Di sisi lain, Pak Bima duduk bersimpuh di hadapan keluarga Wijaya Kusumo.
Ayah kandung dari Rama dan Jaya itu harus dapat bantuan sagu untuk mengisi kembali balabba miliknya. Sebuah tempat yang terbuat dari anyaman daun sagu untuk menyimpan sagu. "Jangan begitu pak Bima, aku akan membantumu. Tolong jangan bersimpuh di hadapanku..." Pak Wijaya memapah pak Bima agar berdiri. "Terima kasih pak Wijaya, aku tidak akan melupakan jasamu ini..."ucap Pak Bima dengan linangan air mata. "Bibi..!" Pak Wijaya memanggil pelayannya dan mengintruksikan untuk mengisi balabba milik pak Bima dengan sagu. "Tolong isi hingga penuh..."pesannya lagi. "Baik Tuan..." Pelayan itu sontak pergi ke tempat penyimpanan milik kelurga Wijaya. "Pak Bima ini keluarga kerajaan, tolong lain kali jangan bersimpuh di depanku... Aku hanya seorang pedagang," jelas Pak Wijaya merendah. Beliau adalah warga paling kaya yang pekerjaannya seorang pedagang. Meskipun begitu, beliau tidak pernah memandang hina keluarga Pak Bima. Menurutnya meski semiskin apapun. Keluarga kerajaan tetap keluarga kerajaan yang harus dihormati. Pak Wijaya adalah pedagang yang memiliki pemahaman religius yang kuat. Sehingga tidak mudah baginya memandang rendah orang lain. Meski hidup dalam kekayaan. "Itu hanya status pak Wijaya, pada dasarnya keluargaku hanyalah orang yang terasingkan..." jelas Pak Bima lagi. Pak Wijaya menggeleng, hidup dalam kemiskinan membuat siapapun kehilangan kepercayaan dirinya. Ia pernah di masa itu, hanya saja hidup mulai memihak padanya ketika ia berdagang. Jadi tidak mudah memandang remeh seseorang jika dirimu pernah merasakan pahitnya hidup. "Jangan berkecil hati Pak Bima, jika ada kemauan dan usaha. Semua tidak akan sia-sia..." Pak Wijaya menyemangati kembali Pak Bima. Melihat itu, Pak Bima hanya mengangguk meski ia sadar bahwa hidup belum berpihak padanya. Semua keluarga kerajaan meremehkannya, padahal Bima adipati termasuk pelajar yang berbakat. Keluarganya jauh dari kata korup sehingga banyak keluarga kerajaan yang tidak menyukainya. *** Saat ini pak Bima membawa balabba miliknya memasuki rumah, ia menghapus air mata yang masih menggenangi pelupuk matanya. Ia tak boleh memperlihatkan sosoknya yang lemah kepada keluarganya. Ketika memasuki rumah, Pak Bima mendengar suara tertawa dan senda gurau keluarganya di kamar Rama. Rumah ini memiliki 2 kamar, 1 ruang tamu kecil dan dapur. Kamar yang biasanya dipakai Rama adalah kamarnya dan Jaya. Namun karna Rama sakit, agar tidak menular, Jaya diminta untuk tidur di ruang tamu. Adat di desa jika ada yang sakit, para warga harus menjenguk dan mengantar sandang pangan untuk si sakit. Namun tidak berlaku untuk penyakit menular. Para warga tidak berani menjenguk, ada yang memandang iba, hina dan acuh pada keluarga Adipati. Tidak ada yang salah karna di masa lampau, penyakit flu belum ada obatnya dan mudah menular. Berbeda dengan Rama yang memiliki pengetahuan masa modern. Mudah baginya meminta sistem onshop untuk belanja obat. "Nak..." Pak Bima masuk ke ruangan di mana semua keluarganya berkumpul. Ibu Sri terperanjat, wanita itu langsung menuntun suaminya untuk duduk di dekat Rama. "Rama sudah sembuh pak..." katanya. Pak Bima sontak menoleh bingung dan memandang ke arah Rama dan