"Tante tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi, Elvan." Aula begitu senang saat melihat Elvan datang ke rumahnya, mantan tetangga yang sudah lama tidak pernah ia lihat lagi. Namun sekarang Elvan sudah berubah menjadi pria yang matang dan dewasa. "Aku juga, Tante! Tapi syukurlah semuanya sehat. Aku juga senang sekali melihat Juna yang sudah sebesar ini." "Ah, maaf aku tidak mengingatmu, Kak Elvan," sahut Juna sopan. "Tentu saja, kau masih kecil waktu itu." Juna hanya tersenyum sedangkan Aula kembali bicara. "Tante titip Selina ya, jangan terlalu keras padanya." "Tidak akan, Tante! Selina adalah wanita yang sangat pintar," puji Elvan. Dan Selina pun hanya bisa terus mengulum senyumnya. Selina memang sudah berpesan pada Elvan agar tidak memberitahu keluarganya kalau awalnya Selina hanya seorang cleaning service. Selina tidak mau membuat keluarganya sedih, dan Elvan pun menyanggupinya. Mereka pun mengobrol dengan hangat dan Selina berakhir dengan tidak bisa tidur malam itu ka
"Maafkan aku yang kemarin tidak bisa mengajarimu lagi, Selina!" "Aku yang seharusnya minta maaf, Kak. Kemarin aku lama di ruangan CEO." "Tidak, itu bukan salahmu, itu bagian dari pekerjaan kita." Elvan dan Selina bertemu pagi itu dan mereka pun tersenyum bersamaan saat mereka saling meminta maaf. "Hmm, tapi baiklah, hari ini aku agak sibuk, tapi kalau kau mau belajar, aku bisa membantumu sebentar sebelum jam makan siang," kata Elvan lagi. "Hmm, asal tidak merepotkan, Kak." "Sama sekali tidak repot, Selina. Aku..." Belum sempat Elvan menyelesaikan ucapannya, ponsel Selina sudah berbunyi lagi. "Maaf, ini Bora lagi, Kak." "Angkat saja!" Selina tersenyum sebelum mengangkat teleponnya dan Selina langsung mendengus kesal mendengar lagi-lagi Dhexel memanggilnya. "Ya ampun, apa lagi yang dia inginkan sepagi ini?" "Entahlah, Selina! Tapi Pak Marlo menunggu di depanku lagi, jadi cepatlah!" Selina menggeram kesal sebelum ia menutup teleponnya, tapi Selina kembali tersenyum saat mena
Debar jantung Dhexel dan Selina masih sama-sama memburu saat mereka saling berpelukan dan bertatapan.Sungguh dari jarak sedekat ini, Dhexel terlihat begitu tampan, wajahnya begitu terawat dengan garis-garis yang begitu sempurna. Samar-samar aroma parfum maskulin pun menggelitik hidung Selina dan entah mengapa rasanya hangat sekali saat tubuhnya menempel di pelukan pria itu. Hal yang sama dirasakan oleh Dhexel yang mendadak berdebar untuk sang penipu itu. Wajah Selina terlalu cantik dan terawat untuk ukuran wanita yang terbiasa di jalan. Make up tipis yang dipakai wanita itu sama sekali tidak berlebihan dan membuat Selina terlihat luar biasa cantik, bahkan dengan kedua mata yang saat ini membelalak pun, Selina masih tetap cantik. Apalagi bibir merona yang sudah pernah Dhexel rasakan sebelumnya, begitu manis dan lembut sampai Dhexel tidak bisa mengalihkan tatapannya dari bibir kissable itu. Cukup lama mereka tetap diam di posisinya seolah mereka lupa kalau saat ini mereka sedang t
Itu Dhexel ....Sungguh Selina tidak bisa mempercayai penglihatannya saat ini. Bagaimana bisa Dhexel mendadak muncul di depan rumahnya dan menolongnya seperti ini. Selina sampai mengerjapkan matanya dan hanya bisa menatap Dhexel di sana dengan penuh tanya. Begitu juga dengan Bora, Aula, dan Juna yang sama kagetnya. Dhexel sendiri tadinya sudah menyetir ke arah rumah Selina saat Dhexel melihat keributan di sana. Dhexel yang awalnya hanya ingin melihat wanita itu pun tidak tahan dan langsung keluar dari mobilnya. "Jangan berani menyentuhnya, pria brengsek!" geram Dhexel sambil menghempaskan tangan pria itu dengan kasar. Selina sudah membelakak dan menegang melihatnya. "Siapa kau? Berani sekali kau ikut campur dalam urusan kami!" sahut salah satu anak buah. "Tidak penting siapa aku, tapi aku tidak mau ada kekerasan pada wanita dan anak-anak, jadi segeralah pergi dari sini!" usir Dhexel. Para pria itu pun tertawa mendengarnya. "Tunggu tunggu, wajahmu sangat familiar, tapi saya
