Share

Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api
Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api
Penulis: Embunayu

Chapter 1: SENDIRI

Penulis: Embunayu
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-15 19:20:32

Suara teriakan Karna menggema di tengah hutan akibat tamparan yang pria itu terima dari adiknya, Sisupala. 

Kekuatan penuh tenaga dalam itu membuat tubuh Karna terhuyung ke depan dan memuntahkan seteguk darah dari mulutnya. 

Kepalanya terasa berputar dan tubuhnya lemas. 

Berburu di hutan merupakan kegiatan rutin yang dimaksudkan untuk berlibur dari latihan ketat para murid. Namun, Karna tak menyangka kalau dia akan dijadikan sebagai samsak hidup oleh adiknya sendiri.

Karna berusaha melawan dengan menggerakkan tangannya ke sana kemari, tapi tubuhnya terkunci dan tak bisa melakukan apa-apa. 

Sebab, beberapa rekan seperguruannya yang juga teman dekat Sisupala memegangi tangan dan pundaknya dengan tenaga dalam yang mereka kuasai.

“Lepas!!” 

Tak adanya hasil membuat Karna menggeram.

Meski dia bisa membela diri dengan kekuatan fisik yang mumpuni, tapi dia tetap tak bisa mengimbangi kekuatan mereka yang masing-masing sudah mencapai tingkat kanuragan menengah.

Di saat-saat seperti ini, Karna sangat membenci diri sendiri karena tidak memiliki tenaga dalam sama sekali.

Tak hanya perciknya, inti tenaga dalamnya saja tidak ada!

“Kau tahu apa yang paling memalukan dalam hidupku? Itu adalah saat aku harus berbagi darah dengan orang sepertimu! Jangan pernah sekalipun kau berani menyebut dirimu kakakku—aku tak sudi!!”

Sisupala memandang benci ke arah Karna yang telah tersungkur dengan mulut penuh darah.

Karna adalah anak pertama dari Raja Durwasa dan Bunda Ratu Maharani, yang dipandang sebelah mata oleh orang tuanya. Tubuh lemah dan tanpa tenaga dalam, adalah sebab dimana dia dicap ‘Pangeran Sampah’.

Pemandangan buruk yang sering dilihat oleh anak- anak yang lain, tapi tidak ada satupun anak yang berani untuk berteman dengan Karna. Sebab, tenaga dalam yang dimiliki Sisupala merupakan salah satu yang istimewa.

Sebagai putra kedua yang berbakat, dia diperlakukan lebih istimewa dari Kakaknya. Bahkan, bakat alami dalam dirinya membuat Sisupala berhasil mendapatkan gelar Putra Mahkota meski dia merupakan anak yang lahir setelah Karna.

“Apapun sebabnya, kamu tetap lebih muda dariku, Sisupala! Kamu tidak pantas melakukan ini!” Karna mencoba membela harga dirinya meski sudah terinjak lebih dari ribuan kali.

“Tak peduli berapa umurmu, hanya orang kuat yang bisa menjadi pangeran dan diakui keberadaannya sebagai manusia! Kamu tak lebih dari sekedar onggokan daging yang hidup!!” 

Usai berkata demikian, Sisupala mengunci lengan Karna dan memutarnya ke atas dengan tenaga dalam yang ia punya. 

Penuh kebencian.

Tindakan itu membuat tangan Karna patah dan terputar dengan bentuk yang tak normal.

AAARRGGHHHH!!!

Teriakan Karna kembali menggema dan membuat burung-burung merpati yang hinggap diatas pohon berterbangan. Seakan menyiratkan sakit yang dirasakan olehnya.

Sisupala mengambil keris kecil di samping pinggangnya Kemudian menyayat tangannya dengan sengaja dan berkata,

“Kita lihat bagaimana nasibmu setelah ini, Karna. Apa kamu masih bisa hidup? Apalagi setelah menyerang Putra Mahkota sepertiku!”

