Hengky menunggu Winda menghabiskan air di gelas, lalu mengambil cangkir dari tangan wanita itu tanpa mengucapkan sepatah kata pun. Dia baru saja hendak mengatakan sesuatu ketika dia mendengar langkah kaki di belakangnya.Dita memapah Sekar masuk ke kamar. “Hengky, Nenek dengar dari pelayan, kamu baru saja meminta kotak P3K. Ada apa? Kamu terluka?”Sekar sangat cemas dan raut wajahnya penuh kekhawatiran.Hengky meletakkan cangkir itu di meja samping tempat tidur dan menoleh ke arah Sekar. Melihat Dita juga ada di sana, dia tanpa sadar mengerutkan keningnya.Dia membuang muka dengan tenang dan berkata pelan, “Nenek, aku baik-baik saja. Winda yang terluka.”Meskipun Hengky bilang dirinya baik-baik saja, Sekar tetap mengamati seluruh tubuh cucunya itu baik-baik, lalu merasa lega saat melihat bahwa pria itu memang tidak terluka. Kemudian, matanya tertuju pada Winda yang duduk di samping tempat tidur.Melihat kain kasa yang membungkus kaki Winda, dia mengerutkan keningnya dan berkata, “Apa y
Mendengar hal itu, ekspresi di wajah Sekar berubah menjadi semakin masam. Dia tidak berkata apa-apa lama sekali.Dita masih ingin menambahkan kata-kata untuk mengadu domba, karena dia tujuannya belum tercapai. Tiba-tiba, Sekar menoleh ke arahnya.“Kamu sebaiknya jangan banyak berkomentar,” tegur Sekar Dita dengan suara dingin.Namun, meski begitu, apa yang baru saja dikatakan Dita masih membuatnya merasa kesal. Terlebih lagi saat memikirkan kecelakaan mobil atau cedera yang dialami Hengky baru-baru ini ada hubungannya dengan Winda. Dia tiba-tiba merasa sedikit tidak nyaman di hati.Namun, Winda tidak hanya mendorong Hengky tepat pada waktunya untuk mencegah cucunya itu terluka. Jadi, kalaupun dia tidak senang, dia tidak bisa menyalahkan Winda.“Ma, kenapa mama juga membelanya?” Dita terlihat tidak senang.Sekar memelototinya dengan tatapan penuh peringatan, lalu menatap Pak Doni dan berkata, “Aku nggak ingin hal seperti ini terjadi lagi. Kamu harus tahu bagaimana mengatasi wanita itu.”
Winda merasa sedikit tidak nyaman mendengarnya, tapi dia menekan perasaan tidak nyaman itu, menatap pria di depannya itu, dan tersenyum.“Aku nggak percaya. Pasti kamu yang peduli padaku dan ingin membawaku ke rumah sakit,” ujar Winda dengan tegas, menatap langsung ke arah Hengky.Ekspresi di wajah Hengky seketika menjadi masam. Matanya menghadap ke bawah, jadi kelopak matanya yang sedikit menutup menutupi emosi di matanya.Dia berkata dengan nada sinis, “Peduli padamu? Berhentilah berharap.”Mendengar perkataan Hengky, Winda berjalan dengan kaki telanjang di atas karpet, menahan rasa sakit dan berjinjit untuk dekati telinga pria itu. Dia tertawa pelan dan berkata, “Kamu yang tahu kamu peduli padaku atau nggak. Kalau nggak, kenapa kamu mencegah Nenek bertanya waktu di kamar?”Sambil mengatakan itu, Winda mengulurkan tangannya dan meletakkan telapak tangannya di dada Hengky. Bibir merahnya hanya berjarak beberapa milimeter dari telinga pria itu. “Kamu jelas mencintaiku, tetapi kamu ngga
Ketika Hengky mengucapkan kata-kata terakhir itu, Winda tiba-tiba mendekat, hampir menyentuh bibirnya dan bertanya, “Berkhayal? Pak Hengky, sepertinya kamu lupa kalau kemarin kamu sendiri yang mengatakan bahwa aku adalah istrimu di depan seluruh anggota keluarga.”Dia mengulurkan tangan dan menyentuh wajah Hengky. Senyuman muncul di bibir merahnya. “Sekarang sudah terlambat untuk menarik kata-kata itu kembali, Pak Hengky!”“Kamu ….”Winda mencium pria itu, lalu cepat-cepat melepaskan diri, menatap pria itu dengan senyuman licik, lalu menjilat bibirnya dengan ujung lidahnya yang merah. Sikapnya itu sangat menggoda dan menggairahkan.Dia mengulurkan tangannya, meletakkan jari telunjuknya di bibir Hengky, lalu berkata sambil tersenyum, “Kasih tanda.”Hengky meraih pergelangan tangan Winda, matanya penuh emosi. Dia menatap Winda dan sesaat tidak mengerti apa yang dipikirkan wanita mungil di depannya itu.Winda tidak terlalu memedulikannya, dia langsung meraih bahu Hengky, berjinjit dan ber
