Share

bab 8

Penulis: Ummi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kembali ke desa Mekarsari.

Kebun milik pak Bima dan pak Suli sudah mulai bisa dipanen 2 hari lagi. Sedangkan milik petani lain juga sudah bisa dipanen sekitar seminggu kemudian. Rama menjual beberapa bahan insektisida, pestisida dan pupuk. Ada yang berbahan organik maupun sintetis.

"Nah ini sabun yang aku janjikan..." Selesai dari kebun, Rama mulai membagikan beberapa sabun batangan kepada para penduduk desa yang ingin pergi ke sungai.

"Ini beneran gratis Tuan Muda?"

"Waah, anakku akan semakin cantik kalau memakai sabun ini."

"Terima kasih Tuan Muda Rama."

Penduduk desa bergantian mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Rama. Semua kini memandang Rama dengan takjub, masalah pertanian mereka terselesaikan, Rama juga membagikan sabun batangan secara gratis pada mereka. Siapa yang tidak menyukai barang gratis, bahkan bantuan Rama terhadap kebun-kebun yang terkena hama sangat membantu. Tadinya warga mengira mereka akan kembali terlilit hutan dan upeti jika kali ini kembali mengalami gagal panen. Melihat hasil kebun yang sangat bagus dan berlimpah, warga bersuka cita.

"Bagaimana jika kita mengadakan pesta malam ini?" saran Jaya.

"Setujuuu...."

"Kita adakan di balai pertemuan!"

"Masing-masing bawa makanan dari rumah ke balai pertemuan dan kita akan berbagi di sana?"

"Setujuuu!"

Masing-masing warga mulai bersorak dan mengutarakan pendapat mereka kemudian menatap Rama.

"Ah, aku setuju-setuju saja..." jelas Rama ketika para penduduk menatapnya, meminta persetujuannya.

***

Dirumah...

Rama mengeluarkan beberapa potong roti, daging sapi cincang berbentuk bulat, selada, tomat,bawang bombay dan telur dari onshop. Tak lupa saos pedas dan mayonaise. Rama akan membuat banyak roti lapis untuk menjamu para warga. Saos pedas, saos manis, dan mayonaise sudah Rama letakkan di alas daun pisang, kemudian roti lapis ia balut pula dengan daun pisang. Rama membawa makanan itu dibantu dengan ibu Sri, pak Bima dan Jaya.

"Apa tidak sebaiknya makanan biasa saja nak? Makanan ini akan membuat penduduk curiga..." saran pak Bima.

"Tenang saja pak, siapa yang akan percaya aku bisa sihir." sahut Rama meyakinkan.

"Benar pak, lagipula warga desa sudah mengagumi Rama, mana berani mereka menuduh seperti itu..." kata Jaya ikut meyakinkan.

"Bapak dan ibu khawatir nak, semoga Dewa melindungi kamu dari prasangka." kata ibu lagi, jelas ekspresi khawatir terlihat di wajahnya.

"Tenang saja bu, pak... Rama hanya ingin berbagi kenikmatan bersama warga desa."

Ibu Sri dan pak Bima memandang takjub Rama, mata keduanya berbinar sambil berlinang air mata yang ditahan. Jaya langsung menepuk bahu Rama bangga.

Mereka kemudian membawa roti lapis ke balai pertemuan. Disana sudah berjejer berbagai macam makanan, ada bubur sagu, tumisan sayur, ada buah, dan ada minuman putih. Tak salah ketika Rama membuat roti lapis, karna ia tau warga sangat miskin, banyak dari mereka bahkan memiliki utang sama halnya dengan keluarga Rama. Upeti hasil kebun membuat mereka meminjam kepada rentenir, setidaknya kebun masih bisa bertahan. Jika tidak bisa dijual, mereka bisa memakannya sendiri. Ketika keluarga Rama sampai, semua orang menatap takjub dengan roti lapis yang mereka bawa. Mereka belum pernah melihat olahan makanan seperti itu.

Ketika nampan roti lapis disajikan, banyak dari warga mengambil roti lapis tersebut. Meskipun ada pula yang malu-malu mengambilnya.

"ENAAAAAK!!!"