"Ingatlah, kau berhutang padaku!" Pesan Dhexel terus terngiang di kepala Selina saat Selina sudah berbaring di ranjangnya malam itu. Selina pun makin bergidik membayangkan apa yang akan pria itu lakukan padanya karena Selina tahu Dhexel membencinya."Ah, mengapa harus ada momen yang membuat aku berhutang padanya, padahal aku tidak pernah meminta bantuannya untuk membayar hutang!" desah Selina frustasi. Di saat yang sama, Dhexel sendiri juga sedang memikirkan Selina, namun sama sekali tidak seburuk yang Selina pikir. Sejak Dhexel terpesona pada kecantikan wanita itu, Dhexel sudah merasa ada yang aneh dengan dirinya, apalagi sejak mereka berpelukan di dalam lift tadi. Rasanya seolah magnet Selina terus menarik Dhexel, panah cupid juga secara mengejutkan tertancap di hati Dhexel, dan bahasa singkatnya, Dhexel merasa seperti kena pelet. Bahkan Dhexel menyetir ke rumah wanita itu tadi, membantu wanita itu tanpa diminta, dan ingin bertemu lagi setelah mereka berpisah. "Ck, ada yang t
"Sampai kapan kau akan memandangi sushinya, Bos? Makan saja! Apa aku perlu meminta office girl menghangatkannya?" Marlo terus melirik kotak sushi Dhexel yang entah sudah berapa lama dipandangi oleh Dhexel. "Sushi ini bukan untuk dimakan, Marlo." "Lalu untuk apa? Kalau tidak dimakan, lama-lama sushinya akan rusak." "Ck, kau itu cerewet sekali, Marlo! Aku tidak akan memakan sushi ini, tapi aku lapar sekali dan aku tidak sempat keluar makan siang jadi cepat belikan aku makan!""Tapi sushinya ...." "Tidak akan dimakan, Marlo! Sudah cepat pergi sana!" gertak Dhexel kesal. Marlo yang mendengarnya pun tidak berani menyahut lagi dan ia pun langsung pergi untuk membelikan Dhexel makanan, sementara Dhexel sendiri hanya terus tersenyum menatap sushi yang disusun dengan begitu cantik itu. Di sisi lain, Selina dan Bora masih melangkah ke arah kantin siang itu untuk makan siang. Mereka pun melewati lobby untuk menuju ke kantin dan mereka bertemu dengan Marlo di sana. "Eh, Marlo!" panggil S
Seorang wanita cantik menatap ponselnya begitu lama setelah ia mengirim pesan pada pujaan hatinya, namun sayangnya, pesan itu tidak kunjung dibalas. Wanita itu pun masih menunggu sambil menatap ponselnya saat terdengar suara menyapanya. "Bonjour!"Wanita cantik bernama Heidy itu pun tersenyum pada Odette, teman yang menyapanya, lalu ia langsung menyimpan ponselnya ke dalam tasnya. Di tengah keindahan Kota Paris hari itu, Heidy dan teman-temannya sedang sibuk dengan persiapan pertunjukkan tari balet yang akan digelar malam ini. Merupakan hal biasa bagi Heidy menari di panggung-panggung Internasional yang membuatnya harus bolak-balik ke luar negeri."Bagaimana? Apa kau sudah siap, Heidy?" "Hmm, tentu saja!"Heidy tersenyum, tapi jelas terlihat ada beban pikiran di sana sampai Odette pun mengernyit melihatnya. "Mengapa kau terlihat tidak bersemangat, hmm? Bukankah malam ini kau adalah angsa putih? Kau spotlight utama malam ini. Bersemangatlah! Tunjukkan yang terbaik!" cetus Odette
"Jadi dia mengajakmu makan bersama? Oh, bukankah ini sudah terlihat jelas, Selina? Pak Dhexel pasti menyukaimu!" Bora terus terkikik saat Selina menceritakan apa yang dilakukan Dhexel tadi, sedangkan Selina hanya berdecak kesal. "Ck, sudah kubilang jangan terlalu halu kan? Kisah seperti itu hanya ada dalam drama, Bora!" "Hei, memang terkesan seperti dalam drama, tapi bukankah tidak ada yang tidak mungkin, hmm? Terkadang drama juga dibuat karena di dunia nyata kejadiannya benar-benar ada."Bora kembali terkikik menggoda Selina namun Selina langsung mengibaskan tangannya. "Ah, sudahlah, makin lama ucapanmu makin ngawur! Bekerja saja! Eh, tapi aku harus menyerahkan ini pada Kak Elvan, aku pergi dulu ya!" Selina langsung tersenyum tersipu sebelum ia segera melesat ke ruang kerja Elvan. Bora yang melihatnya pun mendadak berpikir serius. "Pak Dhexel atau Kak Elvan? CEO atau GM? Ah, sungguh kalau aku disuruh memilih, aku juga pasti bingung. Tapi bukankah tidak ada orang bodoh yang akan