Pagi ini cerah seperti biasa, semua warga desa memulai rutinitasnya.
Ada yang mencuci di sungai, pergi ke kebun dan bekerja di rumah para pejabat. Tadi pagi saat dirumah, Rama sudah menyiapkan insektisida dan perekat yang ia beli di onshop, tak lupa pula membeli semprot manual 10 liter. Penampilan Rama terlihat mencolok dengan menggendong semprot manual itu. Rama mulai menyemprot daun cabe dari bawah keatas, karna hama kutu biasa berada di bawah daun, maka Rama memakai semprotan yang mengeluarkan air seperti embun. Para warga berkumpul di sekitar kebun pak Bima. Menatap kagum, bingung dan pikiran lainnya, karna apa yang Rama gunakan belum pernah mereka lihat sebelumnya. Pak Bima dan Jaya mulai membersihkan rumput-rumput liar disekitar tanaman cabai. Sementara Rama mulai menyisiri tanaman cabai dan menyemprotnya. Ketika ingin menyemprot tanaman cabai dengan insektisida, Rama harus melakukannya di pagi hari atau di sore hari, disaat matahari belum terasa panas. Selesai menyemprot tanaman cabai milik mereka, Rama juga membantu menyemprot tanaman cabai milik pak Suli, karna hanya pak Suli yang percaya bahwa solusi dari Rama akan membantu menyelesaikan masalah hama kutu. Pak Suli terlihat kagum dengan cara Rama menyemprot tanaman cabai, dia menggunakan penutup wajah dan kaos tangan. Bahkan alat yang Rama pakai terlihat sangat keren, padahal ini adalah alat semprot manual tipe rendah. Masih ada tipe semprot canggih lainnya, Rama ingin membeli yang canggih namun ia ingat harus menghemat token onshopnya. Rama harus segera menghasilkan uang, mengisi token agar bisa membeli apapun yang ia inginkan. "Pak, kita langsung ke sungai saja...ayo Ram?!" ajak Jaya. Rama mengangguk, karna berencana sehabis dari kebun langsung mandi. Rama sudah menyiapkan potongan kecil sabun. Ia akan memakai shampo per dua hari, kalau rambutnya tidak terlalu kotor. Semalam Rama sudah memakai shampo, jadi hari ini ia akan mandi membersihkan badan saja. Namun karena ia baru saja menggunakan insektisida, maka Rama harus membersihkan rambutnya. Sungai tempat mandi ada dua, sungai mandi para wanita dan para lelaki biasanya berbeda. Para wanita juga mandi menggunakan kain, dan biasanya mereka akan bergantian jaga jika akan mandi. Meskipun sebenarnya yang mandi di sungai hanya para petua, para gadis akan mandi di rumah. Kecuali berniat mencuci pakaian di sungai. Di sungai para wanita akan bercengkrama, menceritakan keseharian mereka, hingga berita terbaru tentang Rama yang sudah sembuh dari sakit. Ibu Sri menggosok ringan badannya dengan batu, agar daki yang menempel terangkat, kemudian menggosok potongan kecil sabun yang Rama berikan. Busa mulai terlihat di area yang ibu Sri gosok, wangi vanila mulai tercium semerbak. Para petua dan tentunya wanita muda yang sedang mencuci memandangi ibu Sri. Ketika beliau membilas badannya, kulit yang tadinya terlihat kusam mulai terlihat bersih dan wangi. "Ibu Sri, pakai apa? Kok wangi sekali?" tanya Bu Sari, yang memang berada tidak jauh dari ibu Sri. "Ah... Ini sabun dari Rama," jelas ibu Sri. "Waah...saya boleh minta sedikit bu? Karna sangat wangi..."kata bu Sari malu-malu. "Aduh maaf Bu Sari, saya hanya dikasih sepotong kecil sama Rama," jelas ibu Sri. Terlihat wajah ibu Sari memuram, begitu pula para petua dan wanita muda yang mendengar. Mereka berharap setidaknya ibu Sri membagi sedikit pada mereka. Memang betul tujuan Rama meminta ibunya membawa potongan kecil