Sisupala beranjak pergi setelah meludah sekali tanpa menatap ke tempat Karna yang sudah berguling di tanah dengan tangan kiri yang terkulai.

Di dunia bela diri seperti ini, tenaga dalam adalah kunci dari keberhasilan sekaligus martabat sosial. 

Karna yang terlahir tanpa inti tenaga dalam sudah pasti merasakan perlakuan sosial timpang ini tanpa bisa membalas dengan layak meski kemampuan bela dirinya merupakan salah satu yang terbaik.

***

"Ayahanda, aku benar-benar tidak mengerti kenapa Pangeran Karna tega melakukan ini padaku. Aku hanya mencoba membela diri!" ujar Sisupala dengan suara gemetar. 

Di hadapannya kini duduk dengan agung Ayahandanya, Raja Durwasa, yang memandang mereka tajam.

Sisupala lalu melirik ke arah Karna dengan tatapan penuh rasa sakit, seolah-olah ia adalah korban yang menderita.

"Pangeran Karna tiba-tiba menyerangku di hutan dan berkata bahwa aku telah merebut gelar Putra Mahkota darinya. Aku mencoba menenangkannya, tapi... tapi dia semakin beringas. Padahal semua orang pun tahu kalau Ayahanda adalah orang yang memberikannya padaku." 

Mendengar itu, Karna yang duduk bersimpuh dengan tangan yang di-gips langsung menatap Sisupala dengan tatapan tak terima.

“Itu tidak benar! Ayaha–”

“DIAM, KARNA!”

Raja Durwasa memotong perkataan Karna yang terlihat ingin protes. Ia lalu memandang Sisupala dan mempersilakan pemuda itu berbicara lagi. 

Dalam tunduknya, Sisupala menyeringai sebelum kembali berkata dengan nada memelas. 

"Apabila Pangeran Karna tidak terima, tolong cabut kembali gelar itu, Ayahanda. Aku tak ingin persaudaraan kami berakhir karena masalah seperti ini!!" 

“Ah!” 

Ujar berkata demikian, Sisupala meringis kesakitan karena luka sayatan yang ada di lengan kirinya.

“Sisupala, anakku kau terluka?!” Ratu Maharani berlari mendekat dan memegang tangan Sisupala cemas. “Keterlaluan!!! Karna! Bisa-bisanya kamu melukai adikmu seperti ini? Dia adalah Putra Mahkota!!” 

Ibu Ratu marah sambil menunjuk-nunjuk Karna. 

Dengan masih merasakan sakit yang tidak dapat digambarkan lagi, Karna berusaha untuk menyelamatkan diri. Sebab, perkataan Ibunya itu jelas mempertegas fakta bahwa dia telah menyerang calon raja.

“Ayahanda, semua yang dikatakan oleh Pangeran Sisupala itu tidak benar! Dialah yang lebih dulu–”

“Aku tidak mau dengar penjelasan apapun lagi. Dari dulu kamu memang selalu berusaha untuk mencelakai Sisupala, tapi sekarang kondisinya berbeda. Dia adalah Putra Mahkota! Penerusku di kerajaan ini!”

Raja Durwasa tidak mau lagi mendengar apapun dari Karna. “Kamu yang merupakan seorang Pangeran pasti tahu apa hukum menyakiti Putra Mahkota, Karna.!”

“Tidak, Ayahanda! Kamu sudah ditipu olehnya!” 

Mendengar perkataan itu, Karna membelalak dan kini tubuhnya sudah bergetar hebat. Hatinya sakit, apa dia memang harus berakhir seperti ini?

Perdana Menteri dan para tetua yang melihat ini segera bangkit berdiri untuk melindungi Karna. 

Sebab, mereka juga tahu apa hukuman yang akan diterima Karna di balik benar atau tidaknya perkataan Sisupala itu.

Hukuman mati.