"MAKANAN APA INI? LEZAT SEKALI..."

"SAYUR INI TERASA RENYAH DAN MANIS..."

"TOMATNYA JUGA BESAR DAN MANIS"

"ADA DAGINGNYA, ADA DAGING!!!"

Ketika mendengar kata daging disebutkan, semua warga menatap makanan mereka dan mulai meneteskan airmata. Kapan terakhir kali mereka memakan daging?

Tidak ada yang ingat, karna desa Mekarsari hanya memiliki pertanian, mereka sama sekali lupa kapan terakhir kali memakan daging. Bahkan daging ikan sekalipun. Daging hanya bisa dinikmati orang kaya, pejabat, bangsawan, dan keluarga kerajaan. Setelah merasakan nikmatnya daging, warga percaya jika Rama dan keluarganya, memang keluarga kerajaan. Hanya itu hal masuk akal yang bisa mereka pikirkan.

Malam itu suara sorak bergembira membahana di desa Mekarsari. Para warga ada yang menyanyikan lagu kerajaan ada yang menari dan bertepuk tangan. Suasana hangat memeluk setiap tubuh.

Di desa Mekarsari terdiri dari 13 kepala keluarga yang membangun rumah, 11 keluarga berbahan kayu-jerami dan 2 lainnya berbahan bata-sirap. Ke dua rumah tersebut adalah milik pak Wijaya Kusuma seorang pedagang yang baik hati dan pak Arya seorang kepala desa yang sangat angkuh dan sombong.

Seperti biasa ketika musim panen tiba, pak Arya akan membawa 2 orang pengawalnya yang bertubuh kekar untuk meminta upeti. Upeti yang harusnya dibayar adalah 20% dari hasil panen. Melihat hasil panen warga yang melimpah sikap tamak mempengaruhinya.

"Kalian harus membayar umpeti 25%!" katanya kepada pak Bima dan pak Suli yang sedang panen. "Warga lain juga akan dikenakan upeti 25%!!" sambungnya lagi.

Pak Bima langsung mengepalkan tangan dan menggeretakkan giginya.

"Bukankah upeti pinjam tanah hanya 20% dari hasil panen?!" Pak Wijaya mulai angkat bicara.

"Ada perubahan upeti, karna badai. Bahan baku tidak bisa datang, jadi untuk menutupi kerugian, upeti dinaikkan menjadi 25%!!!" Jelas pak Arya berbohong dengan senyum sinisnya.

"Hmm... Berapa harga yang akan kami dapatkan dari harga cabai ini menurut pak Arya?" tanya Rama.

Semua warga desa menatap Rama kebingungan, bahkan Pak Arya juga kebingungan. Disaat seperti ini, dia malah menanyakan harga yang akan Rama dapatkan.

Pak Arya terlihat berpikir sebelum bicara."setidaknya kalian akan mendapatkan 1 logam emas perkilo." jelas pak Arya yakin, 'tidak mungkin harga pertanian di desa Mekarsari akan dihargai lebih mahal dari ini.'pikirnya.

Rama tersenyum. "Kapan kami harus membayar upeti hasil panen?" tanya Rama lagi.

"Kalian harus membayar sekarang, karna kalian sudah memetik hasilnya. Kalian harus membayar upeti meskipun cabai tersebut tidak laku!! Karna ini upeti pinjam tanah!!"

Rama terlihat menganggukkan kepalanya, padahal Rama paham betul mengingat ingatan pemilik tubuh sebelumnya. Namun Rama hanya ingin memperjelas perkataan licik si kepala desa. Pak Arya hanya tidak tau berapa harga cabe yang akan Rama jual.

"Bagaimana kami bisa membayarnya? Beri kami kesempatan untuk menjualnya terlebih dahulu!!" seru pak Bima.

"Betul, beri kami kesempatan menjual terlebih dahulu!!" sorak para warga.

"DIAM!!!" pak Arya langsung menggebrak meja.

Semua warga langsung ketakutan, pak Arya ini tidak memiliki empati dan sopan santun. Padahal ia tau pak Bima adalah keluarga kerajaan. Namun ia berani menaikkan suaranya. Jika di dalam kerajaan ada yang berani seperti itu, maka seluruh keluarganya akan dihukum.

