“Tentu saja! Kita harus selesaikan hari ini!” sahut Master Arkantra.Ketua Perguruan Pedang Patah ini sesekali menggelengkan kepalanya melihat akibat yang ditimbulkan oleh jurus Pedang Patah ini. “Kita lanjutkan Jurus Pedang Angin Ribut!”Pedang Angin Ribut merupakan jurus pedang dengan gerakan cepat menerjang ke arah lawan dengan posisi tangan memegang pedang dan memutar pedang terus menerus bagaikan pusaran angin yang menimbulkan suara bergemuruh.“Perhatikan, Rawindra!” kata Master Arkantra sambil memperagakan jurus ini ke arah pepohonan di ujung bukit. “Sebenarnya jurus ini merupakan kombinasi dengan jurus pukulan tapak angin. Jadi sambil tangan kanan menyerang dengan cepat, tangan kiri mencari celah untuk melancarkan pukulan. Tapi ini tidak berlaku untukmu, jadi kamu harus menggunakan kakimu untuk mencari celah menendang pertahanan lawan yang terbuka karena serangan pedang hanya pengalih perhatian saja.”BRAAAK!Pukulan tangan kiri Master Arkantra langsung menghancurkan satu poh
Rawindra menghentikan langkahnya saat Master Arkantra memanggil namanya.“Ada apa, Master?” tanyanya.“Ada yang ingin aku bicarakan padamu dahulu sebelum kamu pulang ke penginapan untuk istirahat!” sahut Master Arkantra.“Apa mengenai tugas yang Master katakan di awal?’ tanya Rawindra."Ada rumor yang beredar turun temurun tentang adanya Kitab Rahasia Pendekar yang berisi ilmu Bela Diri tangan kosong yang diciptakan bersamaan dengan jurus Pedang Patah. Bahkan ada tambahan Jurus Pedang Patah di Kitab Rahasia Pendekar ini!" ujar Master Arkantra."Kenapa Master menceritakan rumor ini padaku?" tanya Rawindra. “Apa ada hubungannya dengan tugas yang akan Master berikan?”"Aku ingin kamu menemukan kitab rahasia ini, karena aku menaruh harapan besar padamu!" sahut Master Arkantra."Kemana aku harus mencari Kitab Rahasia ini, Master?" tanya Rawindra."Konon menurut cerita, Kitab ini ada di Lembah Rahasia yang terdapat di Pulau Pedang ini!" jelas Master Arkantra."Kenapa Master tidak mencarinya
Pulau Pedang ternyata merupakan perbatasan antara Alam Manusia dengan Alam Lelembut.Master Arkantra tidak pernah mengetahui kalau di pedalaman Pulau Pedang yang luas ini terdapat celah dimensi menuju Alam Lelembut.Alam Lelembut tidak jauh berbeda kehidupannya dengan Dunia Manusia.Hanya saja di Alam Lelembut ini lebih berbahaya dengan banyaknya makhluk buas yang disebut Monster oleh penghuni Alam Lelembut.Monster ini bisa berwujud serigala besar jadi-jadian, harimau jadi-jadian, bahkan naga yang merupakan makhluk mitos di dunia manusia ini terdapat di Alam Lelembut.Rawindra sudah siap berangkat menuju pedalaman Pulau Pedang bersama dua sahabatnya, Sagara dan Adista atas seijin Master Arkantra sebagai ketua Perguruan Pedang Patah.*****“Semua perbekalan sudah siap?” tanya Rawindra.“Sudah, ketua!” canda Adista.“Hahaha ... kamu sudah diaangkat jadi ketua, Windra!” sahut Sagara.“Kita mau kemana dahulu, Windra?” tanya Adista.“Tidak sebut ketua lagi?” tanya Rawindra yang membuat Ad
“Kamu tahu tidak rumor mengenai Pulau Pedang ini?’ tanya Sagara setelah mereka semua berada di atas cabang pohon yang besar yang sanggup menampung mereka bertiga.“Aku tidak tahu! Rumor mengenai apa, Kak Sagara?” tanya Rawindra.“Aku dengar dari orangtuaku kalau Pulau Pedang ini merupakan perbatasan antara dua alam yaitu Alam Manusia dan Alam Lelembut!” jawab Sagara.“Alam Lelembut itu apa, Kak Sagara?” tanya Rawindra dengan polosnya.“Aku lupa kalau kakekmu tidak banyak menceritakan situasi di luar Desa Matahari padamu, Windra. Alam Lelembut itu alam yang berisi penghuni makhluk lain yang bukan manusia, tapi bisa juga ada manusia yang tinggal di sana,” sahut Sagara."Aku tadinya menduga kalau Alam Lelembut ini hanyalah dongeng dari orangtua kita untuk menakuti kita, tapi alam ini ternyata benar-benar ada!' seru Adista."Aku juga menduga demikian, malahan aku pikir penghuni Alam Lelembut adalah hantu yang menyeramkan!" sahut Sagara. “Setelah mendengar cerita dari orangtuaku ternyata A