Perdana Menteri Danutra maju selangkah,“Mohon ampun, Tuanku Raja. Seberat apa pun perlakuan Pangeran Karna, dia masihlah darah daging Tuanku Raja. Dia adalah Pangeran. Tidak baik apabila Kerajaan menghukum mati pangeran sendiri, Tuanku!!”

Perdana Menteri Danutra adalah anak dari Raja sebelumnya dengan seorang selir. Kebijaksanaan dan kepandaiannya amat diperlukan untuk keseimbangan Pemerintahan Kerajaan.

“Tidak, Tuanku Raja! Tindakan Pangeran Karna memang sudah keterlaluan! Jika dibiarkan, bisa saja dia akan kembali membahayakan lagi Pangeran Sisupala! Hukuman mati adalah yang terbaik untuknya!” 

Adipati Situmba, paman dari Karna dan Sisupala berkata sambil melirik Karna dengan sinis.  

Situmba adalah kerabat Ratu Maharani yang sangat menyayangi Sisupala. Dia adalah salah satu pihak yang mendukung Sisupala untuk menjadi Putra Mahkota.

“Sudah cukup! Sampai kapan pun, hukuman mati terhadap putra-putri Raja memang sebaiknya tidak dilakukan, Tuanku Raja! Namun, agar tindakan ini tak terjadi lagi, sebaiknya  Pangeran Karna menerima hukuman dengan pergi meninggalkan istana!!”

Salah seorang Tetua membungkuk dalam ke arah Raja Durwasa. Sebab, sudah tugasnya melindungi darah Raja demi kestabilan perusahaan.

“Baiklah! Demi kestabilan Kerajaan Karmapura dan keselamatan penerus raja, Pangeran Karna akan diperintahkan untuk pergi dari istana dan jangan pernah kembali!” ucap Raja Durwasa.

Perkataan Raja yang mutlak membuat beberapa orang prajurit segera menarik Karna dan membawanya pergi dari kerajaan.

"Aku harus kemana sekarang?"

Bersambung...

Komen (1)
goodnovel comment avatar
tutut h
rekomendeddd
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 2 : TUBUH EMAS

    Setelah melewati gerbang Istana dan berjalan mendekati perbatasan ibu kota, Karna terus menutupi kepalanya dengan jubah yang diberikan seorang pelayan kepadanya.Dengan langkah yang terseok-seok dia melewati tanah yang tidak rata. Sekuat tenaga ia terus berjalan melewati hari yang sudah mulai gelap. Semenjak meninggalkan istana, Karna sama sekali belum minum dan istirahat, tapi dia terus memaksakan diri untuk berjalan. Sebab, akan gawat apabila ada pendekar yang bertemu dengannya.Di tengah kondisi seperti ini, Karna tak mau menambah masalah yang tak perlu. Namun, tiba-tiba saja dirinya tertegun karena langkah kakinya ternyata membawanya ke hutan terlarang. .Hutan itu dihuni oleh iblis-iblis dan juga mahkluk-makhluk yang belum ditaklukkan oleh prajurit istana. Oleh karena itu, di peta, daerah itu diberi warna merah.Tak hanya itu, Karna juga pernah dengar bahwa para iblis itu dilindungi oleh sosok Dewa Perang yang masih simpang siur keberadaannya.Selangkah demi selangkah Karna berj