istrinya secara bergantian. Mana mungkin penyakit itu mudah sembuhnya kan? "Bener pak, sudah tidak mampet lagi kok hidungnya...tenggorokan juga sudah tidak sakit." Kini Rama berbicara membuat Bima terbelalak. "Bagaimana bisa?" tanya pria tua itu kebingungan. "Para dewa menjawab doa kita pak..."jawab Jaya yang dibalas anggukan ibu Sri. Rama tidak paham dengan sistem agama dimasa ini, yang ia tau di masa ini warganya percaya dengan para dewa dan Rama hanya mengikuti alurnya. "Benar pak, Rama sudah sembuh..."jelas Rama lagi. Bapak menyentuh dahi Rama yang sudah tidak terasa panas. Bahkan hidungnya sudah terlihat bersih. Pak Bima langsung menyebut puji syukur pada Dewa. Rama hanya percaya Tuhan, jadi dia juga bersyukur pada Tuhan karna kesempatan kedua yang sudah diberikan padanya. Rama benar-benar bersyukur dan berjanji akan menjalani hidup dengan lebih baik lagi. "Ibu, ini ada bantuan sagu dari pak Wijaya...tolong ibu masak agar Rama bisa makan." Kata pak Bima sembari menyerahkan balabba pada istrinya. Ibu Sri memandang haru dan menerima balabba itu. Kemudian langsung memasak sagu kedapur. Sagu adalah masakan pokok di jaman ini. Bisa makan sagu saja sudah membuat warga teramat bersyukur kepada Dewa. "Pak, aku akan ke kebun, untuk memetik beberapa sayuran..."pamit Jaya. "Hati-hati nak..."kata pak Bima. Pak Bima menyenggol kotak kue brownies di atas dipan, tidak jauh dari Rama. Pak Bima menoleh kebingungan saat memandang kotak kue yang terlihat asing baginya. Rama terlihat tenang meski di dalam hatinya ia panik akan menjelaskan apa pada pak Bima. "Apa ini nduk?" tanya pak Bima masih memegangi dan memandangi kue brownies. "Aaa...Itu tadi saat bapak keluar ada seseorang yang mengantarkan ini dan bilang kalo ini dari barat," jelas Rama memutar otak. "Dari barat?" Bapak masih kebingungan. "Siapa yg mengantarkan ini, apa utusan kerajaan?" tanya bapak lagi. "Sepertinya betul pak..."jawab Rama asal. "Aneh sekali barang ini, apa ini bisa dimakan?" "Sepertinya bisa dimakan pak, aku pernah melihat pejabat memakan itu," jelas Rama berbohong. Bapak membuka kue brownies, bahkan kotak kue tersebut membuat pak Bima terkagum-kagum. Karna kualitas kertas yang sangat bagus. Kemudian membuka kotak kue dan mengambil sedikit kue brownies untuk dicicipi. "WAAAHH... APA INI?! " seru pak Bima takjub. Rasa yang luar biasa manis, pahit, gurih dan nikmat menjadi satu. Belum pernah ia merasakan makanan lezat seperti ini. "Bu... Ibu..." Pak Bima memanggil istrinya. Ibu Sri yang mendengar suara pak Bima, datang tergopoh-gopoh. "Ada apa Pak?" "Ini, coba dicicip..." Pak Bima mengambil lagi kue brownies dan menyuapi istrinya. Mata ibu Sri langsung takjub merasakan hal luar biasa di mulutnya. Apa yang ia makan langsung meleleh dengan lembut. "Apa ini pak?" "Tidak tau bu, ini apa Rama?" "Namanya Brownies bu, pak," jelas Rama, merasa lucu melihat sikap Ibu dan Bapaknya yang takjub pada rasa brownies. "Bow... Bownis?" kata ibu dan bapak serempak. Rama mengangguk setuju, meskipun salah penyebutan, nama itu lebih cocok untuk orang jaman sekarang. "Ibu-Bapak! GAWAT!!" Kini Jaya yang datang tergesa-gesa, namun menghentikan perkataannya ketika melihat kue brownies ditangan ibu dan bapaknya. "Eh...kalian sedang makan apa?" tanyanya