"Tuan muda Rama, aku akan ikut bersamamu ke kota. Aku tidak ingin kamu menanggung hutangku... Kamu sudah membantu hasil panenku agar tidak gagal."
Pak Suli mendekati Rama ketika pak Arya dan pengawalnya berlalu pergi. "Aku bersyukur jika paman bisa ikut...tapi tak apa jika aku yang menanggung hutangnya, karna ini ideku..." jelas Rama lagi. Pak Suli langsung bersujud dan meneteskan airmata. Rama sudah menolongnya memberantas hama, memberikan pupuk untuk cabainya dan kini bersedia menanggung hutangnya. Entah bagaimana pak Suli dan keluarganya akan membalas kebaikan Rama. "Nak, sebaiknya kita bersiap berangkat, karna jika terlambat maka cabai kita akan mengalami penurunan kualitas." ajak pak Bima. "Bapak di desa saja sama ibu, biar Jaya dan Rama yang berangkat." Jelas Jaya, Rama langsung mengangguk setuju. "Betul, lebih baik Bapak jaga ibu di rumah... Biar kita yang berangkat." "Kalian bisa memakai kereta kudaku, agar bisa cepat sampai..." jelas pak Wijaya. "kebetulan aku juga akan ke kota" "Wah, terima kasih paman..." sekali lagi Rama menangkupkan tangannya. "Haish...jangan begitu, wajar jika kita saling menolong sesama warga desa." "Terima kasih paman..." kata Jaya pula. "Terima kasih pak Wijaya..." kali ini pak Suli juga mengikuti. "Ayo kita bersiap saja..." Pak Wijaya terlihat malu pada penghormatan orang lain kepadanya. Meski didalam hati ia merasa takjub pada cara Rama berterima kasih pada orang lain. Anak itu bisa memberikan contoh yang baik kepada orang lain. *** Rama hanya mengemas hasil panen cabainya, karna kebutuhannya sudah tersedia di dalam kotak penyimpanan. Kali ini Rama bisa membeli kotak penyimpanan Reguler dari hasil menjual insektisida, pestisida dan pupuk. Kini Rama bisa menyimpan hingga 50 barang. Jika ia mendapatkan keuntungan yang banyak dari hasil menjual cabai, maka Rama akan meng-upgrade kotak penyimpanannya. Kali ini Rama membawa tas selempang untuk menyimpan bekal dan pisau lipat kecil untuk menjaganya selama di perjalanan. Tak lupa Rama juga membawa permen kopiku sebagai penahan ngantuk jika dibutuhkan. Pak Wijaya membawa kereta kuda yang lumayan besar, di depan bisa 2 orang yang duduk. Jaya duduk di depan menemani pengawal pak Wijaya yang mengarahkan kereta kuda. Sementara Rama, pak Wijaya, dan pak Suli di dalam kereta kuda. Itu pun masih muat 3 orang lagi di dalamnya. Di bagian belakang bisa memuat sekitar 40 kg hasil panen cabai dan barang dagangan pak Wijaya. Para pengawal ada 4 orang yang berjaga di sekitaran kereta dengan pedang dan busur. Kali ini mereka akan langsung ke kota Mekaragung, tidak terlalu jauh dari desa Mekarsari. Rama sesekali menguap dan memandang keluar jendela kereta kuda. Hanya terlihat pohon-pohon rindang dan puncak gunung, Rama mengulum permen kopikunya, berharap rasa ngantuk itu mulai hilang. Kali ini ia membuka 2 permen sekaligus. Di liriknya pak Suli yang bersender dan mulai tertidur. Sedangkan Pak Wijaya sedang menatap keluar jendela juga. "Paman akan membeli atau berdagang sesampainya di kota Mekaragung nanti?" Rama memecahkan kesunyian di antara mereka. Pak Wijaya menoleh dan tersenyum." Aku akan berdagang dan membeli beberapa stok barang nanti." Jelasnya. "Hmm... Jenis