Jantung Selina masih berdebar tidak karuan melihat Dhexel di sana.
Selina pun menelan salivanya dan langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Dhexel."CEO itu di sana, Bora. Aku harus pergi!""CEO siapa? Apa maksudmu, Selina?""Yang tidur denganku."Bora memiringkan wajahnya menatap Dhexel yang sedang memicingkan matanya menatap Selina dan Bora pun seketika juga membelalak."Tunggu dulu! Maksudmu CEO yang tidur denganmu itu adalah dia? Dhexel Harris Wijaya?""Apapun itu namanya tapi dia yang tidur denganku, Bora, dan aku harus pergi!""Tapi bagaimana dengan pekerjaannya, Selina?""Tolong bantu aku, Bora! Aku tidak tahu bagaimana dengan pekerjaannya, tapi yang jelas aku tidak boleh sampai tertangkap atau aku akan masuk penjara! Aku pergi dulu, Bora!"Dengan cepat Selina pun pergi dari Bora dan Dhexel yang melihatnya pun menegang.Tadinya Dhexel masih mengobrol dengan rekan bisnisnya sampai tatapannya bertemu dengan tatapan wanita penipu itu dan Dhexel pun langsung mengejarnya."Kau mau ke mana, Bos?" seru Marlo yang langsung menyusul Dhexel.Dhexel tidak menjawabnya dan langsung melangkah cepat mendekati Bora."Pergi ke mana wanita barusan?" tanya Dhexel pada Bora.Bora yang tegang pun hanya bisa menggeleng."Aku tidak tahu siapa maksudmu, Pak!""Jangan bohong! Wanita yang baru saja bicara denganmu di sini, ke mana dia?""Maaf, Pak, aku tidak tahu! Permisi!"Bora juga segera melarikan diri dari Dhexel sampai Dhexel pun kesal sendiri."Sial!" geram Dhexel.Namun Dhexel tidak bisa mengejar Selina lagi saat tiba-tiba rekan bisnisnya menghampirinya dan menyapanya lagi.Dhexel pun berakhir dengan tidak bisa berkutik dan lagi-lagi ia kehilangan jejak Selina.*Selina menghembuskan napas leganya saat ia sudah pergi jauh dari hotel itu, apalagi saat Bora meneleponnya dan memberitahu kalau Dhexel sudah tidak mencarinya lagi."CEO-nya memang tidak mencari lagi, tapi bosku marah sekali, Selina, dia tidak mau memakaimu lagi.""Ya ampun, aku mengacaukan pekerjaanku sendiri, Bora. Maafkan aku juga yang membuatmu tidak enak pada bosmu!""Tidak apa, Selina! Tapi kau ada di mana ini? Kita bertemu nanti malam ya!""Baiklah, Bora! Terima kasih banyak ya! Sekali lagi maafkan aku!"Dan pekerjaan halal pertama Selina pun gagal.Lagi-lagi Selina tidak punya pilihan selain kembali bekerja pada para rentenir yang memang kebetulan mencarinya.Selina kembali menjadi penipu hari itu dan menipu pemilik toko di salah satu mall."Aku tidak berbohong, investasi ini sangat bagus, Pak! Sudah banyak klienku yang mendapatkan imbal hasil yang sangat banyak.""Investasi ini juga aman, tidak seperti saham yang tingkat resikonya tinggi," kata Selina lagi.Selina sudah memakai setelan formal hari itu dan memainkan peran sebagai seorang agen yang menawarkan investasi. Selina berbicara dengan begitu meyakinkan dan pemilik toko pun akhirnya tergoda untuk menginvestasikan uangnya."Kau bisa langsung transfer melalui link ini nanti, semua akan dipandu setelah dana kami terima, besok aku akan datang lagi, Pak! Sampai jumpa!"Selina pun tertawa senang karena saat menjelaskan tentang investasi, ia mendadak merasa pintar.Tanpa Selina ketahui, Aula, ibu Selina, dan Juna juga sedang ada di mall yang sama.Setelah Juna pulang dari