"Waaaaahhhh!! Enak sekali..." kata Jaya penuh semangat ketika mencoba nasi goreng yang dibuat Rama.
"Masakan ini kaya akan bumbu, bahkan ada telur dan suiran ayam." kata pak Bima ikut berkomentar. "Enak sekali nakk... kapan kamu menyiapkan semua ini?" tanya ibu Sri juga. Rama hanya tersenyum ketika keluarganya menikmati masakan sederhana yang ia buat. Padahal nasi gorengnya dibuat dengan bumbu kemasan. Sepulang dari sungai, Rama langsung mengeluarkan kompor gas kecil dan memasak nasi goreng, menggoreng telur dan menyuir ayam goreng. Kemudian ditambah dengan bawang goreng. Semua dibeli di onshop! Semua terasa mudah dengan onshop, kendalanya token Rama di onshop mulai menipis. Rama berpikir akan membeli beberapa sabun dan shampo sachet untuk dijual dan mengisi token onshopnya. "Apa nama masakan ini Ram?" tanya Jaya. "Nasi goreng spesial" Jelas Rama. "Ini... Nasi?" Tanya ibu dengan raut wajah kaget. "Nasi yang cuma para pejabat tinggi yang bisa memakannya?" Tanya Jaya memastikan. Saking lamanya tidak makan nasi, mereka sampai lupa bentuk nasi. Bahkan pak Bima juga ikut kaget dan kebingungan darimana Rama bisa menyiapkan semua bahan masakannya. "Coba kamu jujur nak, bagaimana bisa kamu mendapatkan nasi? Bahan masakan ini kan langka..." desak pak Bima. "Eeee..."Rama bingung ingin berbohong seperti apa lagi. Apa ia harus jujur? "Nanti Pak, nanti Rama jelaskan." elaknya lagi. "Jelaskan sekarang Rama!" kata pak Bima tegas dengan sorot mata tajam. "Kita ini keluarga nak, kita harus saling jujur dan terbuka." kata Ibu Sri. "Benar Ram, kalau ada apa-apa kan kita bisa saling melindungi." sambung Jaya meyakinkan. Rama menarik napas dan menghelanya sebelum akhirnya bicara. Ketika ia berpikir,layar sistem belanja pun muncul. Kali ini Rama mengetik buah anggur dan pisang. Seketika dari layar notifikasi muncul, [Pesanan dikonfirmasi] Dan layar pun mengeluarkan pisang dan anggur dari dalam kotak. "Eeehhh!!!!" Pak Bima dan Jaya langsung bersuara, sedangkan ibu Sri langsung lemas. Apa yang anaknya lakukan seperti sihir. "Ssstttt..." Kata Rama menenangkan."ini namanya buah anggur dan pisang..." jelas Rama. "Kami tau ini pisang, tapi baru kali ini ada pisang semulus dan sebagus ini." kata Jaya. "Apa itu tadi? Apa itu sihir?" tanya pak Bima masih terlihat syok. "Rama tidak bisa bilang ini bukan sihir pak, tapi aku berani jamin ini bukan pesugihan." jelas Rama lagi, masih sempat membuat lelucon. "Kapan kamu mendapatkan kekuatan ini?" tanya ibu Sri. "Ketika aku bangun dari sakit bu, aku bisa mengeluarkan barang yang kuinginkan." jelas Rama, 'meskipun semua harus dibayar.'lanjutnya fi dalam hati. "Kue bownies itu, dari kekuatanmu juga Ram?" tanya pak Bima. "Iya Pak, sabun dan shampo juga..." "Waaaahhh...kalau begitu hidup kita sepertinya akan nyaman nantinya bu, Pak..." kata Jaya penuh semangat. "Tapi kalau bisa rahasiakan kekuatan ini, kamu bisa dimanfaatkan nantinya Rama." Kata ibu Sri dengan sorot wajah khawatir. "Tenang saja bu, Rama akan berhati-hati. Rama berencana jadi pedagang mengatas namakan utusan barat." Bapak mengangguk setuju, warga tidak akan curiga jika dikatakan barang-barang ini dari barat. "Baiklah, sebaiknya kita lanjutkan makan. Bapak percaya kamu Rama..." "Terima kasih pak..." "Ram, selain buah tadi kamu masih bisa keluarin baju tidak?" "Aku harus isi token dulu ya kak." "Token?" "Iya, token... kakak punya uang berapa?" "Masih pakai uang Ram?" tanya Jaya muram. Rama mengangguk sambil mengunyah nasi gorengnya. "1 perunggu juga bisa..." lanjutnya. Mata Jaya langsung berbinar mendengar semurah itu. Ia langsung mengelurkan 2 perunggu dari kantong uangnya. Rama menerimanya, mengeluarkan layar sistem dan mengklik pakaian. Rama memilih beberapa kaos sederhana berwarna biru dan