"Aku ingin menjadi badut lagi di depan The Market Suka-Suka!" Dhexel langsung membelalak mendengar permintaan Selina yang begitu mustahil. Tiga bulan awal kehamilan, Selina jalani dengan cukup sulit karena Selina terus muntah, tapi memasuki bulan keempat, Selina sudah mulai aktif. Selina pun mulai ngidam, tapi bukan ngidam makanan, melainkan ngidam beraktivitas, seperti bersepeda atau joging. Tentu saja itu masih normal saja walaupun Dhexel tetap tidak menurutinya sampai Selina terus mengomel, tapi sekarang di umur kehamilan Selina yang masuk bulan kelima, permintaan Selina makin aneh."Mana bisa kau menjadi badut lagi, Sayang? Pertama karena promosinya memang sudah tidak memakai badut, dan yang kedua kau sedang hamil, Selina," sahut Dhexel sabar. "Memangnya kenapa kalau aku sedang hamil? Aku kan tetap bisa memakai topeng monyetnya. Lagipula kau kan CEO-nya, adakan lagi promosi dengan badutnya." "Tidak bisa, Sayang! Sudah berbeda sekarang." "Apanya yang berbeda, Dhexel? Aku mau
"Untung saja kau masih perawan, penipu sialan!" "Kau yang sudah mengambil keperawananku, pria sialan!" "Kau yang sudah menipuku dan bukankah ini yang kau inginkan, hah? Kalau bukan karena obat terkutuk itu, aku juga tidak akan sudi menyentuhmu! Sekarang katakan siapa yang menyuruhmu melakukannya?" Dhexel menggeram kesal sambil melilitkan handuk besar di pinggangnya untuk menutup bagian sensitifnya."Pikir saja sendiri! Pria brengsek sepertimu pasti mempunyai banyak musuh!" sahut Selina berapi-api. Selina Thomas, seorang wanita cantik yang sudah mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya, sampai ia rela melakukan pekerjaan apa saja demi mendapatkan uang, termasuk menipu orang. Bahkan ia sudah biasa memainkan banyak peran dalam hidupnya, mulai dari peran sosialita sampai gadis urakan. Bukan profesi yang membanggakan, namun dari sanalah ia bisa mendapatkan biaya pengobatan ibunya, biaya hidup, sekaligus melunasi hutang yang ditinggalkan oleh ayahnya. Sampai suatu hari ia mendapat tu
Selina terus menghembuskan napas lega saat ia sudah ada di dalam taksinya. "Untung saja aku sempat mengambil uang di dompet CEO sialan itu jadi aku bisa naik taksi dan tidak perlu berlari sejauh itu."Selina tersenyum senang sambil membuka tas selempangnya yang cukup besar dan mengeluarkan segebok uang kertas. "Woah, bagaimana uang sebanyak ini bisa kau simpan di dalam dompet sekecil itu? Benar-benar seperti kantong doraemon!" Selina terkikik senang lalu memasukkan kembali uang ke dalam tasnya. Selina sempat melirik kaca spion di mana pak sopir taksi sedang meliriknya dengan penuh tanya. Selina yang menyadarinya pun langsung berhenti tersenyum dan berdehem seolah tidak terjadi apa-apa. "Hmm, berhenti di depan saja. Aku turun di sini." Selina pun langsung mengeluarkan uangnya dan memberikan pada sopir taksi itu. "Ambil saja kembaliannya, aku sedang baik hati," kata Selina sebelum ia turun dari taksi. Setelah taksinya pergi, Selina pun kembali terkikik seperti orang gila. "Ah, me
