"Archie Anantaboga."
Kerumunan mulai berbisik kecil, mata mereka mulai mencari sosok yang dipanggil oleh seorang pewawancara perempuan bertubuh kurus kering dengan kacamata kotak yang kini sibuk membaca selembar kertas yang berisikan data diri Archie Anantaboga dari atas sebuah panggung lingkaran dengan jari-jari sekisar 2 meter.
"Bukankah dia yang kemarin membuat keributan di Rumah Bordir Aneka Bunga?"
"Jadi dia yang membuat keributan di tempat itu?"
"Dia bahkan mengancam nona Lizzy, maskot dari Rumah Bordir itu untuk menemaninya tidur!"
"Astaga! Tak kusangka dia orang yang seperti itu."
Para wanita dan pria yang berusia sekitar 30 tahunan itu bergosip dengan suara yang cukup kencang seakan sengaja agar orang disekitarnya dapat mendengar perkataan mereka.
Rumah Bordir Aneka Bunga adalah Rumah Bordir kecil yang terletak di salah satu kecamatan paling luar Ibu Kota Tajara, Rabota-Kecamatan paling kecil, kumuh, dan kotor tapi padat penduduknya. Penduduk di kecamatan Rabota sendiri bahkan melebihi kecamatan-kecamatan lain yang luas wilayahnya lebih luas dan letaknya lebih dekat dengan menara kota.
Tak heran, permukiman di sini sangat sempit dan lembab. Harga rumah memang tak semahal rumah-rumah di kawasan elit-daerah yang dekat dengan menara kota-namun harganya sudah bisa membuat orang rela menjual diri, organ, nyawa, bahkan darah dagingnya sendiri untuk memiliki tempat tinggal.
"Archie Anantaboga tidak datang? Cling..." Suara microfon berdenging kencang, membuat orang-orang sontak menutup kedua kupingnya.
Ditengah-tengah bunyi dengingan itu, seorang pemuda dengan paras tampan dengan senyum tipis memikatnya itu berjalan ke atas panggung dengan penuh percaya diri. Di tangannya, terdapat rubik berukuran 4×4 yang tampak sudah terselesaikan dengan rapi. Sesekali, melemparkannya ke udara dan menangkapnya lagi.
Lelaki itu tersenyum tipis ketika melihat lautan manusia yang kini tampak tak berdaya itu. Matanya kini menatap perempuan berkaca mata kotak yang berdiri tegak dihadapannya dengan tatapan penuh rasa benci, dan kesal.
Bukannya terintimidasi, lelaki itu malah menoleh ke kanan dan kiri, memastikan apakah perempuan itu tengah menatapnya atau tidak. Ketika menyadari bahwa perempuan itu tengah menatapnya, Archie tersenyum tipis. Ia mengangkat tangan kanannya setinggi dada dengan telapak tangan yang mengarah ke perempuan itu.
"Saya Archie Anantaboga."
Tatapan tajam perempuan itu masih tak kunjung hilang. Sejujurnya, Archie tampak cukup kecewa dengan reaksinya. Selama ini, tak ada perempuan yang gagal ia taklukkan dengan senyum tipis nan menariknya ini. Tampaknya, rekor dirinya atas gelar 'penakluk wanita' harus ia lepaskan karena perempuan yang tampak bertahun-tahun lebih tua dihadapannya ini tampak sama sekali tak tertarik kepadanya.
Perempuan itu memilih duduk di kursi yang tadi ia duduki ketika suara dengingan itu menghilang. Pandangan semua orang kini tertuju kepada Pemuda berusia 15 tahun dengan tinggi 170 centimeter dan berat 57 kilogram. Parasnya memang mempesona, fitur dan garis wajahnya tampak tajam dengan bibir merah muda yang tipis. Jangan lupakan senyuman tipisnya yang membuat pesona lelaki itu tampak berkali-kali lipat. Semua orang yang menatapnya akan secara tidak langsung jatuh cinta dan tak bisa menarik pandangannya.
Semua itu akan terjadi jika badannya tak berlumuran lumpur, rambutnya tak sekeras batu karena lumpur yang sudah mengering, dan wajahnya tak tampak bonyok sehabis dipukuli.