"Haish... Paman jangan marah...bagaimana jika paman kasih kami surat hutang dulu." Jelas Rama.

Pak Arya mengeryit, menilik maksud Rama, namun tak menemukan rencana apapun dalam perkataan Rama. Anak itu terkesan memohon padanya sekarang.

"Surat hutang? Maksudnya?"

"Paman beri kami surat hutang yang menyatakan kami berhutang sebanyak 25% untuk pembelian cabai seharga 1logam emas perkilonya, jika kami tidak membayar setelah pulang dari kota. Maka paman boleh menjadikan kami budak."

Semua warga termasuk pak Bima, Jaya, ibu Sri dan pak Wijaya langsung menatap Rama tidak percaya. Bagaimana bisa dia begitu percaya diri bisa menjual cabai hasil panen mereka. Panen kali ini memang bagus, besar dan mulus. Namun siapa yang berani membeli cabai dengan harga 1 logam emas?

Pak Arya tersenyum licik kemudian mengintruksikan pengawalnya untuk mengambil kertas, kuas dan tinta. Kemudian meminta pengawalnya menulis kata-kata Rama tadi, didalam pikirannya sebentar lagi ia akan menjadi lebih kaya.

Pak Suli mendekati Rama, "Tuan Muda Rama... Apakah mungkin cabai kita akan dihargai 1 logam emas perkilonya?" tanyanya meyakinkan.

Rama mengangguk,"paman harus percaya, jika paman ragu, biar aku yang menanggung cabai paman nanti." jelas Rama yakin.

Rama ingat, si pengepul Andik Pratama berkata harga cabai akan sangat mahal karna sedang langka, terlebih ada badai. Pasti harga cabai akan sesuai dengan perkiraan Rama. Barang langka akan sangat mahal, namun banyak dari mereka yang ketakutan. Meskipun langka, cabai adalah jenis sayuran yang bisa busuk. Jadi mereka harus menjualnya dengan cepat, dengan harga yang bagus pula.

"Cap jari disitu..." Kata pak Arya dengan senyum kemenangan. Ia memandang hina sekaligus berterimakasih atas kebodohan Rama. 'Keluarga kerajaan yang bodoh!'pikirnya.

"Terima kasih paman..." Rama menangkupkan tangannya dan memberi hormat.

"Baiklah... Jangan lupa aku akan menagih kalian nanti, ingat! Jangan berpikir untuk kabur, jika kalian kabur, maka keluarga kalian yang ada di desa akan aku jadikan budak!!!"ancam pak Arya dengan mata yang melotot.

Rama mengangguk polos,di masa modern yang Rama pelajari, jangan jadi orang yang banyak omong, apapun ide yang ada dikepala kita. Cukup kita yang tau. Karna tak semua orang akan senang jika melihat ide tersebut bisa berjalan lancar. Artinya lebih banyak manusia yang suka melihat kegagalan orang lain ketimbang kesuksesannya. Maka dari itu, Rama memilih untuk terlihat polos dan bodoh saat ini.

'Untuk membuat musuh tertipu, kita juga harus membuat sekutu tidak tahu, kan?' batinnya tenang.

Bab terkait

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 9

    "Tuan muda Rama, aku akan ikut bersamamu ke kota. Aku tidak ingin kamu menanggung hutangku... Kamu sudah membantu hasil panenku agar tidak gagal." Pak Suli mendekati Rama ketika pak Arya dan pengawalnya berlalu pergi. "Aku bersyukur jika paman bisa ikut...tapi tak apa jika aku yang menanggung hutangnya, karna ini ideku..." jelas Rama lagi. Pak Suli langsung bersujud dan meneteskan airmata. Rama sudah menolongnya memberantas hama, memberikan pupuk untuk cabainya dan kini bersedia menanggung hutangnya. Entah bagaimana pak Suli dan keluarganya akan membalas kebaikan Rama. "Nak, sebaiknya kita bersiap berangkat, karna jika terlambat maka cabai kita akan mengalami penurunan kualitas." ajak pak Bima. "Bapak di desa saja sama ibu, biar Jaya dan Rama yang berangkat." Jelas Jaya, Rama langsung mengangguk setuju. "Betul, lebih baik Bapak jaga ibu di rumah... Biar kita yang berangkat." "Kalian bisa memakai kereta kudaku, agar bisa cepat sampai..." jelas pak Wijaya. "kebetulan aku jug

