Selina terus menghembuskan napas lega saat ia sudah ada di dalam taksinya.
"Untung saja aku sempat mengambil uang di dompet CEO sialan itu jadi aku bisa naik taksi dan tidak perlu berlari sejauh itu."Selina tersenyum senang sambil membuka tas selempangnya yang cukup besar dan mengeluarkan segebok uang kertas."Woah, bagaimana uang sebanyak ini bisa kau simpan di dalam dompet sekecil itu? Benar-benar seperti kantong doraemon!" Selina terkikik senang lalu memasukkan kembali uang ke dalam tasnya.Selina sempat melirik kaca spion di mana pak sopir taksi sedang meliriknya dengan penuh tanya.Selina yang menyadarinya pun langsung berhenti tersenyum dan berdehem seolah tidak terjadi apa-apa."Hmm, berhenti di depan saja. Aku turun di sini." Selina pun langsung mengeluarkan uangnya dan memberikan pada sopir taksi itu."Ambil saja kembaliannya, aku sedang baik hati," kata Selina sebelum ia turun dari taksi.Setelah taksinya pergi, Selina pun kembali terkikik seperti orang gila."Ah, menyenangkan sekali menjadi orang kaya. Ambil saja kembaliannya! Haha, Selina, kau menggelikan sekali. Bahkan biasanya uang recehan saja pasti kau tagih."Cukup lama Selina tertawa gemas sendiri sampai ia merasakan tubuhnya yang masih terasa remuk dan bagian intinya yang masih berdenyut."Auw, sialan! Rasa sakitnya masih ada! Ck, awas saja kalau para rentenir itu tidak memberiku uang lebih!" "Sekalipun Selina masih melow dengan semuanya namun Selina bukan wanita lemah yang hanya bisa menangis meratapi nasib.Lama hidup di jalanan membuatnya menjadi wanita yang kuat dan tegar.Selina pun berjalan cukup jauh namun ia bersyukur ia sudah mengganti bajunya dengan baju yang lebih nyaman.Selina memang selalu menyiapkan baju ganti di dalam tas selempang besarnya, tujuannya agar ia bisa segera berubah penampilan sewaktu-waktu dan tidak dikenali lagi.Seperti tadi, setelah Selina keluar dari kamar hotel, ia pun langsung berubah. Dari wanita sosialita yang kemarin malam memakai gaun seksi, high heels, dan rambut yang digerai indah bergelombang, sekarang ia berubah lagi menjadi anak jalanan dengan kaos kebesaran, celana panjang lusuhnya, flat shoes, rambut diangkat ke atas dan dimasukkan ke dalam lubang topi di belakang kepalanya.Selina pun sangat percaya diri tidak akan ada yang bisa mengenali penyamarannya, namun Selina tidak ingat bahwa Dhexel sudah pernah melihat Selina baik dalam penampilan urakan maupun sosialita.*"Anak buah kita tidak menemukan wanita itu di manapun, Bos!" lapor Marlo yang sudah menyetir mobilnya membawa Dhexel pergi dari hotel."Cari lagi, Marlo! Aku tidak peduli bagaimanapun caranya, tapi bawa wanita penipu itu ke hadapanku!" titah Dhexel geram."Baik, Bos!" Marlo hanya bisa mengangguk dan terus melajukan mobilnya.Dhexel pun masih terdiam di mobilnya, sampai saat pandangan Dhexel pun menangkap seorang wanita di seberang jalan dengan tubuh yang tidak terlalu tinggi dan terlihat mungil, apalagi dengan kaos lusuh dan topi itu.Untuk sesaat Dhexel berpikir sejenak, mencoba mengingat wanita yang memerasnya di jalan waktu itu dan Dhexel tidak mungkin melupakan rambut ekor kuda yang dikeluarkan dari lubang topi di belakang kepalanya itu."Sial! Itu wanita brengsek itu, Marlo! Berhenti di sini, Marlo!"Marlo langsung memperlambat laju mobilnya dan mengedarkan pandangannya ke jalan, tidak yakin dengan siapa yang Dhexel maksud."Kubilang berhenti sekarang, Marlo! BERHENTI!" teriak