sekolah, Juna pun mengajak ibunya untuk melihat sebuah pameran edukasi di mall.Aula sendiri sebenarnya sudah merasa tidak enak badan namun ia tidak mau mengecewakan Juna, apalagi pameran yang ingin dilihat oleh Juna adalah pameran edukasi.Aula pun akhirnya menemani Juna ke mall namun rasa tidak enak di tubuhnya pun makin menjadi-jadi.Juna terlihat antusias sendiri berkeliling pameran mencari buku-buku bagus sedangkan Aula mulai tertatih.Di saat yang sama, Dhexel dan Marlo juga sedang berkeliling di mall yang sama.Dhexel sendiri juga adalah pemilik mall besar itu dan Dhexel pun datang ke sana untuk melihat produk barunya dipasarkan secara langsung.Namun saat Dhexel dan Marlo masih melangkah melewati tempat pameran, Dhexel dikejutkan dengan seorang wanita yang mendadak ambruk."Akhh!" pekik beberapa orang yang melihatnya."Ada apa dengan wanita itu, Marlo? Ayo kita ke sana!"Dhexel nampak panik dan langsung melihat sendiri wanita yang sudah lemas itu."Permisi! Permisi! Kau tidak apa, Bu? Kau tidak apa?"Wanita itu masih membuka matanya namun ia sangat lemas.Juna sendiri awalnya masih mengedarkan pandangan ke sekeliling mencari Aula yang menghilang saat tiba-tiba ia mendengar suara teriakan, dan Juna sendiri langsung berlari menghampiri kerumunan orang di sana."Ibu! Ibu!" panggil Juna yang langsung berjongkok di samping Aula."Dia ibumu? Apa dia sakit?" tanya Dhexel pada Juna.Dhexel sendiri juga sudah berjongkok di samping Aula."Iya, dia Ibuku. Ibuku punya sakit jantung dan gagal ginjal, mungkin dia sesak napas! Ibu, mengapa kau tidak bilang kalau kau sedang tidak sehat? Aku harus menelepon Kakak.""Teleponlah kakakmu tapi kita harus membawa ibumu ke rumah sakit segera!"Juna yang panik pun segera menelepon Selina sedangkan Dhexel dibantu oleh Marlo pun membawa Aula ke mobil medis.Di mall sana memang disediakan transportasi medis untuk pengunjung yang tiba-tiba kolaps. Untung saja ada rumah sakit besar di dekat mall itu dan mereka pun langsung melaju ke sana.Juna ikut dengan mobil medis dan petugas medis sedangkan Dhexel naik mobilnya sendiri bersama Marlo ke rumah sakit."Pastikan dia mendapat perawatan yang terbaik, Marlo, aku tidak mau ini menjadi berita kalau sampai Ibu itu kenapa-kenapa di mall kita!""Baik, Bos!"*Selina memekik kaget saat Juna meneleponnya dan memberitahu tentang kondisi Aula."Apa? Bagaimana bisa? Mengapa kau harus mengajak Ibu ke mall, Juna? Kau bisa menelepon Kakak kan?""Aku tidak mau mengganggu pekerjaanmu, Kak. Maafkan aku! Lagipula Ibu terlihat sehat-sehat saja tadi!""Ibu itu memang suka menahan dirinya! Tapi baiklah, nanti saja bicaranya, Kakak akan segera ke rumah sakit!"Selina pun segera menutup teleponnya dan mencegat taksi untuk mengantarnya ke rumah sakit tempat Aula dibawa.Sepanjang jalan, jantung Selina tidak bisa berhenti berdebar kencang karena Ibu dan adiknya adalah segalanya baginya.Hingga akhirnya Selina tiba di rumah sakit dan Selina pun langsung berlari ke UGD."Juna, bagaimana kondisinya?"Selina masuk ke bilik tempat Aula terbaring di sana dan Selina langsung meneteskan air matanya melihat Aula yang sudah lemas."Ibu sesak napas dan sudah mendapat bantuan oksigen, Kak!"Selina pun menatap ibunya dan melangkah mendekatinya."Ibu, kau