"CEO Harris Wijaya Grup, Dhexel Harris Wijaya tertangkap kamera sedang tidur bersama seorang wanita di sebuah kamar hotel mewah pagi ini." "Para klien dan investor yang sempat bekerja sama dengannya pun kini mulai mempertanyakan reputasi baik dari Sang CEO yang disebut hanya settingan selama ini." "Beberapa saham di bawah Harris Wijaya Grup pun secara mengejutkan langsung terpengaruh sejak berita ini diturunkan." Suara pembawa berita itu tidak berhenti terdengar di rumah keluarga Dhexel sampai kedua orang tua Dhexel, Dexter dan Rebecca pun menjadi cemas mendengarnya. Bahkan Rebecca terus menelepon Dhexel namun anaknya tidak kunjung menjawab teleponnya. Sampai tidak lama kemudian, suara mobil berhenti terdengar di depan rumah dan Rebecca pun langsung berlari keluar. Marlo sendiri menghentikan mobilnya di depan sebuah rumah besar yang merupakan rumah keluarga Harris Wijaya dan Dhexel langsung melihat ibunya di sana. "Dhexel, kau sudah pulang? Kau baik-baik saja? Mama sudah melihat
"Itu ... aku menjaga gudang. Ya, kebetulan aku diminta membantu temanku untuk menjaga gudang bosnya jadi aku terima saja, karena itu aku tidak pulang," dusta Selina dengan perasaan yang tidak karuan. Selama ini Selina selalu berbohong bahwa ia bekerja serabutan di sebuah toko pecah belah dan mengambil banyak pekerjaan sampingan lain sampai Aula tidak mengerti apa saja yang Selina kerjakan, hanya saja, Aula selalu percaya pada anaknya itu yang jujur dan bisa menjaga dirinya sendiri. "Syukurlah kalau kau mendapat pekerjaan bagus, Selina," sahut Aula akhirnya. "Ah, iya, Ibu! Tapi ayo makan saja! Ayo, Juna, makan!" Selina memaksakan tawanya seolah ia begitu bahagia, dan tawa itu pun membuat Aula dan Juna ikut tertawa sampai perasaan Selina menjadi sedikit lebih baik, walaupun tetap saja ada rasa sakit di hatinya karena ia sudah membohongi keluarganya. Beberapa hari berlalu dan Selina kebetulan tidak bekerja hari itu pun mengunjungi Bora, sahabatnya. Seperti biasa, saat sama-sama sed
Jantung Selina masih berdebar tidak karuan melihat Dhexel di sana. Selina pun menelan salivanya dan langsung membalikkan tubuhnya membelakangi Dhexel. "CEO itu di sana, Bora. Aku harus pergi!" "CEO siapa? Apa maksudmu, Selina?" "Yang tidur denganku." Bora memiringkan wajahnya menatap Dhexel yang sedang memicingkan matanya menatap Selina dan Bora pun seketika juga membelalak. "Tunggu dulu! Maksudmu CEO yang tidur denganmu itu adalah dia? Dhexel Harris Wijaya?" "Apapun itu namanya tapi dia yang tidur denganku, Bora, dan aku harus pergi!" "Tapi bagaimana dengan pekerjaannya, Selina?" "Tolong bantu aku, Bora! Aku tidak tahu bagaimana dengan pekerjaannya, tapi yang jelas aku tidak boleh sampai tertangkap atau aku akan masuk penjara! Aku pergi dulu, Bora!" Dengan cepat Selina pun pergi dari Bora dan Dhexel yang melihatnya pun menegang. Tadinya Dhexel masih mengobrol dengan rekan bisnisnya sampai tatapannya bertemu dengan tatapan wanita penipu itu dan Dhexel pun langsung mengejarny
"Kau?" Dhexel dan Selina masih saling menatap dengan kaget. Bukan hanya Dhexel yang kaget, namun Marlo juga sudah membelalak melihat wanita yang sudah menipu Dhexel itu. Sedangkan Selina sudah panik luar biasa. Selina mendadak gemetar, ia ingin kabur lagi tapi ia tidak bisa kabur karena ibunya sedang dirawat. Namun Selina tidak mau sampai Ibu dan adiknya mengetahui apa yang sudah ia lakukan. Dhexel sendiri sudah menatap Selina berapi-api dan Dhexel masih kesal luar biasa pada Selina yang berhasil membuat Dhexel cukup lama tersiksa oleh berita skandal itu. Ditambah lagi Selina yang mendadak muncul di pesta kemarin lalu menghilang begitu saja. "Akhirnya aku menemukanmu lagi, wanita..." Belum sempat Dhexel menyelesaikan ucapannya namun Selina yang panik langsung bersuara dengan lantang. "Ah, jadi kau yang menyelamatkan ibuku, Pak? Terima kasih banyak, tapi bisa kita bicara di luar saja? Tidak enak di sini banyak orang sakit! Haha! Ibu, Juna, Kakak keluar dulu untuk bicara dengan B
