Share

Malam panas

Juan menurunkan tubuh Jasmine perlahan. Sebenarnya setelah melakukan itu ia ingin langsung pergi dari sana, tapi ternyata tak bisa.

Saat sorot mata keduanya bertemu, Juan justru terpesona pada kecantikan Jasmine, belum lagi saat pandangannya perlahan turun. Leher jenjang seputih susu yang licin bagaikan perselen dan dada indah yang menjulang menggoda. Membuat Juan gagal pergi dari sana.

Juan mendekatkan bibirnya perlahan. Menyalurkan setiap dentuman hasrat yang hampir meledak. Menyentuh segala keindahan di depannya, hingga tangannya bergerak perlahan menurunkan resleting gaun pengantin di punggung Jasmine.

Menyisakan kain tipis berwarna putih yang menjadi lapisan terdalam sebelum kulit Jasmine benar-benar terekspose sempurna.

"Enghhh ... Juannn ... "

Lenguhan dari bibir Jasmine kian membuat pria yang telah sah menjadi suaminya itu kian bersemangat.

Tanpa berlama lama lagi Juan mengangkat tubuh Jasmine ke ranjang. Mengajak wanita itu merengkuh nikmatnya madu pernikahan. Meski di kamar yang mereka tempati saat ini tak dihiasi layaknya kamar pengantin, tetap tak menyurutkan akan panasnya percintaan mereka malam ini.

Keduanya pun sama sama lelah dan bersiap untuk tidur sambil berpelukan. Meski Jasmine merasakan sedikit keanehan akan sikap Juan yang tak seperti biasanya, ia tetap berusaha untuk berpikiran positif.

Dalam percintaan mereka malam ini, Juan memang sama sekali tak menyebut namanya apalagi memuji kehebatannya dalam memberikan service terbaik yang ia bisa. Pria itu diam seribu bahasa, walau ekspresinya begitu menikmati apa yang ia lakukan.

Jasmine melirik sesaat ke arah Juan yang sudah memejamkan mata. Pria matang bertubuh kekar itu benar benar terlihat rupawan. Tanpa bisa menahan, Jasmine pun menyentuh lembut wajah Juan dan perlahan turun ke dadanya.

Jemari lentik itu kini menari di sana, membuat sang pemilik tubuh mengerang menikmati sentuhan yang Jasmine berikan, hingga matanya kembali terbuka perlahan.

"Tidurlah Jasmine," ucapnya dengan suara berat, namun bukannya menurut Jasmine justru langsung meraup bibir pria itu.

Hati Juan ingin menolak, namun tak demikian dengan tubuhnya yang justru kembali memberikan sentuhan hebatnya pada Jasmine. Juan akui, saat bersama Jasmine di ranjang, segala sesuatu di sekitarnya akan menghilang, digantikan oleh Jasmine seorang, terlebih saat bibir tipis wanita itu menyesap ibu jarinya.

Terlihat nakal dan seksi. Pada akhirnya, tiga hari dua malam lamanya Juan menghabiskan waktu di hotel mewah itu. Meski tak banyak hal yang mereka bicarakan, sikap Juan cukup manis. Ia tak menolak sama sekali saat Jasmine menginginkan ini dan itu.

Di pagi hari, dengan senang hati Juan akan menggendong Jasmine menuju ke kamar mandi, berenang bersama, sarapan dan masih banyak lagi. Yang pasti semuanya terasa menyenangkan, dan hari ini sudah saatnya Juan membawa Jasmine ke tempat yang sudah ia siapkan.

"Kemasi barang barangmu Jasmine! kita harus pulang," ucap Juan yang sudah berdiri di depan cermin sembari mengancingkan rompi tuxedo berwarna hitam yang melekat di tubuhnya. Ia pikir dengan cara bicaranya yang dingin, Jasmine akan takut padanya, tapi ternyata tidak.

"Kau harus bekerja lagi ya, aku pasti akan kesepian."

Jasmine berkata demikian sembari memeluk Juan dari belakang. Bisa pria itu rasakan kalau wanita di belakangnya tak mengenakan apapun di tubuhnya selain gaun tidur satin yang tipis dan seksi.

Tiga hari tiga malam bersama dengan Juan, membuat sisi lain seorang Jasmine benar-benar terlihat. Ternyata wanita cantik yang berwajah tenang dan lembut itu menyimpan sisi liar yang tak diketahui oleh siapapun selain Juan, suaminya.

"Ayolah Jasmine, singkirkan tanganmu! kalau kau memelukku seperti itu, aku tidak bisa bergerak!!"

Lagi lagi suara Juan terdengar membentak dan itu membuat Jasmine melepaskan pelukannya, tapi bukannya takut dan pergi, ia justru beralih ke depan dan melingkarkan kedua tangannya di leher kokoh seorang Juan Anderson. Matanya menatap manja.

