Share

Bab 7. Kamar hotel

Zahira duduk di ujung tempat tidur, tangannya meremas ujung pakaiannya dengan gemetar. Adnan berdiri di hadapannya, wajahnya serius namun lembut, berusaha memilih kata-kata dengan hati-hati. Zahira tak bisa lagi mendengar suara Adnan setelah satu kalimat menyentuh telinganya, kalimat yang menggetarkan hatinya seperti gemuruh yang tiba-tiba menyerbu dada.

“Kita harus menjalani pernikahan ini sepenuhnya, sebagai suami istri,” kata Adnan, suaranya tegas namun seolah bergaung di telinga Zahira. Talak tiga. Kata itu terasa seperti palu yang menghantam dadanya. Napasnya mendadak terasa berat, seperti ada beban besar yang menghimpitnya. Jantungnya berdebar kencang, dan hawa di sekitarnya mendadak terasa sesak.

Pikiran Zahira melayang pada nasihat Pak Penghulu tadi, kata-kata yang ia abaikan namun kini kembali terngiang dengan tajam. Matanya menatap lantai, tetapi pikirannya berputar liar. Bagaimana mungkin? Baru beberapa jam lalu, ia merasa ini hanya sekadar formalitas, langkah sementara sebelum ia bisa menemukan jalannya kembali. Tapi sekarang, penjelasan Adnan membuka kenyataan baru yang lebih rumit.

Zahira mencoba menarik napas dalam-dalam, tetapi dadanya tetap sesak, seperti tertahan oleh rasa takut dan tanggung jawab yang tiba-tiba menjulang. Kewajiban sebagai istri. Nafkah batin. Kalimat-kalimat itu berputar di kepalanya, menghantui setiap detik yang berlalu. Ia menelan ludah, berusaha menenangkan diri, namun rasanya sulit.

Adnan berjongkok di depannya, menyentuh lembut tangannya, mencoba menarik perhatian Zahira dari dunia yang sedang berputar di dalam pikirannya. "Aku mengerti kalau ini berat," suaranya pelan, penuh pengertian, tetapi Zahira tetap terdiam. Matanya tak bisa bertemu pandang dengan Adnan, seolah semua yang baru ia dengar terlalu menyakitkan untuk dihadapi langsung.

Ruang di sekeliling mereka semakin mengecil, sementara perasaan Zahira seakan terperangkap dalam badai yang tak kunjung reda.

 “Masss, tapi aku gak cinta sama Mas Adnan,” ungkap Zahira .

Mendengar itu Adnan tidak marah , justru ia tersenyum Adnan sudah tidak kaget bagaimanapun perkenalan dan pertemuan mereka sangat singkat bagaimana mungkin Zahira yang dibayang-bayangi masa lalu bisa langsung jatuh cinta pada Adnan justru itu terdengar lebih aneh.

Adnan mengerti dan Adnan akan berusaha memperjuangkan cinta nya, karna nasib rumah tangga nya dengan Zahira ada pada dirinya.

“Mas tau kamu belum mencintai Mas, karna rasanya akan lebih aneh kalau kamu langsung jatuh cinta sama saya, perkenalan dan pertemuan kita sangat singkat. Kita perlu waktu untuk saling mengenal, pelan-pelan saja ya, asal kamu mau membuka hati Mas akan memperjuangkan rumah tangga kita,” jelas Adnan.

“Tapi aku ingin rujuk dengan Mas Zayyan,” ucap Zahira.

“Kita lihat saja nanti apa beberapa bulan setelah pernikahan ini keinginanmu tetap sama atau berubah,”ucap Adnan.

“Mas, aku gak siap menunaikan kewajibanku sebagai seorang istri,” ungkap Zahira .

“Its oke gak papa, kamu jangan terbebani dengan itu. Kita jalan pelan-pelan Mas cuman mau kamu mau membuka hati untuk Mas, gimana?” tanya Adnan .

“Mas kalau aku ingin tetap pada pendirianku kembali dengan Mas Zayyan gimana?”

“Biar waktu yang menjawab tapi kamu harus menjalankan persyaratan-persyaratan yang Mas jelaskan sebelum kamu ingin kembali rujuk dengan Zayyan.”

Zahira pun mengangguk, didalam hatinya ia ingin sekali rujuk kembali dengan Zayyan, tapi ia juga tak ingin melanggar aturan agama yang sudah jelas mendetail bagaimana jika dirinya ingin kembali menikah dengan mantan suami yang sudah mentalak tiga dirinya.

“Kamu sekarang istirahat aja, besok kita langsung berangkat ke Bandung,” ucap Adnan .

Mendengar itu Zahira tak kalah kaget, sang ibu memang mengatakan bahwa dirinya harus ikut Adnan yang bekerja di Bandung, tapi Zahira tak menyangka jika sang suami mengajak dirinya ke Bandung begitu cepat.

“Mas, ko besok aku belum beresin barang-barang aku malah aku masih nunggu surat resignku keluar dari perusahaan biar bisa dapet pesangon,” jelas Zahira.

“Semua barang kamu sudah di kirim ke alamat Mas di Bandung, ibu yang sudah membereskan semua, dan masalah pekerjaan kamu, kamu tidak menerima pesangon juga gak masalah, innsyaallah nafkah dari Mas nanti bisa mencukupi kamu,” ucap Adnan.

Zahira masih tampak duduk sambil merenung, beberapa kali ponselnya berbunyi jelas ia tau siapa yang menghubungi dirinya, Zayyan akhir-akhir ini memang menjadi sangat sering menghubungi dirinya, biasanya Zahira akan selalu bersemangt saat mendapat panggilan dari Zayyan, tapi untuk kali ini ntah mengapa ia sangat malas menangkat telepon tersebut.

“Itu ponsel kamu dari tadi bunyi, kenapa gak diangkat?” tanya Adnan.

“Gak ahh males,” jawab Zahira singkat.

“Mau nya apa? kalau mau malam pertama tunggu nanti malam ya sekarang kan masih siang,” goda Adnan.

“Mass Adnan jangan macem-macem ya, udah aku mau istirahat aja cape banget dari subuh udah bangun  make up lanjut nerima cukup banyak tamu,” ujar Zahira sambil naik ke atas tempat tidur, ia bahkan menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut. Ia jadi takut dekat dengan suaminya bisa-bisa Adnan terus menangih haknya sebagai seorang suami dan Zahira belum siap untuk itu.

***

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status