri langsung membuang muka tak suka.Fania pun kini berdiri dan melangkah menghampiri ayahnya. “Pah, sudahlah kita bicarakan secara baik-baik saja, ya, Pah.” Ia mencoba membujuk ayahnya yang terlihat sangat kesal.Alnando pun mengangguk setuju. Ia duduk di dekat Fania kali ini karena memang ruang tamu apartemen Devan cukup luas.“Shanum!” panggil Alnando dengan nada tinggi. “Cepat kamu minta maaf kepada Fania. Papah ingin melihat permohonan maafmu dengan tulus,” sambungnya lagi dengan mengedikan dagunya agar Shanum berdiri.‘Aku makin benci sama Papah! Beraninya dia bicara dengan nada tinggi di ha
Angela dan Beni tampak pucat pasi saat mendengar tuduhan yang dilontarkan oleh Alnando. Namun, keberuntungan masih berpihak padanya, mereka berhasil pergi karena Alnando dipanggil oleh sang menantu. Sebelum ia masuk ke dalam, Alnando memerintahkan kepada Beni untuk kembali ke kantor. Beni pun hanya mengiyakan tanpa membantah.Di perjalanan pulang. Angela masih saja menggerutu sepanjang jalan.“Aku kok curiga jika Alnando memang sudah mengetahui hubungan ini, Ben!” ucap Angela. “Jika sampai dia tahu, kita harus bertindak lebih cepat! Lakukan sesuatu, Ben. Jangan diam saja!” kesalnya karena Beni sedari tadi tak merespon.“Ben!” bentak Angela kali ini.“Kamu tenang, Sayang. Aku juga lagi berpikir sedari tadi! Jika kamu ngomong terus yang ada, masalah ini nggak akan menemukan solusi!” geram Beni. Angela pun kini terdiam.Tidak lama, mobil yang di tumpangi Angela kini sudah sampai di kediaman Alnando.“Kamu istirahatlah, biar rencana selanjutnya aku saja yang memikirkan,” titah Beni dengan
Satu bulan pun berlalu. Kehidupan Fania dan Devan kini sudah memasuki rutinitas normal seperti biasa. Keadaan Fania juga sangat lebih baik. Ia sekarang sudah tidak menggunakan perawat di rumahnya. Dan saat konsultasi ke dokter Psikiater. Fania sudah dinyatakan sembuh dari gangguan kecemasan yang ia alami pasca musibah yang menimpa di apartemen Riko.Dan yang membuat Fania lega adalah Riko sudah mendapatkan hukuman yang setimpal atas apa yang ia buat.Lalu saat ini Fania dan Devan sedang menikmati sarapan bersama yang dibuatkan oleh bi Darmi.“Kamu yakin hari ini akan kembali ke toko?” tanya Devan memastikan.“Iya, Mas. Aku sudah sembuh, kok. Kamu nggak perlu khawatir.” Fania berkata serius kepada suaminya.“Syukurlah, kalau gitu. Aku jadi nggak cemas sekarang. Tetapi, aku akan tetap mengawasimu, Sayang. Aku sudah mencari orang untuk menjaga tokomu dan orang itu merekap juga sebagai sopir. Jadi, jika pak Aris tak masuk. Kamu tetap akan diantar oleh dia. Namanya Heru, mungkin dia sekara
Setelah memasuki hotel yang sudah di reservasi oleh Reihan waktu itu. Kini Devan langsung mengajak istrinya naik ke kamar hotel bintang 5 yang berada di lantai 9.Namun, sebelum naik lift. Devan bertemu dengan pengacara Fatih yang kemarin telah mengurus kasus istrinya.“Pak Fatih?” sapa Devan saat berada di lobi hotel.“Pak Devan, senang bertemu Anda di sini,” sahut Fatih dengan sopan.Devan mengangguk. “Kenalkan ini istriku yang kemarin Anda mengurus kasusnya,” unjuknya mengarah pada Fania yang berdiri di samping kirinya.“Fatih.”“Fania. Terima kasih, Pak Fatih atas kerja kerasmu, akhirnya kasus saya menang di pengadilan.” Fania memuji kinerja Fatih yang gesit.“Sama-sama, bu Fania. Aku harap tidak akan ada lagi kejadian seperti itu, tetap waspada di mana pun Anda berada. Karena kejahatan kadang datang tak terduga,” ujar Fatih memperingatkan.Fania mengangguk paham, apa yang dikatakan oleh pengacaranya. Devan yang teringat akan hari pernikahan Fatih tempo lalu ia pun memberi ucapan.
Sore hari yang cerah. Dengan udara segar dan ditambah cahaya langit yang sudah berubah warna menjadi jingga. Mereka menjadi saksi untuk kejutan kedua yang Devan berikan kepada sang istri.Fania sendiri langsung menutup bibirnya dengan kedua telapak tangannya. Ia tidak menyangka akan diberi hadiah bunga mawar merah sebesar itu. Ia pun menerima lalu membaca isi pesan yang menggantung di dekat pita hitam berbentuk love di atas bunga.‘Aku tidak bisa membayangkan diriku, tanpamu. Terima kasih untuk selalu bersamaku. Aku mencintaimu, istriku tersayang.’ Itulah pesan yang tertulis ungkapan hati Devan kepada Fania. Karena baginya, sang istri adalah harta paling berharga yang ia punya saat ini.“Terima kasih lagi, Mas.” Fania berkata sambil terisak. Menurutnya, kali ini hari paling istimewa, apalagi banyak sekali kejutan yang ia dapatkan di hari ini pula. Bukan hanya bunga saja, ternyata Devan sudah menyiapkan cincin berlian unilimited edition keluaran terbaru dari London. Cincin berlian
Setelah mengiyakan permintaan dari istrinya. Devan langsung mengabari ibu mertuanya, Elfina. Ia sengaja memberi tahu tentang permintaan Fania kepada mertuanya. Elfina akhirnya menyetujui apa yang sudah Devan katakan kepada ibu mertuanya itu.“Terima kasih, Bu. Mungkin ini akan menjadi kunjungan kami yang paling terkesan.” Devan berkata melalui panggilan telepon sebelum penerbangan.Ia sengaja menghubungi ibu mertuanya itu saat ia sedang melakukan ceck in, sementara istrinya menunggu di ruang tunggu yang sudah disediakan. Yang membuat Devan lebih leluasa mengobrol dengan Elfina, karena Reihan dan Karina sudah lebih dulu tiba di bandara. Devan sudah berbicara kepada Reihan untuk mengalihkan Fania agar tak curiga.Di ruang tunggu, Fania dan Karina saling melepas kerinduan setelah sekian lama tak bertemu. Kehamilan Karina yang sudah memasuki usia 6 bulan. Membuat perutnya sekarang sudah terlihat membuncit. Fania begitu gemas melihat sahabatnya yang kini mulai menggembul.“Gimana rasanya h