Dhexel lagi saat Marlo tidak kunjung menghentikan mobilnya.Marlo yang tersentak kaget pun akhirnya langsung menghentikan mobilnya di pinggir jalan.Dengan cepat, Dhexel keluar dari mobil dan berlari menyeberang jalan untuk mengejar Selina.Tentu saja beberapa mobil langsung membunyikan klaksonnya melihat Dhexel yang menyeberang dengan urakan.Selina sendiri yang awalnya masih melangkah santai pun sempat menoleh saat mendengar klakson mobil yang begitu ribut, sampai ia melihat Dhexel yang sedang berlari ke arahnya."Dia... CEO?" pekik Selina dengan jantung yang mendadak berdebar kencang."Mau lari ke mana kau, penipu sialan?" teriak Dhexel yang sudah berlari mendekati Selina."Akhh!!" pekik Selina yang langsung berlari kencang sambil menggenggam erat tas selempangnya."Ah, jangan mengejarku! Aku tidak bisa berlari! Pahaku pegal sekali! Oh, bagian yang itu juga sakit, aku tidak kuat lagi!"Selina terus berlari sambil mengomel namun sungguh ia tidak boleh berhenti berlari atau ia akan tertangkap."Oh, bagaimana mungkin dia bisa menemukanku? Ah, kau benar-benar sedang sial, Selina!"Selina terus memaju kakinya berlari makin cepat. Pengalaman hidup di jalanan dan berlari untuk menghindari kejaran orang membuatnya mempunyai napas yang panjang dan mungkin bisa menjadi juara olimpiade lari.Namun Selina sama sekali tidak tahu kalau lawannya, Dhexel Harris Wijaya, juga adalah seorang pria dengan hobi olahraga, salah satunya adalah lari.Dhexel memiliki stamina yang sangat kuat dan napas yang panjang. Seharusnya Selina sudah menguji sendiri kekuatan Dhexel kemarin malam."Kau tidak akan bisa lolos dariku! Kena kau, tikus kecil!" seru Dhexel yang akhirnya berhasil menyusul Selina.Namun Selina berkelit sampai akhirnya Dhexel hanya bisa meraih topi wanita itu.Selina sempat memekik saat Dhexel mencengkeram topinya sehingga membuat kepalanya mendongak dan tubuhnya sedikit melengkung ke belakang."Tidak semudah itu menangkapku, CEO sialan!" Selina menyentak kepalanya ke depan hingga topi itu terlepas dari kepalanya.Untuk sesaat, suasana seolah melambat saat topi Selina yang terlepas akhirnya membuyarkan rambut panjang Selina.Rambut itu tergerai begitu indah dan terasa begitu halus membelai tangan Dhexel.Namun ini bukan saatnya mengagumi rambut indah si wanita penipu."Sial!" Dhexel segera membuang topi itu dan kembali berlari mengejar Selina yang sudah kabur lagi.Sementara Selina pun terus berlari sambil menoleh ke belakang sampai ia tidak sadar ada baru di depannya dan ia pun jatuh tersandung."Akhh!"Dhexel yang melihatnya langsung mempercepat larinya dan berhenti tepat di belakang Selina."Kau... wanita brengsek!!" seru Dhexel sambil menenangkan napasnya yang sudah tidak beraturan. "Bangun kau, wanita sialan! Bangun!"Dengan kasar, Dhexel menarik kaos belakang Selina sampai Selina tidak punya pilihan lain selain berdiri."Tunggu! Tubuhku masih sakit semua! Jangan tarik! Kau benar-benar tidak punya perasaan!""Tidak punya perasaan? Kau yang sudah menjebakku dan kabur dengan semua uang di dompetku lalu kau bilang aku yang tidak punya perasaan? Kau tahu berita tadi pagi sudah begitu heboh sampai berpengaruh pada bisnisku, hah?" Dhexel membentak Selina yang sudah berdiri di sampingnya.Namun Dhexel terus mencengkeram kaos Selina sehingga wanita itu tidak bisa kabur lagi."Aku juga terpaksa melakukannya, maafkan aku! Aku juga dijebak sampai