Kerumunan kembali berbisik, mulai melayangkan konspirasi dan kemungkinan atas peristiwa yang terjadi. Ada yang mengatakan bahwa ia sehabis dipukuli oleh kekasih gelap Lizzy, ada juga yang mengatakan bahwa ia dipukuli oleh orang-orang kepala camat karena telah memikat putri semata wayang Sang kepala camat. Tapi lucunya, ada yang bergunjing bahwa sebenarnya ia dipukuli karena menggoda lelaki.
'Ayolah! Parasku memang sangat menarik namun aku tak tertarik dengan lelaki!' batinnya.
Perempuan berkacamata kotak itu berjalan mendekatinya dengan sebuah pedang silver yang diukir dengan corak naga dan ular di gagangnya.
Dengan cepat Archie berlutut lagaknya seorang ksatria seperti yang dilakukan oleh peserta lain. Perempuan itu mengarahkan pedang digenggammannya ke leher Archie, berkata dengan lantang, "Peserta nomor 13705 Archie Anantaboga, apa kau bersedia mengikuti proses pemberian bakat yang diselenggarakan oleh menara kota?"
"Saya bersedia."
"..."
Archie mendongak ke arah wanita itu, bukankah sekarang adalah saatnya bagi wanita itu untuk menurunkan pedangnya dan memberikan sebuah papan nama yang berfungsi sebagai tanda pengenal agar ia dapat mengikuti acara pemberian bakat yang diselenggarakan oleh menara kota kepadanya?
Belum sempat Archie meneliti ekspresi wajahnya, wanita tersebut sudah terlebih dahulu menurunkan pedang dan melempar papan nama ke arahnya. Wanita itu membalikkan badan, "Semoga kau ***."
Archie menatap punggung wanita itu dengan ekspresi bingung. Ia jelas yakin kalau wanita itu mengatakan sesuatu hanya saja ia tak dapat mendengar dengan jelas apa yang dikatakan olehnya.
Archie mengambil papan nama dari lantai dan berdiri. Papan nama itu diggenggamnya erat, sembari menatapnya dengan tatapan penuh tekad.
Acara pemberian bakat, adalah acara besar setiap 5 tahun sekali yang diselenggarakan Menara Kota. Menara kota sendiri adalah sebuah kelompok kecil yang terdiri atas perwakilan dari keempat kecamatan besar yang tinggal mengelilingi menara kota. Mengingat acara ini diadakan setiap 5 tahun sekali, setiap tahunnya peserta yang mendaftar mencapai ratusan ribu orang yang membuat proses seleksi berlangsung ketat.
Proses seleksi dipimpin dan berlangsung secara bergantian setiap 5 tahun oleh keempat kecamatan besar yang tinggal mengelilingi menara kota. Dari total 17 kecamatan dan ratusan ribu peserta, mereka yang bisa mengikuti Proses Pemberian Bakat hanyalah 20 orang.
Yang artinya, proses seleksi tak luput dari permainan kotor dan pertumpahan darah.
Namun, hari dimana diumumkannya acara 'Proses Pemberian Bakat oleh menara kota' akan diselenggarakan, akan ada sebuah undian mirip seperti mesin lotre untuk mengundi kecamatan mana yang mendapatkan kesempatan untuk mengirim penduduknya tanpa seleksi ke menara kota.
Inilah alasan mengapa tubuh Archie kini tampak kotor dan tak terurus. Kecamatan 13 yang merupakan kawasan tempat tinggal Archie adalah kecamatan yang memenangkan hak spesial tersebut. Sejak kemarin, tanpa kenal lelah, ia berduel dengan orang-orang yang ingin mendapatkan hak khusus kepala camat. Lalu, apa alasan dia berdiri di panggung hari ini? Hal ini karena dia adalah orang yang mendapatkan kesempatan istimewa untuk mengikuti acara Pemberian Bakat tanpa seleksi.
"Pak tua, aku tak akan mengecewakanmu." ucapnya penuh tekad.
