"Dia sedang membalas dendam padaku, Bora! Ya, aku yakin dia akan melakukan sesuatu untuk membuatku menderita!" "Oh, aku stres sekali, Bora! Tidak bisa resign tapi malah disuruh menjadi badut selama satu bulan! Oh..." Selina tidak berhenti mengomel sepanjang perjalanan pulang sore itu. Bora yang menyetir motornya pun hanya bisa terus menenangkan Selina dan memberi semangat pada sahabatnya itu, sampai akhirnya mereka pun tiba di rumah Selina.Aula sendiri langsung menyambut mereka dan Aula senang sekali melihat Selina dan Bora bekerja bersama. "Ibu menyukai pekerjaan barumu ini, Selina, apalagi kau bekerja bersama Bora! Sekarang setiap sore kau akan ada di rumah jadi Ibu tidak khawatir lagi!" seru Aula saat Selina sudah masuk ke dalam rumah. "Ck, sudah kubilang aku bisa menjaga diriku sendiri, bekerja apapun untukku sama saja, tidak usah mengkhawatirkan aku, Ibu!"Aula tersenyum mendengarnya namun Juna nampak begitu antusias. "Jadi kau bekerja di bagian apa, Kak? Pasti keren ya b
"Akhh, kau mengambil kesempatan lagi! Pergi kau! Pergi!" pekik Selina sambil langsung memalingkan wajahnya dan mendorong tubuh Dhexel dari atasnya. "Sial! Kau pikir aku mau menciummu? Kau pasti sengaja menjatuhkan dirimu kan?" sahut Dhexel sambil langsung bangkit berdiri dari atas Selina. "Aku menjatuhkan diriku? Kau yang menimpaku, sialan! Kau yang menciumku, mengapa aku yang kau salahkan? Malahan seharusnya aku yang marah, sudah kubilang jangan menarik ekorku!" seru Selina menggebu.Selina berusaha bangun dengan cepat namun ia tidak bisa. "Ah, aku tidak bisa bangun! Aku tidak bisa bangun!" Dhexel yang sudah berdiri pun menggeram kesal sambil mengelap bibir dengan tangannya. Marlo yang melihatnya pun buru-buru memberikan sapu tangannya. "Kau butuh ini, Bos?" Dengan cepat, Dhexel menyambar sapu tangan itu dan mengelap bibirnya lagi dengan kasar seolah ada noda yang sulit dihilangkan di sana. Selina yang melihatnya pun sampai sakit hati sendiri. Masih dalam posisi berbaring, S
"Aku pulang!" Setelah bersembunyi cukup lama dan menunggu sampai para rentenir pergi, akhirnya Selina pun pulang ke rumahnya. Aula langsung menyambutnya dengan senyum sumringah sedangkan Juna sendiri memasang ekspresi datarnya karena kejadian tadi. Namun Aula mati-matian meminta Juna menyembunyikan kedatangan rentenir itu agar Selina tidak kepikiran. "Apa ada yang terjadi di rumah selama aku bekerja, Ibu? Mengapa rumahnya agak berantakan?" Selina berpura-pura tidak mengerti. "Tidak ada, Selina! Tidak ada, hanya saja Ibu sedang bersih-bersih, tapi kau bawa apa? Makanan? Sini Ibu buka, ayo makan, Juna sudah kelaparan, Ibu hanya masak apa adanya tadi. Ayo! Kau pasti lelah, Selina! Segera makan dan istirahatlah, biar Ibu yang mencuci piring nanti ya!" Aula terus tersenyum sambil berusaha bersikap biasa saja namun Selina yang sedih sendiri melihatnya. Saat Selina berusaha keras menjaga perasaan ibunya, begitu juga dengan Aula yang berusaha keras menjaga perasaan Selina. Sungguh mer
"Bos, kau baik-baik saja?" Suara Marlo segera menyadarkan Dhexel dari terbiusnya akan Selina. Dhexel pun sampai berdehem sendiri sambil menggelengkan kepalanya. "Ya, aku baik-baik saja, Marlo! Pelakunya sudah tertangkap." "Ah, iya, Bos. Tapi Madam Poni menelepon katanya ternyata wanita yang dijambret tadi adalah Bu Sahara." Dhexel yang mendengarnya langsung membelalak. "Apa? Bu Sahara? Cepat kita kembali ke supermarket, Marlo!" Dengan cepat, Marlo pun menyetir kembali ke supermarket dan ia menemukan Madam Poni yang sudah menemani Bu Sahara di salah satu meja di foodcourt supermarket. Bu Sahara dan suaminya sendiri merupakan investor besar yang sedang dilobi oleh Dhexel untuk bekerja sama di salah satu proyek besar Putra Perkasa, namun Dhexel belum berhasil mengambil hati pasangan suami istri itu. Bu Sahara dan suaminya memang suka sekali berpenampilan sederhana dan berboncengan dengan motor biasa saja sampai orang-orang tidak sadar kalau mereka adalah sultan. Bahkan Dhexel p
