Share

bab 10

"Tuan Muda, aku akan menginap di penginapan Melati. Karna berada di jalan utama, akan mudah untuk menemukannya," jelas pak Wijaya dengan hormat pada akhirnya.

"Baiklah, ketika urusan di sini selesai, aku akan langsung menyusul kalian."

"Tuan Muda Rama, tolong jaga dirimu..." kata pak Suli juga.

Rama mengangguk dan tersenyum meyakinkan. Pak Wijaya dan pak Suli masuk kedalam kereta kuda dan berlalu.

"Jadi kalian belum makan?" Rama kembali fokus kepada Alan dan adik-adiknya.

Alan mengangguk takut.

"Dimana kalian tinggal?" tanya Jaya.

Alan menunjuk ke arah perkampungan pinggir jalan, Rama menatap perkampungan itu nanar. Beberapa kemah didirikan, berdinding kan pelepah daun dan atap jerami. Rama mengisyaratkan Alan untuk menuntunnya. Jaya menatap ragu namun tetap mengikuti Rama dan Alan, ketiga adik Alan mengikuti mereka dengan tertatih. Tapi ketika mereka akan masuk, beberapa pemuda yang sama kurusnya namun terlihat masih mempunyai tenaga menghentikan mereka.

"Kalian jangan masuk Alan, keluargamu terkena penyakit menular!!" Pandu menghalangi mereka dengan beberapa tongkat kayu.

"Kami akan tinggal dimana? Adikku sedang sakit dan belum makan..." Rintih Alan tak berdaya.

"Maaf Alan, kami tidak akan mengusir kalian jika saja tidak ada penyakit itu. Tolong mengertilah..." Kata Pandu dengan sorot mata menyesal.

Alan meneteskan airmata dan memandang ke arah Rama.

"Baiklah... Kami akan pergi dari sini." Jelas Rama dan mengisyaratkan Alan untuk kembali mengikutinya.

Alan mengajak adik-adiknya untuk mengikuti Rama dan Jaya. Namun, Santi yang sedang sakit dan belum makan tidak memiliki tenaga. Sehingga ia pun tidak sadarkan diri.

Melihat itu Rama langsung menggendongnya, Santi baru berusia 8 tahun. Namun badannya yang kurus membuatnya terlihat lebih muda dari umurnya.

Melihat Rama yang tanpa ragu menggendong adiknya, Alan langsung menatap dengan penuh rasa haru. Baru kali ini ada orang yang mau mendekati mereka, bahkan bersentuhan langsung dengan mereka.

Ketika sampai di samping pohon rindang, Rama langsung merebahkan Santi dan meminta Alan untuk menjaganya.

Rama langsung meminta Jaya mengikutinya, Rama harus pergi agak menjauh jika akan mengeluarkan sesuatu dari onshop agar tidak ada yang melihat.

Namun melihat Rama dan Jaya yang pergi menjauh dan menghilang di balik pepohonan membuat Alan dan adik-adiknya kembali bersedih. 'Apa mereka akan kembali ditinggalkan?'

"Kak..." Toni dan Rita mulai meneteskan airmata. Melihat adiknya yang berumur tidak jauh darinya menangis, membuat Alan juga mulai meneteskan airmata.

Mereka adalah anak yatim piatu, ibu dan Bapaknya meninggal juga karna flu, sekarang adik bungsu mereka juga terkena. Entah bagaimana lagi nasib mereka kini jika tidak ada yang mau menolong mereka.

"Kenapa kalian menangis?" tanya Rama yang datang dengan berbagai macam barang ditangannya dan Jaya.

"Tuan... ternyata kau tidak meninggalkan kami. Huhuhu...." Alan mulai menangis tersedu.

"Ah..." Rama tersenyum paham. Jaya yang tadinya takut menjadi tidak takut lagi, tadi Rama sudah memberinya sebuah obat agar tidak tertular. Padahal, Rama hanya memberinya suplemen, agar daya tahan tubuhnya terjaga dan tidak mudah tertular. Tapi walaupun tertular ada berbagai macam merek obat flu di onshop untuk menyembuhkannya.

Rama membeli sebuah tenda yang muat 10 orang dewasa, membeli 1 kasur angin kecil untuk Santi,1 kasur angin kecil untuk Rita dan 1 kasur angin agak besar untuk Alan dan Toni, serta beberapa bahan makanan. Ketika sudah membangun sebuah tenda, Rama mengajak Alan dan adik-adiknya untuk masuk.

Rama merebahkan Santi di kasur, sementara Alan, Toni dan Rita menatap kagum tenda yang dibangun Rama. Belum pernah mereka melihat kemah sebagus ini.