Ia yakin dan percaya. Mulai esok, saat dia sampai di menara kota, saat ia berhasil mendapatkan kekuatan magis dari menara kota, saat itulah dia akan menjadi lebih kuat dan meninggalkan kecamatan kumuh ini.
Beberapa hari yang lalu, dia hanyalah pemuda malas yang gemar mencari kesenangan. Pikirannya hanya terfokus kepada wanita, dan bersenang-senang. Pikiran itu muncul karena mau bagaimana pun juga, mau seberapa keraspun ia berusaha, ia tak akan pernah bisa menginjakkan kakinya ke kecamatan-kecamatan yang berada dekat dengan Menara Kota-menara yang selama ini hanya bisa ia saksikan dari jauh.
Sekarang berbeda. Saat ia mendegar bahwa kecamatannya lah yang terpilih untuk mendapat hak istimewa, dengan penuh keyakinan dia yakin bahwa dewa dan dewi ingin dirinya berubah menjadi lebih baik dan berguna. Impiannya untuk berada dekat dengan Menara Kota yang Agung, kini bukan sekedar mimpi di siang bolong atau mimpi di malam penuh bintang lagi.
Dia. Archie Anantaboga. Pemuda 15 tahun yang bertekad merubah takdirnya.
Tbc...
"Kak Archie!" Archie membalikkan badan ketika mendegar suara anak kecil perempuan yang sudah ia rindukan sejak kemarin. "Esther!" teriak Archie. Membuat beberapa pasang mata yang berada di dekatnya tampak terkejut kemudian menatapnya sinis. Batin mereka mempertanyakan bagaimana pemuda pembuat onar ini bisa-bisanya diberi kepercayaan oleh Kepala Camat untuk mengikuti Acara Pemberian Bakat yang diselenggarakan oleh Menara Kota. Archie berjongkok, membuka tangannya lebar sembari menatap Esther yang sedang berlari ke arahnya dengan senyum yang tak lepas dari sudut bibirnya. "Kak Archie!" Esther memeluk Archie erat, tak menghiraukan badan Archie yang dipenuhi lumpur kering mengingat ia belum sempat mandi sejak kembali dari proses pemberian tanda nama tadi siang. Archie membalas pelukan Esther dan menggendongnya. Matanya menatap lembut ke arah adik semata wayangnya ini, entah kenapa tiba-tiba saja ia cukup menyesali keputusannya un
Matahari belum terbit, namun kecamatan 13 tampak lebih sibuk dari biasanya. Banyak sekali warga yang berkumpul di terminal kereta dengan tujuan Menara Kota untuk mengantar kepergian Archie yang akan mengikuti acara 'Pemberian Berkat oleh Menara Kota'.Dengan Jas yang baru dibelikan oleh Sang Ayah, dan kemeja yang diberikan oleh Esther, Archie tampak lebih tampan dari biasanya. Ternyata, ungkapan bahwa lelaki akan terlihat berkali-kali lipat lebih tampan ketika memakai pakaian formal itu bukanlah sebuah omong kosong belaka."Hati-hati dan jaga dirimu selama di sana, anakku."Sang ibu memeluk Archie erat, hampir menitikkan air mata."Jangan lupa jaga kesehatanmu, bu." Nada suara Archie sedikit bergetar.Ia memeluk Sang Ayah ketika ketika Sang Ibu melepaskan pelukannya."Seorang pemuda harus bersikap seperti pria."Archie terkekeh kecil, suasana yang awalnya haru berubah menjadi penuh tawa karena ucapan Sang
Menara kota adalah sebuah wilayah kecil yang dibuat oleh keempat kecamatan yang mengelilinginya.Keempat kecamatan itu antara lain:Kecamatan satu, PlutoKecamatan dua, CulturaKecamatan tiga, TechnologiaKecamatan empat, Pintu Surga.Kecamatan satu berada disebelah bagian Barat agak ke Utara Menara Kota. Iklim disana cenderung kering dan dengan suhu yang cukup ekstrim. Disana, terdapat pegunungan tertinggi di kota Tajara, Pegunungan Atos-berarti sangat banyak dan tidak teratur. Pegunungan inilah yang menjadi pemisah antara kecamatan satu dan kecamatan dua.Kecamatan ini terkenal sebagai pusat jalannya perekonomian kota bahkan dunia. Terdapat sebuah kasino yang paling terkenal di dunia bernama Kasino Dewa Rejeki. Walaupun terletak di atas gunung, kasino ini tidak pernah sepi pengunjung.Kecamatan Dua terletak disebelah bagian Timur agak ke Utara Menara Kota. Walaupun beriklim kering, suhu di Kecama