barang seperti apa yang akan paman perjual-belikan?" "Apa saja, asalkan bukan bahan makanan." Rama mengangguk paham kemudian mengeluarkan kotak kayu. "Coba paman lihat barangku ini, apa menurut paman barang ini akan laku dijual?" Pak Wijaya menyambut kotak kayu tersebut dan membukanya, sebuah sabun batangan berwarna merah muda dengan wangi mawar. Pak Wijaya menatap barang tersebut dengan binar ceria. "Apakah ini sabun?" Rama mengangguk."sabun ini memiliki wangi khas, melembutkan kulit bahkan bisa mencerahkan kulit."jelas Rama. "Ini barang yang sangat bagus dengan kualitas terbaik, belum pernah aku menemukan sabun batangan seharum ini!! Darimana kamu mendapatkan barang ini Tuan Muda?" Rama tersenyum senang. "Rahasia dagang..." "Ah..." Pak Wijaya paham, namun wajahnya terlihat muram. "Tapi aku ingin paman membantuku menjualnya, aku akan membagi keuntungan 10%." "10%?!" Pak Wijaya langsung bersemangat mendengarnya, pedagang mana yang tidak ingin keuntungan sebanyak itu. "Berapa harga sabun batang yang akan Tuan Muda jual?" Lanjutnya lagi. "Menurut paman berapa harga yg bagus? Karna target pembelinya adalah para wanita pejabat atau bangsawan." Pak Wijaya terlihat berpikir, "Sabun batang biasa terjual dengan harga 5 perunggu, sedangkan sabun ini memiliki kualitas yang baik. Mungkin harganya bisa naik sampai 10 perunggu?" Rama menggeleng tidak setuju "15 perunggu?" Lanjut pak Wijaya dan Rama kembali menggeleng. "Langsung saja Tuan Muda, sebutkan harga yang kamu inginkan. Aku akan berusaha menjualnya!" sahut pak Wijaya penuh semangat. "20 perunggu per batang." Pak Wijaya menatap ragu sekaligus takjub, jika sabun ini dijual di kalangan bangsawan maka harga 20 perunggu sangatlah pantas. Apalagi sabun ini memang ditargetkan untuk para bangsawan dan pejabat. "Berapa sabun yang Tuan Muda bawa?" "Ah...aku tidak membawanya, aku hanya membawa 1 batang untuk uji coba gratis...paman bisa memotongnya kecil-kecil jika ada yang ingin mencobanya." jelas Rama. Sebenarnya mudah buat Rama jika ingin mengeluarkan beberapa sabun lagi. Namun ia ingin melihat pangsa pasar, seperti apa trend di kota. Karna Rama harus melakukan riset pasar terlebih dahulu. Meskipun ia yakin, sabun itu akan laris terjual. Para wanita itu menyukai kebersihan. Apalagi jika dengan embel-embel bisa mencerahkan dan melembutkan kulit. Wanita mana yang tidak ingin membeli? "Duk! duk! duk!" Seseorang melempari kereta kuda mereka dengan beberapa batu. Kereta kuda berhenti dan Rama mengintip dari jendela. Beberapa anak kecil yang tidak memakai baju, berbadan kurus dan terlihat lemah. Namun yang melempar batu sepertinya memiliki tekad ketika melempar batu ke kereta kuda pak Wijaya. "Apa yg kalian lakukan?!" pengawal Pak Wijaya langsung menangkap anak kecil yang melempar batu. Sedangkan 3 yang lain meringkuk ketakutan. "Hei, jangan kasar pada anak kecil!!" Tegur Jaya. "Maafkan aku Tuan...aku hanya bermaksud menghentikan kereta kuda kalian..." jelas anak kecil yang melempari kereta dengan batu. "Kenapa kamu menghentikan kereta kuda kami?" Rama yang turun dari kereta menatap iba kepada anak kecil itu. "Siapa namamu?" tanya Rama kemudian. "Aku Alan tuan...mohon