"Putri anda dinyatakan hamil Nyonya, memasuki usia 6 Minggu."
Kata kata dokter yang memeriksa jenazah Alesha di depan sang ibu, masih terus terngiang jelas di telinga Juan.
Mendengar semua itu, sebagai seorang kakak jelas ia tak bisa tinggal diam. Juan berusaha mencari tahu apa yang terjadi sampai sampai Alesha harus memilih mengakhiri hidupnya.
Jika alasannya karena hamil, bukankah itu anaknya Mike. Harusnya mereka tinggal menikah saja, kenapa harus bunuh diri. Atau mungkin bayi yang Alesha kandung bukanlah anak Mike, tapi bagaimana bisa. Alesha sangat tergila gila pada pria itu. Tipis kemungkinan kalau ia sampai berkhianat.
Berbagai macam pikiran terus berkecamuk dalam pikiran Juan,
hingga akhirnya ia berusaha mencari tahu apa yang terjadi.
Dengan bantuan seorang polisi dan juga seorang detektif yang ia datangkan secara pribadi, sebuah buku harian, ponsel, dan juga foto foto yang berserakan di tong sampah di kamar Alesha menjadi petunjuk baru.
Di dalam buku harian tersebut ada satu kalimat yang membuat Juan tak bisa tenang. Yaitu kalimat yang menyatakan bahwa sang adik dijual dan dinodai. Sayangnya Alesha tak menuliskannya secara gamblang.
Penyelidikan pun terus berlanjut, sampai akhirnya menyeret satu nama yang besar kemungkinan menjadi kunci penyebab berakhirnya hidup seorang gadis cantik bernama Alesha.
Michael Moeis atau yang kerap kali dipanggil Mike. Banyak hal yang membuat nama itu akhirnya disangkut pautkan.
Ungkapan kebencian yang Alesha tulis untuk Mike membuat Juan semakin yakin kalau ada yang tidak beres dengan hubungan keduanya dan setelah diteliti lebih dalam melalui ponsel Alesha yang berhasil dibuka, berbagai pesan singkatnya dengan Mike membuat permasalahan semakin gamblang.
Kesimpulannya adalah, Mike menjual kesucian Alesha terhadap keempat temannya hingga akhirnya gadis itu hamil. Sementara Mike sendiri jelas tak mau bertanggung jawab. Pria itu akan mencari cara agar hubungan keduanya berakhir.
Itulah alasan kenapa Alesha nekat mengakhiri hidupnya. Mendapati kenyataan itu membuat Juan sangat terluka. Ia tak terima adik perempuan yang selama ini selalu berusaha ia lindungi justru berakhir begitu tragis.
Sebagai seorang kakak, Juan merasa gagal. Ia yang selalu dipuji puji di luar sana, karena berhasil membawa Mandala Group berada di atas angin, justru tak mampu melindungi keluarganya sendiri.
Merasa tak terima, dengan berbagai daya upaya akhirnya Juan berhasil menyeret Mike mendekam di balik jeruji besi. Sialnya, atas kuasa orang tuanya sebagai pemilik Oscar Company, Mike justru dibebaskan karena terbukti tidak bersalah.
Hal itu disebabkan karena munculnya empat orang pria asing yang mengakui bahwa merekalah yang telah melecehkan Alesha. Semua barang bukti pun seolah tak ada gunanya. Mike benar benar bebas.
"Kau dan ayahmu boleh tersenyum Mike, tapi sepertinya kalian lupa dengan siapa kalian berhadapan saat ini," ucap Juan kala melihat senyum yang keluarga Mike tunjukkan setelah hakim membacakan hasil putusan.
Orang mengira Juan menerima semuanya, karena saat di persidangan ia terlihat diam seribu bahasa, namun mereka salah besar.
Malam berikutnya Mike langsung menemui seorang wanita yang akan menerima tugas darinya.
"Berapapun yang kau minta, aku akan membayarmu, tapi lakukan tugasmu dengan baik dan sempurna!" ucap Juan di depan wajah wanita bernama Laura.
Seorang wanita yang sudah malang melintang dalam sindikat berbahaya, yaitu sebagai seorang pembunuh bayaran.
"Tapi aku tidak butuh uangmu Juan, aku menginginkanmu, kau tahu itu kan?"
"Hmm ... " jawab Juan dengan memutar gelas berisi wine di tangannya.
"Jadi, malam ini ... jadilah milikku Juan. Kupastikan dendammu akan tersampaikan," bisik Laura di telinga Juan.
Wanita bergaun terbuka itu sudah seperti cacing kepanasan saat Juan tak menolak sentuhan yang ia berikan. Jauh di dasar hatinya, Juan tak sudi berada di posisi seperti saat ini.
