"Kau?"
Dhexel dan Selina masih saling menatap dengan kaget.Bukan hanya Dhexel yang kaget, namun Marlo juga sudah membelalak melihat wanita yang sudah menipu Dhexel itu.Sedangkan Selina sudah panik luar biasa. Selina mendadak gemetar, ia ingin kabur lagi tapi ia tidak bisa kabur karena ibunya sedang dirawat.Namun Selina tidak mau sampai Ibu dan adiknya mengetahui apa yang sudah ia lakukan.Dhexel sendiri sudah menatap Selina berapi-api dan Dhexel masih kesal luar biasa pada Selina yang berhasil membuat Dhexel cukup lama tersiksa oleh berita skandal itu. Ditambah lagi Selina yang mendadak muncul di pesta kemarin lalu menghilang begitu saja."Akhirnya aku menemukanmu lagi, wanita..."Belum sempat Dhexel menyelesaikan ucapannya namun Selina yang panik langsung bersuara dengan lantang."Ah, jadi kau yang menyelamatkan ibuku, Pak? Terima kasih banyak, tapi bisa kita bicara di luar saja? Tidak enak di sini banyak orang sakit! Haha! Ibu, Juna, Kakak keluar dulu untuk bicara dengan Bapak ini! Permisi!"Selena segera melangkah keluar dengan jantung yang berdebar kencang. Sedangkan Dhexel pun akhirnya berpamitan keluar menyusul Selina."Silakan diperiksa dulu, Dokter! Kau tetap di sini untuk memastikan kondisinya, Marlo!""Baik, Bos!"Selina sendiri terus menautkan tangannya dengan gelisah di luar ruang UGD, sampai tidak lama kemudian, Dhexel pun keluar dari sana dan Selina langsung menarik Dhexel menjauh."Ke sini! Ke sini dulu!""Siapa yang mengijinkanmu menyentuhku, penipu sialan?" geram Dhexel sambil menarik tangannya kasar."Ya ampun, Pak! Kau pikir aku suka menyentuhmu? Tapi apapun itu, tolong jangan mengatakan apapun pada ibuku tentang apa yang terjadi di antara kita, dia bahkan tidak tahu kalau aku bekerja untuk para rentenir. Ibuku sakit, dia gagal ginjal dan sakit jantung, aku juga tidak berbohong padamu waktu aku bilang dia bisa mati kalau tidak rutin cuci darah."Dhexel memicingkan mata mendengarnya karena ternyata apa yang wanita itu katakan waktu itu tidak sepenuhnya bohong."Hmm, jadi ibumu belum tahu apapun tentang apa yang kau lakukan?""Tidak! Sama sekali tidak! Panjang sekali ceritanya. Intinya aku tidak mau Ibu maupun adikku mengetahui apapun!" tegas Selina lagi.Dhexel masih memicingkan matanya menatap Selina tanpa menyahuti Selina sampai Selina pun salah tingkah sendiri karena menganggap Dhexel tidak percaya padanya."Ya ampun, mengapa kau diam saja, Pak? Aku tidak sedang berbohong sekarang! Hmm, jadi begini, kalau kau mau tahu, aku sendiri yang memutuskan bekerja untuk para rentenir itu...""Jadi singkatnya, ayahku berhutang tapi sialnya pria brengsek itu kabur sampai para rentenir itu menyiksa keluarga kami. Ayahku sama sekali bukan pria yang bertanggung jawab. Sejak itu ibuku sakit-sakitan, tapi sudahlah, melow itu bukan gayaku, yang jelas sekarang aku baik-baik saja namun aku tidak mau keluargaku tahu, aku tidak mau mereka malu, Pak!"Selena tertunduk sejenak karena ia sedikit melow membayangkan adiknya dan ibunya yang pasti malu saat mengetahui semuanya.Namun dengan cepat Selina kembali menatap Dhexel dan memohon."Aku benar-benar tidak berbohong, aku tahu kau tidak peduli padaku, tapi setidaknya kasihanilah wanita tua itu, jangan membocorkan apapun padanya, urusanmu adalah denganku jadi denganku saja ya..." pinta Selina lagi.Dhexel sendiri masih terdiam menatap wanita muda di hadapannya yang terlihat masih sangat muda, sangat cantik dengan kulit putih bersihnya, dan sangat aktif. Bahkan wanita itu juga sangat seksi saat tidak memakai apapun.Oh, tapi sial! Mengapa mendadak pikiran