"Baiklah, besok pagi ketika urusanku sudah selesai. Aku akan memberikan beberapa resep masakan pada paman." kata Rama berjanji pada pak Petra. ketika urusannya dengan pak Andik selesai, maka Rama akan memberikan beberapa resep tambahan untuk menu di penginapan Melati.
Jadi, di sinilah ia sekarang. Di rumah pak Andik Pratama. Setelah berkeliling akhirnya mereka menemukan rumah pak Andik. Rumah bata yang terbuat sangat mewah, dikelilingi pagar tinggi. Ketika masuk mereka juga disuguhi dengan taman bunga yang indah, ada kolam ikan dengan jembatan kayu yang menghubungkan kerumah utama. Pak Andik menyambut mereka dengan ramah, dan lebih ramah lagi ketika melihat hasil panen cabai yang sangat bagus. "Jadi berapa harga cabai yang akan paman beli perkilonya?" tanya Rama tanpa basa-basi. "4 logam emas!!!" seru pak Andik saking senangnya. Mendengar harga yang sangat mahal itu pak Wijaya, pak Suli dan Jaya langsung terperangah. Menatap Rama tak percaya. "Baiklah paman, tapi aku ingin memberikan hadiah untukmu. Bisakah kita bicara berdua saja?" "Baiklah..." Pak Andik langsung membawa Rama masuk ke ruangan yang lain. Ada sebuah ruangan yang tidak terlalu besar, sepertinya ini adalah ruang baca pak Andik. Tidak berada terlalu jauh dari ruang tamunya. Rama mengeluarkan 2 buah kotak, di dalamnya terdapat cabai kering "boncabai" Level 5 dengan tingkat kepedasan setara 50 biji cabai biasa. Rama memberikan rasa original dan rasa rumput laut yang baru dibelinya tadi pagi di onshop. Pak Andik memandang bubuk cabai itu."apa ini...?" "Bubuk cabai..." jelas Rama."rasa asli dan rasa rumput laut." jelasnya lagi. Mata pak Andik langsung berbinar dan mencoba mencicipi bubuk cabai di depannya. "Uhuk... Uhuk...!!" rasa original begitu pedas namun sangat cocok untuk orang yang menyukai pedas, rasa rumput laut pedas namun cocok untuk pemula yang ingin mencoba makanan pedas karna tidak terlalu pedas. "Apa benar ini hadiah untukku? Sepertinya jika dijual ini akan nikmat jika ditabur pada makanan apa saja..." kata pak Andik memuji bubuk cabai Rama. "Itu hadiah untuk paman, tapii... Jika paman ingin membeli nanti, aku bisa menjualnya..." kata Rama dengan senyum seperti sales yang berhasil mempromosikan barang daganganya. "Berapa harga yang akan paman kasih untuk bubuk cabai ini?" tanyanya lagi, karna Rama juga tidak ingin terlalu serakah, baginya di onshop harga bubuk cabai sangat murah, hanya 7 rupih per sachet. Jika per sachet dihargai bahkan 1 logam emas, maka Rama sudah memperoleh banyak keuntungan. "Bagaimana jika 6 logam emas perkotak seperti ini?"jelas pak Andik. 'Wow, bahkan ia tidak menduga akan dihargai sebanyak 6 logam emas!' "Baiklah paman...aku hanya bisa menyiapkan 10 kotak perbulannya." jelas Rama, tetap berpegang teguh pada, semakin langka-semakin mahal. "10 kotak?! Bisakah kamu naikkan lagi jumlah cabai bubuknya?" tanya pak Andik, karna untuk keperluan para bangsawan dan para pejabat, 10 kotak terlalu sedikit. "Setidaknya 50 kotak perbulan?" Rama menggeleng, "tidak paman, 10 kotak per bulan, jika pun ingin lebih, aku hanya bisa sampai 20 kotak perbulan, aku memakai tenaga keluarga, bukan tenaga pelayan, paman tau kan resepnya lebih mahal." jelas Rama dengan kebohongan yang nyata. Padahal ia hanya membeli di onshop kemudian mengemasnya di kotak. Wajah pak Andik terlihat muram, "aku akan menaikkan harganya jika kamu bisa menyiapkan 50 kotak..." kata pak Andik dengan rayuan pedagangnya. Ia jelas melihat bubuk cabai akan