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 3 : KARYSAN PAWITRA

    Tubuh baru yang dia miliki membuat Karna bisa bergerak kesana-kemari dengan tenaga yang luar biasa melimpah. Saat hendak beranjak pergi, tiba-tiba saja sebuah bola terang yang melayang mendekat dan menarik perhatian Karna. Sebelum Karna bisa menyentuhnya, bola cahaya itu tiba-tiba membesar dan menelan tubuhnya seutuhnya. Saat Karna membuka mata dia sudah berada di tempat lain, tempatnya di sebuah tanah lapang yang dikelilingi bukit yang indah dan hijau.“Dimana ini?” Karna bertanya-tanya. Sebab, hutan terlarang yang ia tinggali tadi jelas gelap gulita, karena hari masih tengah malam.“Akhirnya kita bertemu, Pangeran Karna!” Suara dari belakang punggung Karna membuat pria itu menoleh. Di belakangnya, berdiri seorang kakek tua dengan jenggot panjang. Kakek itu berwajah tegas, mengenakan surjan hijau, dan blangkon hitam. Karna menaikkan alis dan berkata pelan, “Kakek siapa? Apa maksud kakek?”Pertanyaan Karna membuat Kakek itu tersenyum tipis dan melangkah membelakanginya. ”Pertemu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 4 : KEMBALI KE KERAJAAN

    Masih dengan jubah yang menutupi kepalanya, Karna dengan percaya diri berada di depan gerbang timur Istana Karmapura. Suasana di sekitar istana terlihat ramai dan pengamanannya benar-benar ketat. Pengawal dan prajurit terlihat di mana-mana. Jika biasanya mereka berpatroli dalam formasi dua orang, kini semua regu minimal memiliki empat orang.Melihat itu, Karna mengangguk-angguk dan terus menggenggam erat jubah yang ia pakai. Sebab, dia tidak ingin ketahuan sebelum bisa mendekati gerbang istana.Setelah berjalan beberapa langkah, Karna melihat sosok pamannya, Adipati Situmba yang berdiri di dekat gerbang. Dengan matanya yang tajam, pria itu mengamati setiap orang yang masuk dengan seksama. Tampaknya, Raja Durwasa memberi pamannya itu tugas untuk memastikan keamanan di bagian terluar istana. Wajah Adipati itu terus datar dan beberapa kali terlihat galak, apalagi saat beberapa orang ketahuan membawa berbagai senjata yang tak berhubungan dengan sayembara.Raut wajah pria itu kembali da

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 5: MENGANGKAT PEDANG API

    Waktu dimulainya sayembara pengangkatan pedang api telah tiba.Sambil bersembunyi dari para prajurit yang mengejarnya, Karna berdiri di balik patung yang berada tepat di atas balkon stadium. Masih dengan jubah yang menutupi kepalanya, Karna mengamati sayembara dengan tatapannya yang mengobservasi.Suara dari pukulan gong dan sorak-sorai semua orang memenuhi sebuah stadium yang megah—sengaja dibuat untuk acara sayembara Pedang Agni Narakastra hari ini. Sang Raja menganggukkan kepala, seketika sorak itu berhenti.“Diberkatilah semua! Aku menyambut para pangeran dan pendekar sekalian yang telah menghadiri sebuah kompetisi didalam sayembara ini. Apabila kalian merasa mampu silahkan tunjukkan kemampuan kalian!!” Raja Durwasa berkata dengan penuh wibawa.“Namun, jangan berpikir untuk melakukan kecurangan, karena Pedang Api sama sekali tak mentolerir kelemahan dalam segi apa pun. Apabila kalian tidak layak, maka bersiaplah untuk mendapatkan siksaan yang menyakitkan sebagai efek samping mem

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 6 : PEDANG AGNI NARAKASTRA Part 1

    Karna memegang pedang yang berapi itu dan mengalirkan tenaga dalamnya. Sedetik kemudian, pedang api itu padam dan seruan kaget langsung terdengar di sekitarnya. “Bagaimana bisa?!” “Apa yang terjadi?! Pangeran sampah itu bisa mengangkatnya?!” Hiruk pikuk yang heboh itu membuat Karna berjalan penuh percaya diri ke arah pohon yang harus ia tebas. Langkahnya stabil, dan pedang itu terasa ringan. Setelah berada di jarak yang dirasa cukup, Karna menatap pohon raksasa itu dan melakukan kuda-kuda. Kemudian, dalam satu kali ayunan yang disertai dengan teriakan, pedang Agni itu mengeluarkan tali api yang langsung menghanguskan pohon menjadi abu. Kerumunan terdiam dan semua orang benar-benar tercengang. Termasuk Raja Durwasa dan Pangeran Sisupala yang menatap dari kejauhan. Tidak ada satupun yang dapat menyangka bahwa pedang telah memilih Karna, pangeran terbuang yang lahir tanpa sedikitpun tenaga dalam!! Dari sekian ratus peserta yang unjuk kemampuan, ternyata hanya dirinyalah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 6 : PEDANG AGNI NARAKASTRA Part 2