Dhexel malah absurd sendiri?Dhexel pun segera berdehem untuk menghilangkan pikiran absurdnya."Ehem! Baiklah, jadi berapa umurmu, penipu?""Bisakah jangan memanggilku penipu? Aku punya nama, namaku Selina!""Aku tidak peduli siapa namamu! Tapi baiklah! Selina, berapa umurmu?""Aku... dua puluh tahun.""Baru dua puluh tahun. Kau tahu kalau kau itu masih sangat muda untuk bekerja dengan baik, hah? Semua orang punya alasan untuk berjuang dalam hidup mereka, tapi itu tetap tidak membenarkan perbuatanmu, Selina! Bayangkan bagaimana perasaan ibumu kalau tahu tentang hal ini?""Karena itu jangan memberitahunya! Lebih baik aku saja yang susah, asal jangan mereka, Juna juga masih berumur sepuluh tahun, aku tidak mau dia malu punya Kakak sepertiku. Sungguh kalau aku punya pilihan lain, aku tidak akan melakukan ini, Pak. Tapi sudahlah, tidak usah dibahas lagi, aku juga tidak perlu dikasihani! Katakan berapa aku harus membayar biaya pengobatan ibuku? Aku tidak terbiasa berhutang pada orang lain!"Dhexel hanya tertawa kesal mendengarnya."Entah bagaimana konsep yang ada di pikiranmu, Selina! Kau mencuri uangku dan kau menipu orang, kau masih bilang tidak mau berhutang pada orang lain? Seharusnya kau memikirkannya sebelum menipu orang, semuanya itu hasil berhutang pada orang lain, Selina, kau hanya belum ketahuan saja! Huh, sombong sekali mau membayar biaya pengobatan!"Selina yang mendengarnya pun langsung terdiam.Dhexel sendiri pun menghembuskan napas panjangnya.Untuk sesaat, Dhexel iba pada Selina namun juga kesal pada wanita sok suci itu padahal sudah jelas-jelas apa yang ia lakukan itu salah.Dan sebenarnya kalau hanya masalah uang, Dhexel bisa membantu Selina, hanya saja Dhexel tidak punya alasan mengapa ia harus melakukannya."Ck, begini saja, Selina! Kalau kau membantuku membersihkan namaku, aku juga akan membantumu."Selina mengernyit mendengarnya. "Bantuan seperti apa maksudmu?""Beritahu aku siapa dalang yang menjebakku dan aku akan membantu memberimu uang yang mungkin bisa kau pakai untuk ibumu atau adikmu."Tatapan Selina pun berbinar-binar mendengarnya. Setiap kali mendengar tentang hal baik untuk Ibu dan adiknya, Selina selalu bersemangat, tapi sayangnya ia tidak bisa membantu Dhexel kali ini."Aku sudah bilang aku mendapatkan pekerjaan itu dari rentenir, jadi aku tidak tahu siapa dalangnya."Selina pun menceritakan bagaimana awalnya ia mendapat pekerjaan itu dan obat itu dari rentenir.Dhexel yang mendengarnya pun kembali memicingkan matanya berpikir keras."Hmm, kalau begitu begini saja! Besok datanglah ke perusahaan ini karena aku akan mengadakan konferensi pers untuk membersihkan namaku. Kau harus bersaksi kalau kita tidak melakukan apa-apa dan kau hanya dibayar untuk menjebakku, kau mengerti?"Dhexel memberikan kartu nama pada Selina dan Selina pun menatap kartu nama itu sedikit lebih lama sebelum ia menerimanya. Namun Selina langsung menggenggam kartu itu tanpa membacanya.Selina menelan salivanya. Itu mustahil. Sangat mustahil Selina mengaku seperti itu dalam konferensi pers."Aku...""Berikan juga nomor ponselmu padaku! Aku harus memastikan kau datang besok, Selina!""Eh, nomor ponsel? Untuk apa? Kita bukan teman! Aku tidak mau memberikan nomor ponselku pada sembarang orang.""Siapa juga yang mau jadi temanmu? Aku hanya harus memastikan kau datang besok, Selena!"Dhexel terus memaksa sampai Selena pun terpaksa memberikan nomornya.Dhexel mencoba melakukan missed call dan ponsel Selena pun berbunyi."Simpan nomorku! Besok jam tujuh pagi kau harus sudah tiba di perusahaan! Kau harus datang