Para peserta acara Pemberian Bakat dibawa oleh para penanggung jawabnya masing-masing menuju Hotel Menara Kota. Hotel terbesar, termewah, dan satu-satunya di kawasan Menara Kota. Kamar hotel ini memiliki 5 buah ruangan; ruang tamu, ruang rapat, ruang makan, kamar tidur, dan kamar mandi.Lobi hotel tampak penuh. Tampaknya, proses check-in hotel akan memakan waktu yang cukup lama mengingat ada banyak sekali penonton dari berbagai kecamatan yang datang untuk menonton Acara Pemberian Bakat."Hei! Apakah kau kemari bersama dengan majikan mu?" Duta merangkul pundak Archie, bersikap akrab walaupun ini adalah hari pertama mereka bertemu.Ini semua karena Bianglala, Si Pria Sialan. Bisa-bisanya Pria itu berfikir untuk memanggil dirinya melalui meja informasi stasiun yang membuat pihak stasiun memanggil namanya melalui speaker stasiun. Belum lagi Si Pria Sialan itu menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'majikan' membuat orang-orang membuat orang-orang memiliki kes
"Wuahh.." Itu kata pertama yang keluar dari mulut Archie ketika melihat ruang kamar yang akan ditempati olehnya selama sepuluh hari kedepan."Yah..kau patut merasa terpesona. Ruangan kamar ini sedikit lebih baik dibandingkan yang kedua 'badak' itu tempati." Bianglala melipat lengan dan menyandar di dinding, nada bicaranya masih saja terdengar sombong."Walaupun aku tak tahu ini akan menjadi hal buruk atau baik."Archie berbalik, "Apa maksudmu?"Bianglala melangkah menuju sofa dan duduk diatasnya, ia mengeluarkan sebuah permen lolipop dari saku jasnya dan memakannya, dahinya sedikit mengerut-mungkin permen itu sedikit asam, "Kau tahu kedelapan anak itu kan?""Yang berasal dari Empat Kecamatan Besar?" Archie duduk berhadapan dengan Bianglala.Bianglala mengangguk pelan, "Apa kau pernah dengar tentang insiden 7 tahun yang lalu?""7 tahun yang lalu?"Bianglala menghela nafas berat. Tampakny
"Uwaw." Duta menurunkan kacamata hitam yang ia gunakan ketika melihat Archie dengan pakaian pink neonnya berjalan mendekat.Bernard memutar matanya malas. Matanya saja sudah sakit dengan pakaian Duta yang berwarna kuning neon, sekarang datang Archie dengan pakaian pink neonnya. Sekilas saja ia sudah dapat menebak bahwa kedua orang ini akan menjadi teman akrab ketika melihat selera pakaian mereka yang sama."Hei, yo! Apa kabar, kawan." Duta menepuk pundak Archie, nadanya terdengar bersemangat.Archie mengelus pundaknya yang terasa nyeri, ia tersenyum tipis, masih belum terbiasa dengan sikap kasar Duta."Hei, Bernard! Lihatlah! Kau bilang aku berlebihan, tapi lihat anak ini!" Duta tertawa semangat, sedari tadi suasana hatinya sedikit buruk karena mendegar ocehan Bernard tentang gaya berpakaiannya yang terkesan nyentrik.Bernard kembali memutar matanya, ia bergeser 5 langkah ke kanan, menjauh dari dua pemuda aneh itu. Matanya m