sabun. Ketika dipakai akan langsung habis. Sedangkan Rama, Jaya dan Pak Bima menjadi sorotan karna memakai sabun, membuat kotoran yang tadinya menempel, sekejap saja menjadi bersih. Jaya bahkan kaget dengan keajaiban sabun yang Rama berikan, debu dan daki mudah terangkat. Tubuhnya juga menjadi wangi, Jaya yang kehilangan kepercayaan dirinya menjadi lebih bersemangat karna sabun ini. Ia merasa layak menjadi keluarga kerajaan yang tampan dan berwibawa hanya karena sabun. Rama cekikikan melihat Jaya mulai bergaya ketika membilas tubuhnya, bahkan Pak Bima juga ikut tertawa. Sedangkan warga lainnya yang ikut melihat malah menatap takjub. Keluarga Adipati saat ini memang malah terlihat seperti keluarga kerajaan. Mereka memancarkan aura ketampanan ketika terlihat bersih. "Tuan muda Rama, sabun apa yang kamu gunakan?" kata pak Yanto mendekat. "Apa aku bisa membelinya?" tanyanya lagi. Bahkan saat ini warga mulai berkata ramah pada mereka. "Ah, sabun ini belum bisa dijual! Akan aku kabari jika stoknya sudah ada."jelas Rama. "Berapa uang yang harus kami bayar untuk sebatang sabun itu Tuan?" tanya pak Yanto lagi. Rama terlihat berpikir sebentar, "Kalau harga sabun batang murah saja, hanya 20 perunggu per batang. Tapi untuk sabun cair harganya 10 perak..."jelasnya. Para warga terkejut mendengar harga sabun yang sangat mahal, bahkan ada sabun cair juga. "Tenang saja, nanti para warga di sini akan aku berikan tester..."sambung Rama lagi. "Tester?" Para warga terlihat kebingungan dengan kata-kata Rama. "Sabun gratis untuk dicoba," jelas Rama. "Aku akan memanggil para warga nanti jika stok sabun sudah siap." Para warga mengangguk paham dan mulai bubar. "Apa sabun itu memang harganya semahal itu Ram?" tanya Jaya. Rama tersenyum. "Barang langka harus dijual mahal..."jelas Rama. Pak Bima mengangguk setuju dan menatap Rama takjub dengan pola pikir dagangnya. Mudah sebenarnya bagi Rama menjual sabun dari onshop, namun karna tidak ingin terlalu menarik perhatian, Rama mulai berpikir untuk menjual mahal sabunnya. Bahkan masih banyak hal yang bisa Rama jual dari onshop. 'Barang-barang itu harus dibuat langka dan orang-orang tertentu saja yang memakainya agar tidak terlalu mencolok.'begitulah yang ada di pikiran Rama. Meski warga desa akan menjadi pengecualiannya. Hanya saja Rama belum sadar, hal biasa ini akan membawa perubahan besar..."Waaaaahhhh!! Enak sekali..." kata Jaya penuh semangat ketika mencoba nasi goreng yang dibuat Rama. "Masakan ini kaya akan bumbu, bahkan ada telur dan suiran ayam." kata pak Bima ikut berkomentar. "Enak sekali nakk... kapan kamu menyiapkan semua ini?" tanya ibu Sri juga. Rama hanya tersenyum ketika keluarganya menikmati masakan sederhana yang ia buat. Padahal nasi gorengnya dibuat dengan bumbu kemasan. Sepulang dari sungai, Rama langsung mengeluarkan kompor gas kecil dan memasak nasi goreng, menggoreng telur dan menyuir ayam goreng. Kemudian ditambah dengan bawang goreng. Semua dibeli di onshop! Semua terasa mudah dengan onshop, kendalanya token Rama di onshop mulai menipis. Rama berpikir akan membeli beberapa sabun dan shampo sachet untuk dijual dan mengisi token onshopnya. "Apa nama masakan ini Ram?" tanya Jaya. "Nasi goreng spesial" Jelas Rama. "Ini... Nasi?" Tanya ibu dengan raut wajah kaget. "Nasi yang cuma para pejabat tinggi yang bisa memakannya?" Tanya Jaya me