mendekat. Tanpa basa-basi, Ibu menyuapi Jaya sepotong kecil brownies. Jaya merasa takjub dan minta lagi disuapin "Pelan-pelan kak makannya," kata Rama mengingatkan, ia tau makan brownies terlalu cepat bisa membuat keseleg nantinya. Jaya mengangguk dan meminum air yang ditawari ibu. "Makanan apa ini? " "Bownies..." jawab ibu. "Bownies? Dari mana?" "Masalah gawat apa tadi kak?" tanya Rama mengalihkan pertanyaan Jaya. Dia khawatir kakaknya itu menyadari kebohongannya. Untungnya, Jaya terperdaya. Kakak Rama itu langsung mengubah duduknya. "Pak, tanaman cabai kita terserang hama!" jelas Jaya. Bapak yang mendengar itu langsung berdiri. "Ayo kita ke kebun..."kata Bapak langsung mengajak Jaya. Mendengar kata kebun Rama tertarik untuk ikut. "Pak, Kak Jaya, aku ikut!" Sayangnya, Ibu Sri langsung menghalanginya. "Nak... Kamu masih perlu istirahat" "Ibu...aku hanya ikut melihat, aku tidak akan menggerakkan tubuhku." Kata Rama, namun sorot wajah didepannya masih terlihat khawatir. "Aku bosan di rumah bu..." "Bosan?" Ibu Sri terlihat tidak mengerti. "Aku harus membawa tubuh ini bergerak bu, agar tubuhku tidak kaku," jelas Rama buru-buru. Ibu Sri tersenyum mengiyakan. "Jangan terlalu lelah Nak..." Rama mengangguk, dan bangun dari duduknya. "Kamu duduk di pedati (gerobak) saja nanti Ram..."kata Jaya. Rama kembali mengangguk, mengikuti Jaya dan pak Bima. Dia tak sabar untuk berkebun! CIta-citanya sejak dulu! *** Kini Rama duduk di pedati (gerobak) jaman dulu dengan 2 roda disisi kiri dan kanan, jarang ada warga yang memiliki pedati. Keluarga Adipati memiliki pedati karna ini harta satu-satunya yang dimiliki mereka sebagai keluarga kerajaan. Pak Bima mulai mengangkat pedati dan Jaya mendorong dari belakang. Mereka mulai menelusuri jalan menuju kebun cabai yang tidak terlalu jauh jaraknya dari rumah. Hanya berjarak 500 meter dari jalan utama desa mekarsari. Mereka pun mulai melewati beberapa perkebunan milik warga lainnya yang tidak jauh berbeda, semua terkena serangan hama. Entah kebun siapa yang mulai terkena hama, itu pasti akan menular ke kebun lainnya. "Hama apa yang menyerang kebun cabai kita kak?" tanya Rama. "Aku rasa ini adalah hama kutu, para pekebun lain bilang ada pelajar yang mengatakan ini hama kutu," jelas Jaya. Rama merenung...Pada zaman dulu, industri pertanian belum terlalu terkenal. Sehingga yang berkebun kebanyakan hanya rakyat pedesaan. Mereka hanya mampu berkebun sederhana, memakai alat tradisional bahkan pengetahuan tentang memberantas hama pun masih kurang memadai. "Kutunya berwarna putih?" tanya Rama lagi. Jaya mengangguk sebelum menatapnya heran, "Bagaimana kamu bisa tau?""Aku hanya menebaknya..." jelas Rama cepat. Pak Bima yang mendengar percakapan kedua anaknya itu mengangguk. "Kukira kamu mulai diam-diam kembali belajar pada paman Nugroho..." timpalnya. Nugroho adalah seorang pejabat daerah yang juga merupakan anggota kerajaan yang menjabat sebagai menteri pertanian. Meski seorang pejabat pertanian, Nugroho tidak terlalu memiliki peran penting. Di masa itu, bidang pertanian adalah bidang pekerjaan terendah. Sedangkan bidang tertinggi ada pada menteri pertahanan, menteri perdagangan dan menteri luar-dalam kerajaan. Meskipun begitu beliau adalah salah satu anggota keluarga kerajaan yang masih menyambut ramah keluarga Adipati. Rama pemilik tubuh terdahulu menyukai belajar, meski pengetahuannya tidak terlalu mendalam. Sayangnya, dia sulit menangkap pelajaran. Namun pemilik tubuh terdahulu, tak menyerah. Dia tetap berbakti dan rajin. Untungnya, Rama yang sekarang adalah masyarakat modern yang menyukai perkebunan, peternakan dan perdagangan. Ia ju