berakhir tidur denganmu dan mereka tidak memberiku bayaran..."Selina berakting menangis dengan begitu lihai, bahkan air matanya keluar sungguhan karena Selina memang sudah biasa berakting."Aku meminta uangku tapi mereka malah mengusirku, karena itu aku sekarang berjalan tanpa tahu arah, aku tidak berani pulang karena tidak membawa uang, ibuku bisa meninggal kalau tidak cuci darah secara rutin." Tangisan Selina makin keras.Dhexel menggeram mendengarnya. "Jangan harap bisa menipuku dengan akting murahan itu!""Aku tidak menipumu, aku terpaksa melakukannya, kalau kau mau, aku akan mengembalikan uangnya! Aku baru memakainya untuk ongkos taksi saja!"Selina mengeluarkan uang dari tasnya sambil tetap menangis sampai Dhexel pun memicingkan matanya melihat akting Selena yang sangat meyakinkan."Sial! Kau akan sangat berdosa kalau membawa-bawa nama ibumu untuk menipuku, wanita sialan! Tapi baiklah, kau bisa membawa uang itu dengan syarat kau harus ikut denganku untuk membersihkan namaku!" seru Dhexel dengan nada yang lebih lembut sambil akhirnya melepaskan cengkeraman tangannya dari kaos Selina.Namun Selina menelan salivanya. Gila saja ikut denganmu! Kau pasti akan membawaku ke kantor polisi dan dengan begitu banyak korban yang sudah kutipu, aku pasti masuk penjara. Oh, aku tidak mau! seru Selina dalam hatinya.Sambil tetap terisak, Selina pun menatap Dhexel dan mengangguk tapi tangannya bergerak memasukkan kembali uang itu ke dalam tasnya lalu menutup rapat tasnya, bersiap mengambil langkah seribu lagi.Dhexel yang sudah lebih tenang pun mengangguk dan mengira kalau wanita penipu itu benar-benar telah jinak.Hingga tidak lama kemudian, Selina berteriak sambil menunjuk ke belakang Dhexel. "Ah, itu mereka! Itu mereka yang menjebakmu!"Sontak saja Dhexel langsung menoleh dan sialnya ia hanya melihat Marlo yang sedang berlari tertatih ke arahnya."Sial!!!"Dengan cepat Dhexel kembali menoleh ke depan, namun alangkah kesalnya saat mengetahui kalau ia sudah tertipu lagi dan wanita penipu itu sudah kabur dengan taksi."Selamat tinggal, Pak CEO! Terima kasih uangnya..." seru Selina sambil mengeluarkan kepalanya dari kaca mobil dan memberikan good bye kiss pada Dhexel.**"CEO Harris Wijaya Grup, Dhexel Harris Wijaya tertangkap kamera sedang tidur bersama seorang wanita di sebuah kamar hotel mewah pagi ini." "Para klien dan investor yang sempat bekerja sama dengannya pun kini mulai mempertanyakan reputasi baik dari Sang CEO yang disebut hanya settingan selama ini." "Beberapa saham di bawah Harris Wijaya Grup pun secara mengejutkan langsung terpengaruh sejak berita ini diturunkan." Suara pembawa berita itu tidak berhenti terdengar di rumah keluarga Dhexel sampai kedua orang tua Dhexel, Dexter dan Rebecca pun menjadi cemas mendengarnya. Bahkan Rebecca terus menelepon Dhexel namun anaknya tidak kunjung menjawab teleponnya. Sampai tidak lama kemudian, suara mobil berhenti terdengar di depan rumah dan Rebecca pun langsung berlari keluar. Marlo sendiri menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah besar yang merupakan rumah keluarga Harris Wijaya dan Dhexel langsung melihat ibunya di sana. "Dhexel, kau sudah pulang? Kau baik-baik saja? Mama sudah melihat