atau aku tidak akan sebaik ini lagi!" ancam Dhexel.Namun Selina tidak sempat memikirkannya lagi hari itu karena ibunya memaksa pulang dari rumah sakit dan rawat jalan saja.Selina pun terus mengurus ibunya sampai malam dan sebelum tidur, Selena baru memikirkan ancaman Dhexel.Selina langsung mencari di mana kartu nama yang Dhexel berikan tadi namun sialnya kartu namanya menghilang."Eh, di mana aku menyimpannya tadi? Di kantong celana tidak ada, di tas tidak ada. Apa mungkin terjatuh? Hmm, tapi biarkan saja, aku juga tidak mungkin datang ke sana dan menunjukkan wajahku pada semua orang!" keluh Selena.Cukup lama Selena membalik-balikkan posisi tidurnya sebelum akhirnya ia pun tertidur dan keesokan harinya, Selina pun langsung melarikan diri ke rumah Bora.*Beberapa wartawan mulai memasuki ruang rapat perusahaan Dhexel pagi itu karena Dhexel akan membuat klarifikasi tentang dirinya yang dijebak. Bukan konferensi pers besar, hanya beberapa rekan wartawan yang memang sudah berteman baik dengan perusahaan.Beberapa wartawan itu juga yang selalu gencar meliput semua proyek perusahaan untuk mengangkat nama perusahaan dan Dhexel kembali memanggil mereka untuk membantu membersihkan namanya.Dhexel pun sudah menyiapkan semuanya dan ia tinggal menunggu Selina datang ke sana."Apa Selina sudah datang, Marlo?""Belum, Bos! Tapi para wartawan sudah mulai berdatangan, Bos!""Mengapa dia belum juga datang! Sebentar, aku akan meneleponnya!"Dhexel langsung menelepon Selina di nomor yang Selina berikan dan nomor itu tidak aktif."Sial, mengapa nomornya tidak aktif?"Dhexel mencoba menelepon beberapa kali lagi namun ponsel Selina tidak pernah aktif."Sial, Marlo! Seharusnya aku sudah tahu bahwa wanita sialan itu akan menipuku lagi! Aku terlalu baik karena percaya padanya. Sial! Kau sudah mencatat alamat Selina dari daftar pasien kemarin kan?""Sudah, Bos!""Baguslah! Bawa beberapa orang ke rumah Selina dan bawa penipu itu ke hadapanku sekarang juga, Marlo!" geram Dhexel yang sudah tidak bisa menahan kemarahannya lagi.Dengan cepat, Marlo pun membawa anak buah ke rumah Selina dan ia langsung disambut oleh Aula yang ternyata tidak tahu ke mana Selina pergi.Marlo pun terus bertanya beberapa hal sebelum Marlo segera berpamitan dan kembali berputar-putar di sekeliling rumah Selina namun ia tetap tidak menemukan wanita itu.Dhexel yang sudah membatalkan konferensi persnya pun marah luar biasa saat Marlo melapor padanya bahwa ia tidak menemukan Selina. Sungguh kebencian Dhexel pun makin menjadi-jadi untuk wanita itu."Penipu sialan! Sekalipun kisah hidupmu menyedihkan, tapi kau pantas mendapatkannya! Aku bersumpah tidak akan memaafkanmu, Selina!" geram Dhexel lagi dengan kesal.**"Kau tahu kalau kau dan CEO itu seperti jodoh saja. Sudah berapa kali kau bertemu dengannya? Ini kebetulan yang terlalu kebetulan, Selina!" Selina sudah bersembunyi di rumah Bora sejak pagi dan Selina mematikan ponselnya. Selina pun menceritakan semuanya pada Bora namun Bora malah mengatakan hal yang absurd tentang jodoh. "Ck, jodoh apanya? Justru itu kesialan bagiku, Bora! Aku tidak mau pulang dulu, pasti dia sedang mencariku karena ingkar janji, Bora!" "Haha, baiklah, maafkan aku, Selina!" "Tapi Bora, apa masih ada pekerjaan halal untukku? Setelah memikirkannya lagi, ucapan CEO itu benar juga, bagaimana kalau suatu hari ibuku tahu semuanya dan dia pasti akan sangat kecewa padaku. Memikirkan Juna akan membenciku saja rasanya sesak sekali di dada ini, Bora." Tangan Selina pun memegangi dadanya sendiri. "Karena itu aku bertekad untuk bekerja halal saja, aku tidak mau jadi penipu lagi, bahkan sekalipun pekerjaan itu cleaning service, aku akan rela melakukannya dibanding harus meni