[Selamat datang di onshop] Saat ini Rama sedang sendirian di kamarnya, pintu kamar sudah ia kunci. Jaya sedang pergi jaga malam bergantian dengan warga lainnya. Pak Bima di kamar dengan ibu Sri. Ini saat yang tepat untuk Rama membedah onshop. Menurut informasi yang Rama dapatkan, 1 logam emas setara dengan 2 juta Rupih, 1 logam perak setara 200 ribu Rupih, 1 logam perunggu setara 20 ribu Rupih. Nilai mata uang di zaman ini lebih besar karna lebih murni dibanding zaman modern yang sudah terkena inflasi. Rama memasukkan 1 logam perunggu ke dalam gambar token di onshop. Seketika terlihat nominal 20 ribu Rupih. Rama tersenyum puas dan membayar 5 Rupih untuk harga brownies tadi pagi. 'Lebih baik tidak berhutang' pikirnya. Rama memandangi kotak Brownies dan seketika robot mungil kembali muncul. [Anda bisa membuang sampah ke kotak sampah daur ulang, satu sampah dihargai 1 rupih] Rama langsung tersenyum puas dan mengklik gambar kotak sampah, memasukkan kotak brownies ke dalam gambar
Pagi ini cerah seperti biasa, semua warga desa memulai rutinitasnya. Ada yang mencuci di sungai, pergi ke kebun dan bekerja di rumah para pejabat. Tadi pagi saat dirumah, Rama sudah menyiapkan insektisida dan perekat yang ia beli di onshop, tak lupa pula membeli semprot manual 10 liter. Penampilan Rama terlihat mencolok dengan menggendong semprot manual itu. Rama mulai menyemprot daun cabe dari bawah keatas, karna hama kutu biasa berada di bawah daun, maka Rama memakai semprotan yang mengeluarkan air seperti embun. Para warga berkumpul di sekitar kebun pak Bima. Menatap kagum, bingung dan pikiran lainnya, karna apa yang Rama gunakan belum pernah mereka lihat sebelumnya. Pak Bima dan Jaya mulai membersihkan rumput-rumput liar disekitar tanaman cabai. Sementara Rama mulai menyisiri tanaman cabai dan menyemprotnya. Ketika ingin menyemprot tanaman cabai dengan insektisida, Rama harus melakukannya di pagi hari atau di sore hari, disaat matahari belum terasa panas. Selesai menyemprot tan
"Waaaaahhhh!! Enak sekali..." kata Jaya penuh semangat ketika mencoba nasi goreng yang dibuat Rama. "Masakan ini kaya akan bumbu, bahkan ada telur dan suiran ayam." kata pak Bima ikut berkomentar. "Enak sekali nakk... kapan kamu menyiapkan semua ini?" tanya ibu Sri juga. Rama hanya tersenyum ketika keluarganya menikmati masakan sederhana yang ia buat. Padahal nasi gorengnya dibuat dengan bumbu kemasan. Sepulang dari sungai, Rama langsung mengeluarkan kompor gas kecil dan memasak nasi goreng, menggoreng telur dan menyuir ayam goreng. Kemudian ditambah dengan bawang goreng. Semua dibeli di onshop! Semua terasa mudah dengan onshop, kendalanya token Rama di onshop mulai menipis. Rama berpikir akan membeli beberapa sabun dan shampo sachet untuk dijual dan mengisi token onshopnya. "Apa nama masakan ini Ram?" tanya Jaya. "Nasi goreng spesial" Jelas Rama. "Ini... Nasi?" Tanya ibu dengan raut wajah kaget. "Nasi yang cuma para pejabat tinggi yang bisa memakannya?" Tanya Jaya me