jangan hukum kami...aku hanya berharap tuan memberikan kami sedikit makanan..." Anak itu menunduk takut. "Adikku sedang sakit tuan..." lanjut anak yang bernama Alan itu. "Sakit apa?" tanya pak Wijaya. "Dia.... batuk dan hidungnya tidak bisa bernapas tuan..." Mendengar itu pengawal pak Wijaya langsung melepas cengkramannya pada Alan dan mendorongnya. Bahkan pak Wijaya, Jaya dan pengawal lainnya mulai menjaga jarak karna takut tertular. Hanya Rama yang terlihat santai di tempatnya semula. Alan mulai berlinang airmata, sepertinya usahanya tadi akan berakhir sia-sia. Sudah beberapa kereta kuda yang ia hentikan, namun tak ada yang mau menolong mereka. Bahkan jika ada yang berniat menolong pun, ketika mendengar sakit adiknya, maka mereka akan menjauh. Rama menatap Alan, melihat beberapa lebam di tubuh anak itu. "Pak Wijaya, seberapa jauh lagi pusat kota Mekaragung?" tanya Rama. "Sekitar 300 meter lagi." jelas pak Wijaya, ia tidak paham dengan maksud pertanyaan Rama. "Kalian bisa ke penginapan terlebih dahulu, aku akan menyusul. Tapi tolong jangan cari penginapan terlalu jauh, agar aku bisa menemukan kalian." jelas Rama. "Tapi.... Apa yang ingin kamu perbuat Tuan Muda Rama?" tanya Pak Wijaya, terlihat khawatir karna jarak Rama begitu dekat dengan anak-anak itu. Namun ia juga takut untuk mendekat. "Penyakit itu... Maaf, bukan bermaksud menyinggung... Tapi itu begitu menular." jelasnya lagi. Karna Rama juga pernah terkena penyakit tersebut dan sembuh. Karena itulah pak Wijaya menjaga bicaranya. Rama melambaikan tangan, "jangan khawatir paman...kalian bisa duluan, kak Jaya, kamu ikut aku." Jaya merasa kurang beruntung ketika mendengar Rama memintanya untuk tinggal, namun Jaya tetap harus tinggal karna dia adalah seorang abang yang harus menjaga adiknya. Jika ia meninggalkan Rama disini dan terjadi sesuatu padanya, maka ia akan mati dibunuh ibunya! "Ram, apa yang kamu lakukan?" Tanya Jaya setengah berbisik. "Tenanglah...." "Tapi Tuan Muda..." "Paman, percayalah padaku..." Entah kenapa setiap Rama bersuara, ia merasa terpedaya. Pak Wijaya merasa harus menurut ketika Rama sudah berkata begitu. Meski tidak mengerti, tapi dia menantikan apa yang akan dilakukan oleh pemuda satu ini."Tuan Muda, aku akan menginap di penginapan Melati. Karna berada di jalan utama, akan mudah untuk menemukannya," jelas pak Wijaya dengan hormat pada akhirnya. "Baiklah, ketika urusan di sini selesai, aku akan langsung menyusul kalian." "Tuan Muda Rama, tolong jaga dirimu..." kata pak Suli juga. Rama mengangguk dan tersenyum meyakinkan. Pak Wijaya dan pak Suli masuk kedalam kereta kuda dan berlalu. "Jadi kalian belum makan?" Rama kembali fokus kepada Alan dan adik-adiknya. Alan mengangguk takut. "Dimana kalian tinggal?" tanya Jaya. Alan menunjuk ke arah perkampungan pinggir jalan, Rama menatap perkampungan itu nanar. Beberapa kemah didirikan, berdinding kan pelepah daun dan atap jerami. Rama mengisyaratkan Alan untuk menuntunnya. Jaya menatap ragu namun tetap mengikuti Rama dan Alan, ketiga adik Alan mengikuti mereka dengan tertatih. Tapi ketika mereka akan masuk, beberapa pemuda yang sama kurusnya namun terlihat masih mempunyai tenaga menghentikan mereka. "Kalian jangan ma