Jantung Selina masih memacu tidak karuan menatap Dhexel yang duduk di kursi CEO. Entah takdir apa yang sedang mempermainkan mereka sampai mereka harus terus menerus dipertemukan seperti ini. Selina mematung. Kali ini tubuhnya kaku seperti mumi. Otaknya sudah memerintahkan untuk kabur, tapi sialnya tubuhnya tidak bisa bereaksi. Begitu juga dengan Dhexel yang sama kagetnya. Bahkan Dhexel sampai berdiri dari kursinya dan dengan cepat memutari mejanya lalu mencekal lengan Selina sampai Selina terperanjat kaget. "Selina, akhirnya kita bertemu setelah kau menipuku lagi dan lagi, wanita sialan!" Selina membelalak dan menelan salivanya gugup. "Apa? Apa? Bagaimana bisa kau ada di sini dan duduk di kursi CEO?" cemas Selina. "Jangan bilang kau CEO di sini, ini..." Dhexel memicingkan matanya dan untuk sesaat, Dhexel pun menatap seragam cleaning service yang Selina pakai. Dhexel mengamati tubuh Selina dari atas sampai bawah sampai Selina sendiri merasa ditelanjangi oleh tatapan Dhexel. "Itu
"Dia sedang membalas dendam padaku, Bora! Ya, aku yakin dia akan melakukan sesuatu untuk membuatku menderita!" "Oh, aku stres sekali, Bora! Tidak bisa resign tapi malah disuruh menjadi badut selama satu bulan! Oh..." Selina tidak berhenti mengomel sepanjang perjalanan pulang sore itu. Bora yang menyetir motornya pun hanya bisa terus menenangkan Selina dan memberi semangat pada sahabatnya itu, sampai akhirnya mereka pun tiba di rumah Selina.Aula sendiri langsung menyambut mereka dan Aula senang sekali melihat Selina dan Bora bekerja bersama. "Ibu menyukai pekerjaan barumu ini, Selina, apalagi kau bekerja bersama Bora! Sekarang setiap sore kau akan ada di rumah jadi Ibu tidak khawatir lagi!" seru Aula saat Selina sudah masuk ke dalam rumah. "Ck, sudah kubilang aku bisa menjaga diriku sendiri, bekerja apapun untukku sama saja, tidak usah mengkhawatirkan aku, Ibu!"Aula tersenyum mendengarnya namun Juna nampak begitu antusias. "Jadi kau bekerja di bagian apa, Kak? Pasti keren ya b
"Akhh, kau mengambil kesempatan lagi! Pergi kau! Pergi!" pekik Selina sambil langsung memalingkan wajahnya dan mendorong tubuh Dhexel dari atasnya. "Sial! Kau pikir aku mau menciummu? Kau pasti sengaja menjatuhkan dirimu kan?" sahut Dhexel sambil langsung bangkit berdiri dari atas Selina. "Aku menjatuhkan diriku? Kau yang menimpaku, sialan! Kau yang menciumku, mengapa aku yang kau salahkan? Malahan seharusnya aku yang marah, sudah kubilang jangan menarik ekorku!" seru Selina menggebu.Selina berusaha bangun dengan cepat namun ia tidak bisa. "Ah, aku tidak bisa bangun! Aku tidak bisa bangun!" Dhexel yang sudah berdiri pun menggeram kesal sambil mengelap bibir dengan tangannya. Marlo yang melihatnya pun buru-buru memberikan sapu tangannya. "Kau butuh ini, Bos?" Dengan cepat, Dhexel menyambar sapu tangan itu dan mengelap bibirnya lagi dengan kasar seolah ada noda yang sulit dihilangkan di sana. Selina yang melihatnya pun sampai sakit hati sendiri. Masih dalam posisi berbaring, S