    ‘Sudah sangat jelas sekarang, masa depan Karmapura ada ditangannya. Bila aku tidak memihakknya maka aku akan tersisih oleh waktu!’Takut, kagum, dan heran adalah perasaan rumit yang di rasakan oleh orang-orang saat ini. Cahaya emas yang menyilaukan itu membuat bagaikan pertunjukan sulap yang menyihir siapapun yang melihatnya.Ketika ingin melepaskan serangan balik yang mematikan, Karna mengurungkannya kembali, karena teringat oleh perkataan Ki Pawitra sebelum mereka berpisah.“Aku tidak akan menghukum kalian sekarang, karena masaku belum tiba. Namun saat aku sudah naik tahta, aku akan menghukum siapapun gang bersalah!” Usai mengatakan itu, tubuh emas yang dinaungi oleh Ki Pawitra yang menitipkan sebuah pesan itu, sekarang mulai tersadar dan tubuh manusia kembali. Lemas dan kehilangan keseimbangan karena tenaga dalam yang sudah menipis. Karna hampir saja mendarat dengan keras, namun Guru Seta berhasil menangkapnya supaya mendarat dengan selamat. Dalam keadaan setengah sadar, Guru Se

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 7 : UNDANGAN PERANG

    Adipati Situmba kemudian memanggil pelayan, dan menyuruhnya untuk memasukkan itu ke dalam makanan dan minuman Pangeran Karna sebelum pergi berperang. Keesokan harinya dimana sebentar lagi Pasukan besar Karmapura dibawah pimpinan Pangeran Karna pun sudah melakukan persiapan.Dia pemberkatan sebelum berangkat bertempur pun dimulai. Pangeran Sisupala dan Pangeran Karna meminta doa restu kepada ibunya, Bunda Ratu Maharani.Namun saat Karna meminta Restu. Bunda Ratu merespon dengan mengacuhkan dan tidak mau memandangnya. Seakan tidak mau merestui kepergian Karna.Namun hal itu tidak dihiraukan olehnya dan melakukan sesinterakhir pemberkatan itu, yaitu tradisi memakan kue kelapa. Dalam tradisi sebelum berperang kue kelapa adalah lambang doa dan restu yang Maha kuasa agar mendapatkan keselamatan dan kemenangan. Dari kejauhan Pangeran Sisupala menghampiri Pamannya, Adipati Situmba dan berkata,“Paman, sudah kah kau pastikan kalau nanti Karna akan memakan kue beracun itu!” “Jangan khaw

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 8 : PERTEMPURAN PERDANA

    Radya Setra adalah tanah perbatasan yang sangat lapang, dimana sering menjadi lokasi peperangan. Sebagian tanah itu berwarna merah karena darah yang tertumpah saat peperangan.Segelintir pasukan dan orang yang percaya padanya pun berperang dengan jumlah yang kalah banyak dengan Singowulan. Mereka memiliki prajurit enam belas batalyon atau enam belas ribu prajurit. Sedangkan Kerajaan Karmapura hanya tiga belas batalyon atau tiga belas ribu prajurit. Namun kalah jumlah tidak membuat Panglima Karna gentar.Pasukan berkuda, tombak, dan panah dari kedua belah pihak sudah berbaris rapi. Di barisan pasukan Karmapura yang pimpin oleh Panglima Karna telah siap di belakang pasukan terdepan. Sedangkan Sang Raja berada di tengah paling belakang.Dari kejauhan, kubu Kerajaan Wiryata pun menyadari bahwa Pangeran Karna yang lemah menjadi Panglima Perang. Hal itu sontak membuat Panglima mereka tertawa meremehkan, mengenai apa yang mereka lihat.“Apakah Kerajaan Karmapura tidak mempunyai orang lain ya