Bersentuhan mesra dengan seorang wanita tanpa cinta di hatinya, namun malam ini ia harus melakukannya.
"Juan, milikmu indah sekali," puji Laura saat ia sudah beradu pandang dengan milik Juan yang sempurna.
Merasa sudah waktunya, Laura yang sudah tak mengenakan apapun di tubuhnya segera naik ke pangkuan Juan, namun tiba tiba pria itu menahan pinggangnya.
Dengan gerakan cepat Juan pun mengenakan pengaman sebelum akhirnya mengizinkan Laura melakukan semua yang disukainya.
"Kenapa harus memakai pengaman?" protes Laura dengan nada manja.
"Agar kau tidak hamil," jawab Juan singkat.
"Padahal hamil pun aku tidak keberatan," celetuk Laura yang membuat Juan menghentikan gerakan tubuhnya.
"Jangan berpikir yang tidak tidak Lau, lakukan tugasmu dengan benar jika ingin kembali bertemu denganku. Kalau sampai gagal, jangankan melihatku, kau bahkan tak akan lagi bisa melihat dunia ini."
"Ouh ... aku suka kekejamanmu Juan," sahut Laura dengan senyum lebar di bibirnya.
Tak sampai satu Minggu berlalu, setelah malam panas yang Juan lewati dengan Laura, sebuah tragedi yang menggemparkan terjadi.
Perampokan sadis terjadi di sebuah rumah mewah yang tak lain adalah kediaman Reynaldi Moeis. Peristiwa itu menewaskan semua penghuni rumah, termasuk para asisten rumah tangga dan penjaga keamanan.
Semua penghuni rumah mewah tersebut dinyatakan meninggal di tempat. Tak ada barang bukti atau rekaman cctv, namun karena sejumlah barang berharga dinyatakan menghilang, polisi menyimpulkan kalau itu adalah kejadian perampokan.
Meski sudah dilakukan penyelidikan hampir satu bulan lamanya, tak ada apapun yang bisa polisi temukan. Tak ada saksi sama sekali. Tak ada pihak keluarga yang menuntut, karena semua anggota keuarga yang menempati rumah itu tidak ada yang tersisa.
Michael Moeis mantan kekasih Alesha pun dinyatakan meninggal di lokasi kejadian. Sungguh tragis dan mengerikan di mata orang, namun di mata Juan Anderson ini adalah berita nenggembirakan.
Yang menjadi permasalahan kali ini adalah kelangsungan hidup Oscar Company dan itulah yang Juan tunggu tunggu. Dengan kuasa yang ia miliki, tanpa bersusah payah Juan berhasil mengambil alih perusahaan tersebut. Tinggal selangkah lagi, yaitu penandatanganan di hari dan waktu yang sudah ditentukan.
Juan dan sang ibu bisa merasa tenang sekarang. Selain dendam mereka tersampaikan, kekayaan serta kekuasaan mereka akan semakin kuat, namun sore itu seseorang datang menemui Juan di kediamannya.
Ia adalah pengacara pribadi keluarga Moeis. Awalnya sang pengacara merasa ragu, karena yang ia hadapi adalah Juan Anderson, namun demi kebenaran, pria itu memutuskan untuk tetap menemui Juan.
"Saya menyampaikan ini karena takut kalau suatu hari nanti anda akan menemui masalah Tuan Juan," ucap pengacara tersebut dengan sopan.
"Jangan bertele tele, jelaskan saja dengan benar!" titah Juan yang akhirnya membuat sang pengacara menyebut satu nama. Yaitu, Jasmine.
"Siapa itu Jasmine?" tanya Juan yang mulai gusar.
"Dia adalah ahli waris yang tersisa. Putri dari Reynaldi Moeis, dengan istri keduanya. Walau tak pernah diakui di hadapan publik, ia adalah anak Tuan Reynaldi yang sah, karena Tuan Reynaldi sendiri menikahi ibunya secara sah.
Juan menelan ludah kasar mendengar pernyataan itu.
"Apa anak itu masih hidup?" tanya Juan kemudian.
"Ya ... Jasmine tercatat menjadi salah satu mahasiswi berprestasi di universitas ternama di kota ini. Tapi jangan khawatir, Tuan tak akan menemui masalah apapun jika gadis itu dengan senang hati menyerahkan semuanya kepada anda."