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 10

    "Tuan Muda, aku akan menginap di penginapan Melati. Karna berada di jalan utama, akan mudah untuk menemukannya," jelas pak Wijaya dengan hormat pada akhirnya. "Baiklah, ketika urusan di sini selesai, aku akan langsung menyusul kalian." "Tuan Muda Rama, tolong jaga dirimu..." kata pak Suli juga. Rama mengangguk dan tersenyum meyakinkan. Pak Wijaya dan pak Suli masuk kedalam kereta kuda dan berlalu. "Jadi kalian belum makan?" Rama kembali fokus kepada Alan dan adik-adiknya. Alan mengangguk takut. "Dimana kalian tinggal?" tanya Jaya. Alan menunjuk ke arah perkampungan pinggir jalan, Rama menatap perkampungan itu nanar. Beberapa kemah didirikan, berdinding kan pelepah daun dan atap jerami. Rama mengisyaratkan Alan untuk menuntunnya. Jaya menatap ragu namun tetap mengikuti Rama dan Alan, ketiga adik Alan mengikuti mereka dengan tertatih. Tapi ketika mereka akan masuk, beberapa pemuda yang sama kurusnya namun terlihat masih mempunyai tenaga menghentikan mereka. "Kalian jangan ma

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 11

    "BRAK!!!" Seseorang terlempar keluar dari penginapan. Hampir saja mengenai Rama dan Jaya yang akan masuk ke penginapan. Untungnya Jaya yang memang menguasai bela diri langsung menahan tubuh Rama ke belakang. Padahal Rama modern juga lebih peka, meskipun ia hanya mengikuti silat sampai sabuk hijau. "Uhuk!" Pak Petra yang terlempar itu mengeluarkan darah, meskipun tidak banyak namun tubuhnya mengalami luka dalam. Semua orang memandang tanpa berbuat apapun, lalu Rama juga melihat pak Wijaya dan pak Suli di dalam tanpa berbuat apapun. 'Apa yang sebenarnya terjadi? ' "Bush!" Surya seorang bangsawan, menyiram Petra dengan semangkok sup sayur. "Coba kamu rasakan, apakah masakanmu ini layak untuk aku makan?!" katanya lagi dengan sebelah kaki yang kini berada di dada pak Petra. "Uhuk!! Maa... Maafkan aku Tuan Muda Surya!! Aku mohon... Beri aku kesempatan." "Duk!!" Pak Petra langsung berlutut ketika Surya melepaskan kakinya di dada pak Petra. "Waktumu hanya sampai besok!" katanya kemu

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 12

    "Baiklah, besok pagi ketika urusanku sudah selesai. Aku akan memberikan beberapa resep masakan pada paman." kata Rama berjanji pada pak Petra. ketika urusannya dengan pak Andik selesai, maka Rama akan memberikan beberapa resep tambahan untuk menu di penginapan Melati. Jadi, di sinilah ia sekarang. Di rumah pak Andik Pratama. Setelah berkeliling akhirnya mereka menemukan rumah pak Andik. Rumah bata yang terbuat sangat mewah, dikelilingi pagar tinggi. Ketika masuk mereka juga disuguhi dengan taman bunga yang indah, ada kolam ikan dengan jembatan kayu yang menghubungkan kerumah utama. Pak Andik menyambut mereka dengan ramah, dan lebih ramah lagi ketika melihat hasil panen cabai yang sangat bagus. "Jadi berapa harga cabai yang akan paman beli perkilonya?" tanya Rama tanpa basa-basi. "4 logam emas!!!" seru pak Andik saking senangnya. Mendengar harga yang sangat mahal itu pak Wijaya, pak Suli dan Jaya langsung terperangah. Menatap Rama tak percaya. "Baiklah paman, tapi aku ingin