"Bagaimana penampilanku? Aku tidak membuatmu malu kan?" Selina sudah berdiri di depan Dhexel dengan percaya diri. Apalagi melihat ekspresi Dhexel yang menatapnya tanpa bisa berkedip membuat kepercayaan diri Selina pun melambung sampai Selina mengulum senyumnya sendiri. Namun Dhexel yang segera sadar dari terbiusnya sama sekali tidak mau memuji Selina."Ck, siapa yang bilang kau tidak membuatku malu? Ini acara resmi, Selina! Seharusnya kau memakai pakaian yang lebih resmi seperti blouse yang rapi atau gaun saja tapi ini... celana jeans apa itu!" seru Dhexel yang seolah berusaha mencari kesalahan Selina. Selina sampai menatap celana jeansnya sendiri. Memang celananya adalah tipe yang besar di bawah, bukan tipe pensil yang akan mencetak bentuk kaki, tapi Selina merasa celana jeans ini baik-baik saja, bahkan Selina memadukannya dengan sandal hak tinggi favoritnya."Ck, kau itu perfectionis sekali, apa kau tahu itu? Ini salah itu salah! Aku yakin kalau aku sudah memakai gaun pun pada akh
"Kau benar-benar Selina?" "Ya, aku Selina, kau benar-benar Kak Elvan yang dulu kan? Kau ... kau makin keren sekarang, bagaimana tubuhmu bisa sebesar ini, hah? Dulu kau kurus sekali!" Selina yang merasa bertemu dengan teman lamanya pun melangkah mendekati Elvan dan menepuk singkat lengan pria tampan itu. Elvan sendiri langsung tersenyum sambil menunduk namun hatinya senang sekali bisa bertemu dengan cinta pertamanya lagi. Ya, Selina adalah cinta pertama Elvan, walaupun Elvan tidak pernah mengungkapkannya. Elvan dulu adalah tetangga Selina, sama-sama orang miskin, namun keluarga Elvan pindah setelah Elvan lulus SMA. Orang tua Elvan mendapat pekerjaan yang bagus, Elvan bisa kuliah sampai bekerja, bahkan sekarang memegang jabatan penting di Putra Perkasa. Untuk sesaat, Elvan dan Selina masih saling menatap sambil mengobrol santai seolah hanya mereka di sana. Bahkan Selina melupakan sejenak bahwa Dhexel, Marlo, bahkan Madam Poni masih ada di sana. Dhexel sendiri sudah memicingkan ma
"Kau benar-benar Kak Elvan? Dulu Selina sangat menyukaimu!" celetuk Bora saat Selina mengajak Elvan menyapa Bora. Bora sendiri sudah menjadi teman Selina sejak lama dan Bora sering main ke rumah Selina dulu, karena itu, Bora juga mengenal Elvan. Selina yang mendengar celetukan Bora pun langsung panik dan menutup mulut Bora dengan tangannya. "Jangan dengarkan Bora, Kak!" seru Selina salah tingkah. Bora sendiri langsung menutup mulutnya rapat-rapat karena ia keceplosan, tapi Elvan malah langsung tersenyum mendengarnya. "Hmm, aku tidak mendengar apapun, Selina!" sahut Elvan sambil terus tersenyum. Selina yang tersipu pun hanya bisa menggigit bibir bawahnya sambil mengulum senyumnya malu. Namun mereka bertatapan di sana dan saling melempar senyumnya. Cukup lama Elvan duduk bersama Bora dan Selina sambil mengobrol, bercerita tentang masa lalu mereka, dan tertawa bersama layaknya teman lama. Madam Poni yang berulang kali mengintip pun tidak berani mengganggunya namun saat Madam Poni
"Tante tidak menyangka bisa bertemu denganmu lagi, Elvan." Aula begitu senang saat melihat Elvan datang ke rumahnya, mantan tetangga yang sudah lama tidak pernah ia lihat lagi. Namun sekarang Elvan sudah berubah menjadi pria yang matang dan dewasa. "Aku juga, Tante! Tapi syukurlah semuanya sehat. Aku juga senang sekali melihat Juna yang sudah sebesar ini." "Ah, maaf aku tidak mengingatmu, Kak Elvan," sahut Juna sopan. "Tentu saja, kau masih kecil waktu itu." Juna hanya tersenyum sedangkan Aula kembali bicara. "Tante titip Selina ya, jangan terlalu keras padanya." "Tidak akan, Tante! Selina adalah wanita yang sangat pintar," puji Elvan. Dan Selina pun hanya bisa terus mengulum senyumnya. Selina memang sudah berpesan pada Elvan agar tidak memberitahu keluarganya kalau awalnya Selina hanya seorang cleaning service. Selina tidak mau membuat keluarganya sedih, dan Elvan pun menyanggupinya. Mereka pun mengobrol dengan hangat dan Selina berakhir dengan tidak bisa tidur malam itu ka