Saat mereka lewat, para pelayan berkumpul di belakang mereka.“Aku tidak menyangka Den Hengky yang terlihat begitu dingin ternyata begitu menyayangi Non Winda.”“Itu karena kaki Non Winda baru saja terluka. Kalian semua nggak tahu betapa cemasnya Den Hengky ketika pergi mengambil kotak P3K. Selain itu, Non Dita juga mempersulit Non Winda kemarin. Den Hengky langsung berdiri untuk membela istrinya, tanpa menghormati Non Dita sedikit pun. Muka Non Dita jadi masam karena hal itu.”“Hei, kenapa aku dengar-dengar hubungan antara Den Hengky dan Non Winda nggak pernah akur? Katanya, Non Winda punya selingkuhan di luar, jadi cepat atau lambat akan bercerai dengan Den Hengky.”“Ssst!” Pelayan lain di samping menjadi panik, segera menutup mulut pelayan yang barusan berbicara dan merendahkan suaranya sambil memperingatkan, “Beraninya kamu mengatakan hal seperti ini. Kalau Bu Sekar mendengarnya ….”Sebelum pelayan itu selesai berbicara, mereka mendengar teguran keras dari belakang, “Mengapa kalian
Willy menoleh untuk menatap asistennya dan memerintahkan, “Tolong disiapkan.”“Baik, Dok.” Asisten itu berbalik badan dan meninggalkan kantor.Willy menghampiri Winda dan langsung berkata, “Coba aku lihat lukanya.”Winda mengangkat kakinya dan mengangkat kain kasa pada lukanya. Lukanya langsung tertiup udara, sehingga dia merasa perih. Karena Hengky sudah mengobati lukanya dengan cepat dan benar, lukanya tidak lagi mengeluarkan darah, dan sepertinya lukanya tidak terlalu dalam.Willy berlutut dan memeriksanya dengan cermat, lalu berdiri dan berkata, “Lukanya baik-baik saja. Hati-hati, jangan sampai terkena air. Justru luka di pergelangan kaki yang harus dirawat baik-baik. Sampai bengkak seperti ini.”Mendengar perkataan Willy, Hengky dan Winda pun mengamati pergelangan kaki itu secara bersamaan. Benar saja, pergelangan kaki Winda bengkak dan agak biru.Kaki Winda masih tak kunjung pulih sejak terkilir pada kecelakaan mobil terakhir. Apalagi, setelah itu sempat terkilir beberapa kali la
Mereka menunggu sebentar di dalam mobil, lalu asisten Willy datang mengantarkan obat, lalu Hengky meminta sopir untuk kembali ke Lotus Residence.Hengky menggendong Winda kembali ke kamar, berpesan sedikit pada Bi Citra, lalu pergi.Saat mendengar suara mobil menjauh, Winda bangkit dan ingin mencari obat. Sebelum dia sampai di pintu, dia mendengar ketukan di pintu.“Masuk.”Bi Citra masuk. Bu, kenapa turun dari tempat tidur? Beri tahu saja kami jika ada yang dibutuhkan. Kaki Ibu terluka. Pak Hengky berpesan agar Ibu tetap beristirahat di tempat tidur.”Mendengar Hengky berpesan seperti itu pada Bi Citra, hati Winda seketika itu terasa hangat. Bahkan, rasa sakit di sekujur tubuhnya pun terasa sedikit lebih ringan.Bi Citra membantu Winda duduk di samping tempat tidur. Winda baru sadar wanita itu sedang memegang obat di tangannya.“Masih harus menunggu sebentar sampai makan siangnya siap. Saya gosok dulu kaki Ibu pakai obatnya, supaya cepat sembuh,” ujar Bi Citra, hendak melakukannya.Wi
Setelah mengatakan itu, Hengky berdiri dan hendak pergi.Winda cepat-cepat meraih lengan pria itu. Suaranya masih lirih seperti belum sepenuhnya terjaga. “Mau kemana?”Hengky berkata dengan tenang, “Kembali ke kamar tamu.”Tentu saja Winda tidak bisa membiarkan Hengky pergi begitu saja. Dia menggenggam lengan pria itu dengan lebih erat dan berkata dengan manja, “Tidur saja di sini, oke?”Ada antisipasi yang besar dalam nada bicaranya.Awalnya, Hengky ingin menolak, tapi entah kenapa bayangan Winda yang mendorongnya menjauh dan melindunginya tanpa ragu ketika pot bunga itu jatuh terlintas di benaknya. Kata-kata penolakan itu pun berubah menjadi “oke”.Winda tampak kaget mendengar Hengky setuju untuk tinggal. Dia melepaskan lengan Hengky dan bergeser masuk ke dalam untuk memberikan ruang agar Hengky bisa tidur.Hengky mengulurkan tangan dan menyalakan lampu malam, melepas jasnya, berbalik badan dan masuk ke kamar mandi.Beberapa saat kemudian, terdengar suara air di kamar mandi.Winda se