Juan menatap gadis 20 tahun di hadapannya dengan tatapan sayu. Sorot matanya sudah berbalut nafsu. Ini adalah kali pertama ia menghabiskan malam dengan seorang wanita yang umurnya jauh di bawahnya."Ahhh ... sakiiittt!!" jerit gadis itu saat milik Juan menerjang simbol kesucian yang ia miliki. Nafasnya seketika terengah dengan keringat membasahi sekujur tubuh.Terlihat sekali kalau gadis di bawahnya sangat kesakitan. Membuat Juan memperlembut caranya sampai akhirnya ia benar benar berhasil. Disaat itu Juan justru merasakan sesuatu yang berbeda.Kenikmatan tiada tara. Itulah yang Juan rasakan. Membuat jiwa raganya benar benar melayang menembus batas angan angan. Juan tak peduli walau gadis di bawahnya terus meracau semakin keras, entah karena sakit atau nikmat, yang pasti untuk saat ini ia tak ingin berhenti.Terlalu sayang rasanya untuk sekedar beristirahat, hingga ritme gerakan pinggulnya semakin bertambah cepat dan, "arghhhh ...!"Juan sampai pada apa yang ia inginkan, dan itu terja
Jasmine yang selama ini belum pernah dekat dengan pria manapun selain dengan Arsen sahabat kecilnya, membuat semua orang terkejut ketika ia tiba tiba ia mengatakan ingin menikah."Kamu serius? kenapa tiba tiba? apa ada sesuatu?" tanya Arsen bertubi-tubi saat siang itu mereka bertemu di kampus."Bukan seperti itu, kami dekat sejak lama, hanya saja memang tak mengumbar hubungan kemana mana. Salah satu alasannya karena usia kami terpaut cukup jauh. Delapan tahun."Jasmine sengaja berbohong karena ia tak tahu harus memberikan alasan apa pada orang-orang terdekatnya mengenai keputusan pernikahan yang akan segera ia lakukan. Semua kebohongan yang ia buat juga sudah disepakati bersama dengan Juan. Mereka tak mungkin jujur di hadapan orang orang akan apa yang sebenarnya terjadi.Arsen menyipitkan mata, menelisik lebih dalam ekspresi tak biasa di wajah Jasmine. Bisa dibilang ia tak percaya pada semua ucapan gadis itu, namun belum sempat ia mencaritahu lebih dalam, Jasmine sudah disibukkan deng
Pernikahan Juan dan Jasmine berlangsung sangat meriah. Dengan dihadiri tamu tamu penting dan juga para pejabat yang berpengaruh di negeri ini, kini keduanya telah sah menjadi pasangan suami istri.Hari ini ibunda Jasmine turut hadir di sana. Begitu juga dengan ibunda Juan, Veronica Anderson. Wanita sosialita itu nampak menyapa para tamunya dengan wajah sumringah, dan sangat ramah, namun tanpa seorang pun tahu, sorot matanya berkilat penuh amarah setiap kali memandang ke arah Jasmine yang nampak begitu bahagia di samping putranya.Saat hampir mendekati tengah malam, tamu undangan sudah mulai sepi. Juan dan Jasmine pun memutuskan untuk beristirahat."Sayang, aku temui Ibu dulu ya," pamit Jasmine sebelum mengikuti Juan masuk ke salah satu kamar hotel yang telah disiapkan khusus untuk mereka berdua."Hmm," sahut Juan sambil terus melangkah pergi, membuat Jasmine mematung karenanya.Tak biasanya Juan bersikap demikian, namun Jasmine berusaha berpikir positif. Mungkin karena suaminya sekara
Juan menurunkan tubuh Jasmine perlahan. Sebenarnya setelah melakukan itu ia ingin langsung pergi dari sana, tapi ternyata tak bisa. Saat sorot mata keduanya bertemu, Juan justru terpesona pada kecantikan Jasmine, belum lagi saat pandangannya perlahan turun. Leher jenjang seputih susu yang licin bagaikan perselen dan dada indah yang menjulang menggoda. Membuat Juan gagal pergi dari sana. Juan mendekatkan bibirnya perlahan. Menyalurkan setiap dentuman hasrat yang hampir meledak. Menyentuh segala keindahan di depannya, hingga tangannya bergerak perlahan menurunkan resleting gaun pengantin di punggung Jasmine. Menyisakan kain tipis berwarna putih yang menjadi lapisan terdalam sebelum kulit Jasmine benar-benar terekspose sempurna. "Enghhh ... Juannn ... " Lenguhan dari bibir Jasmine kian membuat pria yang telah sah menjadi suaminya itu kian bersemangat. Tanpa berlama lama lagi Juan mengangkat tubuh Jasmine ke ranjang. Mengajak wanita itu merengkuh nikmatnya madu pernikahan.