putih. Serta celana berbahan katun yg panjang berwarna hitam dan navi. "Uwaaah...." Jaya langsung melompat kegirangan. Melihat kualitas kain yang sangat bagus dan lembut. Bahkan baju kaos ini berwarna sangat putih. Jaya memeluk dan menciumi pakaian ditangannya."Terima kasih Ram..."katanya. Rama mengangguk, kemudian memilih beberapa baju kaos simple untuk bapak dan tunik untuk ibu. Sebenarnya Rama bisa saja memilih yang lebih bagus, namun seperti yang Rama pikirkan. Jangan terlalu menarik perhatian! "Bagus sekali nak..." Ibu menatap tunik berwarna merah maroon ditangannya, bahannya lembut dan jatuh. Saat di remas tidak membuat kain berbekas. Rama tersenyum puas menatap wajah keluarga barunya yang terlihat bahagia. Rama modern memimpikan ini, membelikan hadiah untuk keluarganya. 'Terima kasih Tuhan...' Sehabis makan, Rama duduk di teras rumah. Memandangi langit malam yang dipenuhi bintang. Tidak ada hujan hari ini, langit terlihat cerah. Pemandangan yang tidak akan Rama temui di masa modern, karena perkotaan dipenuhi dengan lampu-lampu, membuat langit malam tidak terlihat. Malam ini keluarga Adipati merasakan syukur yang teramat luar biasa. Rama sembuh dari sakit saja sudah suatu keajaiban, bisa makan enak, memakai baju bagus dan tubuh yang bersih. Akan seperti apa kehidupan mereka berubah? Rama berpikir dengan sederhana, kehidupannya saat ini adalah kesempatan kedua yang Tuhan berikan padanya, ia hanya ingin menikmatinya, mengumpulkan banyak uang dan membahagiakan keluarga barunya. Sisa-sisa dari pikiran Rama terdahulu, menyelimuti hatinya. Entah bagaimana nasib Rama si pemilik tubuh yang asli? Yang kini Rama rasakan hanya pikirannya dan pikiran pemilik tubuh asli kini bersatu. "Ngapain kamu melihat langit?" tanya Jaya yang akan berangkat jaga malam. "Menatap bintang bang..." "Hah bintang?" Terkadang Jaya masih bingung dengan perkataan Rama, semenjak bangun dari sakit, Rama selalu mengatakan beberapa kata yang sulit dimengerti. Rama hanya tersenyum, jari telunjuknya mengarah ke langit. "Benda kecil yang bersinar terang itu namanya bintang!" katanya menjelaskan. Jaya hanya mengangguk paham, meskipun ia masih kebingungan melihat Rama yang menatap bintang di langit. *** Rama telah melakukan penyemprotan insektisida sebanyak 4 kali dengan rentang waktu per 3 hari, tanaman cabai mulai terlihat normal. Hari ini Rama mulai menyemprotkan pupuk buah. Kebun cabai pak Suli juga mengalami perubahan seperti kebun cabai pak Bima. "Puji syukur pada Dewa, Tuan Muda Rama...terima kasih banyak!" katanya sembari bersujud. "Tuan Muda Rama, kamu boleh mengambil setengah hasil panen ku..." Lanjutnya lagi. Rama menggeleng. "Tidak perlu paman, anggap saja ini pelayanan gratis. Nanti jika suka pada barangku, beli saja..." Rama memapah pak Suli yang bersujud untuk berdiri. Pak Suli mengangguk setuju dan kagum pada kemurahatian Rama. "Tuan Muda Rama, kasihanilah kami..." Pak Jarwo dan pak Bromo yg kemarin-kemarin tidak percaya mulai mendekati Rama. "Iya Tuan Muda Rama, kami mengaku salah... Kami terlalu meremehkan Tuan Muda Rama." Para warga lain mulai ikutan bicara. "Bantu kami juga Tuan Muda Rama, kami akan membeli barang Tuan Muda..." Sungguh, keduanya begitu khawatir bila Rama tidak mau membantu. Apalagi, keduanya menyadari putra bungsu dari Pak Bima itu tersenyum."Baiklah, aku akan mencatat siapa saja yang memesan barang. Seminggu lagi aku akan berangkat ke desa kuncup..." jelas Rama. Rama mulai mengeluarkan buku kecil dan bolpoin, para warga kebingungan dengan barang yang dipakai Rama karena barang-barang itu terlihat menakjubkan dan ajaib. Namun, mereka menahan rasa penasaran mereka. Saat ini, yang terpenting adalah cairan ajaib yang dimiliki Rama! "Aku..." "Aku juga..." Satu persatu warga desa mulai mengangkat tangan dan mengatakan keinginannya. "Tuan Muda Rama, pupuk apa yang tadi kamu pakai?" Tanya pak Jarwo. "Itu pupuk untuk merangsang pembuahan, membuatnya berkualitas dan produksinya melimpah." jelas Rama. Meski terkadang warga desa kebingungan dengan perkataan Rama. Mereka tetap mengangguk, sepertinya apa yang Rama ucapkan adalah kata-kata para keluarga kerajaan yang terpelajar saja. "Aku pesan itu juga ya Tuan Muda Rama..." sambung pak Jarwo. "Aku juga..." kata pak Bromo dan warga lainnya pun mulai mengerumuni Rama. **
