“Alesha…,” bisik Michael di telinga sang kekasih. Sebentar lagi keduanya akan menikah, namun pria yang kerap dipanggil Mike itu sudah tak bisa lagi menahan sesuatu dalam dirinya, membuat sang kekasih hanya bisa pasrah, toh mereka sudah bertunangan. Begitulah yang Alesha pikirkan.
Malam itu, di sebuah kamar hotel yang mewah nan luas, suara lenguhan lembut terdengar dari bibir semerah cherry milik Alesha disaat tangan kekar Mike mulai mencakupi segala sesuatu yang berhasil membuat gairah wanita di bawah naik ke ubun ubun. Di detik berikutnya, kamar hotel yang semula terang benderang, tiba-tiba menjadi gelap gulata. "Sayang...tidak!! aku ingin melihatmu!!" protes Alesha saat matanya tak lagi bisa melihat apapun di sekitarnya, namun Mike tak memberi kesempatan pada Alesha untuk melakukan lebih banyak protes. Bibirnya langsung membungkam bibir Alesha dengan ciuman bertubi-tubi, hingga tanpa wanita itu sadari, ada tangan tangan lain yang ikut menyentuhnya, hingga akhirnya tangan Mike benar-benar digantikan oleh tangan orang lain. "Akhhhh Baby, pelan-pelan sakitt...," rintih Alesha saat tangan kasar bergerak semakin intens di tubuhnya, hingga rasa penasaran pun muncul di benak Alesha. Tangan Mike tak pernah sekasar itu. Otak Alesha perlahan mulai bekerja saat ia merasakan ciuman di dua tempat yang berbeda. Seiring berjalannya waktu, Alesha semakin bisa merasakan kalau tak hanya dua tangan yang kini sedang menyentuhnya. "Sayang nyalakan lampunya!!" teriak Alesha yang mulai ketakutan. Sayangnya teriakannya sama sekali tak dihiraukan. Wanita itu mulai merasa panik. Semakin lama Alesha semakin bisa merasakan, kalau yang bersamanya saat ini tak hanya satu orang pria saja. Menyadari hal itu, tubuh Alesha gemetar ketakutan, karena yang ia rasakan saat ini bukan lagi sebuah kenikmatan, melainkan kesakitan. "Siapa kalian!! Mike tolong aku!!" "Diamlah Alesha, Mike telah menjualmu kepada kami," bisik suara parau yang berada di dekat telinga Alesha. "Tidak!! tolong lepaskan!!" Teriakan demi teriakan terdengar dari bibir Alesha. Tubuh wanita itu semakin tak berdaya, karena tak hanya sekali ia diperlakukan seperti seorang wanita murahan. Entah sudah berapa lama Alesha Ditempatkan pada posisi mengerikan seperti itu hingga akhirnya lampu menyala terang benderang. Tepat pada saat itu, tawa sumbang terdengar dari bibir keempat pria yang kini menatap remeh ke arahnya. Hancur sudah hati seorang Alesha. Kesucian yang selalu ia jaga dan ingin ia persembahkan pada sang kekasih tercinta, justru direnggut oleh orang orang yang tidak ia kenal. Tangis Alesha pecah, namun tak ada yang peduli padanya. Pria pria itu pergi begitu saja. Tak lama kemudian, dari arah kamar mandi muncul seorang pria dan wanita yang terlihat baru saja memadu kasih. Penampilan keduanya juga berantakan, hanya saja, ada raut bahagia yang menghiasi wajah keduanya. Tak sampai disitu, mereka bahkan sempat menunjukkan kemesraan di hadapan Alesha. "Biadab kalian!!" jerit Alesha yang baru saja disambut tawa dari bibir pria di hadapannya yang tak lain adalah Mike. "Kenapa marah Sayang, hmm? bukankah kamu menginginkannya?" Mike kembali melempar hinaan ke wajah Alesha. Segepok uang pun terlempar dari tangan pria itu. "Itu bagianmu, aku baik-baik saja kan?" "Mike, teganya kau seperti ini padaku, kau keterlaluan!! apa salahku padamu?" Alesha mulai terisak di hadapan pria yang selama ini menjadi penghuni relung jantung, namun pria di hadapannya sama sekali tak peduli, malah melenggang pergi begitu saja. Meninggalkan Alesha seorang diri dalam kehancuran. Semenjak kejadian malam itu, Alesha yang biasanya ceria berubah menjadi sosok yang sangat pendiam, terlebih saat sikap Mike di depan keluarganya tetap baik, seolah olah ia tak pernah melakukan hal keji terhadap Alesha. Hampir dua bulan berlalu, sang ibu, Veronika sama sekali tidak menyadari perubahan sikap pada putrinya. Sebagai seorang pengusaha di bidang kecantikan dan sosialita kelas atas, Veronika jelas jarang berada di rumah. Sampai pada saat ia mengadakan pesta makan malam keluarga di rumah mewahnya untuk menyambut