"BRAK!!!" Seseorang terlempar keluar dari penginapan. Hampir saja mengenai Rama dan Jaya yang akan masuk ke penginapan. Untungnya Jaya yang memang menguasai bela diri langsung menahan tubuh Rama ke belakang. Padahal Rama modern juga lebih peka, meskipun ia hanya mengikuti silat sampai sabuk hijau. "Uhuk!" Pak Petra yang terlempar itu mengeluarkan darah, meskipun tidak banyak namun tubuhnya mengalami luka dalam. Semua orang memandang tanpa berbuat apapun, lalu Rama juga melihat pak Wijaya dan pak Suli di dalam tanpa berbuat apapun. 'Apa yang sebenarnya terjadi? ' "Bush!" Surya seorang bangsawan, menyiram Petra dengan semangkok sup sayur. "Coba kamu rasakan, apakah masakanmu ini layak untuk aku makan?!" katanya lagi dengan sebelah kaki yang kini berada di dada pak Petra. "Uhuk!! Maa... Maafkan aku Tuan Muda Surya!! Aku mohon... Beri aku kesempatan." "Duk!!" Pak Petra langsung berlutut ketika Surya melepaskan kakinya di dada pak Petra. "Waktumu hanya sampai besok!" katanya kemu
"Baiklah, besok pagi ketika urusanku sudah selesai. Aku akan memberikan beberapa resep masakan pada paman." kata Rama berjanji pada pak Petra. ketika urusannya dengan pak Andik selesai, maka Rama akan memberikan beberapa resep tambahan untuk menu di penginapan Melati. Jadi, di sinilah ia sekarang. Di rumah pak Andik Pratama. Setelah berkeliling akhirnya mereka menemukan rumah pak Andik. Rumah bata yang terbuat sangat mewah, dikelilingi pagar tinggi. Ketika masuk mereka juga disuguhi dengan taman bunga yang indah, ada kolam ikan dengan jembatan kayu yang menghubungkan kerumah utama. Pak Andik menyambut mereka dengan ramah, dan lebih ramah lagi ketika melihat hasil panen cabai yang sangat bagus. "Jadi berapa harga cabai yang akan paman beli perkilonya?" tanya Rama tanpa basa-basi. "4 logam emas!!!" seru pak Andik saking senangnya. Mendengar harga yang sangat mahal itu pak Wijaya, pak Suli dan Jaya langsung terperangah. Menatap Rama tak percaya. "Baiklah paman, tapi aku ingin
"Tuan...." Rupanya Rianty menunggu Rama di depan penginapan. Ketika Rama turun dari kereta kuda, ia langsung mencegatnya dengan tangan di pinggang dan wajah cantik yang cemberut. Rama tersenyum ramah, seperti suami yang dicegat istri karna pulang terlambat. "Wah kamu semangat sekali nona muda..." goda Jaya. Hari ini Rianty terlihat cantik dengan rambut yang dikepang satu kebelakang. "Tuan, lebih cepat lebih baik untuk kamu buktikan kemampuan memasakmu." "Baiklah... Tapi apa boleh aku kekamarku dulu untuk mengambil persiapan?" tanya Rama, padahal ia hanya ingin tempat aman untuk diam-diam membeli bumbu di onshop. "Baik... jangan berpikir untuk kabur ya Tuan Muda!!" ancam Rianty. "Hei mana mungkin kami kabur!!" tegas Jaya, sementara Jaya dan Rianty berdebat, Rama naik ke lantai 2 , kekamar ia dan Jaya. Sesampainya dikamar, Rama membuka onshop dan membeli beberapa bumbu ikan bakar, madu, kaldu ayam, garam, veksin, dan bumbu saji bihun goreng. Tidak lupa tepung kriyuk serbaguna
