Senyum Winda seketika pudar saat niatnya disiram air dingin oleh Hengky. “Aku ….”Baru saja Winda mengucapkan satu kata, tiba-tiba Hengky dengan wajah serius menarik tangannya, menundukkan kepala, dan melihat telapak tangannya.Suara Winda terhenti, dia juga menundukkan kepala dan melihat. Winda melihat sedikit bercak darah merembes di tempat yang dibalut perban ...Winda menoleh ke arah Hengky dengan sangat kaku. Dia melihat wajah menyeramkan Hengky yang seperti hendak memakan orang, kemudian berkata, “Nggak perlu repot-repot. Aku obati sendiri nanti.”Winda masih ingat kalimat Hengky yang bilang bahwa dia merepotkan saat di mobil tadi.Hengky menjawab dingin, “Kurasa kamu memang belum cukup kesakitan. Sudah luka begini masih saja nggak mau diam.”Winda menatap Hengky sambil mengerutkan bibirnya, dia berkata dengan suara pelan, “Aku ‘kan khawatir sama kamu. Kamu minum banyak gitu, khawatir perutmu nggak enak.”Hengky kehilangan ibunya saat masih kecil. Dia dirawat oleh sang ayah hing
Winda mengerutkan kening saat mendengar kalimat usiran Hengky yang kesekian kalinya. Dengan berat hati, Winda menjawab, “Em” pendek. Kemudian, dengan lemah Winda berjalan ke arah pintu. Baru saja Winda memegang gagang pintu, suara Hengky kembali terdengar, “Tunggu.”Mata Winda seketika bersinar kembali. Dia segera menarik tangannya dari gagang pintu, kemudian berbalik badan dengan tatapan mata secerah mentari pagi. “Sayang, nggak tega ya ngusir aku pergi?”Hengky memelototi Winda sejenak, kemudian mengalihkan pandangan matanya. Hengky mengambil kotak obat dari dalam lemari dan meletakkannya di atas meja. “Sini, diobatin dulu.”Senyum bahagia di wajah Winda tak bisa di sembunyikan. Sudut bibirnya terangkat bahagia. Winda tahu Hengky tak akan meninggalkannya begitu saja. Winda segera mendekat, kemudian duduk. Matanya menatap wajah Hengky tanpa berkedip. Winda tak rela memindahkan tatapan matanya. “Lihat apa?” ujar Hengky tak sabar, “Sini tangannya.”Winda mengulurkan tangannya, kem
Suara gadis itu menyayat telinga, membuat Winda merasa sakit kepala, pandangan menjadi kabur. Saat ia membuka mata kembali, adegan seketika berubah.Luna hilang, di sekitar tercium bau bensin. Lidah-lidah api seolah ingin melahap segalanya, semakin berkobar. Winda terjatuh lemas di tanah hingga kemudian dia melihat seseorang nekat masuk ke dalam kobaran api."Hengky …," gumam Winda.Saat kesadarannya mulai pudar, ia merasakan Hengky memeluknya dalam dekapan tubuh Hengky. Tubuh Hengky sudah terbakar, tapi Hengky seakan tidak merasakannya dan semakin menggenggam erat tubuh Winda.Sebelum kehilangan kesadaran sepenuhnya, ia melihat balok-balok tumbang, dan Hengky berbisik di telinganya, "Jangan takut, aku di sini bersamamu ...."Suara lelaki itu, penuh kelembutan yang tak pernah Winda dengar sebelumnya.Winda membuka mata sekali lagi, tapi hanya melihat kegelapan. Hanya tempatnya berdiri saat itu yang bersinar.Dalam kegelapan, Hengky perlahan berjalan ke arah cahaya. Winda tersenyum. Nam
Hengky sebenarnya ingin mendorong Winda pergi, tapi saat mereka berpelukan, dia merasakan Winda menggigil. Detak jantung Winda terdengar begitu jelas di malam yang hening. Emosi gelisah itu tampaknya bisa menyebar, bahkan Hengky bisa merasakannya.Hengky ragu sejenak, lalu menurunkan kepalanya dan menempelkannya pada dahi Winda. Dia merasakan keringat lengket dan kulitnya yang dingin.Merasakan suhu tubuh Hengky yang hangat, hati Winda menjadi lebih tenang, tapi dia tidak mau melepaskan pelukannya, seolah bila dia melepasnya, Hengky akan menghilang seperti dalam mimpi.“Hengky,” panggilnya dengan suara serak.Hengky menahan bibirnya, lalu setelah beberapa detik berkata dengan pelan, “Aku di sini.”Suara itu seperti penenang. Winda seketika merasa lebih lega, pelukannya pun sedikit melonggar.Hengky perlahan berdiri, melihat Winda penuh keringat, sampai lehernya pun basah. Hengky bertanya dengan pelan, “Mimpi buruk?”Winda mengangguk, mata tak berkedip menatap wajah Hengky, tangannya m