"Aku pulang!" Setelah bersembunyi cukup lama dan menunggu sampai para rentenir pergi, akhirnya Selina pun pulang ke rumahnya. Aula langsung menyambutnya dengan senyum sumringah sedangkan Juna sendiri memasang ekspresi datarnya karena kejadian tadi. Namun Aula mati-matian meminta Juna menyembunyikan kedatangan rentenir itu agar Selina tidak kepikiran. "Apa ada yang terjadi di rumah selama aku bekerja, Ibu? Mengapa rumahnya agak berantakan?" Selina berpura-pura tidak mengerti. "Tidak ada, Selina! Tidak ada, hanya saja Ibu sedang bersih-bersih, tapi kau bawa apa? Makanan? Sini Ibu buka, ayo makan, Juna sudah kelaparan, Ibu hanya masak apa adanya tadi. Ayo! Kau pasti lelah, Selina! Segera makan dan istirahatlah, biar Ibu yang mencuci piring nanti ya!" Aula terus tersenyum sambil berusaha bersikap biasa saja namun Selina yang sedih sendiri melihatnya. Saat Selina berusaha keras menjaga perasaan ibunya, begitu juga dengan Aula yang berusaha keras menjaga perasaan Selina. Sungguh mer
"Bos, kau baik-baik saja?" Suara Marlo segera menyadarkan Dhexel dari terbiusnya akan Selina. Dhexel pun sampai berdehem sendiri sambil menggelengkan kepalanya. "Ya, aku baik-baik saja, Marlo! Pelakunya sudah tertangkap." "Ah, iya, Bos. Tapi Madam Poni menelepon katanya ternyata wanita yang dijambret tadi adalah Bu Sahara." Dhexel yang mendengarnya langsung membelalak. "Apa? Bu Sahara? Cepat kita kembali ke supermarket, Marlo!" Dengan cepat, Marlo pun menyetir kembali ke supermarket dan ia menemukan Madam Poni yang sudah menemani Bu Sahara di salah satu meja di foodcourt supermarket. Bu Sahara dan suaminya sendiri merupakan investor besar yang sedang dilobi oleh Dhexel untuk bekerja sama di salah satu proyek besar Putra Perkasa, namun Dhexel belum berhasil mengambil hati pasangan suami istri itu. Bu Sahara dan suaminya memang suka sekali berpenampilan sederhana dan berboncengan dengan motor biasa saja sampai orang-orang tidak sadar kalau mereka adalah sultan. Bahkan Dhexel p
"Bagaimana penampilanku? Aku tidak membuatmu malu kan?" Selina sudah berdiri di depan Dhexel dengan percaya diri. Apalagi melihat ekspresi Dhexel yang menatapnya tanpa bisa berkedip membuat kepercayaan diri Selina pun melambung sampai Selina mengulum senyumnya sendiri. Namun Dhexel yang segera sadar dari terbiusnya sama sekali tidak mau memuji Selina."Ck, siapa yang bilang kau tidak membuatku malu? Ini acara resmi, Selina! Seharusnya kau memakai pakaian yang lebih resmi seperti blouse yang rapi atau gaun saja tapi ini... celana jeans apa itu!" seru Dhexel yang seolah berusaha mencari kesalahan Selina. Selina sampai menatap celana jeansnya sendiri. Memang celananya adalah tipe yang besar di bawah, bukan tipe pensil yang akan mencetak bentuk kaki, tapi Selina merasa celana jeans ini baik-baik saja, bahkan Selina memadukannya dengan sandal hak tinggi favoritnya."Ck, kau itu perfectionis sekali, apa kau tahu itu? Ini salah itu salah! Aku yakin kalau aku sudah memakai gaun pun pada akh
"Kau benar-benar Selina?" "Ya, aku Selina, kau benar-benar Kak Elvan yang dulu kan? Kau ... kau makin keren sekarang, bagaimana tubuhmu bisa sebesar ini, hah? Dulu kau kurus sekali!" Selina yang merasa bertemu dengan teman lamanya pun melangkah mendekati Elvan dan menepuk singkat lengan pria tampan itu. Elvan sendiri langsung tersenyum sambil menunduk namun hatinya senang sekali bisa bertemu dengan cinta pertamanya lagi. Ya, Selina adalah cinta pertama Elvan, walaupun Elvan tidak pernah mengungkapkannya. Elvan dulu adalah tetangga Selina, sama-sama orang miskin, namun keluarga Elvan pindah setelah Elvan lulus SMA. Orang tua Elvan mendapat pekerjaan yang bagus, Elvan bisa kuliah sampai bekerja, bahkan sekarang memegang jabatan penting di Putra Perkasa. Untuk sesaat, Elvan dan Selina masih saling menatap sambil mengobrol santai seolah hanya mereka di sana. Bahkan Selina melupakan sejenak bahwa Dhexel, Marlo, bahkan Madam Poni masih ada di sana. Dhexel sendiri sudah memicingkan ma