“Kurang ajar kau! Beraninya hanya sama wanita saja!” teriak Sagara yang marah karena Adista ditampar keras oleh sosok yang berdiri di hadapan mereka ini.BUGH!“Jangan banyak bicara kau! Kalau ingin kau dan kekasih kau ini selamat, cepat katakan ada di mana si Tangan Buntung! Jangan korbankan hidup kalian untuk orang seperti dia!” seru sosok ini sambil memukul dada Sagara.“Kamu seharusnya sudah mati! Sudah diampuni tapi masih saja kelakuanmu jahat! Benar-benar tidak bisa dibiarkan hidup!” sahut Sagara.“DIAAM! Kamu boleh bicara kalau hanya sedang ditanya saja!” teriak sosok ini. “Kalau masih bungkam juga, aku akan membunuh kalian berdua dan kubuang ke jurang!”“Kamu benar-benar sudah gila! Kamu bisa dihukum mati! Apa salah pendekar itu terhadapmu sampai kamu sedemikian dendamnya? Kami hanya berdua ke sini untuk jalan-jalan, tidak bersama Si Tangan Buntung yang kamu sebutkan!” sahut Sagara.“Jangan dibunuh dulu bos! Serahkan sama kami perempuan cantik itu, sayang kalau dibunuh begitu
“Wah! Benar-benar indah!” seru Adista begitu mereka bertiga tiba di atas tebing yang menurut Rawindra adalah Lembah Rahasia ini.“Bagaimana cara kita turun ke lembah ini, Windra?” tanya Sagara.“Aku belum sempat melihatnya tapi sekilas aku melihaat ada jalanan turun seperti tangga yang menuju ke arah bawah tebing!” sahut Rawindra.“Benar sekali katamu, Windra!” ujar Adista.“Benar apanya?” tanya pemuda ini.“Indah sekali pemandangan dari atas tebing ini. Mataharinya kok tidak kelihatan ya? Brrr ... dingin sekali di sini!”Adista menggigil kedinginan.Rawindra tanpa ragu langsung memeluk tubuh Adista yang membuat wajah gadis ini memerah.“Bagaimana sekarang? Masih dingin?” tanya Rawindra.Tindakan Rawindra ini tidak luput dari perhatiann Sagara.Pemuda ini masih belum berani mengungkapkan isi hatinya kepada Adista sementara gadis ini tampak semakin dekat dengan Rawindra.“Benar, Windra! Ada undakan yang mirip tangga di pinggiran tebing yang menuju ke bawah!” teriak Sagara.“Aku duluan!
“Bangun ... Pemalas!”Pagi-pagi, sudah terdengar teriakan Adista membangunkan kedua pemuda yang masih tertidur pulas ini.Gadis ini sudah heboh sendiri seakan hendak menempuh perjalanan jauh saja.Langit masih tampak gelap sehingga kedua pemuda ini enggan untuk bangkit dari tidurnya.“Masih gelap, Adista ... ada apa sih bangunin kami pagi-pagi?” ujar Rawindra yang matanya masih mengantuk berat.“Ayuk ... katanya mau ajak aku lihat matahari terbit?”Ucapan Adista ini langsung membuat Rawindra terbangun. Teringat olehnya janjinya kepada Adista yang belum dipenuhinya.“Kamu masih ingin melihat matahari terbit? Lumayan jauh kalau kita kembali ke tebing itu lagi!” ujar Rawindra.“Kita sembuyikan barang-barang kita saja dan pergi ke atas tebing tanpa membawaa apa-apa biar lebih cepat!” saran Adista.“Kak Sagara bagaimana?” tanya Rawindra.“Bangunin saja ... kalau tidak bisa bangun, tinggalin saja! Sepertinya aman daerah pinggir sungai ini!” sahut Adista.“Bagaimana kalau makhluk seperti har
“Kita berada di Alam Raksasa! Hati-hati ... bukan hanya tanamannya yang besar-besar di sini tapi makhluk yang menghuni alam ini juga!” seru Sagara.“Bahaya sekali Alam Raksasa ini! Apa buku kuno membahas secara jelas Alam Raksasa ini?” tanya Rawindra kepada Adista.“Alam Raksasa sebenarnya sudah diambang kehancuran di Alam Lelembut ini. Perang saudara yang tiada habisnya antara klan-klan raksasa ini membuat dunia mereka ini hancur berantakan dan banyak raksasa yang tewas karenanya. Begitu yang kubaca di buku kuno!” jelas Adista.“Kenapa para raksasa ini saling berperang? Apa karena perebutan wilayah?” tanya Rawindra.“Kalau di buku kuno ini disebutkan kalau awal pertikaian adalah wanita. Aku tidak tahu raksasa cantik mana yang memicu peperangan yang berkepanjangan di Negeri Raksasa ini karena tidak pernah disebutkan di buku kuno!” lanjut Adista.“Kalau menurutku sih, raksasa itu memang bodoh! Hanya berpikir tentang wanita dan harta saja sehingga mudah dipengaruhi oleh wanita yang meng