Plak! Sebuah tamparan mengenai pipi Surya, Antoni bangsawan dari klan Jagatraya yang digadang-gadang sebagai penerus, melayangkan tamparan itu. Matanya memerah karna marah, bahkan ia ingin menghajar Surya hingga babak belur. Jika saja Surya bukan bagian dari klan, itu bisa saja terjadi. Namun Antoni masih menahan amarahnya. "Kau, kuberi misi untuk mendapatkan toko itu bagaimanapun caranya!!Tapi yang kudengar kamu malah memberikan tip pada makanannya!!! Dimana otakmu?!!" Kata Antoni dengan tangan dikepal. Surya memegangi pipinya yang memerah, ia menahan malu saat ini. Namun ia tak bisa melawan karna Antoni mempunyai temperamen yang tidak bisa ditahan. "Kakak tertua, aku khilaf karna rasa masakan itu. Aku benar-benar minta maaf!!" ucap Surya sembari berlutut. "Rasanya belum pernah aku rasakan, aku seperti tersihir!!" kata Surya beralasan. "Cih!! Itu hanya penginapan biasa, bahkan yang datang kesana bukanlah para bangsawan. Penginapan itu hanya memiliki nilai jual karna letak
"Kak Rama, biarkan kami ikut bersamamu..." tiba-tiba Toni memeluk Rama. "Iya Kak... Aku bisa membantumu membersihkan rumah." Rita juga ikut memeluk Rama. Diikuti Santi yang juga memeluk Rama. Alan menatap marah kepada ketiga adiknya yang ia rasa tidak tau malu. Alan tidak ingin menyusahkan Rama, bahkan bantuan yang Rama berikan padanya sudah sangat membantu mereka. Rama berpikir sejenak. Bukannya ia tak mau mengajak anak-anak ini, namun selain belum mendapatkan izin dari kedua orangtuanya, rumah Rama belum mampu menampung mereka berempat. "Tuan Muda Rama, jika kau ingin membawa mereka, saya bisa membantu memberikan tumpangan. " Kata pak Wijaya memberikan saran. Jaya mengangguk sebelum akhirnya bicara. "Kita bisa bawa tenda itu untuk mereka kan Ram..." Rama menggeleng,saat ini akan banyak orang yang penasaran dengan tenda yang ia miliki. Bahkan saat ini saja pengawal pak Wijaya terlihat mengagumi tenda milik Rama. Pak Suli juga menatap kagum, namun tidak berani bertanya pada R
"Beraninya kamu menghina keluarga kerajaan!!" Jaya akan maju menghajar pak Arya, namun Rama kembali menahannya. Saat ini jika Jaya menghajar Pak Arya, ia hanya akan menimbulkan masalah baru. Terlebih Rama tidak ingin pak Arya merasa lebih sombong ketika yakin keluarga Adipati memang dibuang. "Paman... Kami kesini ingin membayar upeti, bebaskan keluarga kami!" Mendengar kata-kata Rama mata Arya kembali dipenuhi rasa tamak akan kekayaan. "Aku tidak akan menerima kurang dari 25%!! Jika kalian memberikan kurang dari itu maka keluarga kalian akan aku tahan!!" "Kami menjual 40kg cabai dikali dengan 1 logam emas, sama dengan 40 logam emas, jika 25% untuk paman, maka kami membayar 10 logam emas untuk paman. Masing-masing dari kami akan membayar 5 logam emas." kata Rama kemudian menyerahkan 5 logam emas,disusul pak Suli yang juga memberikan 5 logam emas kepada pak Arya. Untung saja ia mendengarkan nasehat Rama untuk menukar 1 batang emas dengan beberapa logam emas dan perak. Pak Arya me
