Janji sudah dibuat, jadi tentu saja Winda tidak bisa mengganti hari. Jadi, dia hanya bisa berkata, “Jangan khawatir, aku sudah jauh lebih baik sekarang.”Bi Citra masih sedikit khawatir, tapi melihat sikap Winda yang tegas, dia juga tidak bisa berkata apa-apa.Selesai sarapan, ketika Winda turun sambil menjinjing tasnya, Ethan menelepon.Dia berbicara sebentar di telepon, lalu mengambil kunci mobil dan bersiap untuk keluar.Melihat Winda hendak menyetir sendiri, Bi Citra segera menghentikannya. “Bu, mau kemana? Biar sopir yang mengantar saja, ya? Kaki Ibu belum sembuh, bahaya kalau menyetir mobil.”Winda menunduk dan melirik kakinya yang masih bengkak. Menurutnya, perkataan Bi Citra masuk akal juga. Jadi, dia menyetujuinya.Bi Citra segera memanggil sopir, menyerahkan kunci mobil pada pria itu, lalu pergi ke kantor Star Kingdom Entertainment.Supaya tidak dilihat orang, Winda meminta sopirnya untuk menyetir mobilnya ke basement. Melihat tidak ada seorang pun di basement, dia pun memaka
“Menurutku, kita pasti akan saling memahami apabila bekerja sama, dan pasti akan menjadi populer. Aku nggak suka dengan orang-orang yang dipilih oleh perusahaan sekarang, dan kemampuan piano mereka bahkan nggak sebaik Kak Winda. Aku benar-benar nggak ingin mengikuti keinginan mereka.”Martin terdengar sangat kecewa dan menyayangkan hal itu. Tatapannya yang semula cerah berubah menjadi muram.Winda sudah belajar piano bertahun-tahun, jadi dia tahu kemampuannya seperti apa. Namun, bagaimanapun juga, mereka hanya syuting MV, jadi dia merasa tidak ada hubungannya dengan kemampuan bermain piano yang baik atau tidak. Sebenarnya, diganti orang lain juga tidak masalah. Dia juga tidak terlalu memikirkannya. Dia hanya mengira Martin orangnya perfeksionis, jadi tidak ingin orangnya diganti.“Aku benar-benar minta maaf. Aku nggak bisa menyetujui hal ini.” Winda terlihat sedikit menyayangkannya. Dia menunjukkan bekas luka di telapak tangannya kepada Martin dan berkata, “Mungkin butuh waktu lama unt
Winda menoleh untuk menatap pria itu dan berkata, “Terima kasih.”Lalu, dia menarik tangannya dan melangkah ke samping.Melihat Winda yang sengaja menjauhkan diri, Martin menyipitkan matanya dan mengambil barang yang dibawanya tanpa mengucapkan sepatah kata pun, lalu berkata dengan datar, “Kakimu terluka, jadi sebaiknya kamu berhati-hati.”Winda agak kaget, tak menyangka Martin akan memperhatikan dengan begitu detail. Padahal, cedera di kakinya sudah jauh lebih baik sekarang. Kalau dia berjalan pelan-pelan dan orang-orang tidak memperhatikan, tidak akan ada yang tahu.Martin memalingkan pandangannya dan berkata dengan lembut, “Ayo.”Winda mengangguk dan mengikuti pria itu masuk ke dalam vila.Setelah berjalan cukup jauh, Winda sadar bahwa Martin sudah sangat familiar dengan tempat itu. Pria itu tidak perlu dibimbing masuk lagi, sudah bersikap seperti pemilik vila itu.Dia tidak bisa menahan perasaan aneh di hatinya. Dia bertanya, “Apa kamu sering datang ke sini?”Martin, yang berjalan
Yanwar mengulurkan tangan untuk mengambil kotak makan sambil menatap Martin dengan tatapan sedikit peringatan. Martin menarik kedua ujung bibirnya, dengan sedikit sarkasme di matanya.Winda sama sekali tidak menyadari suasana aneh di antara keduanya. Yanwar cepat-cepat menenangkan emosinya, lalu tersenyum pada Winda dan berkata, “Ayo duduk.”“Baik.” Winda tersenyum dan mengangguk.Yanwar membawa keduanya ke gazebo terdekat. Begitu mereka duduk, pelayan datang dan menyajikan teh untuk mereka. Setelah mereka saling bertukar sapa dan berbasa-basi sebentar, akhirnya mereka mulai membicarakan tentang MV.“Beberapa waktu lalu aku mengalami kecelakaan. Sampai sekarang tanganku masih dalam tahap pemulihan. Aku mungkin benar-benar akan mengecewakan niat baik Pak Yanwar.”Winda mengira Yanwar yang merekomendasikannya kepada Martin. Oleh karena itu, dia merasa tidak enak hati.Setelah mendengar perkataan Winda, Yanwar terlihat sedikit gugup. Dia pun bertanya dengan cemas, “Kecelakaan? Apa yang te
