"Kau tahu kalau kau dan CEO itu seperti jodoh saja. Sudah berapa kali kau bertemu dengannya? Ini kebetulan yang terlalu kebetulan, Selina!"
Selina sudah bersembunyi di rumah Bora sejak pagi dan Selina mematikan ponselnya. Selina pun menceritakan semuanya pada Bora namun Bora malah mengatakan hal yang absurd tentang jodoh."Ck, jodoh apanya? Justru itu kesialan bagiku, Bora! Aku tidak mau pulang dulu, pasti dia sedang mencariku karena ingkar janji, Bora!" "Haha, baiklah, maafkan aku, Selina!""Tapi Bora, apa masih ada pekerjaan halal untukku? Setelah memikirkannya lagi, ucapan CEO itu benar juga, bagaimana kalau suatu hari ibuku tahu semuanya dan dia pasti akan sangat kecewa padaku. Memikirkan Juna akan membenciku saja rasanya sesak sekali di dada ini, Bora."Tangan Selina pun memegangi dadanya sendiri."Karena itu aku bertekad untuk bekerja halal saja, aku tidak mau jadi penipu lagi, bahkan sekalipun pekerjaan itu cleaning service, aku akan rela melakukannya dibanding harus menipu orang lagi. Memikirkan karmanya menimpa diriku sendiri masih lebih baik daripada menimpa ibuku atau Juna," imbuh Selina.Selina terus menjelaskan perasaannya dan Bora pun terus memeluknya, sampai akhirnya Bora pun teringat akan sesuatu."Ah, aku belum bercerita kalau aku baru saja mendapatkan tawaran pekerjaan sebagai admin serabutan di sebuah perusahaan besar namanya PT Putra Perkasa, perusahaan yang mempunyai banyak supermarket besar.""Benarkah, Bora? Kau akan menjadi admin di perusahaan?""Ya, awalnya aku berpikir kerja part time saja tapi aku mulai merasa kerja kantoran itu keren, apalagi aku lulusan Diploma jadi mereka memberiku kesempatan itu.""Oh, apalah aku yang hanya lulusan SMA.""Tentu saja lulusan SMA juga bisa bekerja sebagai admin, hanya saja lowongan adminnya hanya sisa satu tempat saja, sedangkan yang lain hanya ada lowongan cleaning service."Tatapan Selina langsung berbinar-binar mendengarnya."Mereka mencari cleaning service? Aku bisa menjadi cleaning service, aku mau, Bora, apa bosmu masih mau menerima aku?""Eh, jangan, Selina! Untuk apa menjadi cleaning service?"Bora tidak setuju Selina menjadi cleaning service, namun Selina terus memaksa sampai akhirnya Bora pun menghubungi bosnya.Bora mengajak Selina pergi ke kantornya keesokan harinya dan Selina pun langsung diterima di sana."Tapi kau tahu kalau kau terlalu cantik dan pintar untuk sekedar menjadi cleaning service?" tanya Bos Bora."Aku tidak masalah, aku sangat membutuhkan pekerjaan itu, Bu!""Hmm, baiklah, kita coba saja dulu, besok kalian akan ke sana untuk diinterview lagi. Diterima atau tidaknya kembali lagi tergantung perusahaan." "Kami mengerti, Bu! Terima kasih!"*Bora dan Selina bersiap keesokan harinya lagi dengan memakai kemeja yang sopan.Mereka berangkat bersama dengan sepeda motor milik Bora dan dengan cepat mereka tiba ke sebuah gedung perusahaan besar dengan plang PT Putra Perkasa, yang sebenarnya merupakan anak perusahaan dari Harris Wijaya Grup, perusahaan milik keluarga Dhexel, hanya saja baik Bora maupun Selina tidak mengetahui tentang itu. "Perusahaan ini besar sekali, Selina!""Kau benar, Bora! Membanggakan sekali kalau kita bisa bekerja di sini!""Ya, ayo semangat, Selina!"Bora dan Selina pun begitu antusias masuk ke gedung itu dan mereka pun langsung disambut oleh manager HRD di sana.Bora diwawancarai duluan dan tidak membutuhkan waktu lama bagi Bora untuk langsung diterima.Selina juga diwawancarai dan ditanyai tentang banyak hal sebelum akhirnya Selina juga diterima bekerja di sana