"Jasm _ hmpphhh .... "

Juan tak bisa melanjutkan ucapannya karena Jasmine sudah membungkam bibirnya dengan ciuman.

"Suamiku, jangan marah marah, aku sangat mencintaimu, sebentar ya aku akan ganti baju dulu."

Juan diam terpaku tanpa bisa memberikan jawaban apa apa, terlebih saat Jasmine menanggalkan pakaian di depan matanya sebelum wanita itu benar-benar masuk ke kamar mandi.

"Hahhh ... lihatlah wanita itu, jangan sampai hatiku goyah karena perilakunya yang demikian, bisa kacau semuanya," gumam Juan yang dibuat selalu deg degan oleh keagresifan istri kecilnya.

Di lain tempat, Veronica dibuat marah besar karena misi yang ia tugaskan pada orang kepercayaannya selepas acara pernikahan Juan, gagal total. Tapi ia tetap tak mau menyerah. Mengingat betapa kejinya kejadian yang menimpa Alesha, membuat amarah kembali menyala dalam diri Veronica.

"Lakukan lagi malam ini, jika gagal, nyawa kalian yang akan menjadi taruhannya!!"

Setelah berkata demikian, Veronica langsung mematikan sambungan telepon. Suasana hening di sekitarnya membuat Veronica kembali teringat akan sosok putri tercintanya.

Banyak hal yang ia sesali. Ia seringkali meninggalkan anak itu untuk urusan bisnis. Tapi ternyata, segala sesuatu yang sudah ia siapkan demi masa depan Alesha tidaklah berguna, karena jiwa raga putrinya kini sudah tak ada lagi di duni ini. Sekarang hanya Juanlah satu satunya harapan ya ia punya.

Tanpa sadar, air mata menetes dari sudut mata Veronica. Usianya tak lagi muda, dan ia sudah berangan angan untuk memberikan usaha bisnis kecantikan yang ia perjuangkan bertahun tahun hingga sukses itu kepada Alesha saat di hari ulang tahunnya yang ke 23, namun sayang, semua harapan itu kini harus ia lupakan.

"Kalian semua, berani sekali melakukan ini pada putriku!! Reynaldi Moeis ... aku bersumpah akan membuat anak cucumu menderita bahkan sampai ke neraka!!" teriak Veronica dengan tubuh merosot ke lantai. Bahunya bergerak naik turun karena air mata yang terus mengalir deras membasahi pipinya.

***

"Juan, kita akan tinggal dimana, ini sudah sangat jauh dari kota kan?" tanya Jasmine saat melihat suasana kanan dan kirinya yang ditumbuhi pepohonan menjulang tinggi.

"Nanti kau juga akan tahu."

Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir Juan.

Saat ini keduanya sedang berada di jok belakang sebuah mobil mewah yang dikemudikan supir pribadi Juan. Layaknya seorang pengantin baru, Jasmine tak ingin jauh jauh dari suaminya. Tangannya melingkar di lengan pria itu dengan kepala bersandar di bahunya.

Tak lama sebuah rumah besar yang terletak di pinggiran hutan menyambut keduanya. Disaat itulah Jasmine terkejut. Ia menegakkan tubuh dan membuka jendela. Dahinya mengernyit saat mendapati bangunan yang berdiri kokoh di hadapannya.

Meski besar dan mewah, sampah terdapat dimana-mana. Di beberapa bagian, cat temboknya juga mengelupas, belum lagi genangan air di beberapa tempat. Belum sempat Jasmine mengajukan pertanyaan, Juan sudah turun lebih dulu, berjalan mengitari mobil hingga sampai di depan Jasmine.

Tangannya menarik pintu yang ada di samping wanita itu.

"Turunlah Jasmine!" titahnya sambil tersenyum. Tanpa banyak bertanya, Jasmine pun langsung turun dan mengikuti kemana langkah Juan.

Pintu kayu yang menjulang tinggi di hadapan mereka perlahan berdecit dan terbuka. Menampakkan suasana di dalam rumah besar terbengkalai tersebut, membuat mata Jasmine membulat sempurna.

"Juan, ini rumah siapa?" tanya Jasmine tanpa melihat ke arah sang suami, karena fokusnya saat ini adalah kondisi ruangan di hadapannya.

"Sssttt, ayo ikut aku, mari kita masuk," sahut Juan.

Dengan menggenggam erat tangan Jasmine Juan membawa wanita yang baru ia nikahi itu masuk ke dalam dan kembali mengunci pintu. Wajahnya mendekat ke arah Jasmine dari arah depan, meraih anak rambut wanita itu dan menyelipkannya ke belakang telinga lalu berbisik, "selamat datang di nerakamu ... Jasmine .... "

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status