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 13

    "Tuan...." Rupanya Rianty menunggu Rama di depan penginapan. Ketika Rama turun dari kereta kuda, ia langsung mencegatnya dengan tangan di pinggang dan wajah cantik yang cemberut. Rama tersenyum ramah, seperti suami yang dicegat istri karna pulang terlambat. "Wah kamu semangat sekali nona muda..." goda Jaya. Hari ini Rianty terlihat cantik dengan rambut yang dikepang satu kebelakang. "Tuan, lebih cepat lebih baik untuk kamu buktikan kemampuan memasakmu." "Baiklah... Tapi apa boleh aku kekamarku dulu untuk mengambil persiapan?" tanya Rama, padahal ia hanya ingin tempat aman untuk diam-diam membeli bumbu di onshop. "Baik... jangan berpikir untuk kabur ya Tuan Muda!!" ancam Rianty. "Hei mana mungkin kami kabur!!" tegas Jaya, sementara Jaya dan Rianty berdebat, Rama naik ke lantai 2 , kekamar ia dan Jaya. Sesampainya dikamar, Rama membuka onshop dan membeli beberapa bumbu ikan bakar, madu, kaldu ayam, garam, veksin, dan bumbu saji bihun goreng. Tidak lupa tepung kriyuk serbaguna

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 14

    Plak! Sebuah tamparan mengenai pipi Surya, Antoni bangsawan dari klan Jagatraya yang digadang-gadang sebagai penerus, melayangkan tamparan itu. Matanya memerah karna marah, bahkan ia ingin menghajar Surya hingga babak belur. Jika saja Surya bukan bagian dari klan, itu bisa saja terjadi. Namun Antoni masih menahan amarahnya. "Kau, kuberi misi untuk mendapatkan toko itu bagaimanapun caranya!!Tapi yang kudengar kamu malah memberikan tip pada makanannya!!! Dimana otakmu?!!" Kata Antoni dengan tangan dikepal. Surya memegangi pipinya yang memerah, ia menahan malu saat ini. Namun ia tak bisa melawan karna Antoni mempunyai temperamen yang tidak bisa ditahan. "Kakak tertua, aku khilaf karna rasa masakan itu. Aku benar-benar minta maaf!!" ucap Surya sembari berlutut. "Rasanya belum pernah aku rasakan, aku seperti tersihir!!" kata Surya beralasan. "Cih!! Itu hanya penginapan biasa, bahkan yang datang kesana bukanlah para bangsawan. Penginapan itu hanya memiliki nilai jual karna letak

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 15

    "Kak Rama, biarkan kami ikut bersamamu..." tiba-tiba Toni memeluk Rama. "Iya Kak... Aku bisa membantumu membersihkan rumah." Rita juga ikut memeluk Rama. Diikuti Santi yang juga memeluk Rama. Alan menatap marah kepada ketiga adiknya yang ia rasa tidak tau malu. Alan tidak ingin menyusahkan Rama, bahkan bantuan yang Rama berikan padanya sudah sangat membantu mereka. Rama berpikir sejenak. Bukannya ia tak mau mengajak anak-anak ini, namun selain belum mendapatkan izin dari kedua orangtuanya, rumah Rama belum mampu menampung mereka berempat. "Tuan Muda Rama, jika kau ingin membawa mereka, saya bisa membantu memberikan tumpangan. " Kata pak Wijaya memberikan saran. Jaya mengangguk sebelum akhirnya bicara. "Kita bisa bawa tenda itu untuk mereka kan Ram..." Rama menggeleng,saat ini akan banyak orang yang penasaran dengan tenda yang ia miliki. Bahkan saat ini saja pengawal pak Wijaya terlihat mengagumi tenda milik Rama. Pak Suli juga menatap kagum, namun tidak berani bertanya pada R