Rama tersenyum puas, ternyata begitu mudah mempengaruhi orang-orang di masa ini, terutama yang tamak. Pemuda itu kini berbisik kepada pak Arya, membuat mata pak Arya berbinar. Kemudian ia mengangguk. Para pengawal yang memperhatikan dari kejauhan menatap bingung. Mereka melihat Rama mengeluarkan suatu kotak kayu dan memberikannya pada pak Arya. "Apa itu?" *** Di sisi lain, Pak Andik berlari tergopoh-gopoh ke arah gerbang rumahnya diikuti para pegawainya, pak Andi seorang Menteri Perdagangan datang berkunjung ke rumahnya. "Terima hormat Tuan Besar!" Pak Andik menangkupkan tangannya. "Langsung saja, ada hal penting yang ingin aku bicarakan!" kata pak Andi. Pak Andik langsung mengangguk paham dan mengajak pak Andi ke ruang pertemuannya. Sesampainya di sana sudah ada beberapa hidangan, secara khusus pak Andik juga meletakkan bubuk cabai original dan rumput laut di atas meja. Baunya tercium sangat kuat, membuat pak Andi langsung memperhatikan kotak itu. "Aku membutuhkan bantu
Andonesia, tahun 2075 Dunia hari ini mengalami kehancuran karena pengrusakan lingkungan oleh perusahaan maupun perorangan. Tapi, manusia tak peduli. Mereka justru berperang di bawah iklim yang berubah total dan tak sadar sebuah batuan besar dari langit menghantam bumi. Semua orang dalam keadaan panik, berlari tanpa tujuan. Bumi gelap seketika ketika kabut hitam aneh datang sementara listrik tengah padam. "Uuuhhh....!" Seorang pria tiba-tiba terbangun dengan tubuh yang terasa pegal, seolah-olah ia sudah tiduran terlalu lama. Pria itu menatap sekitarnya hingga akhirnya beradu pandang dengan perawat yang baru saja memasuki ruangannya dengan ekspresi terkejut. "Dokter Angel! Pasien nomor 10 akhirnya sadar." Perawat tersebut langsung mengabari seorang dokter cantik yang sedang menulis di ruangannya. Mendengar pasien dengan nomer 10 akhirnya sadar, Angel langsung mengikuti perawat yang tadi mengabarinya. "Klek!" Angel membuka pintu itu dan menatap pasien nomer 10 dan langsung
"Dar!!" "Tuan Muda!" jerit Lilia. "Kau sangat berani!!" Baxia mengayunkan ekornya untuk menghantam Jenderal Kris, tubuh Jenderal Kris melayang jauh hingga menghantam badan kapal yang lain, ia mengeluarkan darah dan mati di tempat. 'Bagaimana dengan Tuan Muda?'tanya Lilia. 'Tenanglah baby, aku akan membawa Tuan kembali setelah memberi mereka pengajaran.' Baxia berbalik dan memperlihatkan aura yang sangat dominan serta mengerikan, seketika air laut di sekitar kapal Mamarika bergemuruh. "PULANGLAH DAN JANGAN KEMBALI!! ATAU AKU AKAN BUAT PERHITUNGAN DAN MENGHANCURKAN BANGSA KALIAN!" suara Baxia menggema hingga memekakkan telinga yang mendengarnya, sehingga mereka harus menutup telinga agar tidak terlalu sakit. Jenderal Sean mengangguk sembari menutup telinganya. Mendapatkan jawaban yang diinginkannya, Baxia berbalik membawa tubuh Rama ke kapal mereka. Pasukan bayangan sudah menunggu Baxia dengan perasaan khawatir. Rama tidak sadarkan diri, saat diperiksa tidak ada tanda-tand
"Fatta, apa kau berhasil menjalin kontrak dengan Naga?" tanya Rama ketika melihat Fatta dan Baxia datang setelah 2 hari berkelana dialam Hewan Spiritual. 2 hari berkelana di alam Hewan Spiritual sama dengan 2 minggu berlalu di alam manusia. Baxia dan Fatta tersenyum, seekor hewan seperti mahluk purba muncul di punggung belakang Fatta, bentuknya sepertinya dinosaurus dengan ukuran mini setinggi setengah meter. Melihat hewan Spiritual milik Fatta, spontan Jaya tertawa terbahak-bahak."Kau berburu Naga, tapi malah mendapatkan Saurus?hahaha...Hewanmu sangat lucu Fatta!" Melihat itu Fatta dengan wajah datarnya memberi perintah kepada Barats, nama yang ia berikan kepada Hewan Spiritualnya untuk menunjukkan bakat uniknya. "Barats, perlihatkan wujud aslimu!!" Barats melompat dari punggung Fatta, ia kemudian memperlihatkan bentuknya yang semakin membesar hingga sebesar Baxia, "RAAAAAOOOOWWWW!!!" Barats memperlihatkan aumannya yang keras di wajah Jaya, Jaya tak mampu berbuat apapun, ia h