sangat laris dijual di kalangan bangsawan dan pejabat. Apalagi baru-baru ini ia mendengar rumor bahwa utusan dari timur sangat menyukai masakan pedas. "Berapa?" tanya Rama namun dengan raut wajah santai. "8 logam emas perkotak!!" kali ini pak Andik menyebutkan angka yag sangat fantastik, jika saja Jaya mendengarnya pasti ia akan berteriak kegirangan. "Baiklah paman, aku akan memikirkannya. Bulan depan paman bisa datang mengambil 20 kotak terlebih dahulu." jelas Rama. "Kenapa tidak langsung 50 kotak?" "Paman...aku siapkan bulan depan 20 kotak, bulan berikutnya baru 50 kotak. Paman bahkan belum menemukan siapa yang akan membeli bubuk cabaiku." jelas Rama rendah hati. Padahal Rama hanya memakai strategi tarik ulur. "Aku sudah menemukan pelanggan ku, kamu tenang saja, siapkan untukku 50 kotak!! oke?!" kata Pak Andik penuh keyakinan. "Baiklah..." kata Rama tersenyum puas. Pak Andik kemudian mengambil sekotak uang logam emas, 4 logam emas x 40 kg cabai segar = 160 logam emas. Pak Andik kemudian mengeluarkan emas batangan sebanyak 2 buah untuk pembayaran cabai segar. Dan 8 logam emas x 50 kotak bubuk cabai = 400 logam emas = 5 batang emas dan 6 logam emas. Kini keuntungan Rama dipotong dengan hasil cabai pak Suli adalah 6 batang emas dan 6 logam emas. Rama menahan senyum senangnya, 'ah ia bahkan bisa membeli kereta kuda nanti jika bisa menjual banyak barang dari onshop!' kereta kuda di jaman ini setidaknya seharga 10 batang emas. "Aku akan membayar penuh untuk 50 kotak saat mengambil bubuk cabai 50 kotak bulan depan." jelas pak Andik. "Tolong... Jika ada barang bagus, berbagilah padaku lagi." jelas pak Andik tau ia harus berhubungan baik dengan Rama. "Tentu saja...baiklah kalau begitu aku akan pamit pulang paman." "Baik nak Rama..." kata pak Andik yg memang tidak tau status Rama adalah keluarga kerajaan. Rama mengangguk, keduanya kemudian keluar dari ruang baca pak Andik. Pak Wijaya, pak Suli dan Jaya menatap Rama penuh tanya sekeluarnya dari rumah pak Andik. Sesampainya di dalam kereta kuda Rama menyerahkan 1 batang emas besar kepada pak Suli, hasil panen cabainya. "Ini 1 batang emas?!!" Pak Suli yang tidak pernah memegang uang logam emas bahkan kini memiliki 1 batang emas besar. Tangannya bergetar hebat, bahkan ia menangis ketika melihat emas batangan itu. Mereka taunya Rama juga memegang 1 batang emas, padahal Rama memegang 6 batang emas dan 6 logam emas yang ia simpan di kotak penyimpanan onshop. Tempat teraman di zaman ini untuk Rama!"Tuan...." Rupanya Rianty menunggu Rama di depan penginapan. Ketika Rama turun dari kereta kuda, ia langsung mencegatnya dengan tangan di pinggang dan wajah cantik yang cemberut. Rama tersenyum ramah, seperti suami yang dicegat istri karna pulang terlambat. "Wah kamu semangat sekali nona muda..." goda Jaya. Hari ini Rianty terlihat cantik dengan rambut yang dikepang satu kebelakang. "Tuan, lebih cepat lebih baik untuk kamu buktikan kemampuan memasakmu." "Baiklah... Tapi apa boleh aku kekamarku dulu untuk mengambil persiapan?" tanya Rama, padahal ia hanya ingin tempat aman untuk diam-diam membeli bumbu di onshop. "Baik... jangan berpikir untuk kabur ya Tuan Muda!!" ancam Rianty. "Hei mana mungkin kami kabur!!" tegas Jaya, sementara Jaya dan Rianty berdebat, Rama naik ke lantai 2 , kekamar ia dan Jaya. Sesampainya dikamar, Rama membuka onshop dan membeli beberapa bumbu ikan bakar, madu, kaldu ayam, garam, veksin, dan bumbu saji bihun goreng. Tidak lupa tepung kriyuk serbaguna