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 16

    "Beraninya kamu menghina keluarga kerajaan!!" Jaya akan maju menghajar pak Arya, namun Rama kembali menahannya. Saat ini jika Jaya menghajar Pak Arya, ia hanya akan menimbulkan masalah baru. Terlebih Rama tidak ingin pak Arya merasa lebih sombong ketika yakin keluarga Adipati memang dibuang. "Paman... Kami kesini ingin membayar upeti, bebaskan keluarga kami!" Mendengar kata-kata Rama mata Arya kembali dipenuhi rasa tamak akan kekayaan. "Aku tidak akan menerima kurang dari 25%!! Jika kalian memberikan kurang dari itu maka keluarga kalian akan aku tahan!!" "Kami menjual 40kg cabai dikali dengan 1 logam emas, sama dengan 40 logam emas, jika 25% untuk paman, maka kami membayar 10 logam emas untuk paman. Masing-masing dari kami akan membayar 5 logam emas." kata Rama kemudian menyerahkan 5 logam emas,disusul pak Suli yang juga memberikan 5 logam emas kepada pak Arya. Untung saja ia mendengarkan nasehat Rama untuk menukar 1 batang emas dengan beberapa logam emas dan perak. Pak Arya me

Bab terbaru

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   Bab 149

    Andonesia, tahun 2075 Dunia hari ini mengalami kehancuran karena pengrusakan lingkungan oleh perusahaan maupun perorangan. Tapi, manusia tak peduli. Mereka justru berperang di bawah iklim yang berubah total dan tak sadar sebuah batuan besar dari langit menghantam bumi. Semua orang dalam keadaan panik, berlari tanpa tujuan. Bumi gelap seketika ketika kabut hitam aneh datang sementara listrik tengah padam. "Uuuhhh....!" Seorang pria tiba-tiba terbangun dengan tubuh yang terasa pegal, seolah-olah ia sudah tiduran terlalu lama. Pria itu menatap sekitarnya hingga akhirnya beradu pandang dengan perawat yang baru saja memasuki ruangannya dengan ekspresi terkejut. "Dokter Angel! Pasien nomor 10 akhirnya sadar." Perawat tersebut langsung mengabari seorang dokter cantik yang sedang menulis di ruangannya. Mendengar pasien dengan nomer 10 akhirnya sadar, Angel langsung mengikuti perawat yang tadi mengabarinya. "Klek!" Angel membuka pintu itu dan menatap pasien nomer 10 dan langsung

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 148

    "Dar!!" "Tuan Muda!" jerit Lilia. "Kau sangat berani!!" Baxia mengayunkan ekornya untuk menghantam Jenderal Kris, tubuh Jenderal Kris melayang jauh hingga menghantam badan kapal yang lain, ia mengeluarkan darah dan mati di tempat. 'Bagaimana dengan Tuan Muda?'tanya Lilia. 'Tenanglah baby, aku akan membawa Tuan kembali setelah memberi mereka pengajaran.' Baxia berbalik dan memperlihatkan aura yang sangat dominan serta mengerikan, seketika air laut di sekitar kapal Mamarika bergemuruh. "PULANGLAH DAN JANGAN KEMBALI!! ATAU AKU AKAN BUAT PERHITUNGAN DAN MENGHANCURKAN BANGSA KALIAN!" suara Baxia menggema hingga memekakkan telinga yang mendengarnya, sehingga mereka harus menutup telinga agar tidak terlalu sakit. Jenderal Sean mengangguk sembari menutup telinganya. Mendapatkan jawaban yang diinginkannya, Baxia berbalik membawa tubuh Rama ke kapal mereka. Pasukan bayangan sudah menunggu Baxia dengan perasaan khawatir. Rama tidak sadarkan diri, saat diperiksa tidak ada tanda-tand

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 147

    "Fatta, apa kau berhasil menjalin kontrak dengan Naga?" tanya Rama ketika melihat Fatta dan Baxia datang setelah 2 hari berkelana dialam Hewan Spiritual. 2 hari berkelana di alam Hewan Spiritual sama dengan 2 minggu berlalu di alam manusia. Baxia dan Fatta tersenyum, seekor hewan seperti mahluk purba muncul di punggung belakang Fatta, bentuknya sepertinya dinosaurus dengan ukuran mini setinggi setengah meter. Melihat hewan Spiritual milik Fatta, spontan Jaya tertawa terbahak-bahak."Kau berburu Naga, tapi malah mendapatkan Saurus?hahaha...Hewanmu sangat lucu Fatta!" Melihat itu Fatta dengan wajah datarnya memberi perintah kepada Barats, nama yang ia berikan kepada Hewan Spiritualnya untuk menunjukkan bakat uniknya. "Barats, perlihatkan wujud aslimu!!" Barats melompat dari punggung Fatta, ia kemudian memperlihatkan bentuknya yang semakin membesar hingga sebesar Baxia, "RAAAAAOOOOWWWW!!!" Barats memperlihatkan aumannya yang keras di wajah Jaya, Jaya tak mampu berbuat apapun, ia h