Kembali ke desa Mekarsari. Kebun milik pak Bima dan pak Suli sudah mulai bisa dipanen 2 hari lagi. Sedangkan milik petani lain juga sudah bisa dipanen sekitar seminggu kemudian. Rama menjual beberapa bahan insektisida, pestisida dan pupuk. Ada yang berbahan organik maupun sintetis. "Nah ini sabun yang aku janjikan..." Selesai dari kebun, Rama mulai membagikan beberapa sabun batangan kepada para penduduk desa yang ingin pergi ke sungai. "Ini beneran gratis Tuan Muda?" "Waah, anakku akan semakin cantik kalau memakai sabun ini." "Terima kasih Tuan Muda Rama." Penduduk desa bergantian mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Rama. Semua kini memandang Rama dengan takjub, masalah pertanian mereka terselesaikan, Rama juga membagikan sabun batangan secara gratis pada mereka. Siapa yang tidak menyukai barang gratis, bahkan bantuan Rama terhadap kebun-kebun yang terkena hama sangat membantu. Tadinya warga mengira mereka akan kembali terlilit hutan dan upeti jika kali ini kembali meng
"Tuan muda Rama, aku akan ikut bersamamu ke kota. Aku tidak ingin kamu menanggung hutangku... Kamu sudah membantu hasil panenku agar tidak gagal." Pak Suli mendekati Rama ketika pak Arya dan pengawalnya berlalu pergi. "Aku bersyukur jika paman bisa ikut...tapi tak apa jika aku yang menanggung hutangnya, karna ini ideku..." jelas Rama lagi. Pak Suli langsung bersujud dan meneteskan airmata. Rama sudah menolongnya memberantas hama, memberikan pupuk untuk cabainya dan kini bersedia menanggung hutangnya. Entah bagaimana pak Suli dan keluarganya akan membalas kebaikan Rama. "Nak, sebaiknya kita bersiap berangkat, karna jika terlambat maka cabai kita akan mengalami penurunan kualitas." ajak pak Bima. "Bapak di desa saja sama ibu, biar Jaya dan Rama yang berangkat." Jelas Jaya, Rama langsung mengangguk setuju. "Betul, lebih baik Bapak jaga ibu di rumah... Biar kita yang berangkat." "Kalian bisa memakai kereta kudaku, agar bisa cepat sampai..." jelas pak Wijaya. "kebetulan aku jug
"Tuan Muda, aku akan menginap di penginapan Melati. Karna berada di jalan utama, akan mudah untuk menemukannya," jelas pak Wijaya dengan hormat pada akhirnya. "Baiklah, ketika urusan di sini selesai, aku akan langsung menyusul kalian." "Tuan Muda Rama, tolong jaga dirimu..." kata pak Suli juga. Rama mengangguk dan tersenyum meyakinkan. Pak Wijaya dan pak Suli masuk kedalam kereta kuda dan berlalu. "Jadi kalian belum makan?" Rama kembali fokus kepada Alan dan adik-adiknya. Alan mengangguk takut. "Dimana kalian tinggal?" tanya Jaya. Alan menunjuk ke arah perkampungan pinggir jalan, Rama menatap perkampungan itu nanar. Beberapa kemah didirikan, berdinding kan pelepah daun dan atap jerami. Rama mengisyaratkan Alan untuk menuntunnya. Jaya menatap ragu namun tetap mengikuti Rama dan Alan, ketiga adik Alan mengikuti mereka dengan tertatih. Tapi ketika mereka akan masuk, beberapa pemuda yang sama kurusnya namun terlihat masih mempunyai tenaga menghentikan mereka. "Kalian jangan ma
