"Ingat Juan, kehadiran Jasmine di dalam kehidupan kita hanya untuk pengalihan perusahaan dan ingat apa yang terjadi pada adikmu. Jangan sampai aku yang melakukannya sendiri," ucap Veronica di hadapan Juan. "Ibu tidak perlu mengotori tangan ibu sendiri, biar aku yang mengurus semuanya," sahut Juan sebelum ia pergi meninggalkan sang ibu dan kembali menemui Jasmine. Wajah Jasmine masih nampak sedih, namun Juan harus tetap menyampaikan, kalau mulai saat ini mereka harus tinggal di kediamannya. Mendengar ucapan sang suami, Jasmine hanya bisa mengangguk. *** "Selamat sore ... Bu," sapa Jasmine pada Veronica saat ia sudah sampai di kediaman Juan, namun jawaban yang Veronica berikan cukup mengejutkan. "Aku bukan ibumu." Itulah kalimat yang terlontar dari bibir Veronica. Tubuh Jasmine mematung mendengarnya terlebih saat Juan memanggil pelayan. "Pelayan, antar dia ke kamarnya," ujar pria itu yang langsung pergi meninggalkan Jasmine. "Nona, silahkan ikut saya." Pikiran Jasmine
Juan membuka pintu kamar tempat Jasmine berada. Tak ada suara apapun di kamar itu karena saat ini Jasmine tengah meringkuk di balik selimut tipis yang sudah lama tak dicuci. "Dasar!! bisa-bisanya dia malah enak-enakan tidur," ujar Juan sambil terus melangkah mendekat dengan kedua tangan terselip di saku celana. Awalnya pria itu nampak santai, ia bahkan berniat memaki wanita yang berstatus sebagai istri sahnya itu, namun betapa terkejutnya saat mendapati wajah tirus dan tubuh Jasmine yang nampak jauh lebih kurus dari terakhir kali ia melihatnya. "Apa-apaan ini?!" Juan hampir memekik begitu mendapati pemandangan di hadapannya. Nafasnya tercekat, ia sungguh tak menyangka sama sekali akan mendapati kondisi yang demikian pada diri Jasmine. Juan masih meragukan pandangannya. Tubuhnya semakin mendekat perlahan, ditariknya selimut yang menutupi tubuh kurus Jasmine. Juan pun semakin syok menyaksikan apa yang ada di depan matanya. Kondisi Jasmine sungguh memprihatinkan. Tubuhnya ku
“Alesha…,” bisik Michael di telinga sang kekasih. Sebentar lagi keduanya akan menikah, namun pria yang kerap dipanggil Mike itu sudah tak bisa lagi menahan sesuatu dalam dirinya, membuat sang kekasih hanya bisa pasrah, toh mereka sudah bertunangan. Begitulah yang Alesha pikirkan. Malam itu, di sebuah kamar hotel yang mewah nan luas, suara lenguhan lembut terdengar dari bibir semerah cherry milik Alesha disaat tangan kekar Mike mulai mencakupi segala sesuatu yang berhasil membuat gairah wanita di bawah naik ke ubun ubun. Di detik berikutnya, kamar hotel yang semula terang benderang, tiba-tiba menjadi gelap gulata. "Sayang...tidak!! aku ingin melihatmu!!" protes Alesha saat matanya tak lagi bisa melihat apapun di sekitarnya, namun Mike tak memberi kesempatan pada Alesha untuk melakukan lebih banyak protes. Bibirnya langsung membungkam bibir Alesha dengan ciuman bertubi-tubi, hingga tanpa wanita itu sadari, ada tangan tangan lain yang ikut menyentuhnya, hingga akhirnya tangan Mike ben
"Putri anda dinyatakan hamil Nyonya, memasuki usia 6 Minggu."Kata kata dokter yang memeriksa jenazah Alesha di depan sang ibu, masih terus terngiang jelas di telinga Juan.Mendengar semua itu, sebagai seorang kakak jelas ia tak bisa tinggal diam. Juan berusaha mencari tahu apa yang terjadi sampai sampai Alesha harus memilih mengakhiri hidupnya.Jika alasannya karena hamil, bukankah itu anaknya Mike. Harusnya mereka tinggal menikah saja, kenapa harus bunuh diri. Atau mungkin bayi yang Alesha kandung bukanlah anak Mike, tapi bagaimana bisa. Alesha sangat tergila gila pada pria itu. Tipis kemungkinan kalau ia sampai berkhianat.Berbagai macam pikiran terus berkecamuk dalam pikiran Juan,hingga akhirnya ia berusaha mencari tahu apa yang terjadi.Dengan bantuan seorang polisi dan juga seorang detektif yang ia datangkan secara pribadi, sebuah buku harian, ponsel, dan juga foto foto yang berserakan di tong sampah di kamar Alesha menjadi petunjuk baru.Di dalam buku harian tersebut ada satu