"Baiklah, aku akan mencatat siapa saja yang memesan barang. Seminggu lagi aku akan berangkat ke desa kuncup..." jelas Rama. Rama mulai mengeluarkan buku kecil dan bolpoin, para warga kebingungan dengan barang yang dipakai Rama karena barang-barang itu terlihat menakjubkan dan ajaib. Namun, mereka menahan rasa penasaran mereka. Saat ini, yang terpenting adalah cairan ajaib yang dimiliki Rama! "Aku..." "Aku juga..." Satu persatu warga desa mulai mengangkat tangan dan mengatakan keinginannya. "Tuan Muda Rama, pupuk apa yang tadi kamu pakai?" Tanya pak Jarwo. "Itu pupuk untuk merangsang pembuahan, membuatnya berkualitas dan produksinya melimpah." jelas Rama. Meski terkadang warga desa kebingungan dengan perkataan Rama. Mereka tetap mengangguk, sepertinya apa yang Rama ucapkan adalah kata-kata para keluarga kerajaan yang terpelajar saja. "Aku pesan itu juga ya Tuan Muda Rama..." sambung pak Jarwo. "Aku juga..." kata pak Bromo dan warga lainnya pun mulai mengerumuni Rama. **
Kembali ke desa Mekarsari. Kebun milik pak Bima dan pak Suli sudah mulai bisa dipanen 2 hari lagi. Sedangkan milik petani lain juga sudah bisa dipanen sekitar seminggu kemudian. Rama menjual beberapa bahan insektisida, pestisida dan pupuk. Ada yang berbahan organik maupun sintetis. "Nah ini sabun yang aku janjikan..." Selesai dari kebun, Rama mulai membagikan beberapa sabun batangan kepada para penduduk desa yang ingin pergi ke sungai. "Ini beneran gratis Tuan Muda?" "Waah, anakku akan semakin cantik kalau memakai sabun ini." "Terima kasih Tuan Muda Rama." Penduduk desa bergantian mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Rama. Semua kini memandang Rama dengan takjub, masalah pertanian mereka terselesaikan, Rama juga membagikan sabun batangan secara gratis pada mereka. Siapa yang tidak menyukai barang gratis, bahkan bantuan Rama terhadap kebun-kebun yang terkena hama sangat membantu. Tadinya warga mengira mereka akan kembali terlilit hutan dan upeti jika kali ini kembali meng
"Tuan muda Rama, aku akan ikut bersamamu ke kota. Aku tidak ingin kamu menanggung hutangku... Kamu sudah membantu hasil panenku agar tidak gagal." Pak Suli mendekati Rama ketika pak Arya dan pengawalnya berlalu pergi. "Aku bersyukur jika paman bisa ikut...tapi tak apa jika aku yang menanggung hutangnya, karna ini ideku..." jelas Rama lagi. Pak Suli langsung bersujud dan meneteskan airmata. Rama sudah menolongnya memberantas hama, memberikan pupuk untuk cabainya dan kini bersedia menanggung hutangnya. Entah bagaimana pak Suli dan keluarganya akan membalas kebaikan Rama. "Nak, sebaiknya kita bersiap berangkat, karna jika terlambat maka cabai kita akan mengalami penurunan kualitas." ajak pak Bima. "Bapak di desa saja sama ibu, biar Jaya dan Rama yang berangkat." Jelas Jaya, Rama langsung mengangguk setuju. "Betul, lebih baik Bapak jaga ibu di rumah... Biar kita yang berangkat." "Kalian bisa memakai kereta kudaku, agar bisa cepat sampai..." jelas pak Wijaya. "kebetulan aku jug
"Tuan Muda, aku akan menginap di penginapan Melati. Karna berada di jalan utama, akan mudah untuk menemukannya," jelas pak Wijaya dengan hormat pada akhirnya. "Baiklah, ketika urusan di sini selesai, aku akan langsung menyusul kalian." "Tuan Muda Rama, tolong jaga dirimu..." kata pak Suli juga. Rama mengangguk dan tersenyum meyakinkan. Pak Wijaya dan pak Suli masuk kedalam kereta kuda dan berlalu. "Jadi kalian belum makan?" Rama kembali fokus kepada Alan dan adik-adiknya. Alan mengangguk takut. "Dimana kalian tinggal?" tanya Jaya. Alan menunjuk ke arah perkampungan pinggir jalan, Rama menatap perkampungan itu nanar. Beberapa kemah didirikan, berdinding kan pelepah daun dan atap jerami. Rama mengisyaratkan Alan untuk menuntunnya. Jaya menatap ragu namun tetap mengikuti Rama dan Alan, ketiga adik Alan mengikuti mereka dengan tertatih. Tapi ketika mereka akan masuk, beberapa pemuda yang sama kurusnya namun terlihat masih mempunyai tenaga menghentikan mereka. "Kalian jangan ma