"Baiklah, aku akan mencatat siapa saja yang memesan barang. Seminggu lagi aku akan berangkat ke desa kuncup..." jelas Rama. Rama mulai mengeluarkan buku kecil dan bolpoin, para warga kebingungan dengan barang yang dipakai Rama karena barang-barang itu terlihat menakjubkan dan ajaib. Namun, mereka menahan rasa penasaran mereka. Saat ini, yang terpenting adalah cairan ajaib yang dimiliki Rama! "Aku..." "Aku juga..." Satu persatu warga desa mulai mengangkat tangan dan mengatakan keinginannya. "Tuan Muda Rama, pupuk apa yang tadi kamu pakai?" Tanya pak Jarwo. "Itu pupuk untuk merangsang pembuahan, membuatnya berkualitas dan produksinya melimpah." jelas Rama. Meski terkadang warga desa kebingungan dengan perkataan Rama. Mereka tetap mengangguk, sepertinya apa yang Rama ucapkan adalah kata-kata para keluarga kerajaan yang terpelajar saja. "Aku pesan itu juga ya Tuan Muda Rama..." sambung pak Jarwo. "Aku juga..." kata pak Bromo dan warga lainnya pun mulai mengerumuni Rama. **
Kembali ke desa Mekarsari. Kebun milik pak Bima dan pak Suli sudah mulai bisa dipanen 2 hari lagi. Sedangkan milik petani lain juga sudah bisa dipanen sekitar seminggu kemudian. Rama menjual beberapa bahan insektisida, pestisida dan pupuk. Ada yang berbahan organik maupun sintetis. "Nah ini sabun yang aku janjikan..." Selesai dari kebun, Rama mulai membagikan beberapa sabun batangan kepada para penduduk desa yang ingin pergi ke sungai. "Ini beneran gratis Tuan Muda?" "Waah, anakku akan semakin cantik kalau memakai sabun ini." "Terima kasih Tuan Muda Rama." Penduduk desa bergantian mengucapkan pujian dan terima kasih kepada Rama. Semua kini memandang Rama dengan takjub, masalah pertanian mereka terselesaikan, Rama juga membagikan sabun batangan secara gratis pada mereka. Siapa yang tidak menyukai barang gratis, bahkan bantuan Rama terhadap kebun-kebun yang terkena hama sangat membantu. Tadinya warga mengira mereka akan kembali terlilit hutan dan upeti jika kali ini kembali meng
"Tuan muda Rama, aku akan ikut bersamamu ke kota. Aku tidak ingin kamu menanggung hutangku... Kamu sudah membantu hasil panenku agar tidak gagal." Pak Suli mendekati Rama ketika pak Arya dan pengawalnya berlalu pergi. "Aku bersyukur jika paman bisa ikut...tapi tak apa jika aku yang menanggung hutangnya, karna ini ideku..." jelas Rama lagi. Pak Suli langsung bersujud dan meneteskan airmata. Rama sudah menolongnya memberantas hama, memberikan pupuk untuk cabainya dan kini bersedia menanggung hutangnya. Entah bagaimana pak Suli dan keluarganya akan membalas kebaikan Rama. "Nak, sebaiknya kita bersiap berangkat, karna jika terlambat maka cabai kita akan mengalami penurunan kualitas." ajak pak Bima. "Bapak di desa saja sama ibu, biar Jaya dan Rama yang berangkat." Jelas Jaya, Rama langsung mengangguk setuju. "Betul, lebih baik Bapak jaga ibu di rumah... Biar kita yang berangkat." "Kalian bisa memakai kereta kudaku, agar bisa cepat sampai..." jelas pak Wijaya. "kebetulan aku jug