Juan menatap gadis 20 tahun di hadapannya dengan tatapan sayu. Sorot matanya sudah berbalut nafsu. Ini adalah kali pertama ia menghabiskan malam dengan seorang wanita yang umurnya jauh di bawahnya."Ahhh ... sakiiittt!!" jerit gadis itu saat milik Juan menerjang simbol kesucian yang ia miliki. Nafasnya seketika terengah dengan keringat membasahi sekujur tubuh.Terlihat sekali kalau gadis di bawahnya sangat kesakitan. Membuat Juan memperlembut caranya sampai akhirnya ia benar benar berhasil. Disaat itu Juan justru merasakan sesuatu yang berbeda.Kenikmatan tiada tara. Itulah yang Juan rasakan. Membuat jiwa raganya benar benar melayang menembus batas angan angan. Juan tak peduli walau gadis di bawahnya terus meracau semakin keras, entah karena sakit atau nikmat, yang pasti untuk saat ini ia tak ingin berhenti.Terlalu sayang rasanya untuk sekedar beristirahat, hingga ritme gerakan pinggulnya semakin bertambah cepat dan, "arghhhh ...!"Juan sampai pada apa yang ia inginkan, dan itu terja
Jasmine yang selama ini belum pernah dekat dengan pria manapun selain dengan Arsen sahabat kecilnya, membuat semua orang terkejut ketika ia tiba tiba ia mengatakan ingin menikah."Kamu serius? kenapa tiba tiba? apa ada sesuatu?" tanya Arsen bertubi-tubi saat siang itu mereka bertemu di kampus."Bukan seperti itu, kami dekat sejak lama, hanya saja memang tak mengumbar hubungan kemana mana. Salah satu alasannya karena usia kami terpaut cukup jauh. Delapan tahun."Jasmine sengaja berbohong karena ia tak tahu harus memberikan alasan apa pada orang-orang terdekatnya mengenai keputusan pernikahan yang akan segera ia lakukan. Semua kebohongan yang ia buat juga sudah disepakati bersama dengan Juan. Mereka tak mungkin jujur di hadapan orang orang akan apa yang sebenarnya terjadi.Arsen menyipitkan mata, menelisik lebih dalam ekspresi tak biasa di wajah Jasmine. Bisa dibilang ia tak percaya pada semua ucapan gadis itu, namun belum sempat ia mencaritahu lebih dalam, Jasmine sudah disibukkan deng
Pernikahan Juan dan Jasmine berlangsung sangat meriah. Dengan dihadiri tamu tamu penting dan juga para pejabat yang berpengaruh di negeri ini, kini keduanya telah sah menjadi pasangan suami istri.Hari ini ibunda Jasmine turut hadir di sana. Begitu juga dengan ibunda Juan, Veronica Anderson. Wanita sosialita itu nampak menyapa para tamunya dengan wajah sumringah, dan sangat ramah, namun tanpa seorang pun tahu, sorot matanya berkilat penuh amarah setiap kali memandang ke arah Jasmine yang nampak begitu bahagia di samping putranya.Saat hampir mendekati tengah malam, tamu undangan sudah mulai sepi. Juan dan Jasmine pun memutuskan untuk beristirahat."Sayang, aku temui Ibu dulu ya," pamit Jasmine sebelum mengikuti Juan masuk ke salah satu kamar hotel yang telah disiapkan khusus untuk mereka berdua."Hmm," sahut Juan sambil terus melangkah pergi, membuat Jasmine mematung karenanya.Tak biasanya Juan bersikap demikian, namun Jasmine berusaha berpikir positif. Mungkin karena suaminya sekara
Juan menurunkan tubuh Jasmine perlahan. Sebenarnya setelah melakukan itu ia ingin langsung pergi dari sana, tapi ternyata tak bisa. Saat sorot mata keduanya bertemu, Juan justru terpesona pada kecantikan Jasmine, belum lagi saat pandangannya perlahan turun. Leher jenjang seputih susu yang licin bagaikan perselen dan dada indah yang menjulang menggoda. Membuat Juan gagal pergi dari sana. Juan mendekatkan bibirnya perlahan. Menyalurkan setiap dentuman hasrat yang hampir meledak. Menyentuh segala keindahan di depannya, hingga tangannya bergerak perlahan menurunkan resleting gaun pengantin di punggung Jasmine. Menyisakan kain tipis berwarna putih yang menjadi lapisan terdalam sebelum kulit Jasmine benar-benar terekspose sempurna. "Enghhh ... Juannn ... " Lenguhan dari bibir Jasmine kian membuat pria yang telah sah menjadi suaminya itu kian bersemangat. Tanpa berlama lama lagi Juan mengangkat tubuh Jasmine ke ranjang. Mengajak wanita itu merengkuh nikmatnya madu pernikahan.