Plak! Sebuah tamparan mengenai pipi Surya, Antoni bangsawan dari klan Jagatraya yang digadang-gadang sebagai penerus, melayangkan tamparan itu. Matanya memerah karna marah, bahkan ia ingin menghajar Surya hingga babak belur. Jika saja Surya bukan bagian dari klan, itu bisa saja terjadi. Namun Antoni masih menahan amarahnya. "Kau, kuberi misi untuk mendapatkan toko itu bagaimanapun caranya!!Tapi yang kudengar kamu malah memberikan tip pada makanannya!!! Dimana otakmu?!!" Kata Antoni dengan tangan dikepal. Surya memegangi pipinya yang memerah, ia menahan malu saat ini. Namun ia tak bisa melawan karna Antoni mempunyai temperamen yang tidak bisa ditahan. "Kakak tertua, aku khilaf karna rasa masakan itu. Aku benar-benar minta maaf!!" ucap Surya sembari berlutut. "Rasanya belum pernah aku rasakan, aku seperti tersihir!!" kata Surya beralasan. "Cih!! Itu hanya penginapan biasa, bahkan yang datang kesana bukanlah para bangsawan. Penginapan itu hanya memiliki nilai jual karna letak
"Kak Rama, biarkan kami ikut bersamamu..." tiba-tiba Toni memeluk Rama. "Iya Kak... Aku bisa membantumu membersihkan rumah." Rita juga ikut memeluk Rama. Diikuti Santi yang juga memeluk Rama. Alan menatap marah kepada ketiga adiknya yang ia rasa tidak tau malu. Alan tidak ingin menyusahkan Rama, bahkan bantuan yang Rama berikan padanya sudah sangat membantu mereka. Rama berpikir sejenak. Bukannya ia tak mau mengajak anak-anak ini, namun selain belum mendapatkan izin dari kedua orangtuanya, rumah Rama belum mampu menampung mereka berempat. "Tuan Muda Rama, jika kau ingin membawa mereka, saya bisa membantu memberikan tumpangan. " Kata pak Wijaya memberikan saran. Jaya mengangguk sebelum akhirnya bicara. "Kita bisa bawa tenda itu untuk mereka kan Ram..." Rama menggeleng,saat ini akan banyak orang yang penasaran dengan tenda yang ia miliki. Bahkan saat ini saja pengawal pak Wijaya terlihat mengagumi tenda milik Rama. Pak Suli juga menatap kagum, namun tidak berani bertanya pada R
"Beraninya kamu menghina keluarga kerajaan!!" Jaya akan maju menghajar pak Arya, namun Rama kembali menahannya. Saat ini jika Jaya menghajar Pak Arya, ia hanya akan menimbulkan masalah baru. Terlebih Rama tidak ingin pak Arya merasa lebih sombong ketika yakin keluarga Adipati memang dibuang. "Paman... Kami kesini ingin membayar upeti, bebaskan keluarga kami!" Mendengar kata-kata Rama mata Arya kembali dipenuhi rasa tamak akan kekayaan. "Aku tidak akan menerima kurang dari 25%!! Jika kalian memberikan kurang dari itu maka keluarga kalian akan aku tahan!!" "Kami menjual 40kg cabai dikali dengan 1 logam emas, sama dengan 40 logam emas, jika 25% untuk paman, maka kami membayar 10 logam emas untuk paman. Masing-masing dari kami akan membayar 5 logam emas." kata Rama kemudian menyerahkan 5 logam emas,disusul pak Suli yang juga memberikan 5 logam emas kepada pak Arya. Untung saja ia mendengarkan nasehat Rama untuk menukar 1 batang emas dengan beberapa logam emas dan perak. Pak Arya me