"Tuan Muda, aku akan menginap di penginapan Melati. Karna berada di jalan utama, akan mudah untuk menemukannya," jelas pak Wijaya dengan hormat pada akhirnya. "Baiklah, ketika urusan di sini selesai, aku akan langsung menyusul kalian." "Tuan Muda Rama, tolong jaga dirimu..." kata pak Suli juga. Rama mengangguk dan tersenyum meyakinkan. Pak Wijaya dan pak Suli masuk kedalam kereta kuda dan berlalu. "Jadi kalian belum makan?" Rama kembali fokus kepada Alan dan adik-adiknya. Alan mengangguk takut. "Dimana kalian tinggal?" tanya Jaya. Alan menunjuk ke arah perkampungan pinggir jalan, Rama menatap perkampungan itu nanar. Beberapa kemah didirikan, berdinding kan pelepah daun dan atap jerami. Rama mengisyaratkan Alan untuk menuntunnya. Jaya menatap ragu namun tetap mengikuti Rama dan Alan, ketiga adik Alan mengikuti mereka dengan tertatih. Tapi ketika mereka akan masuk, beberapa pemuda yang sama kurusnya namun terlihat masih mempunyai tenaga menghentikan mereka. "Kalian jangan ma
Andonesia, tahun 2075 Dunia hari ini mengalami kehancuran karena pengrusakan lingkungan oleh perusahaan maupun perorangan. Tapi, manusia tak peduli. Mereka justru berperang di bawah iklim yang berubah total dan tak sadar sebuah batuan besar dari langit menghantam bumi. Semua orang dalam keadaan panik, berlari tanpa tujuan. Bumi gelap seketika ketika kabut hitam aneh datang sementara listrik tengah padam. "Uuuhhh....!" Seorang pria tiba-tiba terbangun dengan tubuh yang terasa pegal, seolah-olah ia sudah tiduran terlalu lama. Pria itu menatap sekitarnya hingga akhirnya beradu pandang dengan perawat yang baru saja memasuki ruangannya dengan ekspresi terkejut. "Dokter Angel! Pasien nomor 10 akhirnya sadar." Perawat tersebut langsung mengabari seorang dokter cantik yang sedang menulis di ruangannya. Mendengar pasien dengan nomer 10 akhirnya sadar, Angel langsung mengikuti perawat yang tadi mengabarinya. "Klek!" Angel membuka pintu itu dan menatap pasien nomer 10 dan langsung
"Dar!!" "Tuan Muda!" jerit Lilia. "Kau sangat berani!!" Baxia mengayunkan ekornya untuk menghantam Jenderal Kris, tubuh Jenderal Kris melayang jauh hingga menghantam badan kapal yang lain, ia mengeluarkan darah dan mati di tempat. 'Bagaimana dengan Tuan Muda?'tanya Lilia. 'Tenanglah baby, aku akan membawa Tuan kembali setelah memberi mereka pengajaran.' Baxia berbalik dan memperlihatkan aura yang sangat dominan serta mengerikan, seketika air laut di sekitar kapal Mamarika bergemuruh. "PULANGLAH DAN JANGAN KEMBALI!! ATAU AKU AKAN BUAT PERHITUNGAN DAN MENGHANCURKAN BANGSA KALIAN!" suara Baxia menggema hingga memekakkan telinga yang mendengarnya, sehingga mereka harus menutup telinga agar tidak terlalu sakit. Jenderal Sean mengangguk sembari menutup telinganya. Mendapatkan jawaban yang diinginkannya, Baxia berbalik membawa tubuh Rama ke kapal mereka. Pasukan bayangan sudah menunggu Baxia dengan perasaan khawatir. Rama tidak sadarkan diri, saat diperiksa tidak ada tanda-tand