"Tuan Muda, apakah kau dari alam Hewan Spiritual?" tanya Fatta yang melihat Rama, Lilia dan Baxia datang bersamaan dari portal keluar alam Hewan spiritual. "Iya, ada apa? Apa ada masalah ketika aku pergi?" tanya Rama lagi, ia melihat ekspresi yang tidak biasa dari Fatta. "Tuan Muda, seharusnya kau mengajakku, aku juga ingin melakukan kontrak dengan Naga," sahut Fatta dengan ekspresi kecewa. Rama menghela napas lega, ia tak menyangka masalahnya seperti itu, ia bahkan sudah berpikiran yang tidak-tidak tadi. "Oho, aku bisa menemanimu!" kata Baxia, ia kemudian membuka kembali portal ke dunia alam Hewan Spiritual. Fatta kemudian menatap Rama dengan tatapan memohon untuk diizinkan pergi. "Baiklah, pergilah!" sahut Rama kemudian. "Terima kasih Tuan Muda," kata Fatta kemudian menghilang bersama Baxia di balik portal alam Hewan Spiritual. "Fatta itu termasuk manusia luar biasa, kekuatannya tidak seperti manusia biasa, apa mungkin dia manusia istimewa? Tapi tidak mudah menjalin kont
Sesampainya mereka di alam Hewan Spiritual, Rama dan Lilia di sambut dengan hangat. Namun para Naga bingung dengan Naga mini yang mengikuti Rama dan Lilia. "Apa Lilia punya anak?""Setauku tidak, Lilia belum memasuki masa kawin,""Lalu kenapa ada bayi Naga?""Mungkin Lilia menemukannya dan kasihan padanya,""Kau benar, bisa jadi seperti itu, tapi bukankah kita para Naga tidak pernah menelantarkan bayinya?""Aaahh.... Kau benar juga, lalu bayi siapa itu?"Semua Naga mulai menebak siapa bayi Naga yang mengikuti Rama dan Lilia, bahkan Ketua Naga terlihat bingung dengan Naga kecil yang mereka bawa. Rama tersadar dengan tatapan aneh sedari tadi yang mereka terima. "Baxia, kau boleh mengubah wujudmu kalau di sini," kata Rama, sepertinya wujud Baxia yang menggemaskan membuat para Naga bertanya-tanya. Mendengar itu Baxia lalu berubah ke wujud asalnya, Naga yang tadinya lucu dan menggemaskan berubah menjadi Naga yang mendominasi, gagah dan sangat kuat. melihat tanda di wajahnya Ketua Naga l
"Jadi apa nama untukku?" tanya Naga jantan yang telah menjalin kontrak dengan Rama itu, bahkan Lilia menatap dengan tidak percaya, bagaimana bisa 2 Naga menjalin kontrak dengan Tuan yang sama, bukan kah Tuan itu tidak akan mampu, tapi yang terjadi Rama terlihat mampu dan tidak kenapa-kenapa. "Kita sudah menjalin kontrak?" tanya Rama memastikan, ia memang merasa ada yang berbeda pada dirinya ketika menjalin kontrak dengan Naga jantan, tidak seperti ketika ia menjalin kontrak dengan Lilia. Bahkan Lilia tersadar, ada perubahan pada bulu putih di bagian wajah Naga jantan, bulu putih itu berkilau keemasan, di bagian sayap juga begitu, Namun ia masih berwarna biru muda, selain itu dan cahaya tadi tidak terjadi apapun kepada Naga jantan. "Apa yang kau lakukan kepada Tuanku?" tanya Lilia, ia khawatir Rama yang malah mendapat imbasnya. "Aku membagi kekuatanku padanya, aku tidak mungkin mencelakainya my love, jika dia mati kau dan aku akan mati juga," sahut Naga jantan, Lilia bersyukur atur