Rama tersenyum puas, ternyata begitu mudah mempengaruhi orang-orang di masa ini, terutama yang tamak. Pemuda itu kini berbisik kepada pak Arya, membuat mata pak Arya berbinar. Kemudian ia mengangguk. Para pengawal yang memperhatikan dari kejauhan menatap bingung. Mereka melihat Rama mengeluarkan suatu kotak kayu dan memberikannya pada pak Arya. "Apa itu?" *** Di sisi lain, Pak Andik berlari tergopoh-gopoh ke arah gerbang rumahnya diikuti para pegawainya, pak Andi seorang Menteri Perdagangan datang berkunjung ke rumahnya. "Terima hormat Tuan Besar!" Pak Andik menangkupkan tangannya. "Langsung saja, ada hal penting yang ingin aku bicarakan!" kata pak Andi. Pak Andik langsung mengangguk paham dan mengajak pak Andi ke ruang pertemuannya. Sesampainya di sana sudah ada beberapa hidangan, secara khusus pak Andik juga meletakkan bubuk cabai original dan rumput laut di atas meja. Baunya tercium sangat kuat, membuat pak Andi langsung memperhatikan kotak itu. "Aku membutuhkan bantu
"Tuan Muda Rama..." Pak Arya datang dengan senyuman di wajahnya. Dan memamerkan cincin giok hijau di jarinya. Tadi malam Rama memberikan 1 kotak suplemen, 1 buah sabun batangan dan 1 cincin bermatakan giok hijau. Di zaman ini tak banyak pejabat yang mampu memiliki cincin bermatakan giok hijau, bahkan ukiran cincin ini begitu indah dan elegan. Membuat siapapun yang melihatnya akan terpukau. Jelas cincin yang Rama hadiahkan adalah cincin yang ia beli dari onshop, Rama hanya melihat pak Arya ini orang yang suka memperhatikan penampilannya, jadi memberi hadiah berupa cincin. Rama bahkan tak pernah menyangka kalau pak Arya menyukai hadiah yang Rama berikan. "Pak Arya..." "Saya dengar Tuan Muda Rama mencari orang untuk membuat tambahan kamar?" 'Lihatlah, bahkan hadiah bisa membuat sikap orang menjadi ramah dalam semalam!' Batin Rama. "Benar, apa paman punya kenalan?" "Hahaha....aku adalah kepala desa, aku tau warga yang bisa membantumu Tuan Muda." Lanjutnya lagi. "Baiklah...bisa
Maslianur tertidur setelah meminum obat. Rama memintanya untuk tetap tinggal hingga keadaannya pulih, namun Maslianur mengkhawatirkan keadaan adiknya. Anisa sendirian di rumah dalam keadaan sakit, Maslianur harus segera pulang. Tapi ia tak berdaya, obat yang ia minum membuatnya merasa tidak bisa menahan kantuk. Mungkin ia akan tidur sebentar, setelah itu ia harus kembali. 10 kotak boncabai dan 2 kotak "hadiah" sudah Rama siapkan menjadi 1 di dalam kain. Mudah buat utusan pak Andik membawanya saat itu juga. Pak bima dan ibu Sri datang, mereka menginfokan jika Santi sudah berangsur sembuh. Bahkan memuji Alan dan adik-adiknya yang membantu pekerjaan di rumah pak Wijaya. Mereka anak-anak yang tau budi. "Loh nak...gambar apa ini?"tanya ibu Sri. "Desain gambar kamar bu," jelas Jaya. "Oiya pak, tanah rumah kita ini batasnya darimana sampai mana?" tanya Rama. Pak Bima kemudian keluar rumah diikuti Rama dan Jaya. Kemudian menunjuk dari ujung kiri ke ujung kanan. Tanah mereka tidak term
"To...tolong jangan hancurkan pondok kami!" Para prajurit kerajaan mulai menghancurkan beberapa kemah. Mereka juga sebenarnya tidak ingin melakukan ini. Namun, ini adalah perintah dari Kerajaan. Utusan timur akan datang sebagai perwakilan perdamaian antara bangsa Barbar dan kerajaan Bamaraya, sehingga pihak kerajaan tidak ingin kawasan Mekaragung yang menjadi tempat pertemuan, dianggap sebagai salah satu ibu kota provinsi yang kumuh. "Tidaaak!!" "Jangan!!" "Dasar prajurit kejam! biadab!" "Kami akan tinggal dimana? Huhuhu..." "Pondokku..." "Huhuhu..." Suara tangis dan teriakan ada dimana-mana, kini kemah mereka terbakar oleh api. Bahkan jika mereka melawanpun, mereka hanya akan babak belur. Seperti para pemuda yang mencoba melawan, namun pada akhirnya hanya mengalami kekalahan. Para prajurit itu memiliki tubuh yang bugar, sedangkan mereka hanya warga miskin yang bahkan tidak memiliki tenaga. Bagaimana bisa melawan prajurit?! Pandu menangis meratapi kemah mereka yang terbakar,