sebagai cleaning service."Bagaimana, Selina?""Aku diterima, Bora! Aku diterima!" sahut Selina yang sudah melonjak gembira."Wah, aku juga diterima, Selina! Oh, aku senang sekali kita akan bekerja di perusahaan yang sama!"Mereka pun masih tertawa dengan bahagia sambil saling berpelukan sebelum manager HRD yang keluar dari ruangan pun melihat mereka dan ikut senang melihatnya."Selamat bergabung dengan perusahaan kami ya! Bora, kau akan ikut bersama admin utama untuk ditunjukkan posisimu, sedangkan Selina, kau akan bertanggung jawab membersihkan ruangan CEO, nanti akan kutunjukkan padamu ruangannya setelah kau mengganti seragammu!"Bora dan Selina langsung mengangguk. Selina pun merasa begitu senang walaupun hanya memakai seragam cleaning service.Seragamnya sama sekali tidak jelek, malahan rasanya begitu pas bagi Selina.Dengan cepat Selina pun menemui manager HRD yang tadi dan wanita itu pun langsung menunjukkan ruangan CEO."Di sini ruang kerjanya! Tugasmu harus membersihkan ruangan ini setiap hari sebelum CEO kita datang! Biasanya dia akan datang di sore hari. Kau juga harus membuatkan kopi untuknya dan siaga apapun yang diminta, kau mengerti, Selina?""Aku mengerti, Bu!""Baguslah! Dia menyukai cleaning service yang rapi dan bersih dan kalau boleh jujur, kau terlalu cantik untuk menjadi cleaning service, tapi bekerjalah dengan baik, Selina!""Sekali lagi terima kasih, Bu!""Baiklah, ambil peralatannya dan mulailah bekerja, nanti akan ada satu teman senior yang membantumu dan menjelaskan lebih detail, tapi ingat jangan memindahkan barang apapun karena Pak Dhexel tidak suka barangnya berpindah tempat."Selina masih mengangguk sambil tersenyum sebelum ia menyadari sesuatu."Eh, maaf, siapa namanya tadi?"Namun belum sempat sang manager HRD menjawab, seorang cleaning service senior sudah datang dan langsung mengajak Selina membersihkan ruangan itu.Selina pun segera melupakan nama Dhexel dan bekerja dengan cekatan sambil menatap sekeliling ruangan yang begitu besar dan mewah. Bahkan saat melihat jendela, matanya langsung disuguhi pemandangan gedung-gedung bertingkat, juga kesibukan jalanan dengan berbagai kendaraan di bawah sana. Selina tersenyum sendiri. Matanya beralih pada kursi kerja yang besar dan tampak nyaman. Sebuah laptop kerja, juga sebuah meja kaca yang dikeliling sofa di sekitarnya."Ruangannya mewah, tapi didominasi warna-warna natural yang tampak membosankan. Hitam dan abu-abu. Sama sekali tidak memiliki selera warna yang ceria," celoteh Selina.Untuk sesaat, Selina hampir lupa kalau ia ada di sini untuk bekerja, namun dengan cepat Selina kembali fokus dan menyelesaikan pekerjaannya dengan sempurna tanpa memindahkan barang apapun.Sementara itu, sebuah mobil baru saja berhenti di depan gedung perusahaan yang sama.Dhexel pun turun dari mobil bersama Marlo dan ia pun langsung melangkah masuk.Beberapa karyawan yang melihatnya langsung menyapa dan menunduk sopan namun sejak skandal bersama Selina, Dhexel selalu merasa tidak nyaman sendiri dengan tatapan semua orang. Dhexel pun terus menghembuskan napas panjangnya."Marlo, suruh karyawan membawa laporan supermarket baru ke ruanganku!""Baik, Bos!"Dengan cepat Dhexel pun duduk di ruang kerjanya yang sudah selesai dibersihkan itu saat pintu ruangannya diketuk dan seorang wanita paruh baya dengan tubuh gempalnya, kacamata besarnya, dan tawa genitnya pun masuk ke sana."Selamat sore, Pak. Ini beberapa berkas laporan yang Bapak minta," ucap wanita itu dengan mata berbinar dan dengan nada genitnya.Walaupun