"Maksudmu ada Naga lain selain dirimu saat ini?" tanya Rama, ia melihat Lilia menggeram marah dan mencoba mencari sumber bau itu. "Tuan Muda, aku akan pergi sebentar!" pamit Lilia, ia kemudian menjauh dari desa Mekarsari menuju bukit. 'Lilia, berhati-hatilah dan tetap pertahankan komunikasi kita."pinta Rama, ia terlihat khawatir melihat Lilia yang pergi begitu saja. 'Tentu Tuan Muda, aku adalah Naga penjaga sekaligus Naga petarung, jangan khawatir aku akan segera kembali,' Sesampainya di bukit kembaran, Lilia berdesis, tanda ia sedang marah, "Tunjukan dirimu, aku tau kau ada di dekatku!" seru Lilia, ia terlihat sangat marah. Kemudian seekor Naga yang lebih tinggi dari Lilia muncul, Naga itu memiliki warna biru muda dengan warna putih sayap di bagian mata. Matanya berwarna hitam pekat, sudah bisa ditebak Naga ini adalah Naga jantan. "Aku tak menyangka kau akan menyadari kehadiranku, "Naga itu terlihat sangat mendominasi, berbeda dengan Naga jantan yang biasa Lilia temui. Lili
'Lilia, apa yang terjadi?'tanya Rama. Lilia menatap ke arah bangungan Houston yang tak jauh dari dirinya, Xiao Wang Li dan Jessica berada. 'Tuan Muda, bangsa Mamarika sepertinya membuat senjata baru untuk memerangi kita,' 'Senjata baru, Seperti apa?'tanya Rama kembali. 'Senjata itu memiliki pelontar, berbentuk bulat berduri, diberi api dan ketika meluncur serta mengenai target, maka akan meledak di waktu tertentu, "jelas Lilia, ia menggeram marah. Ingin rasanya Lilia menghancurkan bangsa Mamarika sekarang juga, kalau saja bukan Rama yang melarang maka Lilia sudah membumihanguskan bangsa itu. 'Lilia tenanglah, bawa Xiao Wang Li dan adiknya kembali terlebih dahulu ke Mekarsari,' pinta Rama. "Xiao, Tuan Muda meminta kita untuk kembali terlebih dahulu ke Mekarsari," jelas Lilia setelah selesai berkomunikasi dengan Rama. Xiao Wang Li dan Jessica terlihat kebingungan sebelum akhirnya Lilia kembali bersuara. "Aku dan Tuan Muda terjalin kontrak, karena itu kami bisa berkomunikasi sec
"Lilia!!" Kali ini Xiao Wang Li sangat senang bertemu Lilia, ia tak menyangka kalau Lilia selama ini bersamanya. "Rrrrrgggghhhh... Rrrrrgggghhhh... " Lilia mulai berdesis, ia siap mengeluarkan laharnya kapanpun ia mau, jika ada yang berani mendekat siap-siap saja dibakar sampai hangus. "Prajurit!!" Jenderal Kris berteriak memanggil prajurit bersenjata api. Para prajurit mulai mengepung Lilia dan Xiao Wang Li, mereka juga mulai siaga dengan mengompa senjata api. "Jangan mendekat atau kalian aku bakar!!" ancam Lilia lagi, pasukan Mamarika mulai gentar, terlebih dengan apa yang baru mereka lihat. Naga benar-benar nyata!! Bukannya takut, Jenderal Kris menjadi berambisi untuk menjinakkan Lilia dan menjadikannya hewan milik mereka, mereka tidak tau jika hewan spiritual yang menjalin kontrak tidak bisa dijinakkan. "Tangkap Naga itu!!" perintah Jenderal Kris, pasukan Mamarika agak kebingungan, dengan apa mereka harus menangkap Naga yang memiliki tinggi 2 kali lipat lebih dari manusia.