"Kau tahu kalau kau dan CEO itu seperti jodoh saja. Sudah berapa kali kau bertemu dengannya? Ini kebetulan yang terlalu kebetulan, Selina!" Selina sudah bersembunyi di rumah Bora sejak pagi dan Selina mematikan ponselnya. Selina pun menceritakan semuanya pada Bora namun Bora malah mengatakan hal yang absurd tentang jodoh. "Ck, jodoh apanya? Justru itu kesialan bagiku, Bora! Aku tidak mau pulang dulu, pasti dia sedang mencariku karena ingkar janji, Bora!" "Haha, baiklah, maafkan aku, Selina!" "Tapi Bora, apa masih ada pekerjaan halal untukku? Setelah memikirkannya lagi, ucapan CEO itu benar juga, bagaimana kalau suatu hari ibuku tahu semuanya dan dia pasti akan sangat kecewa padaku. Memikirkan Juna akan membenciku saja rasanya sesak sekali di dada ini, Bora." Tangan Selina pun memegangi dadanya sendiri. "Karena itu aku bertekad untuk bekerja halal saja, aku tidak mau jadi penipu lagi, bahkan sekalipun pekerjaan itu cleaning service, aku akan rela melakukannya dibanding harus meni
"Aku ingin menjadi badut lagi di depan The Market Suka-Suka!" Dhexel langsung membelalak mendengar permintaan Selina yang begitu mustahil. Tiga bulan awal kehamilan, Selina jalani dengan cukup sulit karena Selina terus muntah, tapi memasuki bulan keempat, Selina sudah mulai aktif. Selina pun mulai ngidam, tapi bukan ngidam makanan, melainkan ngidam beraktivitas, seperti bersepeda atau joging. Tentu saja itu masih normal saja walaupun Dhexel tetap tidak menurutinya sampai Selina terus mengomel, tapi sekarang di umur kehamilan Selina yang masuk bulan kelima, permintaan Selina makin aneh."Mana bisa kau menjadi badut lagi, Sayang? Pertama karena promosinya memang sudah tidak memakai badut, dan yang kedua kau sedang hamil, Selina," sahut Dhexel sabar. "Memangnya kenapa kalau aku sedang hamil? Aku kan tetap bisa memakai topeng monyetnya. Lagipula kau kan CEO-nya, adakan lagi promosi dengan badutnya." "Tidak bisa, Sayang! Sudah berbeda sekarang." "Apanya yang berbeda, Dhexel? Aku mau
Hampir dua bulan berlalu sejak pesta pernikahan dan pasangan pengantin baru itu pun akhirnya pulang dari bulan madunya keliling Eropa. Semua anggota keluarga pun menyambutnya dengan sumringah, terutama Aula dan Juna yang sudah sangat merindukan Selina. "Akhirnya kalian pulang juga, Ibu sangat merindukanmu, Selina!" "Aku juga, Ibu!" Selina dan Aula berpelukan begitu erat dan mereka pun menghabiskan waktu bersama beberapa hari setelahnya. Dhexel dan Selina sendiri juga sudah pindah ke rumah baru mereka di mana Dhexel dan Selina hanya tinggal berdua saja bersama dengan pelayan. Dhexel sendiri sebenarnya sudah mengajak Aula dan Juna untuk tinggal bersama tapi mereka menolaknya. Bagi Aula, kehidupan rumah tangga akan lebih sehat kalau hanya ada satu kepala keluarga di dalamnya yaitu Dhexel. Biarkan mereka mengatur rumah tangga mereka dengan cara mereka sendiri. Dan pikiran itu sama seperti yang Rebecca pikirkan. Walaupun begitu, Dhexel dan Selina sangat sering mengunjungi rumah Aula