“Ng-nggak.” Martin berkata dengan sungguh-sungguh, “Aku nggak pernah berpikir seperti itu. Martin, ada beberapa hal yang nggak seperti yang kamu pikirkan.”Martin tertawa sinis, “Kamu sendiri percaya dengan kata-kata ini?”Martin duduk kembali dan menatap Yanwar dengan sinis, “Dulu, demi menyelamatkan Hanjaya Group yang menghadapi kebangkrutan, Sinta mencampakkan kamu dan menikah dengan James, pewaris Atmaja Group, salah satu dari empat perusahaan terbesar di Kota Jenela. Tapi kamu malah jadikan dia sebagai wanita pujaan yang nggak pernah bisa kamu dapatkan. Sekalipun dia sudah menikah, cintamu padanya sama sekali nggak pernah goyah.”“Sekarang dia sudah meninggal bertahun-tahun. Kamu masih belum bisa lupakan dia. Kamu bahkan ekspresikan perasaanmu melalui lagu. Hahaha ....” Raut wajah Martin penuh prasangka, “Kalau begitu aku ingin tanya padamu, apa artinya mamaku bagimu? Apa artinya aku bagimu, Pa?!”Yanwar menatap wajah Martin, lalu berkata tanpa daya, “Martin, masalahnya bukan ....
Usai berkata, Martin meninggalkan Yanwar sendirian di sana dan berjalan menuju rumah kaca. Yanwar duduk lemas di bangku. Sesaat kemudian, dia menutupi wajahnya dengan tangan dan perlahan menundukkan kepalanya.Sementara itu, Winda sedang bersandar di rak bunga sambil melihat partitur musik. Begitu mendengar suara langkah kaki, dia berbalik dan melihat Martin datang. Dia pun langsung menutup partitur musik di tangannya.“Kak Winda, Pak Yanwar suruh aku datang untuk tanya padamu bagaimana kalau siang ini kita makan di sini.”Martin berjalan mendekat sambil tersenyum. Ekspresi wajahnya kembali ke ekspresi cerah seperti biasanya. Benar-benar seperti dua orang yang berbeda dengan pria galak tadi.Winda tidak tahu apa yang baru saja terjadi di antara Martin dan Yanwar. Dia memperhatikan pria itu sejenak, tapi tidak melihat ada yang aneh di wajah Martin.“Oke,” kata Winda. Setelah ragu-ragu sejenak, dia akhirnya tetap bertanya, “Kamu dan Pak Yanwar ....”Martin tertegun sejenak, tapi dia sege
Begitu mendengar perkataan Julia, kelopak mata Winda langsung berkedut. Perasaan tidak enak di hatinya menjadi semakin kuat.Winda berkata pada Martin lalu dia membawa ponselnya dan berjalan beberapa langkah ke samping. Sebelum dia mendengar Julia bicara, ponsel Martin juga berdering.Winda melirik pria itu sebentar tanpa memedulikannya. Dia pun bertanya pada Julia, “Kak Julia, ada apa?”“Sekarang kamu lagi bareng Martin?” tanya Julia dengan serius.Winda spontan kaget dan menjawab, “Kok kamu tahu?”“Kalian berdua difoto paparazzi dan masuk pencarian terpopuler. Sekarang perusahaan berusaha keras untuk redam berita ini. Tapi kami nggak tahu siapa dalangnya. Masalah ini menyebar terlalu cepat.”Jantung Winda seketika berdetak kencang. Tanpa sadar, dia pun teringat dengan Martin. Dia melihat ke arah Martin berada. Pria itu sedang menundukkan kepala. Winda tidak bisa melihat ekspresinya dengan jelas. Namun entah mengapa, Winda merasa masalah ini ada hubungannya dengan Martin.Tidak banyak
“Bagaimana menurut Bu Winda?”Winda berpikir sejenak dan berkata, “Tentu saja aku ingin langsung klarifikasi. Tapi bagaimanapun, masalah ini libatkan dua perusahaan, bukan sesuatu yang bisa aku putuskan sendiri.”Winda dan Martin terlibat bersama dalam hal ini, bukan Winda sendiri yang memutuskan bagaimana menyelesaikannya.Ethan melirik Martin melalui kaca spion dan berkata, “Kalau sekarang langsung klarifikasi, takutnya juga nggak akan ada yang percaya. Lebih baik diredam dulu.”Setelah mendapati Ethan berkata seperti itu, Winda spontan mengerutkan keningnya sedikit. Dia tidak langsung mengatakan pendapatnya, hanya berkata ringan, “Kembali ke perusahaan dulu. Pak Ethan, tolong antar aku ke Star Kingdom.”Ethan sudah berada di industri ini selama bertahun-tahun. Bagaimana mungkin dia tidak paham dengan sikap Winda. Namun, dia juga tidak berkata apa-apa. Setelah mengantar Winda, dia dan Martin langsung pergi.Winda masuk dari lorong dalam dan langsung menuju ruangan Julia. Setelah memb
Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan
Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber
“Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a
Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar
“Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.
“Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d
Santo terlihat tertekan dan berkata, “Mereka selalu selangkah lebih cepat dibanding kita dan bisa melenyapkan semua bukti. Kalau mereka bukan yang mengetahui kita dengan baik, tidak mungkin mereka bisa melakukannya dengan rapi.”Hengky menjawab dengan dingin, “Biarkan Howard melanjutkan investigasinya!”“Pak Hengky ....” Santo sejenak ragu-ragu lalu berkata, “Sekarang di luar negeri tidak aman, dan juga tidak menjamin kalau mereka tidak akan menyerangmu lagi. Apa mungkin kamu ingin aku persiapkan pesawat khusus untuk memulangkan kamu ke kampung halaman?”Walaupun dia tahu kalau kondisi istrinya tidak bisa bergerak, kekuatan dari pihak lawan sangatlah besar dan sepertinya tidak menjamin keselamatan mereka jika tinggal lebih lama di Fontana.Santo di lain sisi tidak memikirkan hal itu, tugas dia hanya untuk menjamin keamanan dari Hengky. Urusan yang lainnya bisa ditunda terlebih dahulu.“Tidak perlu,” tegas Hengky menolak. Dia menoleh untuk melihat Winda yang masih terbaring di ruang pe
“Aku bisa bantu menghapus masalah ini, tapi kamu lebih baik lebih jujur ke aku. Kalau kamu membuat masalah sekecil apa pun, kamu mati sendiri saja nanti,” jawab Kakek, setelah selesai bicara dia langsung mematikan teleponnya.Pria itu tersenyum menyeringai sambil mengunci layar teleponan, lalu dia menyimpan teleponnya ke dalam sakunya.Joji yang melihatnya langsung bertanya, “Gimana? Kakek berkenan untuk membantu?”“Dia harus bantu walaupun dia juga tidak berkenan membantu kita. Karena dia lebih takut kalau aku ketangkap Hengky daripada diriku sendiri. Selama aku menyimpan rahasia dia balik kejadian hari itu, Kakek harus tetab membantuku menyelesaikan ekor masalah ini,” jawab pria itu menyeringai.Mendengar itu Joji mendesau dengan lega, lalu mengembalikan senapannya ke pria itu dan berkata, “Bagaimanapun juga kita harus tetap berhati-hati untuk sekarang ini. Meskipun dengan bantuan kakek, kita juga tidak boleh menganggap enteng masalah ini.”“Aku mau menghubungi Winda secara langsung,
Joji merasa pesimis dengan rencana pria itu. Dia belum belum pernah berhubungan dengan Hengky secara langsung, jadinya dia tidak tahu betapa menakutkan orang itu. Jika Hengky mengetahui kalau ini merupakan perbuatan mereka, sepertinya Hengky tidak akan melepaskan mereka, walaupun dengan bantuan Kakek juga.“Kita diskusikan masalah ini nanti. Sekarang, paling penting yaitu menyelesaikan masalah ini dulu,” ujar Joji.“Oke, aku akan menelpon kakek sekarang,” jawab pria itu mengambil telepon seluler dari kantongnya dan segera menelepon kakek dari buku kontak pada telepon.Teleponnya berdering selama kurang lebih sepuluh detik sebelum diangkat. Suara yang berat dan penuh keagungan terdengar dari teleponnya dan dari suaranya dia merendahkan suaranya dan berkata dengan ketidakpuasan, “Bukannya aku sudah bilang untuk tidak meneleponku jika tidak ada urusan yang penting?”Pria itu menyeringai, matanya terlintas penuh dengan kebencian dan menjawab, “Kalau ga ada urusan penting, tentu aku nggak a