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22

Bab terbaru

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 49 : PEWARIS CAHAYA TERSEMBUNYI

    “Awas Rushali!!” Karna bergegas menubruk Rushali supaya Rushali terhindarkan dari serangan makhluk itu.Duarr!!Api timbul di antara serpihan bebatuan yang meledak karena kekuatan makhluk itu yang berniat melukai Rushali.Entah mengapa, mahkluk itu membaca bahwa Rushali menganggu konsentrasi nya. Sasaran empuk, yang merupakan kelemahan Karna. Tapi niat makhluk itu bisa dihentikan.“Hoshh.. hosh.. !” Karna menarik nafas panjang, menatap tajam lawannya“Tak akan aku biarkan kau menyentuh Rushali walau sehelai rambut pun!” ujarnya sambil mengangkat pedangnya, yang segera menyala dengan api biru.Dia kembali memasang badan, melindungi gadis manis yang setia bersamanya. Rushali memahami situasi yang ada. Dia kemudian mencari pohon atau apapun yang lebih besar dari tubuhnya untuk bersembunyi.Rushali memegang dadanya yang sesak, degup jantung yang memburu membuat nafasnya tersengal. Dibalik batu besar dirinya bersandar menyembunyikan tubuh mungilnya. Sambil menahan rasa khawatir akan Karna

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 48 : KOTA BALUT ILUSI

    Lorong itu membawa Karna ke sebuah ruang terbuka yang luar biasa. Di hadapannya terhampar sebuah kota yang bersinar, seolah-olah seluruhnya terbuat dari kristal bercahaya. Pilar-pilar tinggi berdiri menjulang dengan ukiran-ukiran kuno, sementara sungai-sungai cahaya mengalir di antara bangunan-bangunan yang tampak seperti fatamorgana.Namun, keindahan kota ini memiliki nuansa asing dan suram. Udara terasa berat, dan di kejauhan, Karna dapat mendengar suara langkah kaki makhluk yang bergerak di balik bayang-bayang.Karna: (berbisik pada dirinya sendiri) "Kota ini... apakah ini nyata? Atau hanya ilusi?"Dia melangkah perlahan, matanya awas terhadap gerakan di sekitarnya. Tiba-tiba, dari balik sebuah gerbang kuno, muncul makhluk-makhluk aneh. Ada yang memiliki tubuh menyerupai manusia dengan kepala hewan, ada pula yang tampak seperti bayangan hidup dengan mata bercahaya. Mereka tidak menyerang, tetapi mengamati Karna dengan rasa ingin tahu yang hampir mengintimidasi.Salah satu makhluk y

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 47 : KOTA BAWAH TANAH

    Di salah satu sisi, gerbang batu telah terbuka, memperlihatkan celah yang mengarah pada kegelapan tak berujung. Namun, dari balik celah itu, terdengar gemuruh berat, seperti langkah makhluk raksasa.Rushali memegang lengan Karna erat-erat."Apa kau mendengar itu? Dia menyebut namamu."Karna menatap celah dengan tenang, meski hatinya mulai waspada."Tetap di belakangku. Kita tidak tahu apa yang akan muncul."Dari kegelapan, muncul sesosok makhluk besar dengan kulit keras menyerupai batu, matanya bersinar seperti bara api. Suaranya dalam dan menggema saat ia berbicara."Siapa yang berani melangkah ke tempat suci ini? Apa tujuan kalian?"Karna berdiri tegak, menyembunyikan identitasnya dengan sikap percaya diri."Kami hanyalah pengelana yang mencari jawaban atas misteri kuno. Tempat ini... dulunya milik seorang raja besar, bukan?"Makhluk itu menggeram, suaranya seperti gemuruh longsoran."Raja besar? Dia adalah kehancuran. Tempat ini adalah sisa-sisa dari kebodohannya. Siapa kalian yang

