Share

Bab 4. Menjelang Pernikahan

Di kamar hotel yang terang benderang itu, Zahira duduk termenung di tepi jendela. Kamar yang mewah itu tiba-tiba terasa sempit baginya. Kilasan cahaya lampu kota dari luar menyinari wajahnya yang murung. Besok, ia akan menikah dengan Adnan, pria yang diperkenalkan oleh orangtuanya sebagai calon suami yang ideal. Namun, di balik keputusannya yang berani, hatinya masih terbelah. Ia masih mencintai Zayyan, mantan suaminya, cinta pertamanya yang telah meninggalkan luka mendalam di hatinya.

Di sudut kamar, gaun pengantin putih tergantung dengan indah, seolah menantikan momen bahagia. Namun, bagi Zahira, gaun itu lebih mirip dengan kafan yang menyelimuti jiwa raganya. Adnan adalah pria baik, tetapi hati Zahira tahu bahwa ia bukan Zayyan. Zayyan, dengan segala kekurangannya, masih memegang ruang terdalam di hati Zahira.

Dia menghela napas panjang, mencoba mengusir bayang-bayang Zayyan yang terus menghantui pikirannya. Setiap kali dia menutup mata, kenangan tentang Zayyan kembali mengalir seperti air bah. Nasihat ayah dan ibunya, serta janji Adnan bahwa ia akan menjadi suami yang setia, tidak cukup untuk menghapus rasa sakit yang Zahira rasakan.

Ketika malam semakin larut, Zahira berjalan menghampiri gaun pengantinnya. Dia menyentuh kainnya yang lembut, namun dalam hati, sentuhan itu terasa dingin dan hampa. Apa benar Zahira harus menjalankan pernikahan seperti pada umumnya, padahal niat Zahira menikah dengan Adnan hanyalah agar ia bisa kembali bersama Zayyan tapi ia tak menyangka bahwa ternyata serumit ini.

Saat tengah melamun tiba-tiba ponsel nya bordering, Zahira membawa ponsel tersebut dan ternyata yang menghubunginya larut malam seperti ini adalah Zayyan.

“Kamu belum tidur? “ tanya Zayyan pada Zahira .

“Enggak bisa tidur Mas,” jawab Zahira .

“Kamu ingat ya janji kita , kamu hanya akan menikah dengan suamimu itu tiga bulan saja dan mari kita menikah lagi,” ucap Zayyan .

Namun Zahira diam tak menjawab, ntah mengapa hatinya menjadi ragu untuk kembali rujuk dengan Zayyan mengingat bagaimana orangtuanya sudah tak akan lagi merestui hubungannya dengan Zayyan dan jika kedua orangtuanya tau perihal niat nya menikah dengan Adnan ini tentu kedua orang tuanya akan marah besar .

Keesokan paginya sekitar jam lima pagi tim MUA sudah datang untuk menyulap Zahira tampil istimewa di hari specialnya ini, Zahira sendiri lebih banyak diam, dia lebih banyak merenung, perkataan semua orang berputar-putar di kepalanya dan Zahira harus benar-benar memantapkan hati menikah dengan Adnan hari ini, perihal bagaimana kehidupan rumah tangganya itu Zahira akan fikirkan nanti saja, biar sekarang dirinya menikah dengan Adnan terlebih dahulu.

Ponsel Zahira terus bordering rupanya itu adalah Zayyan yang terus berusaha menghubungi Zahira lama kelamaan Zahira malah mulai risih dengan sikap Zayyan yang semakin overprotektif, yang sangat sering menghubungi dirinya, Zahira takut sang ibu mengetaui bahwa dirinya masih sering berkomunikasi dengan Zayyan dan Zahira takut sang ibu marah besar .

“Aduh Mbak belum full aja ini make up udah keliatan banget cantiknya,” puji salah satu tim MUA .

“Iya ini pasti calon suaminya bakalan seneng , ahh beruntung sekali ya Mas-nya itu nikah sama Mbak Zahira,” puji kembali mereka.

Dua jam berlalu, dan suara riuh rendah terdengar di sebuah ruangan tempat akad nikah dan resepsi pernikahan mereka berlangsung. Sedangkan di dalam ruangan kecil yang penuh dengan cermin dan kosmetik, tim MUA bekerja dengan cekatan merapikan kebaya putih yang anggun membalut tubuh Zahira. Zahira duduk tenang di atas kursi, menahan napas saat sentuhan lembut kuas merias wajahnya.

Cermin di depannya memantulkan sosok yang tampak menawan, wajahnya bersinar dengan riasan yang mempesona. Setiap detail terlihat sempurna—dari bibir merah merona hingga mata yang dikelilingi eyeliner tajam yang menekankan keindahannya. Namun di balik senyumnya, ada ketegangan yang menyelubungi hatinya, membuat jari-jarinya mengetuk-ngetuk lembut di atas lutut.

“Zahira, kamu cantik sekali!” salah satu MUA berkata, suaranya penuh semangat. Zahira tersenyum, tetapi dalam hatinya bergejolak.

Di luar kamar, suara derap langkah dan tawa tamu-tamu terdengar jelas, menambah suasana meriah. Zahira mendengar suara Adnan berbincang dengan keluarga, suaranya tegas namun hangat, membuatnya merasa lebih tenang. “Ijab qobul,” kata-kata itu terngiang dalam pikirannya, dan seiring dengan detak jantungnya, ia merasakan semangat baru.

Setelah selesai, tim MUA memberikan sentuhan terakhir, menyemprotkan parfum ringan yang membuatnya merasa percaya diri. “Semoga hari ini menjadi awal yang indah untukmu, Zahira,” ucap MUA terakhir sebelum mereka mundur, memberi kesempatan bagi Zahira untuk mempersiapkan diri.

Dengan napas dalam, Zahira menatap cermin sekali lagi, mencari kekuatan di dalam dirinya. Sekarang ia hanya bisa menerima takdir yang telah tuhan tentukan.

***

BERSAMBUNG

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status