"BRAK!!!" Seseorang terlempar keluar dari penginapan. Hampir saja mengenai Rama dan Jaya yang akan masuk ke penginapan. Untungnya Jaya yang memang menguasai bela diri langsung menahan tubuh Rama ke belakang. Padahal Rama modern juga lebih peka, meskipun ia hanya mengikuti silat sampai sabuk hijau. "Uhuk!" Pak Petra yang terlempar itu mengeluarkan darah, meskipun tidak banyak namun tubuhnya mengalami luka dalam. Semua orang memandang tanpa berbuat apapun, lalu Rama juga melihat pak Wijaya dan pak Suli di dalam tanpa berbuat apapun. 'Apa yang sebenarnya terjadi? ' "Bush!" Surya seorang bangsawan, menyiram Petra dengan semangkok sup sayur. "Coba kamu rasakan, apakah masakanmu ini layak untuk aku makan?!" katanya lagi dengan sebelah kaki yang kini berada di dada pak Petra. "Uhuk!! Maa... Maafkan aku Tuan Muda Surya!! Aku mohon... Beri aku kesempatan." "Duk!!" Pak Petra langsung berlutut ketika Surya melepaskan kakinya di dada pak Petra. "Waktumu hanya sampai besok!" katanya kemu
"Baiklah, besok pagi ketika urusanku sudah selesai. Aku akan memberikan beberapa resep masakan pada paman." kata Rama berjanji pada pak Petra. ketika urusannya dengan pak Andik selesai, maka Rama akan memberikan beberapa resep tambahan untuk menu di penginapan Melati. Jadi, di sinilah ia sekarang. Di rumah pak Andik Pratama. Setelah berkeliling akhirnya mereka menemukan rumah pak Andik. Rumah bata yang terbuat sangat mewah, dikelilingi pagar tinggi. Ketika masuk mereka juga disuguhi dengan taman bunga yang indah, ada kolam ikan dengan jembatan kayu yang menghubungkan kerumah utama. Pak Andik menyambut mereka dengan ramah, dan lebih ramah lagi ketika melihat hasil panen cabai yang sangat bagus. "Jadi berapa harga cabai yang akan paman beli perkilonya?" tanya Rama tanpa basa-basi. "4 logam emas!!!" seru pak Andik saking senangnya. Mendengar harga yang sangat mahal itu pak Wijaya, pak Suli dan Jaya langsung terperangah. Menatap Rama tak percaya. "Baiklah paman, tapi aku ingin
"Tuan...." Rupanya Rianty menunggu Rama di depan penginapan. Ketika Rama turun dari kereta kuda, ia langsung mencegatnya dengan tangan di pinggang dan wajah cantik yang cemberut. Rama tersenyum ramah, seperti suami yang dicegat istri karna pulang terlambat. "Wah kamu semangat sekali nona muda..." goda Jaya. Hari ini Rianty terlihat cantik dengan rambut yang dikepang satu kebelakang. "Tuan, lebih cepat lebih baik untuk kamu buktikan kemampuan memasakmu." "Baiklah... Tapi apa boleh aku kekamarku dulu untuk mengambil persiapan?" tanya Rama, padahal ia hanya ingin tempat aman untuk diam-diam membeli bumbu di onshop. "Baik... jangan berpikir untuk kabur ya Tuan Muda!!" ancam Rianty. "Hei mana mungkin kami kabur!!" tegas Jaya, sementara Jaya dan Rianty berdebat, Rama naik ke lantai 2 , kekamar ia dan Jaya. Sesampainya dikamar, Rama membuka onshop dan membeli beberapa bumbu ikan bakar, madu, kaldu ayam, garam, veksin, dan bumbu saji bihun goreng. Tidak lupa tepung kriyuk serbaguna
Plak! Sebuah tamparan mengenai pipi Surya, Antoni bangsawan dari klan Jagatraya yang digadang-gadang sebagai penerus, melayangkan tamparan itu. Matanya memerah karna marah, bahkan ia ingin menghajar Surya hingga babak belur. Jika saja Surya bukan bagian dari klan, itu bisa saja terjadi. Namun Antoni masih menahan amarahnya. "Kau, kuberi misi untuk mendapatkan toko itu bagaimanapun caranya!!Tapi yang kudengar kamu malah memberikan tip pada makanannya!!! Dimana otakmu?!!" Kata Antoni dengan tangan dikepal. Surya memegangi pipinya yang memerah, ia menahan malu saat ini. Namun ia tak bisa melawan karna Antoni mempunyai temperamen yang tidak bisa ditahan. "Kakak tertua, aku khilaf karna rasa masakan itu. Aku benar-benar minta maaf!!" ucap Surya sembari berlutut. "Rasanya belum pernah aku rasakan, aku seperti tersihir!!" kata Surya beralasan. "Cih!! Itu hanya penginapan biasa, bahkan yang datang kesana bukanlah para bangsawan. Penginapan itu hanya memiliki nilai jual karna letak