baik-baik saja kan?"Aula hanya mengangguk dan mencoba tersenyum lirih. Aula belum bisa banyak bicara karena masih terlalu lemas namun Aula langsung menggenggam tangan Selina."Untung saja orang di mall begitu cepat membantu Ibu dan kami diantar dengan mobil ambulans. Malahan biaya rumah sakitnya juga sudah dibayar oleh orang tadi, Kak!" seru Juna yang membuat fokus Selina pun kembali pada adiknya itu.Selina mengusap air mata di pipinya dan mencoba tersenyum."Syukurlah masih ada orang baik, Juna! Tapi apa kau mengenalnya?""Tidak, Kak! Dia hanya tiba-tiba muncul dan menolong ibu!""Apa dia masih di sini? Kakak tidak suka berhutang, Juna! Kau tahu itu kan?""Aku tidak tahu dia ada di sini atau tidak, tapi kami tidak membawa banyak uang tadi, Kak. Maafkan aku.""Tidak apa, Juna! Semoga saja orang baik itu masih ada di sini jadi Kakak bisa melunasi hutang kita!"Juna mengangguk dan Selina pun membungkuk sambil kembali fokus pada ibunya.Sampai tidak lama kemudian, Dhexel dan Marlo pun melangkah ke bilik Aula bersama dokter yang menangani Aula."Jadi aku mau perawatan yang terbaik, setidaknya sampai kondisinya stabil kali ini dan bisa pulang!""Kami mengerti, Pak Dhexel!"Dhexel mengangguk dan mengikuti dokter yang membuka tirai bilik Aula.Juna yang melihat Dhexel pun langsung sumringah."Ah, untung kau masih di sini, Pak! Kakakku sudah datang dan kakakku ingin berterima kasih padamu! Kak, ini orangnya yang menolong ibu tadi."Selina yang mendengarnya pun segera menoleh sambil memasang senyuman terbaiknya pada orang baik itu.Begitu juga dengan Dhexel yang sudah tersenyum untuk menyapa kakak dari Juna itu.Namun saat tatapan mereka bertemu, senyuman keduanya pun langsung lenyap tak bersisa.**"Kau?" Dhexel dan Selina masih saling menatap dengan kaget. Bukan hanya Dhexel yang kaget, namun Marlo juga sudah membelalak melihat wanita yang sudah menipu Dhexel itu. Sedangkan Selina sudah panik luar biasa. Selina mendadak gemetar, ia ingin kabur lagi tapi ia tidak bisa kabur karena ibunya sedang dirawat. Namun Selina tidak mau sampai Ibu dan adiknya mengetahui apa yang sudah ia lakukan. Dhexel sendiri sudah menatap Selina berapi-api dan Dhexel masih kesal luar biasa pada Selina yang berhasil membuat Dhexel cukup lama tersiksa oleh berita skandal itu. Ditambah lagi Selina yang mendadak muncul di pesta kemarin lalu menghilang begitu saja. "Akhirnya aku menemukanmu lagi, wanita..." Belum sempat Dhexel menyelesaikan ucapannya namun Selina yang panik langsung bersuara dengan lantang. "Ah, jadi kau yang menyelamatkan ibuku, Pak? Terima kasih banyak, tapi bisa kita bicara di luar saja? Tidak enak di sini banyak orang sakit! Haha! Ibu, Juna, Kakak keluar dulu untuk bicara dengan B
"Kau tahu kalau kau dan CEO itu seperti jodoh saja. Sudah berapa kali kau bertemu dengannya? Ini kebetulan yang terlalu kebetulan, Selina!" Selina sudah bersembunyi di rumah Bora sejak pagi dan Selina mematikan ponselnya. Selina pun menceritakan semuanya pada Bora namun Bora malah mengatakan hal yang absurd tentang jodoh. "Ck, jodoh apanya? Justru itu kesialan bagiku, Bora! Aku tidak mau pulang dulu, pasti dia sedang mencariku karena ingkar janji, Bora!" "Haha, baiklah, maafkan aku, Selina!" "Tapi Bora, apa masih ada pekerjaan halal untukku? Setelah memikirkannya lagi, ucapan CEO itu benar juga, bagaimana kalau suatu hari ibuku tahu semuanya dan dia pasti akan sangat kecewa padaku. Memikirkan Juna akan membenciku saja rasanya sesak sekali di dada ini, Bora." Tangan Selina pun memegangi dadanya sendiri. "Karena itu aku bertekad untuk bekerja halal saja, aku tidak mau jadi penipu lagi, bahkan sekalipun pekerjaan itu cleaning service, aku akan rela melakukannya dibanding harus meni