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 146

    "Tuan Muda, apakah kau dari alam Hewan Spiritual?" tanya Fatta yang melihat Rama, Lilia dan Baxia datang bersamaan dari portal keluar alam Hewan spiritual. "Iya, ada apa? Apa ada masalah ketika aku pergi?" tanya Rama lagi, ia melihat ekspresi yang tidak biasa dari Fatta. "Tuan Muda, seharusnya kau mengajakku, aku juga ingin melakukan kontrak dengan Naga," sahut Fatta dengan ekspresi kecewa. Rama menghela napas lega, ia tak menyangka masalahnya seperti itu, ia bahkan sudah berpikiran yang tidak-tidak tadi. "Oho, aku bisa menemanimu!" kata Baxia, ia kemudian membuka kembali portal ke dunia alam Hewan Spiritual. Fatta kemudian menatap Rama dengan tatapan memohon untuk diizinkan pergi. "Baiklah, pergilah!" sahut Rama kemudian. "Terima kasih Tuan Muda," kata Fatta kemudian menghilang bersama Baxia di balik portal alam Hewan Spiritual. "Fatta itu termasuk manusia luar biasa, kekuatannya tidak seperti manusia biasa, apa mungkin dia manusia istimewa? Tapi tidak mudah menjalin kont

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 145

    Sesampainya mereka di alam Hewan Spiritual, Rama dan Lilia di sambut dengan hangat. Namun para Naga bingung dengan Naga mini yang mengikuti Rama dan Lilia. "Apa Lilia punya anak?""Setauku tidak, Lilia belum memasuki masa kawin,""Lalu kenapa ada bayi Naga?""Mungkin Lilia menemukannya dan kasihan padanya,""Kau benar, bisa jadi seperti itu, tapi bukankah kita para Naga tidak pernah menelantarkan bayinya?""Aaahh.... Kau benar juga, lalu bayi siapa itu?"Semua Naga mulai menebak siapa bayi Naga yang mengikuti Rama dan Lilia, bahkan Ketua Naga terlihat bingung dengan Naga kecil yang mereka bawa. Rama tersadar dengan tatapan aneh sedari tadi yang mereka terima. "Baxia, kau boleh mengubah wujudmu kalau di sini," kata Rama, sepertinya wujud Baxia yang menggemaskan membuat para Naga bertanya-tanya. Mendengar itu Baxia lalu berubah ke wujud asalnya, Naga yang tadinya lucu dan menggemaskan berubah menjadi Naga yang mendominasi, gagah dan sangat kuat. melihat tanda di wajahnya Ketua Naga l

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 144

    "Jadi apa nama untukku?" tanya Naga jantan yang telah menjalin kontrak dengan Rama itu, bahkan Lilia menatap dengan tidak percaya, bagaimana bisa 2 Naga menjalin kontrak dengan Tuan yang sama, bukan kah Tuan itu tidak akan mampu, tapi yang terjadi Rama terlihat mampu dan tidak kenapa-kenapa. "Kita sudah menjalin kontrak?" tanya Rama memastikan, ia memang merasa ada yang berbeda pada dirinya ketika menjalin kontrak dengan Naga jantan, tidak seperti ketika ia menjalin kontrak dengan Lilia. Bahkan Lilia tersadar, ada perubahan pada bulu putih di bagian wajah Naga jantan, bulu putih itu berkilau keemasan, di bagian sayap juga begitu, Namun ia masih berwarna biru muda, selain itu dan cahaya tadi tidak terjadi apapun kepada Naga jantan. "Apa yang kau lakukan kepada Tuanku?" tanya Lilia, ia khawatir Rama yang malah mendapat imbasnya. "Aku membagi kekuatanku padanya, aku tidak mungkin mencelakainya my love, jika dia mati kau dan aku akan mati juga," sahut Naga jantan, Lilia bersyukur atur