"BRAK!!!" Seseorang terlempar keluar dari penginapan. Hampir saja mengenai Rama dan Jaya yang akan masuk ke penginapan. Untungnya Jaya yang memang menguasai bela diri langsung menahan tubuh Rama ke belakang. Padahal Rama modern juga lebih peka, meskipun ia hanya mengikuti silat sampai sabuk hijau. "Uhuk!" Pak Petra yang terlempar itu mengeluarkan darah, meskipun tidak banyak namun tubuhnya mengalami luka dalam. Semua orang memandang tanpa berbuat apapun, lalu Rama juga melihat pak Wijaya dan pak Suli di dalam tanpa berbuat apapun. 'Apa yang sebenarnya terjadi? ' "Bush!" Surya seorang bangsawan, menyiram Petra dengan semangkok sup sayur. "Coba kamu rasakan, apakah masakanmu ini layak untuk aku makan?!" katanya lagi dengan sebelah kaki yang kini berada di dada pak Petra. "Uhuk!! Maa... Maafkan aku Tuan Muda Surya!! Aku mohon... Beri aku kesempatan." "Duk!!" Pak Petra langsung berlutut ketika Surya melepaskan kakinya di dada pak Petra. "Waktumu hanya sampai besok!" katanya kemu
"Baiklah, besok pagi ketika urusanku sudah selesai. Aku akan memberikan beberapa resep masakan pada paman." kata Rama berjanji pada pak Petra. ketika urusannya dengan pak Andik selesai, maka Rama akan memberikan beberapa resep tambahan untuk menu di penginapan Melati. Jadi, di sinilah ia sekarang. Di rumah pak Andik Pratama. Setelah berkeliling akhirnya mereka menemukan rumah pak Andik. Rumah bata yang terbuat sangat mewah, dikelilingi pagar tinggi. Ketika masuk mereka juga disuguhi dengan taman bunga yang indah, ada kolam ikan dengan jembatan kayu yang menghubungkan kerumah utama. Pak Andik menyambut mereka dengan ramah, dan lebih ramah lagi ketika melihat hasil panen cabai yang sangat bagus. "Jadi berapa harga cabai yang akan paman beli perkilonya?" tanya Rama tanpa basa-basi. "4 logam emas!!!" seru pak Andik saking senangnya. Mendengar harga yang sangat mahal itu pak Wijaya, pak Suli dan Jaya langsung terperangah. Menatap Rama tak percaya. "Baiklah paman, tapi aku ingin
"Tuan...." Rupanya Rianty menunggu Rama di depan penginapan. Ketika Rama turun dari kereta kuda, ia langsung mencegatnya dengan tangan di pinggang dan wajah cantik yang cemberut. Rama tersenyum ramah, seperti suami yang dicegat istri karna pulang terlambat. "Wah kamu semangat sekali nona muda..." goda Jaya. Hari ini Rianty terlihat cantik dengan rambut yang dikepang satu kebelakang. "Tuan, lebih cepat lebih baik untuk kamu buktikan kemampuan memasakmu." "Baiklah... Tapi apa boleh aku kekamarku dulu untuk mengambil persiapan?" tanya Rama, padahal ia hanya ingin tempat aman untuk diam-diam membeli bumbu di onshop. "Baik... jangan berpikir untuk kabur ya Tuan Muda!!" ancam Rianty. "Hei mana mungkin kami kabur!!" tegas Jaya, sementara Jaya dan Rianty berdebat, Rama naik ke lantai 2 , kekamar ia dan Jaya. Sesampainya dikamar, Rama membuka onshop dan membeli beberapa bumbu ikan bakar, madu, kaldu ayam, garam, veksin, dan bumbu saji bihun goreng. Tidak lupa tepung kriyuk serbaguna