Jantung Selina masih memacu tidak karuan menatap Dhexel yang duduk di kursi CEO. Entah takdir apa yang sedang mempermainkan mereka sampai mereka harus terus menerus dipertemukan seperti ini. Selina mematung. Kali ini tubuhnya kaku seperti mumi. Otaknya sudah memerintahkan untuk kabur, tapi sialnya tubuhnya tidak bisa bereaksi. Begitu juga dengan Dhexel yang sama kagetnya. Bahkan Dhexel sampai berdiri dari kursinya dan dengan cepat memutari mejanya lalu mencekal lengan Selina sampai Selina terperanjat kaget. "Selina, akhirnya kita bertemu setelah kau menipuku lagi dan lagi, wanita sialan!" Selina membelalak dan menelan salivanya gugup. "Apa? Apa? Bagaimana bisa kau ada di sini dan duduk di kursi CEO?" cemas Selina. "Jangan bilang kau CEO di sini, ini..." Dhexel memicingkan matanya dan untuk sesaat, Dhexel pun menatap seragam cleaning service yang Selina pakai. Dhexel mengamati tubuh Selina dari atas sampai bawah sampai Selina sendiri merasa ditelanjangi oleh tatapan Dhexel. "Itu
"Dia sedang membalas dendam padaku, Bora! Ya, aku yakin dia akan melakukan sesuatu untuk membuatku menderita!" "Oh, aku stres sekali, Bora! Tidak bisa resign tapi malah disuruh menjadi badut selama satu bulan! Oh..." Selina tidak berhenti mengomel sepanjang perjalanan pulang sore itu. Bora yang menyetir motornya pun hanya bisa terus menenangkan Selina dan memberi semangat pada sahabatnya itu, sampai akhirnya mereka pun tiba di rumah Selina.Aula sendiri langsung menyambut mereka dan Aula senang sekali melihat Selina dan Bora bekerja bersama. "Ibu menyukai pekerjaan barumu ini, Selina, apalagi kau bekerja bersama Bora! Sekarang setiap sore kau akan ada di rumah jadi Ibu tidak khawatir lagi!" seru Aula saat Selina sudah masuk ke dalam rumah. "Ck, sudah kubilang aku bisa menjaga diriku sendiri, bekerja apapun untukku sama saja, tidak usah mengkhawatirkan aku, Ibu!"Aula tersenyum mendengarnya namun Juna nampak begitu antusias. "Jadi kau bekerja di bagian apa, Kak? Pasti keren ya b
"Akhh, kau mengambil kesempatan lagi! Pergi kau! Pergi!" pekik Selina sambil langsung memalingkan wajahnya dan mendorong tubuh Dhexel dari atasnya. "Sial! Kau pikir aku mau menciummu? Kau pasti sengaja menjatuhkan dirimu kan?" sahut Dhexel sambil langsung bangkit berdiri dari atas Selina. "Aku menjatuhkan diriku? Kau yang menimpaku, sialan! Kau yang menciumku, mengapa aku yang kau salahkan? Malahan seharusnya aku yang marah, sudah kubilang jangan menarik ekorku!" seru Selina menggebu.Selina berusaha bangun dengan cepat namun ia tidak bisa. "Ah, aku tidak bisa bangun! Aku tidak bisa bangun!" Dhexel yang sudah berdiri pun menggeram kesal sambil mengelap bibir dengan tangannya. Marlo yang melihatnya pun buru-buru memberikan sapu tangannya. "Kau butuh ini, Bos?" Dengan cepat, Dhexel menyambar sapu tangan itu dan mengelap bibirnya lagi dengan kasar seolah ada noda yang sulit dihilangkan di sana. Selina yang melihatnya pun sampai sakit hati sendiri. Masih dalam posisi berbaring, S