"Fatta, apa kau berhasil menjalin kontrak dengan Naga?" tanya Rama ketika melihat Fatta dan Baxia datang setelah 2 hari berkelana dialam Hewan Spiritual. 2 hari berkelana di alam Hewan Spiritual sama dengan 2 minggu berlalu di alam manusia. Baxia dan Fatta tersenyum, seekor hewan seperti mahluk purba muncul di punggung belakang Fatta, bentuknya sepertinya dinosaurus dengan ukuran mini setinggi setengah meter. Melihat hewan Spiritual milik Fatta, spontan Jaya tertawa terbahak-bahak."Kau berburu Naga, tapi malah mendapatkan Saurus?hahaha...Hewanmu sangat lucu Fatta!" Melihat itu Fatta dengan wajah datarnya memberi perintah kepada Barats, nama yang ia berikan kepada Hewan Spiritualnya untuk menunjukkan bakat uniknya. "Barats, perlihatkan wujud aslimu!!" Barats melompat dari punggung Fatta, ia kemudian memperlihatkan bentuknya yang semakin membesar hingga sebesar Baxia, "RAAAAAOOOOWWWW!!!" Barats memperlihatkan aumannya yang keras di wajah Jaya, Jaya tak mampu berbuat apapun, ia h
"Tuan Muda, apakah kau dari alam Hewan Spiritual?" tanya Fatta yang melihat Rama, Lilia dan Baxia datang bersamaan dari portal keluar alam Hewan spiritual. "Iya, ada apa? Apa ada masalah ketika aku pergi?" tanya Rama lagi, ia melihat ekspresi yang tidak biasa dari Fatta. "Tuan Muda, seharusnya kau mengajakku, aku juga ingin melakukan kontrak dengan Naga," sahut Fatta dengan ekspresi kecewa. Rama menghela napas lega, ia tak menyangka masalahnya seperti itu, ia bahkan sudah berpikiran yang tidak-tidak tadi. "Oho, aku bisa menemanimu!" kata Baxia, ia kemudian membuka kembali portal ke dunia alam Hewan Spiritual. Fatta kemudian menatap Rama dengan tatapan memohon untuk diizinkan pergi. "Baiklah, pergilah!" sahut Rama kemudian. "Terima kasih Tuan Muda," kata Fatta kemudian menghilang bersama Baxia di balik portal alam Hewan Spiritual. "Fatta itu termasuk manusia luar biasa, kekuatannya tidak seperti manusia biasa, apa mungkin dia manusia istimewa? Tapi tidak mudah menjalin kont
Sesampainya mereka di alam Hewan Spiritual, Rama dan Lilia di sambut dengan hangat. Namun para Naga bingung dengan Naga mini yang mengikuti Rama dan Lilia. "Apa Lilia punya anak?""Setauku tidak, Lilia belum memasuki masa kawin,""Lalu kenapa ada bayi Naga?""Mungkin Lilia menemukannya dan kasihan padanya,""Kau benar, bisa jadi seperti itu, tapi bukankah kita para Naga tidak pernah menelantarkan bayinya?""Aaahh.... Kau benar juga, lalu bayi siapa itu?"Semua Naga mulai menebak siapa bayi Naga yang mengikuti Rama dan Lilia, bahkan Ketua Naga terlihat bingung dengan Naga kecil yang mereka bawa. Rama tersadar dengan tatapan aneh sedari tadi yang mereka terima. "Baxia, kau boleh mengubah wujudmu kalau di sini," kata Rama, sepertinya wujud Baxia yang menggemaskan membuat para Naga bertanya-tanya. Mendengar itu Baxia lalu berubah ke wujud asalnya, Naga yang tadinya lucu dan menggemaskan berubah menjadi Naga yang mendominasi, gagah dan sangat kuat. melihat tanda di wajahnya Ketua Naga l
"Jadi apa nama untukku?" tanya Naga jantan yang telah menjalin kontrak dengan Rama itu, bahkan Lilia menatap dengan tidak percaya, bagaimana bisa 2 Naga menjalin kontrak dengan Tuan yang sama, bukan kah Tuan itu tidak akan mampu, tapi yang terjadi Rama terlihat mampu dan tidak kenapa-kenapa. "Kita sudah menjalin kontrak?" tanya Rama memastikan, ia memang merasa ada yang berbeda pada dirinya ketika menjalin kontrak dengan Naga jantan, tidak seperti ketika ia menjalin kontrak dengan Lilia. Bahkan Lilia tersadar, ada perubahan pada bulu putih di bagian wajah Naga jantan, bulu putih itu berkilau keemasan, di bagian sayap juga begitu, Namun ia masih berwarna biru muda, selain itu dan cahaya tadi tidak terjadi apapun kepada Naga jantan. "Apa yang kau lakukan kepada Tuanku?" tanya Lilia, ia khawatir Rama yang malah mendapat imbasnya. "Aku membagi kekuatanku padanya, aku tidak mungkin mencelakainya my love, jika dia mati kau dan aku akan mati juga," sahut Naga jantan, Lilia bersyukur atur