"Akhirnya acaranya selesai juga, Sayang!" "Ya, aku mulai mengantuk, Dhexel. Aku bangun subuh tadi untuk make up."Dhexel dan Selina sudah berada di kamar hotel mereka malam itu setelah akhirnya serangkaian acara pesta pun selesai. "Aku juga bangun subuh, Sayang, bukan untuk make up tapi aku terlalu bersemangat menyambut hari ini," sahut Dhexel. Selina tersenyum mendengarnya dan Dhexel pun langsung memeluk mesra istrinya itu. "Aku mencintaimu, Selina! Dan akhirnya kita tidak perlu berjauhan lagi sekarang." "Haha, kapan kita pernah berjauhan, Dhexel? Kau selalu menarikku mendekat." Dhexel tergelak dan ya, itu memang benar. Dhexel selalu mempunyai seribu satu cara dan alasan untuk menarik Selina mendekat. Dhexel pun mendekap istrinya ikut makin erat, begitupun Selina yang balas memeluk suaminya dan mereka pun begitu menikmati hangatnya pelukan setelah sah menjadi suami istri itu. Cukup lama mereka berpelukan di sana sebelum tiba-tiba Dhexel bergerak dan secara mengejutkan membopo
Persiapan pernikahan selalu menjadi hari yang sibuk untuk pasangan manapun, termasuk pasangan Dhexel dan Selina. Dhexel menginginkan pernikahan yang sempurna untuk mereka, tapi Selina menginginkan yang sederhana saja. Hidup sederhana sejak kecil membuat Selina tidak punya banyak impian untuk pesta pernikahannya, Selina lebih fokus pada kehidupan setelah menikah nanti. Selina pun selalu menolak semua dekorasi mewah yang Dhexel sodorkan sampai Dhexel gemas sendiri pada calon istrinya itu. "Aku akan ikut apa pun yang kau persiapkan, Dhexel. Bagiku yang penting adalah kehidupan kita nanti setelah menikah." "Aku tahu, Sayang! Aku bangga padamu tentang itu juga, padahal calon pengantin wanita lain sangat banyak menuntut ini dan itu. Tapi kali ini aku yang ingin memberikan yang istimewa padamu, Selina! Ini bukti cintaku untukmu!" Selina mengangguk dan akhirnya ia ikut memilih bersama Dhexel walaupun Selina tidak berhenti mengomel saat tahu berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untu
Beberapa waktu berlalu dan kondisi pun kembali tenang. Heidy sudah kembali ke Paris dan kali ini Darrel tidak menyusulnya. Darrel tetap berada di Indonesia untuk membantu Dexter memegang perusahaan ayahnya itu yang lain. Tentu saja menghilangkan perasaan pada Heidy tidak semudah itu, tapi Darrel sudah bertekad menghilangkannya karena Heidy pun tidak akan pernah membalas perasaannya. Butuh waktu, tapi Darrel yakin pada akhirnya perasaan itu akan hilang juga. Darrel pun tidak ingin mencari penggantinya secepat itu karena Darrel akan fokus pada bisnisnya saja. Di sisi lain, Dhexel dan Selina pun makin mesra. Dhexel yang tidak mau berjauhan dengan Selina pun akhirnya meminta Selina bekerja di kantor pusat HWG bersamanya menjadi sekretaris barunya karena kebetulan sekretaris lama Dhexel yang sudah tua juga ingin pensiun. Elvan sendiri sebenarnya tidak rela kehilangan Selina, bukan karena Elvan masih menyukai Selina, tapi karena Selina ternyata sangat kompeten dalam bekerja. Namun, El
Dhexel tidak bisa menahan amarahnya begitu mendengar nama Heidy disebut. Dhexel pun langsung memeriksa CCTV dan persis seperti kesaksian Madam Poni, Heidy memang bertemu dengan beberapa karyawan kantor. Malahan Dhexel menemukan pertemuan lain yang tidak dilihat oleh Madam Poni. Brak!Dhexel menggebrak meja kerjanya dengan penuh emosi. "Sial, Darrel! Sial! Aku tidak mengerti apa yang ada di otak Heidy. Aku tidak mencintainya, bagaimana dia bisa memaksaku untuk mencintainya? Dan saat aku mencintai orang lain, dia melakukan semua ini untuk menjelekkan nama Selina. Aku tidak bisa menahannya lagi, Darrel! Sial!" Darrel tidak bisa berkata apa-apa untuk membela Heidy kali ini karena memang Heidy tidak pantas dibela. Darrel sendiri juga menahan amarah di dadanya, tapi cintanya tetap masih ada. Karena itu, hatinya bergejolak dan rasanya menyakitkan sekali mengetahui wanita yang ia cintai ternyata adalah wanita yang berhati busuk. Namun, setelah mendapatkan bukti ini, Dhexel pun makin mu