"Itu ... aku menjaga gudang. Ya, kebetulan aku diminta membantu temanku untuk menjaga gudang bosnya jadi aku terima saja, karena itu aku tidak pulang," dusta Selina dengan perasaan yang tidak karuan. Selama ini Selina selalu berbohong bahwa ia bekerja serabutan di sebuah toko pecah belah dan mengambil banyak pekerjaan sampingan lain sampai Aula tidak mengerti apa saja yang Selina kerjakan, hanya saja, Aula selalu percaya pada anaknya itu yang jujur dan bisa menjaga dirinya sendiri. "Syukurlah kalau kau mendapat pekerjaan bagus, Selina," sahut Aula akhirnya. "Ah, iya, Ibu! Tapi ayo makan saja! Ayo, Juna, makan!" Selina memaksakan tawanya seolah ia begitu bahagia, dan tawa itu pun membuat Aula dan Juna ikut tertawa sampai perasaan Selina menjadi sedikit lebih baik, walaupun tetap saja ada rasa sakit di hatinya karena ia sudah membohongi keluarganya. Beberapa hari berlalu dan Selina kebetulan tidak bekerja hari itu pun mengunjungi Bora, sahabatnya. Seperti biasa, saat sama-sama sed
Jantung Selina masih berdebar tidak karuan melihat Dhexel di sana. Selina pun menelan salivanya dan langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Dhexel. "CEO itu di sana, Bora. Aku harus pergi!" "CEO siapa? Apa maksudmu, Selina?" "Yang tidur denganku." Bora memiringkan wajahnya menatap Dhexel yang sedang memicingkan matanya menatap Selina dan Bora pun seketika juga membelalak. "Tunggu dulu! Maksudmu CEO yang tidur denganmu itu adalah dia? Dhexel Harris Wijaya?" "Apapun itu namanya tapi dia yang tidur denganku, Bora, dan aku harus pergi!" "Tapi bagaimana dengan pekerjaannya, Selina?" "Tolong bantu aku, Bora! Aku tidak tahu bagaimana dengan pekerjaannya, tapi yang jelas aku tidak boleh sampai tertangkap atau aku akan masuk penjara! Aku pergi dulu, Bora!" Dengan cepat Selina pun pergi dari Bora dan Dhexel yang melihatnya pun menegang. Tadinya Dhexel masih mengobrol dengan rekan bisnisnya sampai tatapannya bertemu dengan tatapan wanita penipu itu dan Dhexel pun langsung mengejarny
"Kau?" Dhexel dan Selina masih saling menatap dengan kaget. Bukan hanya Dhexel yang kaget, namun Marlo juga sudah membelalak melihat wanita yang sudah menipu Dhexel itu. Sedangkan Selina sudah panik luar biasa. Selina mendadak gemetar, ia ingin kabur lagi tapi ia tidak bisa kabur karena ibunya sedang dirawat. Namun Selina tidak mau sampai Ibu dan adiknya mengetahui apa yang sudah ia lakukan. Dhexel sendiri sudah menatap Selina berapi-api dan Dhexel masih kesal luar biasa pada Selina yang berhasil membuat Dhexel cukup lama tersiksa oleh berita skandal itu. Ditambah lagi Selina yang mendadak muncul di pesta kemarin lalu menghilang begitu saja. "Akhirnya aku menemukanmu lagi, wanita..." Belum sempat Dhexel menyelesaikan ucapannya namun Selina yang panik langsung bersuara dengan lantang. "Ah, jadi kau yang menyelamatkan ibuku, Pak? Terima kasih banyak, tapi bisa kita bicara di luar saja? Tidak enak di sini banyak orang sakit! Haha! Ibu, Juna, Kakak keluar dulu untuk bicara dengan B
"Kau tahu kalau kau dan CEO itu seperti jodoh saja. Sudah berapa kali kau bertemu dengannya? Ini kebetulan yang terlalu kebetulan, Selina!" Selina sudah bersembunyi di rumah Bora sejak pagi dan Selina mematikan ponselnya. Selina pun menceritakan semuanya pada Bora namun Bora malah mengatakan hal yang absurd tentang jodoh. "Ck, jodoh apanya? Justru itu kesialan bagiku, Bora! Aku tidak mau pulang dulu, pasti dia sedang mencariku karena ingkar janji, Bora!" "Haha, baiklah, maafkan aku, Selina!" "Tapi Bora, apa masih ada pekerjaan halal untukku? Setelah memikirkannya lagi, ucapan CEO itu benar juga, bagaimana kalau suatu hari ibuku tahu semuanya dan dia pasti akan sangat kecewa padaku. Memikirkan Juna akan membenciku saja rasanya sesak sekali di dada ini, Bora." Tangan Selina pun memegangi dadanya sendiri. "Karena itu aku bertekad untuk bekerja halal saja, aku tidak mau jadi penipu lagi, bahkan sekalipun pekerjaan itu cleaning service, aku akan rela melakukannya dibanding harus meni