"Maksudmu ada Naga lain selain dirimu saat ini?" tanya Rama, ia melihat Lilia menggeram marah dan mencoba mencari sumber bau itu. "Tuan Muda, aku akan pergi sebentar!" pamit Lilia, ia kemudian menjauh dari desa Mekarsari menuju bukit. 'Lilia, berhati-hatilah dan tetap pertahankan komunikasi kita."pinta Rama, ia terlihat khawatir melihat Lilia yang pergi begitu saja. 'Tentu Tuan Muda, aku adalah Naga penjaga sekaligus Naga petarung, jangan khawatir aku akan segera kembali,' Sesampainya di bukit kembaran, Lilia berdesis, tanda ia sedang marah, "Tunjukan dirimu, aku tau kau ada di dekatku!" seru Lilia, ia terlihat sangat marah. Kemudian seekor Naga yang lebih tinggi dari Lilia muncul, Naga itu memiliki warna biru muda dengan warna putih sayap di bagian mata. Matanya berwarna hitam pekat, sudah bisa ditebak Naga ini adalah Naga jantan. "Aku tak menyangka kau akan menyadari kehadiranku, "Naga itu terlihat sangat mendominasi, berbeda dengan Naga jantan yang biasa Lilia temui. Lili
'Lilia, apa yang terjadi?'tanya Rama. Lilia menatap ke arah bangungan Houston yang tak jauh dari dirinya, Xiao Wang Li dan Jessica berada. 'Tuan Muda, bangsa Mamarika sepertinya membuat senjata baru untuk memerangi kita,' 'Senjata baru, Seperti apa?'tanya Rama kembali. 'Senjata itu memiliki pelontar, berbentuk bulat berduri, diberi api dan ketika meluncur serta mengenai target, maka akan meledak di waktu tertentu, "jelas Lilia, ia menggeram marah. Ingin rasanya Lilia menghancurkan bangsa Mamarika sekarang juga, kalau saja bukan Rama yang melarang maka Lilia sudah membumihanguskan bangsa itu. 'Lilia tenanglah, bawa Xiao Wang Li dan adiknya kembali terlebih dahulu ke Mekarsari,' pinta Rama. "Xiao, Tuan Muda meminta kita untuk kembali terlebih dahulu ke Mekarsari," jelas Lilia setelah selesai berkomunikasi dengan Rama. Xiao Wang Li dan Jessica terlihat kebingungan sebelum akhirnya Lilia kembali bersuara. "Aku dan Tuan Muda terjalin kontrak, karena itu kami bisa berkomunikasi sec
"Lilia!!" Kali ini Xiao Wang Li sangat senang bertemu Lilia, ia tak menyangka kalau Lilia selama ini bersamanya. "Rrrrrgggghhhh... Rrrrrgggghhhh... " Lilia mulai berdesis, ia siap mengeluarkan laharnya kapanpun ia mau, jika ada yang berani mendekat siap-siap saja dibakar sampai hangus. "Prajurit!!" Jenderal Kris berteriak memanggil prajurit bersenjata api. Para prajurit mulai mengepung Lilia dan Xiao Wang Li, mereka juga mulai siaga dengan mengompa senjata api. "Jangan mendekat atau kalian aku bakar!!" ancam Lilia lagi, pasukan Mamarika mulai gentar, terlebih dengan apa yang baru mereka lihat. Naga benar-benar nyata!! Bukannya takut, Jenderal Kris menjadi berambisi untuk menjinakkan Lilia dan menjadikannya hewan milik mereka, mereka tidak tau jika hewan spiritual yang menjalin kontrak tidak bisa dijinakkan. "Tangkap Naga itu!!" perintah Jenderal Kris, pasukan Mamarika agak kebingungan, dengan apa mereka harus menangkap Naga yang memiliki tinggi 2 kali lipat lebih dari manusia.