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 46 : JEJAK CAHAYA

    Kepingan artefak di tangan Karna bersinar lembut, memancarkan cahaya biru keemasan yang seolah menembus kabut malam. Sorotan itu mengarah ke depan, memberikan petunjuk arah tanpa kata. Langkah-langkah Karna mantap namun sunyi, hanya ditemani oleh gemerisik tanah kering di bawah kakinya. Persimpangan demi persimpangan ia lewati, membiarkan cahaya artefak menjadi satu-satunya penuntun. Di tengah perjalanan, sesuatu mengusik pikirannya. Bukan hanya tentang keberadaan artefak berikutnya, tetapi juga soal perasaan bahwa ada seseorang yang mengamatinya. Ia melirik sekeliling, tetapi bayangan-bayangan hanya bergeming dalam kegelapan. Ketika ia sampai di sebuah bukit yang menjulang, cahaya dari artefak semakin terang. Karna mendongak, dan pandangannya tertuju pada sebuah gerbang besar yang setengah tertimbun oleh reruntuhan. Batu-batu besar yang menutupi sebagian gerbang itu dihiasi ukiran kuno, simbol-simbol yang tampak menceritakan kisah yang telah lama terlupakan. Namun, gerbang it

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 45 : MISTERI KEPINGAN ARTEFAK KUNO

    Karna duduk bersila di tengah pelataran Pura Gunung Haridra. Udara dingin menggigit kulit, namun ia tetap diam, seperti patung batu yang tak tergoyahkan oleh waktu. Di tangannya, sebuah artefak kecil tergenggam erat—sebuah benda yang membawa lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Artefak itu tampak sederhana pada pandangan pertama, potongan logam berbentuk abstrak dengan ukiran aksara kuno di tengahnya. Namun, semakin lama ia menatapnya, semakin berat beban yang ia rasakan, seolah benda itu mengandung rahasia yang bisa mengubah segalanya. "Rushali..." Nama itu tiba-tiba terlintas di benaknya, mengusik konsentrasinya yang hampir mencapai puncak meditasi. Karna membuka matanya perlahan, menatap artefak itu dengan tatapan yang campur aduk—antara rasa bersalah, keraguan, dan penyesalan. Ia mengingat saat terakhir mereka bersama, di hutan gunung Haridra. Rushali berdiri di hadapannya dengan wajah penuh harapan, memintanya untuk membiarkan dia ikut dalam perjalanan ini. Namun, dalam k

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 44 : SALAH PAHAM

    Tak mendapat sahutan apapun dari sang peluncur panah. Mata elang Karna masih terus beredar melihat dan memeriksa sekeliling. Rushali mencabut anak panah itu mengamatinya dengan pasti. “Siapa yang telah menghujani kita dengan anak panah ini?” Serangan tak bertuan itu membuat ujung hari mereka tak tenang. Setelah mendapatkan potongan artefak yang pemiliknya diduga dari 50 tahun lalu itu. Rushali pun menyimpulkan,”Akankah pemilik serangan ini, adalah anggota baru Bayang Niraka?” Rushali menemukan sebuah tanda,”lihat ini Arjuna, anak panah yang sama seperti yang kau tangkap waktu itu..sewaktu aku mengobati para petani.. apa kau ingat!” Karna memastikan ucapan Rushali dan mengamati anak panah itu,”Rupanya kita telah diikuti oleh mata-mata mereka, Bayang Niraka..!” Pergerakan yang dilakukan mereka berdua entah bagaimana dapat tercium oleh Bayang Niraka. “Dalam penyelidikan ini sepertinya kita tidak boleh percaya kepada sembarang orang Arjuna.. siapapun yang melihat kita menai