kedatangan sang putra pertama, Juan Anderson dan justru Juanlah yang pertama kali menyadari kalau ada yang tidak beres dengan adik kesayangannya. "Alesha, kamu baik baik saja?" tanya Juan yang hanya dijawab dengan anggukan kepala dan senyuman manis oleh Alesha. "Alesha ... " "Aku baik baik saja," sela Alesha. Belum sempat Juan bertanya lebih dalam, Mike yang malam itu ikut menghadiri undangan makan malam, datang menghampiri keduanya. Tanpa ragu tangan Mike melingkar di pinggang ramping Alesha. Tak hanya itu, ciuman lembut juga ia bubuhkan di keningnya. "Ayolah Mike, jangan pamer kemesraan seperti itu di depanku." “Mangkanya segeralah cari pasangan, jangan hanya pasangan di atas tidur,” sahut Mike yang diiringi gelak tawa keduanya. Hubungan Mike dengan seluruh anggota keluarga Alesha terbilang sangat baik termasuk dengan Juan. Mereka berdua bahkan seringkali terlibat proyek bersama. Ayah Juan sendiri adalah partner bisnis almarhum ayah Alesha. Sudah pasti hubungan kedua keluarga itu sangat baik. Mike mengenal Alesha sejak lama, itulah alasan pihak keluarga langsung menyetujui saat Mike melamar Alesha yang masih duduk di bangku kuliah. “Mike, aku masuk ke dalam dulu,” pamit Alesha yang mulai merasa tak nyaman karena Mike terus menyentuhnya. Juan yang menangkap gerak-gerik aneh dari adiknya, hampir saja bertanya pada Mike tentang apa yang terjadi, namun urung ia lakukan, karena menurutnya mungkin saja perubahan sikap Alesha ada batasnya dengan Mike. Pada akhirnya Juan memilih menahan diri hingga saat acara selesai, barulah Juan mendatangi kamar Alesha. "Alesha, keluarlah sebentar, aku ingin bicara!" ucap Juan sambil mengetuk pintu. "Alesha!! buka pintunya, kamu di dalam kan?" Ketukan Juan semakin keras, namun tetap saja, tak ada sahutan dari dalam. Membuatnya hampir menyerah dan hendak melangkah pergi. “Kenapa anak itu, tidak biasanya dia seperti ini. Aku pulang pun sama sekali tak meminta apa apa,” gerutu Juan. Sebelum mencapai tangga untuk turun ke lantai satu, Juan kembali memandangi pintu kamar adiknya yang masih tertutup rapat, dan itu membuat Juan tak tenang. Sambil berdecak kesal Juan pun kembali melangkah mendekat ke sana. Kali ini tak hanya ketukan melainkan gebrakan keras. "Alesha!! buka pintunya, kakak ingin bicara!!" Masih saja tak ada sahutan dari dalam sana, hingga membuat Juan geram karenanya. "Aleshaaa!! kalau kau tak membukanya, akan kudobrak!!" ancam Juan, namun penghuni di dalam kamar yang sama sekali tak bergeming. "Sial, ada apa dengan anak ini." Kali ini sikap Alesha benar benar membuat Juan kesal. Meski tak benar-benar mendobraknya, Juan tetap memutuskan untuk membuka paksa kamar Alesha. Ia segera menemui sang ibu untuk meminta kunci cadangan kamar sang adik. "Juan, memangnya ada apa? Mama mau istirahat." Meski kesal Veronica tetap memberikan apa yang Juan minta dan pada akhirnya rasa penasaran membawa langkah wanita itu mengekor di belakang putranya. Dengan gerakan cepat Juan memutar kunci anak hingga pintu kayu di hadapannya berhasil terbuka. Disaat yang sama suara mengeluarkan histeris dari bibir Veronica, sementara tubuh Juan merosot ke lantai karena tak mampu menyaksikan pemandangan di hadapannya."Putri anda dinyatakan hamil Nyonya, memasuki usia 6 Minggu."Kata kata dokter yang memeriksa jenazah Alesha di depan sang ibu, masih terus terngiang jelas di telinga Juan.Mendengar semua itu, sebagai seorang kakak jelas ia tak bisa tinggal diam. Juan berusaha mencari tahu apa yang terjadi sampai sampai Alesha harus memilih mengakhiri hidupnya.Jika alasannya karena hamil, bukankah itu anaknya Mike. Harusnya mereka tinggal menikah saja, kenapa harus bunuh diri. Atau mungkin bayi yang Alesha kandung bukanlah anak Mike, tapi bagaimana bisa. Alesha sangat tergila gila pada pria itu. Tipis kemungkinan kalau ia sampai berkhianat.Berbagai macam pikiran terus berkecamuk dalam pikiran Juan,hingga akhirnya ia berusaha mencari tahu apa yang terjadi.Dengan bantuan seorang polisi dan juga seorang detektif yang ia datangkan secara pribadi, sebuah buku harian, ponsel, dan juga foto foto yang berserakan di tong sampah di kamar Alesha menjadi petunjuk baru.Di dalam buku harian tersebut ada satu