umur Dhexel lebih muda dibanding wanita itu namun wanita yang biasa dipanggil Madam Poni itu tidak pernah sungkan menggoda setiap pria, tidak terkecuali Dhexel.Dhexel sendiri seperti biasa selalu menanggapinya dengan acuh dan ia pun segera mengambil berkasnya dari tangan wanita itu."Baiklah, terima kasih!""Sama-sama. Hmm, apa ada hal lain yang kau butuhkan, Pak Dhexel?"Dhexel terdiam sejenak menatap wanita genit itu sebelum ia melirik ke arah mejanya."Mana kopiku?" tanya Dhexel singkat.Dan Madam Poni pun terkejut sendiri. "Oh, astaga, pasti wanita itu lupa membuatnya, kita mempunyai cleaning service baru, Pak! Tapi tunggu sebentar, tidak akan lama. Hanya butuh waktu lima menit!" janji wanita itu yang segera keluar dari ruangan Dhexel.Di saat yang sama, Selina sudah meregangkan otot-otot tubuhnya di pantry.Selina pun masih merebus air hangat untuk membuat teh karena di sini dibebaskan siapa saja yang ingin minum atau memasak makanan.Sungguh perusahaan yang baik hati dan Selina merasa beruntung bekerja di sini.Baru saja Selina hendak menikmati tehnya saat Madam Poni masuk ke sana dan langsung menatap Selina dengan kacamata besarnya."Hei, kau cleaning service yang baru itu kan? Mana kopi untuk Pak CEO?"Selina yang kaget pun nyaris tersedak. "Ah, maaf, Bu, apa Pak CEO sudah datang?""Dia sudah ada di ruang kerjanya, Cantik! Uh, kau benar-benar wanita muda yang cantik. Tapi cepatlah, jangan sampai dia menunggu terlalu lama!" pesan Madam Poni lagi."Ah, baiklah, aku akan segera membuat kopi dan mengantarnya!""Baguslah, tapi siapa namamu, Cantik?""Namaku Selina, Bu!""Ah, Selina, nama yang bagus, panggil aku Madam Poni, aku kepala bagian pelaksana jadi kalau kau butuh apapun, cari aku saja ya!""Iya, terima kasih, Bu!""Hush! Bu? Jangan panggil aku Bu, panggil aku Madam!" ulang Madam Poni.Selina langsung sungkan "Eh, iya... Madam.""Baguslah, tapi cepat kopinya, ingat jangan terlalu manis!""Baik, Bu! Eh, Madam!""Good girl!" puji Madam Poni sebelum ia pergi meninggalkan Selina.Dengan cepat Selina pun segera membuat kopi dan mengantarnya ke ruang CEO yang tadi sudah dibersihkan.Tok tokSelina sempat mengetuk pintu itu sebelum ia masuk dengan secangkir kopi di tangannya."Permisi, Pak!"Dengan hati-hati Selina masuk dan begitu fokus memperhatikan langkahnya sampai ia berhasil meletakkan kopi itu dengan selamat di atas meja.Selina pun sudah memasang senyuman terbaiknya saat ia mengangkat wajahnya menatap sang CEO."Silakan kopinya, Pak..."Namun lagi dan lagi, Selina harus mematung dan kehilangan senyumnya menatap sosok CEO di hadapannya."K-kau? Lagi??"**Jantung Selina masih memacu tidak karuan menatap Dhexel yang duduk di kursi CEO. Entah takdir apa yang sedang mempermainkan mereka sampai mereka harus terus menerus dipertemukan seperti ini. Selina mematung. Kali ini tubuhnya kaku seperti mumi. Otaknya sudah memerintahkan untuk kabur, tapi sialnya tubuhnya tidak bisa bereaksi. Begitu juga dengan Dhexel yang sama kagetnya. Bahkan Dhexel sampai berdiri dari kursinya dan dengan cepat memutari mejanya lalu mencekal lengan Selina sampai Selina terperanjat kaget. "Selina, akhirnya kita bertemu setelah kau menipuku lagi dan lagi, wanita sialan!" Selina membelalak dan menelan salivanya gugup. "Apa? Apa? Bagaimana bisa kau ada di sini dan duduk di kursi CEO?" cemas Selina. "Jangan bilang kau CEO di sini, ini..." Dhexel memicingkan matanya dan untuk sesaat, Dhexel pun menatap seragam cleaning service yang Selina pakai. Dhexel mengamati tubuh Selina dari atas sampai bawah sampai Selina sendiri merasa ditelanjangi oleh tatapan Dhexel. "Itu