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 143

    "Maksudmu ada Naga lain selain dirimu saat ini?" tanya Rama, ia melihat Lilia menggeram marah dan mencoba mencari sumber bau itu. "Tuan Muda, aku akan pergi sebentar!" pamit Lilia, ia kemudian menjauh dari desa Mekarsari menuju bukit. 'Lilia, berhati-hatilah dan tetap pertahankan komunikasi kita."pinta Rama, ia terlihat khawatir melihat Lilia yang pergi begitu saja. 'Tentu Tuan Muda, aku adalah Naga penjaga sekaligus Naga petarung, jangan khawatir aku akan segera kembali,' Sesampainya di bukit kembaran, Lilia berdesis, tanda ia sedang marah, "Tunjukan dirimu, aku tau kau ada di dekatku!" seru Lilia, ia terlihat sangat marah. Kemudian seekor Naga yang lebih tinggi dari Lilia muncul, Naga itu memiliki warna biru muda dengan warna putih sayap di bagian mata. Matanya berwarna hitam pekat, sudah bisa ditebak Naga ini adalah Naga jantan. "Aku tak menyangka kau akan menyadari kehadiranku, "Naga itu terlihat sangat mendominasi, berbeda dengan Naga jantan yang biasa Lilia temui. Lili

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 142

    'Lilia, apa yang terjadi?'tanya Rama. Lilia menatap ke arah bangungan Houston yang tak jauh dari dirinya, Xiao Wang Li dan Jessica berada. 'Tuan Muda, bangsa Mamarika sepertinya membuat senjata baru untuk memerangi kita,' 'Senjata baru, Seperti apa?'tanya Rama kembali. 'Senjata itu memiliki pelontar, berbentuk bulat berduri, diberi api dan ketika meluncur serta mengenai target, maka akan meledak di waktu tertentu, "jelas Lilia, ia menggeram marah. Ingin rasanya Lilia menghancurkan bangsa Mamarika sekarang juga, kalau saja bukan Rama yang melarang maka Lilia sudah membumihanguskan bangsa itu. 'Lilia tenanglah, bawa Xiao Wang Li dan adiknya kembali terlebih dahulu ke Mekarsari,' pinta Rama. "Xiao, Tuan Muda meminta kita untuk kembali terlebih dahulu ke Mekarsari," jelas Lilia setelah selesai berkomunikasi dengan Rama. Xiao Wang Li dan Jessica terlihat kebingungan sebelum akhirnya Lilia kembali bersuara. "Aku dan Tuan Muda terjalin kontrak, karena itu kami bisa berkomunikasi sec

  • Perjalanan Waktu sang Penguasa Desa   bab 141

    "Lilia!!" Kali ini Xiao Wang Li sangat senang bertemu Lilia, ia tak menyangka kalau Lilia selama ini bersamanya. "Rrrrrgggghhhh... Rrrrrgggghhhh... " Lilia mulai berdesis, ia siap mengeluarkan laharnya kapanpun ia mau, jika ada yang berani mendekat siap-siap saja dibakar sampai hangus. "Prajurit!!" Jenderal Kris berteriak memanggil prajurit bersenjata api. Para prajurit mulai mengepung Lilia dan Xiao Wang Li, mereka juga mulai siaga dengan mengompa senjata api. "Jangan mendekat atau kalian aku bakar!!" ancam Lilia lagi, pasukan Mamarika mulai gentar, terlebih dengan apa yang baru mereka lihat. Naga benar-benar nyata!! Bukannya takut, Jenderal Kris menjadi berambisi untuk menjinakkan Lilia dan menjadikannya hewan milik mereka, mereka tidak tau jika hewan spiritual yang menjalin kontrak tidak bisa dijinakkan. "Tangkap Naga itu!!" perintah Jenderal Kris, pasukan Mamarika agak kebingungan, dengan apa mereka harus menangkap Naga yang memiliki tinggi 2 kali lipat lebih dari manusia.

DMCA.com Protection Status