Mata Archie beberapa kali bertatapan dengan seorang perawat lelaki yang tengah mengatur posisi berdirinya di hadapan sebuah mesin scanner yang berfungsi untuk mengecek keadaan tubuh pasien secara lengkap.Archie sedikit tidak nyaman, namun ia tetap mencoba untuk bersikap ramah mengingat perkataan Sang Ibu yang menyuruhnya untuk menjaga sikap. Sedetik kemudian, ia tersentak ketika mendapati perawat lelaki tersebut mencoba menyentuh kemaluannya. Dengan cepat Archie menjauh dan menutup tubuhnya, matanya membelalak, masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami.Perawat lelaki itu tampaknya juga sedikit terkejut, kemudian berteriak histeris.Brak!Pintu ruangan didobrak, menampakkan sekelompok-terdiri dari lima orang-penjaga keamanan dengan pistol di tangannya yang masuk tergesa-gesa. Seorang lelaki yang berada di paling depan bertanya kepada perawat lelaki itu, "Apa yang terjadi?" nadanya terdengar tegas.Badan perawa
"Sialan!" Anak lelaki bertubuh kurus dengan rambut coklat terang itu berlari dengan cepat menyusuri hutan lebat. Tangannya tergenggam sebuah kertas yang kini sudah ter-remas kasar. Jauh dibelakang, terdengar puluhan pasang derap kaki yang mengejarnya."Kejar! Kejar!"Lelaki bertubuh kurus itu mempercepat mempercepat langkah kakinya, sembari berdoa agar ia bisa sampai di perbatasan Kota Tajara dengan selamat dan terbebas dari kejaran kelompok lelaki itu.Kerisauan dihatinya mulai menghilang ketika melihat sebuah tembok pertahanan yang menjadi perbatasan antara hutan lebat dengan Kecamatan Empat, Pintu Surga. Dengan cepat ia menghentakkan kedua kalinya ke tanah, sedetik kemudian sebuah sayap kecil keluar dari sepatu yang ia kenakan, membuat dirinya mulai melayang di udara. Tawa kebahagiaan mulai terdengar. Dari posisinya, ia dapat melihat sekelompok orang berpakaian seperti pemburu yang tadi mengejarnya tengah menggeram kesal. Lelaki itu menjulur
Archie berlari sekuat tenaga menyusuri lorong demi lorong, belokan demi belokan, menuju pondok yang disebut oleh William tadi. Ia berencana untuk membicarakan strategi mereka di pondok itu. Walaupun pondok tersebut hanyalah menjadi zona aman tiap 30 menit sekali, setidaknya itulah daerah yang benar-benar aman bagi Archie sekarang.Hal itu juga terjadi di setiap tempat. Semua orang berlari menuju pondok zona mereka masing-masing tanpa sedikitpun menoleh kepada rumah-rumah di sekitar mereka.Setelah berlari dengan kecepatan kencang selama 10 menit, Archie sampai di pondok dengan nafas yang tak beraturan. Ia menoleh ke belakang, mendapati Duta dan Bernard yang masih berada jauh dibelakangnya. Ia memilih untuk masuk ke dalam pondok kayu untuk melihat isinya.Pondok itu memiliki dua akses masuk yang berada di kanan dan kirinya. Namun, entah kenapa pondok ini tidak memiliki pintu. Anehnya, Archie jelas merasakan hawa dingin sekilas saat melewati daerah kos
"Tentu saja berbeda."Bernard muncul dari kegelapan, berdiri tepat di belakang Archie. Archie bernafas lega, ia sangat berterimakasih kepada Bernard karena telah muncul dan menjadi penyelamatnya dari seorang Aldrik Leonard.Aldrik mengangkat alisnya, bibirnya sedikit terangkat, tampak tertarik dengan apa yang akan dikatakan oleh Bernard. "Ou, apa yang berbeda?""Kami bersama agar kami dapat melangkah menuju tempat yang lebih jauh, karena kami tidak seberuntung dirimu yang memiliki bantuan orang dalam." nada Bernard terdengar tegas. Namun entah kenapa, hal itu terdengar lucu ditelinga Archie-ia membayangkan perkataan itu keluar dari mulut seorang lelaki yang terkadang tampak kekanak-kanakan ketika sedang berdebat denganDuta-walaupun ia tak tahu jelas apa maksud 'tempat jauh' yang disebutkan oleh Bernard.Perkataan Bernard sama sekali tak membuat Aldrik marah, lelaki itu malah tersenyum, entah apa yang membuatnya senang. Jika Archie