Ketika diingatkan oleh Hengky, Winda baru menyadari bahwa piyamanya sudah basah kuyup karena keringat. Dengan AC yang menyala di kamar, jika Winda tidur semalaman dengan kondisi seperti itu, dia pasti akan masuk angin keesokan harinya.Dalam hati terasa hangat, Winda menerima pakaian itu, sambil berkata, “Aku mandi dulu ya, kamu jangan pergi.”“Hmm,” sahut Hengky singkat.Setelah mendapat jawaban, Winda dengan tenang memasuki kamar mandi dengan piyama di tangannya. Ketika suara air terdengar dari kamar mandi, Hengky menoleh ke arah tempat tidur, ragu-ragu sejenak tapi dia memutuskan untuk tetap tinggal.Winda khawatir Hengky akan pergi saat dia mandi. Ia cepat-cepat keluar setelah membersihkan diri sebentar. Saat keluar dari kamar mandi, Winda hampir terpeleset jatuh.“Kenapa buru-buru?” suara Hengky terdengar dari atas kepala Winda, telapak tangan lebar Hengky menopang lengan Winda, menstabilkannya.Suara itu seperti obat penenang, Winda menegakkan tubuhnya, menatap Hengky dengan mata
Selesai berbicara, Winda malah menggosok-gosok leher Hengky dengan kepalanya, mencium wangi sejuk dari tubuhnya, lalu dengan puas menutup mata. Dua orang itu saling menempel, membuat Hengky merasakan gelombang panas yang tiba-tiba menyergapnya, hasratnya seolah terbangkitkan, dan rasa kantuknya hilang begitu saja.Apalagi di bagian tubuh tertentu, mulai terasa ....“Turun, deh,” kata Hengky dengan nada sedikit keras dan kesal.“Nggak mau,” jawab Winda. Makin dekat ia merapat, hembusan napasnya yang hangat langsung menyapu sisi leher pria itu. Dia bisa merasakan dirinya jadi semakin panas, emosinya seperti ombak besar.“Sudah aku bilang, turun!” Suara Hengky terdengar berbeda, ada sedikit nada rendah penuh nafsu, tapi juga kesal.Winda menyadari sesuatu. Dia mengangkat kepalanya, melihat mata Hengky yang gelap bak malam yang misterius. Dengan cepat, tangan Winda meraba ke bawah selimut, langsung menemukan bagian sensitif Hengky. Namun, sebelum Winda bisa melakukan apapun, Hengky dengan
Winda terkejut, baru sadar tangannya sedang memeluk Hengky dengan erat dan kakinya bahkan tertumpu di atasnya.Winda segera melepaskan pelukannya dan menarik kakinya kembali. Winda mengangkat selimut, sambil dengan tersenyum malu menepuk kaki Hengky sambil berkata, “Kakimu pasti kesemutan, ya? Sini, biar aku bantu ….”Sebelum Winda selesai berbicara, Hengky meliriknya tanpa ekspresi. Dia melepaskan tangan Winda kemudian bangkit dari tempat tidur.Begitu kaki Hengky menyentuh lantai, Hengky merasakan sensasi kebas menerjang kakinya. Dia terhuyung sejenak sebelum duduk dan berusaha tetap tenang di tepi tempat tidur.Winda terus memperhatikan setiap gerak-gerik Hengky. Melihat Hengky duduk, Winda tak bisa menahan tawa. Hengky, seperti bisa merasakan gelak tawa Winda. Dia tiba-tiba menoleh, membuat senyum Winda langsung memudar.Setelah menatap Winda beberapa detik, Hengky menarik pandangannya kembali. Winda tiba-tiba teringat sesuatu, dan memeluk leher Hengky dari belakang.Dengan pipi m
Winda membelalakkan matanya, dia dan Hengky viral?Kalau saja Winda tidak membuat gosip dengan Martin, sekarang dia bisa langsung bilang ke Julia untuk mengumumkan ke publik bahwa dirinya adalah istri dari Hengky. Tapi masalahnya, di tengah-tengah mereka ada Martin. Jika sekarang Winda mengakui hubungan pernikahannya dengan Hengky, dampaknya tidak akan kecil untuk Star Kingdom Entertainment, maupun Pranoto Group dan dirinya sendiri.Julia lanjut bicara, "Kamu semalam pergi sama Pak Hengky, ‘kan? Ada fotonya dan sudah diposting, sekarang sudah masuk trending topik, nih. Jujur saja deh, kenapa kamu bisa deket sama dia?"Winda mengatupkan bibirnya, bingung harus menjawab apa. Winda hendak berkata pada Julia bahwa dia semalam pergi ke sana hanya untuk menjemput suaminya pulang? Kalau Julia tahu itu, pasti dia bakal marah besar."Semalam memang aku pergi, tapi ...."Winda berusaha mencari kata-kata yang tepat. Tapi dari seberang sana terdengar ramai, Julia tampaknya sibuk. Melihat Winda rag