"Apa, Marlo? Selina dituduh menggelapkan dana perusahaan?" Dhexel memekik kaget begitu ia mendengar kabar dari Marlo tentang keadaan di Putra Perkasa. "Benar, Bos. Menurut info, karyawan finance sudah curiga sejak beberapa hari, tapi mereka masih menutupinya karena mereka sedang mencari bukti dan baru hari ini mereka menemukan buktinya." "Sial, itu tidak mungkin, Marlo. Aku bisa memastikan bahwa itu tidak mungkin, Marlo! Apa pun yang mereka tuduhkan pada Selina, itu tidak benar!" seru Dhexel dengan penuh keyakinan. "Aku juga percaya pada Selina, Bos! Tapi sepertinya masalah di kantor cukup panas saat ini." "Sial, siapkan tiket pulang, aku akan pulang malam ini juga!"Marlo mengangguk. "Baik, Bos!" Dhexel sendiri langsung menelepon Selina, tapi Selina tidak mengangkat teleponnya. Baru setelah beberapa kali menelepon, Selina pun akhirnya mengangkat teleponnya. "Selina, kau baik-baik saja?" Suara Selina teedengar gemetar saat menjawab Dhexel. "Kau ... kau sudah tahu masalah di k
Beberapa hari berlalu dan Selina pun akhirnya kembali bekerja di Putra Perkasa. Bora dan Elvan menyambut Selina dengan semangat yang baru. Mereka sudah mengetahui tentang ayah Selina, mereka pun ikut prihatin, dan mendoakan yang terbaik untuk ayah Selina. Aula sendiri akhirnya bisa beraktivitas normal lagi dan Selina pun akhirnya memberitahu tentang hutang mereka yang sudah dilunasi oleh Dhexel. Aula tidak berhenti menangis mendengarnya dan ia minta diantarkan ke rumah Dhexel hari itu juga untuk bertemu dengan Dhexel serta orang tuanya. "Kami tidak tahu harus membalasnya dengan apa, karena itu, aku hanya bisa membawa buah-buahan dan masakanku, semoga kalian menyukainya," seru Aula yang membawa aneka macam masakan untuk keluarga Dhexel. "Kau repot sekali, Bu Aula. Terima kasih banyak," seru Rebecca. "Aku yang seharunya berterima kasih padamu dan keluargamu, Bu Rebecca. Ucapan terima kasih dan masakan apa pun tidak akan bisa membalasnya. Kalau kau mau, aku juga bisa bekerja untukm
"Ada apa, Selina? Siapa?" tanya Dhexel yang melihat ekspresi ketegangan semua orang. "Itu Ayah, Kak! Itu Ayah, Ayah mau dibawa ke mana?" Tanpa bisa dicegah, Juna pun langsung berlari menyusul brankar milik Janu, sang ayah yang sudah lama menghilang. Aula sendiri tidak mencegahnya, tapi Selina langsung berteriak memanggil adiknya itu. "Juna! Juna! Untuk apa mengejarnya?" seru Selina dengan jantung yang masih berdebar tidak karuan. Selina pun berlari menyusul Juna dan Dhexel sendiri juga mengejar Selina, sedangkan Aula tetap tenang di kursinya dengan tatapan yang menerawang. Rebecca yang melihatnya pun ikut tegang karena ia tahu ayah Selina sudah lama menghilang. "Bu Aula!" panggil Rebecca penuh tanya. "Maaf, Bu Rebecca, maaf!" "Ah, iya, tidak apa!" Untuk sesaat, keduanya tetap diam di tempatnya sekalipun mobil Marlo dan satu mobil lain yang disetir oleh sopir Rebecca sudah tiba di depan mereka. Di sisi lain, Juna sudah tiba di samping brankar Janu dan menahannya di sana. "A