Para penjaga keamanan mengambil kontrak perjanjian dari atas meja setelah hitungan William selesai. Mereka berjalan dengan teratur, masuk ke dalam ruangan bersamaan dengan keluarnya pasukan penjaga keamanan lain. Setelah para pasukan penjaga keamanan baru itu berada di posisinya, William bersuara."Baiklah. Dari dua puluh peserta, terdapat 5 orang yang memilih untuk mengundurkan diri. Peserta nomor 18,17,16,10,9 diharapkan keluar dengan mengikuti pasukan keamanan di hadapan kalian."Para peserta yang mengundurkan diri itu dengan patuh berjalan dan keluar dari lapangan. Archie menatap punggung kelima peserta itu, 'apa seharusnya aku juga ikut mengundurkan diri?' ia membatin."Baiklah. Haruskah kita mulai permainannya sekarang?" William bicara seakan bertanya kepada dirinya sendiri. "Kelima belas peserta diharapkan masuk ke dalam tabung di samping kalian sekarang juga. Tabung tersebut akan membawa kalian menuju ke lokasi perlombaan yang akan dise
Beberapa jam sebelum Acara dimulai...William menatap datar pantulan dirinya di cermin yang berbalut jas formal berwarna biru gelap. Ia tampak merasa 'asing' dengan pantulan dirinya sendiri. Tak ada senyum yang biasanya terlukis di sudut bibir lelaki itu.Ceklek!William menoleh ke arah pintu kamar yang dibuka, dari balik pintu, terlihat sesosok lelaki seusianya yang tampak rapuh, Jason Stanlala."Boleh aku masuk?" Kepala Jason masuk melalui sela antara pintu dan dinding.William tersenyum lebar, ia sangat merindukan sahabat karibnya ini. Mereka sudah saling mengenal dan bersahabat sejak kecil, sehingga rasanya aneh jika melewatkan hari tanpa berbincang ataupun bertukar kabar terhadap satu sama lain."Kau sudah membuka pintu. Apa kau masih butuh izinku?"Jason tersenyum tipis, ia masuk ke kamar William yang tak kalah mewah dari kamar para peserta. Ia berjalan mendekat ke arah William, gerakannya tampak ca
Pusat kesehatan Pawky tampak berkali-kali lipat lebih maju dibandingkan Rumah Sakit Menara Kota. Dengan berada diatas sebuah lingkaran, data mengenai kesehatan dan jaringan-jaringan tubuh sudah dapat terbaca di sistem komputer. Entah itu berdiri tegap, berdiri malas, berjongkok, bahkan tiduran pun data kalian akan terbaca.Duta awalnya tidak mempercayainya, oleh karena itu ia memilih untuk meringkuk seperti bayi di atas lingkaran yang tidak terlalu besar disaat yang lainnya berdiri, dan benar saja, data tentang tubuhnya dapat terbaca di sistem komputer. Hal ini membuat dirinya takjub dan terkagum-kagum."Woah. Gila. Teknologi memang menyeramkan." Duta bertepuk tangan, mengitari para pekerja medis yang berada di dalam ruangan.Archie dan Bernard menutup wajah mereka, tampak malu dengan sikap Duta walaupun mereka tidak bisa menepis bahwa mereka juga cukup terkesan dengan teknologi canggih ini. Sebenernya, ada banyak teknologi canggih di Pawky yang akan