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 43 : RAKSASA DI GERBANG KEGELAPAN

    Gerbang kegelapan berdiri kokoh menjulang seperti mulut neraka yang siap melahap apa saja. Di hadapannya berdiri sesosok raksasa bertubuh gelap dengan mata merah menyala, menatap Karna dengan penuh kebencian. Udara sekitar terasa pekat, penuh dengan aura kematian, yang menyelimuti setiap sudut tempat itu.“KRAAAARGHH!” Raksasa itu meraung melompat ke arah Karna dengan cakar runcingnya yang mengkilat seperti baja.Karna menghindar gesit, tubuhnya meliuk, nyaris saja cakar raksasa itu merobek dadanya.“Sial, makhluk ini terlalu kuat” gumamnya sambil menggenggam pedang Agni erat-erat. Api dari pedang itu menyala terang, seolah hendak menjawab kegelisahan tuannya.“Karna.. kelemahan makhluk itu ada di bagian tubuhnya. Amatilah pergerakannya, dia seperti melindungi satu bagian tubuh.” bisik Pedang Agni padanya.Namun, Karna tak sempat menjawab, raksasa itu sudah mengayunkan tinjunya.“BOOM!”Tanah itu terguncang, menciptakan lubang besar tepat di tempat Karna berdiri, beberapa saat yang l

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 42 : GERBANG KEGELAPAN

    Rushali berjalan beberapa langkah di belakang Karna. Mata gadis itu menatap punggung lelaki yang tegap itu dengan berbagai pertanyaan yang memenuhi kepalanya. Sejak tadi malam, Karna tak banyak bicara setelah membangunkannya dari tidur. Namun, langkah pemuda itu begitu pasti, seolah ia sudah tahu apa yang harus dilakukan.Tak tahan dengan kebisuan di antara mereka, Rushali akhirnya membuka suara."Arjuna..." panggilnya pelan, namun cukup jelas untuk membuat Karna menoleh.Karna melambatkan langkahnya, menatap gadis itu dengan mata yang selalu tampak tegas namun menyimpan ketenangan. "Ada apa, Rushali?"Rushali menghela napas dalam, berusaha mencari kata yang tepat. "Aku ingin tahu… ke mana kita sebenarnya setelah ini? Kau belum mengatakan apa pun sejak kita meninggalkan tempat itu."Karna berhenti, memandang ke kejauhan di mana kabut perlahan menipis. Cahaya mentari pagi mulai menyinari wajahnya, menampakkan sosok seorang pemuda yang tampak jauh lebih dewasa dari usianya. Setelah bebe

  • Perjalanan Jati Diri Pendekar Pedang Api    Chapter 41 : KI DRADAMA PENJAGA GUNUNG HARIDRA

    “Aku peringatkan sekali lagi untuk pergi!” teriak Rushali Namun sebelum bencana itu terjadi, sesuatu yang tak terduga terjadi. Karna, yang sebelumnya hanya berdiri terpaku, tiba-tiba mengulurkan tangannya ke depan. Matanya bersinar tajam, penuh keyakinan. Suara beratnya bergema di tengah keheningan. "Datanglah kepadaku." Pedang pusaka yang terbaring di altar batu seketika bergetar hebat. Api di bilahnya membesar, lalu dengan kecepatan kilat pedang itu melesat melampaui udara malam, tertarik kuat menuju genggaman Karna. Rushali hanya bisa memandang dengan mata terbelalak saat pedang itu menempel di tangan Karna, seolah telah lama menantikan panggilan tuannya. Dalam sekejap, Karna melompat tinggi, tubuhnya melampaui Rushali dan berada di antara gadis itu dan serigala yang siap menyerang. Pedang Api bersinar terang di genggaman Karna, memantulkan cahaya merah yang menyebar ke seluruh area. Namun sebelum pertarungan benar-benar pecah, sebuah suara berat muncul dari balik punggung

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status