"Dia sedang membalas dendam padaku, Bora! Ya, aku yakin dia akan melakukan sesuatu untuk membuatku menderita!" "Oh, aku stres sekali, Bora! Tidak bisa resign tapi malah disuruh menjadi badut selama satu bulan! Oh..." Selina tidak berhenti mengomel sepanjang perjalanan pulang sore itu. Bora yang menyetir motornya pun hanya bisa terus menenangkan Selina dan memberi semangat pada sahabatnya itu, sampai akhirnya mereka pun tiba di rumah Selina.Aula sendiri langsung menyambut mereka dan Aula senang sekali melihat Selina dan Bora bekerja bersama. "Ibu menyukai pekerjaan barumu ini, Selina, apalagi kau bekerja bersama Bora! Sekarang setiap sore kau akan ada di rumah jadi Ibu tidak khawatir lagi!" seru Aula saat Selina sudah masuk ke dalam rumah. "Ck, sudah kubilang aku bisa menjaga diriku sendiri, bekerja apapun untukku sama saja, tidak usah mengkhawatirkan aku, Ibu!"Aula tersenyum mendengarnya namun Juna nampak begitu antusias. "Jadi kau bekerja di bagian apa, Kak? Pasti keren ya b
"Akhh, kau mengambil kesempatan lagi! Pergi kau! Pergi!" pekik Selina sambil langsung memalingkan wajahnya dan mendorong tubuh Dhexel dari atasnya. "Sial! Kau pikir aku mau menciummu? Kau pasti sengaja menjatuhkan dirimu kan?" sahut Dhexel sambil langsung bangkit berdiri dari atas Selina. "Aku menjatuhkan diriku? Kau yang menimpaku, sialan! Kau yang menciumku, mengapa aku yang kau salahkan? Malahan seharusnya aku yang marah, sudah kubilang jangan menarik ekorku!" seru Selina menggebu.Selina berusaha bangun dengan cepat namun ia tidak bisa. "Ah, aku tidak bisa bangun! Aku tidak bisa bangun!" Dhexel yang sudah berdiri pun menggeram kesal sambil mengelap bibir dengan tangannya. Marlo yang melihatnya pun buru-buru memberikan sapu tangannya. "Kau butuh ini, Bos?" Dengan cepat, Dhexel menyambar sapu tangan itu dan mengelap bibirnya lagi dengan kasar seolah ada noda yang sulit dihilangkan di sana. Selina yang melihatnya pun sampai sakit hati sendiri. Masih dalam posisi berbaring, S
"Aku pulang!" Setelah bersembunyi cukup lama dan menunggu sampai para rentenir pergi, akhirnya Selina pun pulang ke rumahnya. Aula langsung menyambutnya dengan senyum sumringah sedangkan Juna sendiri memasang ekspresi datarnya karena kejadian tadi. Namun Aula mati-matian meminta Juna menyembunyikan kedatangan rentenir itu agar Selina tidak kepikiran. "Apa ada yang terjadi di rumah selama aku bekerja, Ibu? Mengapa rumahnya agak berantakan?" Selina berpura-pura tidak mengerti. "Tidak ada, Selina! Tidak ada, hanya saja Ibu sedang bersih-bersih, tapi kau bawa apa? Makanan? Sini Ibu buka, ayo makan, Juna sudah kelaparan, Ibu hanya masak apa adanya tadi. Ayo! Kau pasti lelah, Selina! Segera makan dan istirahatlah, biar Ibu yang mencuci piring nanti ya!" Aula terus tersenyum sambil berusaha bersikap biasa saja namun Selina yang sedih sendiri melihatnya. Saat Selina berusaha keras menjaga perasaan ibunya, begitu juga dengan Aula yang berusaha keras menjaga perasaan Selina. Sungguh mer