Juan menatap gadis 20 tahun di hadapannya dengan tatapan sayu. Sorot matanya sudah berbalut nafsu. Ini adalah kali pertama ia menghabiskan malam dengan seorang wanita yang umurnya jauh di bawahnya."Ahhh ... sakiiittt!!" jerit gadis itu saat milik Juan menerjang simbol kesucian yang ia miliki. Nafasnya seketika terengah dengan keringat membasahi sekujur tubuh.Terlihat sekali kalau gadis di bawahnya sangat kesakitan. Membuat Juan memperlembut caranya sampai akhirnya ia benar benar berhasil. Disaat itu Juan justru merasakan sesuatu yang berbeda.Kenikmatan tiada tara. Itulah yang Juan rasakan. Membuat jiwa raganya benar benar melayang menembus batas angan angan. Juan tak peduli walau gadis di bawahnya terus meracau semakin keras, entah karena sakit atau nikmat, yang pasti untuk saat ini ia tak ingin berhenti.Terlalu sayang rasanya untuk sekedar beristirahat, hingga ritme gerakan pinggulnya semakin bertambah cepat dan, "arghhhh ...!"Juan sampai pada apa yang ia inginkan, dan itu terja
Jasmine yang selama ini belum pernah dekat dengan pria manapun selain dengan Arsen sahabat kecilnya, membuat semua orang terkejut ketika ia tiba tiba ia mengatakan ingin menikah."Kamu serius? kenapa tiba tiba? apa ada sesuatu?" tanya Arsen bertubi-tubi saat siang itu mereka bertemu di kampus."Bukan seperti itu, kami dekat sejak lama, hanya saja memang tak mengumbar hubungan kemana mana. Salah satu alasannya karena usia kami terpaut cukup jauh. Delapan tahun."Jasmine sengaja berbohong karena ia tak tahu harus memberikan alasan apa pada orang-orang terdekatnya mengenai keputusan pernikahan yang akan segera ia lakukan. Semua kebohongan yang ia buat juga sudah disepakati bersama dengan Juan. Mereka tak mungkin jujur di hadapan orang orang akan apa yang sebenarnya terjadi.Arsen menyipitkan mata, menelisik lebih dalam ekspresi tak biasa di wajah Jasmine. Bisa dibilang ia tak percaya pada semua ucapan gadis itu, namun belum sempat ia mencaritahu lebih dalam, Jasmine sudah disibukkan deng
Pernikahan Juan dan Jasmine berlangsung sangat meriah. Dengan dihadiri tamu tamu penting dan juga para pejabat yang berpengaruh di negeri ini, kini keduanya telah sah menjadi pasangan suami istri.Hari ini ibunda Jasmine turut hadir di sana. Begitu juga dengan ibunda Juan, Veronica Anderson. Wanita sosialita itu nampak menyapa para tamunya dengan wajah sumringah, dan sangat ramah, namun tanpa seorang pun tahu, sorot matanya berkilat penuh amarah setiap kali memandang ke arah Jasmine yang nampak begitu bahagia di samping putranya.Saat hampir mendekati tengah malam, tamu undangan sudah mulai sepi. Juan dan Jasmine pun memutuskan untuk beristirahat."Sayang, aku temui Ibu dulu ya," pamit Jasmine sebelum mengikuti Juan masuk ke salah satu kamar hotel yang telah disiapkan khusus untuk mereka berdua."Hmm," sahut Juan sambil terus melangkah pergi, membuat Jasmine mematung karenanya.Tak biasanya Juan bersikap demikian, namun Jasmine berusaha berpikir positif. Mungkin karena suaminya sekara
Juan menurunkan tubuh Jasmine perlahan. Sebenarnya setelah melakukan itu ia ingin langsung pergi dari sana, tapi ternyata tak bisa. Saat sorot mata keduanya bertemu, Juan justru terpesona pada kecantikan Jasmine, belum lagi saat pandangannya perlahan turun. Leher jenjang seputih susu yang licin bagaikan perselen dan dada indah yang menjulang menggoda. Membuat Juan gagal pergi dari sana. Juan mendekatkan bibirnya perlahan. Menyalurkan setiap dentuman hasrat yang hampir meledak. Menyentuh segala keindahan di depannya, hingga tangannya bergerak perlahan menurunkan resleting gaun pengantin di punggung Jasmine. Menyisakan kain tipis berwarna putih yang menjadi lapisan terdalam sebelum kulit Jasmine benar-benar terekspose sempurna. "Enghhh ... Juannn ... " Lenguhan dari bibir Jasmine kian membuat pria yang telah sah menjadi suaminya itu kian bersemangat. Tanpa berlama lama lagi Juan mengangkat tubuh Jasmine ke ranjang. Mengajak wanita itu merengkuh nikmatnya madu pernikahan.