Jantung Selina masih memacu tidak karuan menatap Dhexel yang duduk di kursi CEO. Entah takdir apa yang sedang mempermainkan mereka sampai mereka harus terus menerus dipertemukan seperti ini. Selina mematung. Kali ini tubuhnya kaku seperti mumi. Otaknya sudah memerintahkan untuk kabur, tapi sialnya tubuhnya tidak bisa bereaksi. Begitu juga dengan Dhexel yang sama kagetnya. Bahkan Dhexel sampai berdiri dari kursinya dan dengan cepat memutari mejanya lalu mencekal lengan Selina sampai Selina terperanjat kaget. "Selina, akhirnya kita bertemu setelah kau menipuku lagi dan lagi, wanita sialan!" Selina membelalak dan menelan salivanya gugup. "Apa? Apa? Bagaimana bisa kau ada di sini dan duduk di kursi CEO?" cemas Selina. "Jangan bilang kau CEO di sini, ini..." Dhexel memicingkan matanya dan untuk sesaat, Dhexel pun menatap seragam cleaning service yang Selina pakai. Dhexel mengamati tubuh Selina dari atas sampai bawah sampai Selina sendiri merasa ditelanjangi oleh tatapan Dhexel. "Itu
"Dia sedang membalas dendam padaku, Bora! Ya, aku yakin dia akan melakukan sesuatu untuk membuatku menderita!" "Oh, aku stres sekali, Bora! Tidak bisa resign tapi malah disuruh menjadi badut selama satu bulan! Oh..." Selina tidak berhenti mengomel sepanjang perjalanan pulang sore itu. Bora yang menyetir motornya pun hanya bisa terus menenangkan Selina dan memberi semangat pada sahabatnya itu, sampai akhirnya mereka pun tiba di rumah Selina.Aula sendiri langsung menyambut mereka dan Aula senang sekali melihat Selina dan Bora bekerja bersama. "Ibu menyukai pekerjaan barumu ini, Selina, apalagi kau bekerja bersama Bora! Sekarang setiap sore kau akan ada di rumah jadi Ibu tidak khawatir lagi!" seru Aula saat Selina sudah masuk ke dalam rumah. "Ck, sudah kubilang aku bisa menjaga diriku sendiri, bekerja apapun untukku sama saja, tidak usah mengkhawatirkan aku, Ibu!"Aula tersenyum mendengarnya namun Juna nampak begitu antusias. "Jadi kau bekerja di bagian apa, Kak? Pasti keren ya b
"Akhh, kau mengambil kesempatan lagi! Pergi kau! Pergi!" pekik Selina sambil langsung memalingkan wajahnya dan mendorong tubuh Dhexel dari atasnya. "Sial! Kau pikir aku mau menciummu? Kau pasti sengaja menjatuhkan dirimu kan?" sahut Dhexel sambil langsung bangkit berdiri dari atas Selina. "Aku menjatuhkan diriku? Kau yang menimpaku, sialan! Kau yang menciumku, mengapa aku yang kau salahkan? Malahan seharusnya aku yang marah, sudah kubilang jangan menarik ekorku!" seru Selina menggebu.Selina berusaha bangun dengan cepat namun ia tidak bisa. "Ah, aku tidak bisa bangun! Aku tidak bisa bangun!" Dhexel yang sudah berdiri pun menggeram kesal sambil mengelap bibir dengan tangannya. Marlo yang melihatnya pun buru-buru memberikan sapu tangannya. "Kau butuh ini, Bos?" Dengan cepat, Dhexel menyambar sapu tangan itu dan mengelap bibirnya lagi dengan kasar seolah ada noda yang sulit dihilangkan di sana. Selina yang melihatnya pun sampai sakit hati sendiri. Masih dalam posisi berbaring, S