Jasmine masih tak bisa memahami situasi di sekitarnya. Ia benar benar tak mengerti maksud ucapan Juan suaminya. Selama ini sikap Juan sangatlah manis, karenanya Jasmine mengira kalau pria di hadapannya hanya sedang membuat lelucon. "Sayang, kau ini bicara apa, ayo kita pergi dari sini, rumah ini menyeramkan." Dengan senyum yang masih terukir di bibirnya, Jasmine menarik tangan Juan untuk pergi dari sana, namun pria itu justru kembali menarik tangannya dengan sentakan yang cukup keras. "Akhhhh!!" pekik Jasmine yang hampir saja terjatuh karena ulah Juan. "Aku tidak main main Jasmine, di sinilah tempatmu, jadi nikmati hari harimu di rumah seram ini, mengerti?!" Jasmine menatap wajah Juan dengan perasaan bingung. "Juan, apa maksudmu? aku istrimu, bagaimana mungkin kau membiarkanku tinggal di tempat ini, atau ... kita akan tinggal bersama disini? jika memang begitu aku tidak akan keberatan." Seketika gelak tawa terdengar dari bibir Juan. "Jasmine ... Jasmine, mana mungkin
Malam itu Juan yang baru masuk ke kamar pribadinya dibuat kesal karena ponsel milik Jasmine terus bergetar. Merasa sangat terganggu, dengan cepat tangan Juan meraih benda pipih itu dari saku jasnya. "Halo .... " suara baritonnya langsung menyapa penelpon di seberang sana. "Dimana Jasmine?!" tanya Arsen setengah membentak, membuat Juan hampir membalasnya, namun otaknya masih sempat mempertimbangkan akibatnya jika dia bersikap demikian. "Jasmine sedang mandi, aku adalah suaminya, jadi kalau ada yang ingin kau sampaikan, sampaikan padaku saja!" jawab Juan yang terdengar elegan dan tenang. "Kalian datanglah ke Alexandria hospital sekarang juga! ibu mengalami kecelakaan dan dia ... meninggal, tolong jangan biarkan Jasmine pergi seorang sendiri." Hanya sebatas itu yang Arsen sampaikan. Juan sendiri merasa cukup terkejut akan apa yang baru saja ia dengar. Bermenit menit lamanya pria itu dilanda kebimbangan. Antara ingin bersikap masa bodoh atau sebaliknya. Bisa dibilang ini adala
Juan menatap Jasmine yang tengah menikmati makanan dengan lahap. Melihat bibir wanita itu belepotan, tangannya reflek terulur untuk membersihkannya. "Oh, maaf, kau sejak tadi tidak makan?" tanya Jasmine kemudian saat mendapati kalau makanan di piring Juan masih belum berubah bentuk. "Dengan menatapmu saja aku sudah kenyang," sahut Juan sambil terkekeh kecil. "Kau menyindirku ya, jahat sekali. Aku kan sangat lapar, tapi sekarang sudah kenyang. Sekarang, ayo makanlah! em ... suamiku." Kali ini Jasmine menggeser tempat duduknya hingga berdekatan dengan Juan. Tangannya mengambil sesendok makanan lalu menyodorkannya ke bibir Juan. "Ayolah, buka mulutmu!" Sayangnya Juan sama sekali tak melakukan apa yang Jasmine inginkan. Pria itu hanya diam tak bersuara sambil menatap dingin, membuat Anna menarik kembali tangannya. "Kau, tidak mau ya makan dari tanganku. Hahhh ... itu tidak masalah, tapi sekarang kau harus makan." Masih tak ada tanggapan apapun dari bibir pria itu. Sorot ma
"Juan, ada apa? kenapa wajahmu seperti itu? siapa yang meninggal?" "Yang meninggal adalah ... ibumu," jawab Juan yang membuat tubuh Jasmine membeku tanpa suara. "Kau bilang apa barusan?" Jasmine mencoba mengulangi pertanyaannya. Ditatapnya wajah Juan lekat lekat sampai pada akhirnya pria itu hendak memeluknya, namun kali ini Jasmani menolak. Ditahannya bahu kekar pria itu, pupil matanya bergetar sementara bibirnya beberapa kali ingin mengeluarkan suara namun gagal. "Jasmine, maaf ... aku tidak langsung memberitahumu, aku takut kau _ " "Jadi ini benar?" sela Jasmine yang disambut anggukan kepala oleh Juan, namun Jasmine justru menolak pernyataan itu. "Katakan kalau kau membohongiku!! katakan Juan!! cepat katakan padaku kalau ini hanya lelucon!!" Jasmine semakin tak terkendali, air matanya mengalir deras sementara kakinya perlahan bergerak mundur hingga terduduk di atas ranjang. Melihat itu membuat hati nurani Juan kembali berkuasa. Ia pun melangkah mendekat dan berj