Jasmine masih tak bisa memahami situasi di sekitarnya. Ia benar benar tak mengerti maksud ucapan Juan suaminya. Selama ini sikap Juan sangatlah manis, karenanya Jasmine mengira kalau pria di hadapannya hanya sedang membuat lelucon. "Sayang, kau ini bicara apa, ayo kita pergi dari sini, rumah ini menyeramkan." Dengan senyum yang masih terukir di bibirnya, Jasmine menarik tangan Juan untuk pergi dari sana, namun pria itu justru kembali menarik tangannya dengan sentakan yang cukup keras. "Akhhhh!!" pekik Jasmine yang hampir saja terjatuh karena ulah Juan. "Aku tidak main main Jasmine, di sinilah tempatmu, jadi nikmati hari harimu di rumah seram ini, mengerti?!" Jasmine menatap wajah Juan dengan perasaan bingung. "Juan, apa maksudmu? aku istrimu, bagaimana mungkin kau membiarkanku tinggal di tempat ini, atau ... kita akan tinggal bersama disini? jika memang begitu aku tidak akan keberatan." Seketika gelak tawa terdengar dari bibir Juan. "Jasmine ... Jasmine, mana mungkin
Malam itu Juan yang baru masuk ke kamar pribadinya dibuat kesal karena ponsel milik Jasmine terus bergetar. Merasa sangat terganggu, dengan cepat tangan Juan meraih benda pipih itu dari saku jasnya. "Halo .... " suara baritonnya langsung menyapa penelpon di seberang sana. "Dimana Jasmine?!" tanya Arsen setengah membentak, membuat Juan hampir membalasnya, namun otaknya masih sempat mempertimbangkan akibatnya jika dia bersikap demikian. "Jasmine sedang mandi, aku adalah suaminya, jadi kalau ada yang ingin kau sampaikan, sampaikan padaku saja!" jawab Juan yang terdengar elegan dan tenang. "Kalian datanglah ke Alexandria hospital sekarang juga! ibu mengalami kecelakaan dan dia ... meninggal, tolong jangan biarkan Jasmine pergi seorang sendiri." Hanya sebatas itu yang Arsen sampaikan. Juan sendiri merasa cukup terkejut akan apa yang baru saja ia dengar. Bermenit menit lamanya pria itu dilanda kebimbangan. Antara ingin bersikap masa bodoh atau sebaliknya. Bisa dibilang ini adala
Juan menatap Jasmine yang tengah menikmati makanan dengan lahap. Melihat bibir wanita itu belepotan, tangannya reflek terulur untuk membersihkannya. "Oh, maaf, kau sejak tadi tidak makan?" tanya Jasmine kemudian saat mendapati kalau makanan di piring Juan masih belum berubah bentuk. "Dengan menatapmu saja aku sudah kenyang," sahut Juan sambil terkekeh kecil. "Kau menyindirku ya, jahat sekali. Aku kan sangat lapar, tapi sekarang sudah kenyang. Sekarang, ayo makanlah! em ... suamiku." Kali ini Jasmine menggeser tempat duduknya hingga berdekatan dengan Juan. Tangannya mengambil sesendok makanan lalu menyodorkannya ke bibir Juan. "Ayolah, buka mulutmu!" Sayangnya Juan sama sekali tak melakukan apa yang Jasmine inginkan. Pria itu hanya diam tak bersuara sambil menatap dingin, membuat Anna menarik kembali tangannya. "Kau, tidak mau ya makan dari tanganku. Hahhh ... itu tidak masalah, tapi sekarang kau harus makan." Masih tak ada tanggapan apapun dari bibir pria itu. Sorot ma