"Aku pulang!" Setelah bersembunyi cukup lama dan menunggu sampai para rentenir pergi, akhirnya Selina pun pulang ke rumahnya. Aula langsung menyambutnya dengan senyum sumringah sedangkan Juna sendiri memasang ekspresi datarnya karena kejadian tadi. Namun Aula mati-matian meminta Juna menyembunyikan kedatangan rentenir itu agar Selina tidak kepikiran. "Apa ada yang terjadi di rumah selama aku bekerja, Ibu? Mengapa rumahnya agak berantakan?" Selina berpura-pura tidak mengerti. "Tidak ada, Selina! Tidak ada, hanya saja Ibu sedang bersih-bersih, tapi kau bawa apa? Makanan? Sini Ibu buka, ayo makan, Juna sudah kelaparan, Ibu hanya masak apa adanya tadi. Ayo! Kau pasti lelah, Selina! Segera makan dan istirahatlah, biar Ibu yang mencuci piring nanti ya!" Aula terus tersenyum sambil berusaha bersikap biasa saja namun Selina yang sedih sendiri melihatnya. Saat Selina berusaha keras menjaga perasaan ibunya, begitu juga dengan Aula yang berusaha keras menjaga perasaan Selina. Sungguh mer
"Bos, kau baik-baik saja?" Suara Marlo segera menyadarkan Dhexel dari terbiusnya akan Selina. Dhexel pun sampai berdehem sendiri sambil menggelengkan kepalanya. "Ya, aku baik-baik saja, Marlo! Pelakunya sudah tertangkap." "Ah, iya, Bos. Tapi Madam Poni menelepon katanya ternyata wanita yang dijambret tadi adalah Bu Sahara." Dhexel yang mendengarnya langsung membelalak. "Apa? Bu Sahara? Cepat kita kembali ke supermarket, Marlo!" Dengan cepat, Marlo pun menyetir kembali ke supermarket dan ia menemukan Madam Poni yang sudah menemani Bu Sahara di salah satu meja di foodcourt supermarket. Bu Sahara dan suaminya sendiri merupakan investor besar yang sedang dilobi oleh Dhexel untuk bekerja sama di salah satu proyek besar Putra Perkasa, namun Dhexel belum berhasil mengambil hati pasangan suami istri itu. Bu Sahara dan suaminya memang suka sekali berpenampilan sederhana dan berboncengan dengan motor biasa saja sampai orang-orang tidak sadar kalau mereka adalah sultan. Bahkan Dhexel p
"Bagaimana penampilanku? Aku tidak membuatmu malu kan?" Selina sudah berdiri di depan Dhexel dengan percaya diri. Apalagi melihat ekspresi Dhexel yang menatapnya tanpa bisa berkedip membuat kepercayaan diri Selina pun melambung sampai Selina mengulum senyumnya sendiri. Namun Dhexel yang segera sadar dari terbiusnya sama sekali tidak mau memuji Selina."Ck, siapa yang bilang kau tidak membuatku malu? Ini acara resmi, Selina! Seharusnya kau memakai pakaian yang lebih resmi seperti blouse yang rapi atau gaun saja tapi ini... celana jeans apa itu!" seru Dhexel yang seolah berusaha mencari kesalahan Selina. Selina sampai menatap celana jeansnya sendiri. Memang celananya adalah tipe yang besar di bawah, bukan tipe pensil yang akan mencetak bentuk kaki, tapi Selina merasa celana jeans ini baik-baik saja, bahkan Selina memadukannya dengan sandal hak tinggi favoritnya."Ck, kau itu perfectionis sekali, apa kau tahu itu? Ini salah itu salah! Aku yakin kalau aku sudah memakai gaun pun pada akh