Sementara anak-anak itu terkagum-kagum, Rama mulai memotong bahan makanan. Ia akan membuat sop dan ayam goreng. Cuaca sudah mulai memasuki musim penghujan, tak lupa Rama membeli beberapa selimut untuk Alan dan adik-adiknya. Rama juga seorang yatim piatu di masa depan, makanya ia tak bisa untuk tidak peduli kepada Alan dan adik-adiknya. Rama seperti melihat dirinya ketika masih seumuran Alan.

Ketika masakan sudah selesai, Rama mulai menyajikannya di piring yang terbuat dari tanah merah. Alan, Toni, Rita bahkan Jaya pun akan meneteskan air liur ketika melihat makanan yang Rama sajikan.

"Makanlah sepuas kalian, jangan takut kehabisan." perintah Rama.

"Ayo kita makan!" seru Jaya.

Tanpa menunda waktu mereka makan dengan lahap, wangi sop sudah membuat mereka kelaparan.

"Kak ini enak sekali!!" seru Toni.

"Kak apakah kita berada di surga? Jangan-jangan kita sudah mati?" kata Santi dengan dramanya.

"Hahaha...." mereka kemudian tertawa bersama, sampai lupa pada Santi.

Rama mencoba menyadarkan Santi. Ia menyodorkan inhealer ke hidung Santi yang mampet. Aroma inhealer begitu kuat, dingin dan membuat hidungnya tidak mampet. Santi tersadar, menatap Rama bingung. Rama memapah Santi untuk duduk dan menyodorkan sesendok nasi sop ke mulutnya. Mencium aroma yang begitu lezat Santi menerima suapan pertamanya.

Namun begitu kuah sop yang hangat itu masuk, ia yang memang belum makan dari kemarin langsung merebut sepiring nasi sop dari tangan Rama.

Rama tak terlalu terkejut, ia hanya memusut bahu Santi."pelan-pelan makannya, masih banyak..." katanya mengingatkan. Santi memandangnya dengan tatapan polos dan menurut untuk makan secara perlahan.

"Nanti kalau sudah makan, minum obat ini..." kata Rama pada Santi sembari menyerahkan obat flu dan batuk merek procald. "Obat ini pahit, tapi kamu harus meminumnya jika ingin sembuh." jelas Rama lagi.

"Baik paman..." kata Santi dengan anggukan penuh.

"Kalian juga harus minum obat ini setelah selesai makan." kata Rama juga menyerahkan imboster anak untuk Alan, Toni dan Rita. Ketiganya mengangguk tanpa pertanyaan, bagaimana mungkin ketiga anak itu berani bertanya dan berprasangka kepada orang sebaik Rama.

Mereka diberi tempat tinggal, kasur yang empuk, selimut yang hangat dan makanan yang nikmat, yang belum pernah mereka temukan di manapun. Padahal semua itu Rama buat dengan bahan cepat jadi.

"Santi, kamu pakai penutup mulut ini... Jika sakitmu belum sembuh, jangan dilepas." kata Rama lagi memakai masker di wajahnya, memperlihatkan kepada Santi cara memakainya. Santi mengangguk paham.

"Kalian akan aku tinggalkan obat, Alan pantau obat Santi, pastikan ia meminumnya setelah makan pagi, siang, sore atau malam. Pastikan ia meminum obat ini 3x sehari. Kamu mengerti?"

"Aku mengerti paman..." Alan memang anak yatim piatu namun tak banyak orang yang tau jika Alan memiliki ingatan yang sangat kuat. Ia mudah hapal dan sulit lupa.

"Bagus!!" Seru Jaya."nah ini sabun, pastikan kalian mandi."kata Jaya yang sudah menyiapkan potongan-potongan kecil sabun di dalam kotak atas permintaan Rama.

Alan memandangi sabun tersebut dan mencium aromanya yang wangi,menerima dengan segan.

"Aku meninggalkan beberapa makanan untuk kalian..." Jelas Rama lagi membuka kotak yang berisi beberapa roti dan selai.

Alan berlutut di hadapan Rama dan Jaya, melihat itu, Toni dan Rita mengikutinya.

"Paman, terima kasih... Aku tidak akan pernah melupakan jasa paman." Alan mulai meneteskan airmata. Begitu pula Toni dan Rita.

"Paman, terima kasih..."Santi memeluk Rama. Rama mengusap kepala anak itu.

"Jangan berterima kasih padaku. Aku ingin kalian tetap semangat menjalani hidup, bekerja keras dan jangan berputus asa. Kalian masih muda... Kalian hanya perlu menolong orang lain yang membutuhkan, maka itu sudah cukup bagiku." Jelas Rama. Padahal itu adalah kata-kata seorang sufi. Ia suka kata-kata itu dan kembali mengucapkannya.

"Terima kasih paman..." kata mereka lagi. Alan, Toni, Rita dan Santi menyimpan kata-kata Rama dihati mereka, dan mereka akan selalu mengingat pesan itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status