"Bos, kau baik-baik saja?" Suara Marlo segera menyadarkan Dhexel dari terbiusnya akan Selina. Dhexel pun sampai berdehem sendiri sambil menggelengkan kepalanya. "Ya, aku baik-baik saja, Marlo! Pelakunya sudah tertangkap." "Ah, iya, Bos. Tapi Madam Poni menelepon katanya ternyata wanita yang dijambret tadi adalah Bu Sahara." Dhexel yang mendengarnya langsung membelalak. "Apa? Bu Sahara? Cepat kita kembali ke supermarket, Marlo!" Dengan cepat, Marlo pun menyetir kembali ke supermarket dan ia menemukan Madam Poni yang sudah menemani Bu Sahara di salah satu meja di foodcourt supermarket. Bu Sahara dan suaminya sendiri merupakan investor besar yang sedang dilobi oleh Dhexel untuk bekerja sama di salah satu proyek besar Putra Perkasa, namun Dhexel belum berhasil mengambil hati pasangan suami istri itu. Bu Sahara dan suaminya memang suka sekali berpenampilan sederhana dan berboncengan dengan motor biasa saja sampai orang-orang tidak sadar kalau mereka adalah sultan. Bahkan Dhexel p
"Bagaimana penampilanku? Aku tidak membuatmu malu kan?" Selina sudah berdiri di depan Dhexel dengan percaya diri. Apalagi melihat ekspresi Dhexel yang menatapnya tanpa bisa berkedip membuat kepercayaan diri Selina pun melambung sampai Selina mengulum senyumnya sendiri. Namun Dhexel yang segera sadar dari terbiusnya sama sekali tidak mau memuji Selina."Ck, siapa yang bilang kau tidak membuatku malu? Ini acara resmi, Selina! Seharusnya kau memakai pakaian yang lebih resmi seperti blouse yang rapi atau gaun saja tapi ini... celana jeans apa itu!" seru Dhexel yang seolah berusaha mencari kesalahan Selina. Selina sampai menatap celana jeansnya sendiri. Memang celananya adalah tipe yang besar di bawah, bukan tipe pensil yang akan mencetak bentuk kaki, tapi Selina merasa celana jeans ini baik-baik saja, bahkan Selina memadukannya dengan sandal hak tinggi favoritnya."Ck, kau itu perfectionis sekali, apa kau tahu itu? Ini salah itu salah! Aku yakin kalau aku sudah memakai gaun pun pada akh
"Kau benar-benar Selina?" "Ya, aku Selina, kau benar-benar Kak Elvan yang dulu kan? Kau ... kau makin keren sekarang, bagaimana tubuhmu bisa sebesar ini, hah? Dulu kau kurus sekali!" Selina yang merasa bertemu dengan teman lamanya pun melangkah mendekati Elvan dan menepuk singkat lengan pria tampan itu. Elvan sendiri langsung tersenyum sambil menunduk namun hatinya senang sekali bisa bertemu dengan cinta pertamanya lagi. Ya, Selina adalah cinta pertama Elvan, walaupun Elvan tidak pernah mengungkapkannya. Elvan dulu adalah tetangga Selina, sama-sama orang miskin, namun keluarga Elvan pindah setelah Elvan lulus SMA. Orang tua Elvan mendapat pekerjaan yang bagus, Elvan bisa kuliah sampai bekerja, bahkan sekarang memegang jabatan penting di Putra Perkasa. Untuk sesaat, Elvan dan Selina masih saling menatap sambil mengobrol santai seolah hanya mereka di sana. Bahkan Selina melupakan sejenak bahwa Dhexel, Marlo, bahkan Madam Poni masih ada di sana. Dhexel sendiri sudah memicingkan ma
"Kau benar-benar Kak Elvan? Dulu Selina sangat menyukaimu!" celetuk Bora saat Selina mengajak Elvan menyapa Bora. Bora sendiri sudah menjadi teman Selina sejak lama dan Bora sering main ke rumah Selina dulu, karena itu, Bora juga mengenal Elvan. Selina yang mendengar celetukan Bora pun langsung panik dan menutup mulut Bora dengan tangannya. "Jangan dengarkan Bora, Kak!" seru Selina salah tingkah. Bora sendiri langsung menutup mulutnya rapat-rapat karena ia keceplosan, tapi Elvan malah langsung tersenyum mendengarnya. "Hmm, aku tidak mendengar apapun, Selina!" sahut Elvan sambil terus tersenyum. Selina yang tersipu pun hanya bisa menggigit bibir bawahnya sambil mengulum senyumnya malu. Namun mereka bertatapan di sana dan saling melempar senyumnya. Cukup lama Elvan duduk bersama Bora dan Selina sambil mengobrol, bercerita tentang masa lalu mereka, dan tertawa bersama layaknya teman lama. Madam Poni yang berulang kali mengintip pun tidak berani mengganggunya namun saat Madam Poni