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang lantai yang ditempati oleh Para Peserta Acara Pemberian Bakat. Mereka bangun karna terkejut, ada juga yang menggerutu marah karena baru tertidur selama beberapa jam, tak sedikit juga yang berlari dalam keadaan setengah sadar menuruni tangga darurat.Archie terbangun dari tidurnya dengan jantung yang berdebar karna terkejut, ia melihat sekeliling, memeriksa apakah ada kebakaran atau tidak. Setelah memastikan tidak ada kebakaran, ia sedikit bernafas lega sebelum pada akhirnya televisi dihadapannya tiba-tiba saja menyala, menampilkan William yang tengah tersenyum manis dan berpakaian rapi seperti seorang pembawa berita."Selamat pagi, semua. Saya William Gama. Dengan senang hati saya umumkan kepada kalian untuk segera berkumpul di lobi hotel karena kita akan pergi menuju ke lokasi Acara dalam waktu kurang dari 15 menit dari sekarang. Jadi, tunggu apa lagi? Pakai pakaian terbaik kalian, dan turunlah kebawah." Layar televisi
Pukul 18:30, hampir semua peserta sudah berkumpul di Aula Hotel. Di dalam Aula inilah orang-orang mulai merasakan 'hak istimewa' bagi mereka yang berasal dari kecamatan besar. Mereka yang berasal dari kecamatan besar disebut dengan 'Orang-Orang Pilihan', mereka memiliki tempat duduk dan kawasan untuk mereka sendiri, bahkan di dekatnya terdapat berbagai makanan prasmanan yang harumnya sudah tercium dari pintu masuk. Sedangkan mereka yang berasal dari kecamatan luar hanya bisa berdiri dan iri dengan 'hak istimewa' yang didapat oleh 'Orang-Orang Pilihan'."Hei." Archie menyenggol lengan Bernard yang berdiri tepat disebelahnya.Bernard menoleh, "Apa?""Menurutmu, apakah acara pemberian bakat akan tetap diselenggarakan?"Bernard tampak merenung sesaat sebelum akhirnya ia bersuara, "Mungkin? Aku juga tidak tahu."Archie mengangguk. Tentu saja Bernard juga tidak mengetahuinya. Pertama, ia berasal dari kecamatan luar, sama sep
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang jalan Menara Kota. Keheningan tercipta selama beberapa menit sebelum pada akhirnya para penjaga keamanan kota datang mengamankan para warga dan lokasi kejadian.Walaupun lokasi stadiun berjarak cukup jauh dari tempat mereka berdiri, mereka dapat merasakan dengan jelas; hawa panas, debu maupun puing-puing yang berterbangan, dan perasaan mendebarkan yang mungkin dirasakan oleh mereka yang berada di dekat stadiun."Uhuk! Uhuk! Sialhan!" Entah ada berapa banyak debu dan pasir yang masuk ke tenggorkan Duta. Sedari tadi ia terus terbatuk dan mengumpat kesal.Archie tersentak ketika merasakan ada sesuatu yang menyentuh badannya, matanya masih terpejam mengingat debu yang masih menyelimuti. Ia mencoba untuk mencari tahu apa yang menyentuhnya sebelum pada akhirnya ia tersadar bahwa orang itu adalah Bianglala. Ia bergeser beberapa langkah ke kanan, menjauh dari Bianglala, namun Tongkat Emas milik Bianglala masih
"Kau dibebaskan." Ucap seorang detektif yang tengah membuka borgol dari tangan Archie.Bianglala melipat tangannya, menatap tuan detektif dengan tatapan kesal, "Dia bukan dibebaskan. Tetapi memang sedari awal tidak bersalah. Apakah kepolisian Menara Kota sekarang bekerja hanya untuk uang? Bagaimana bisa tidak pernah ada polisi yang becus menangani kasus."Detektif itu memilih untuk diam. Berbeda dengan Owen yang tampak lumayan tersinggung dengan perkataan yang dilontarkan oleh Bianglala, "Tuan Bianglala. Kata-katamu ini sedikit kelewatan. Kami menangani masalah sesuai prosedur yang berlaku. Lagi pula, Archie dibebaskan karena ia mendapat jaminan dari pimpinan."Bianglala mengerutkan dahi. "Apa? Dari pimpinan? Siapa namanya?""Itu aku." Lelaki berumur 12 tahun dengan rambut coklat terang itu masuk dengan melipat lengannya. Ia menggunakan jas hitam berkemeja putih yang tampak serasi dengan wajah tampannya.Bianglala meny