Para peserta acara Pemberian Bakat dibawa oleh para penanggung jawabnya masing-masing menuju Hotel Menara Kota. Hotel terbesar, termewah, dan satu-satunya di kawasan Menara Kota. Kamar hotel ini memiliki 5 buah ruangan; ruang tamu, ruang rapat, ruang makan, kamar tidur, dan kamar mandi.
Lobi hotel tampak penuh. Tampaknya, proses check-in hotel akan memakan waktu yang cukup lama mengingat ada banyak sekali penonton dari berbagai kecamatan yang datang untuk menonton Acara Pemberian Bakat.
"Hei! Apakah kau kemari bersama dengan majikan mu?" Duta merangkul pundak Archie, bersikap akrab walaupun ini adalah hari pertama mereka bertemu.
Ini semua karena Bianglala, Si Pria Sialan. Bisa-bisanya Pria itu berfikir untuk memanggil dirinya melalui meja informasi stasiun yang membuat pihak stasiun memanggil namanya melalui speaker stasiun. Belum lagi Si Pria Sialan itu menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'majikan' membuat orang-orang membuat orang-orang memiliki kesempatan untuk memanggil dirinya dengan sebutan 'jongos'-walaupun mereka sebenarnya tahu hal itu tidak benar.
Mulai dari detik itu juga, tidak, mulai dari detik dimana rambut dikepalanya hanya menyisakan beberapa centimeter dari akarnya, ia sudah menyiapkan hati untuk menerima ejekan orang-orang selama itu tidak melanggar batas. Lagipula, tidak ada orang yang peduli dengan kebenaran. Jadi, tidak peduli mau seberapa ribu kali ia menjelaskan, orang-orang akan lebih percaya dengan penilaian diri mereka maupun rumor yang tersebar di masyarakat sendiri. Karena sejatinya, mereka hanya memerlukan sebuah 'pembenaran' yang dapat memuaskan hati mereka.
"Beginilah jadinya jika seorang jongos berkeliaran tanpa majikannya." Bernard berdiri di samping Archie, melirik Duta dengan tangan menyilang.
Duta melepas rangkulannya dari pundak Archie, mendekati Bernard dengan tatapan kesal, "Apa maksudmu?"
Bernard terkekeh tipis, "Apa aku salah?"
Duta mengepalkan tangannya, matanya menatap Bernard tajam, "Ayo bertarung."
Bernard mengerutkan dahinya, "Bertarung? Dengan siapa? Denganmu? Apakah tidak ada orang yang memberitahumu bahwa tenaga dan waktuku sangat berharga?"
"Oh ya?"
Bernard menyilangkan tangannya, mengangguk mantap
"Kalau begitu akan kutunjukkan kalau kau tak akan menyesal jika meluangkan sedikit waktumu yang berharga ini dan menerima pukulan ku."
Bernard tertawa keras, ia tak bisa berkata-kata lagi.
Duta ikut tertawa, di satu sisi ia merasa puas karena telah membuat Bernard tak bisa melawan perkataannya. Di sisi lain, dirinya sudah tak sabar untuk baku hantam dengan Bernard.
"Emm....permisi." Archie bersuara dengan canggung.
Pandangan Bernard dan Duta seketika beralih ke Archie, menunggu perkataan yang akan dilontarkan oleh lelaki itu.
Namun, tatapan penuh tanya Bernard dan Duta dianggap sebagai tatapan 'Jangan berani ganggu urusan kami' oleh Archie. Jujur saja, di kecamatan 13, tak ada yang bisa membuatnya merasa serendah ini, mungkin karena ia adalah salah satu anak terkuat dan paling populer di sana. Hal ini membuatnya merasa paling superior dan bisa berbuat seenaknya tanpa takut dihukum atau diomeli. Toh, akan ada banyak orang yang membelanya.
Berbeda dengan situasi sekarang. Bertemu dengan Bernard dan Duta saja sudah membuatnya merasa sebagai orang paling lemah di dunia ini. Walaupun tinggi mereka tak jauh berbeda, namun perbedaan ukuran tubuh membuat Archie tampak terlihat lemah.
Dulu, Archie dijuluki sebagai 'monyet hutan'. Tentu saja ia merasa hal itu tidak buruk, mengingat dirinya yang lincah, jahil, namun pintar.
Tetapi, ada sebuah julukan kuno yang mengatakan bahwa 'Ketika Singa turun gunung, maka Monyet lah Sang Raja Hutan.'
Kini, ia sedang merasakan situasi dimana 'Sang Singa sudah kembali dan Monyet harus turun tahta jika tidak mau mati.' Yang berarti, segala hal superior tentang dirinya di kecamatan 13 harus ia lupakan jika masih ingin selamat sampai 10 hari kedepan.
"Lihatlah! Karena kau teman baruku jadi 'seperti ini'!" Bernard berkata dengan ketus kepada Duta.
Duta mengerutkan dahi, menyipitkan matanya, "Memangnya apa yang aku lakukan? Dan juga, sejak kapan lelaki ceking ini menjadi temanmu?" Pandangan Duta beralih kepada Archie, "Heh! Memangnya dia temanmu?"
"Hm...." Archie menatap Duta dan Bernard bergantian.
Archie membantin, 'astaga, siapapun cepat keluarkan aku dari situasi ini.'
"Tampaknya kita belum berkenalan dengan 'benar'. Namaku, Archie Anantaboga. Berasal dari Kecamatan 13, umur 15 tahun." Archie menjawab asal.
"..."
"..."
"Hahahhahaha!" Bernard dan Duta tertawa.
Archie menatap mereka dengan ekspresi bingung.
'Apa yang terjadi?' ia membatin.
Bernard merangkul pundak Archie, "Hei, kawan. Kau tak perlu bicara se-formal itu. Namaku, Bernard dari Kecamatan 14. Kalau dia, Duta dari kecamatan 15. Kita seumuran jadi tak perlu sungkan."
Archie mengangguk paham.
Duta tertawa, "benar." Dengan tenaga badaknya, ia memisahkan Bernard dan Archie, lalu merangkul mereka di kedua sisi. "Kita seumuran. Jadi tak perlu sungkan."
Bernard, "Oh ya, aku tak melihatmu di saat seleksi. Apakah kau peserta 'beruntung' itu?"
"Jika maksudmu adalah mengikuti acara pemberian bakat tanpa seleksi, maka orang itu adalah aku."
Bernard, "Kau benar-benar beruntung kawan."
Duta mengangguk, "Berdoa saja agar hidupmu lancar selama 10 hari kedepan. Kudengar, orang-orang dari ke-empat kecamatan besar tak menyukai peserta 'beruntung'."
"Benarkah?" nada Archie terdengar khawatir.
Duta mengangguk mantap.
Bernard, "Dia hanya menakutimu, Archie."
Duta, "Enak saja. Apakah kau tidak curiga dengan para peserta 'beruntung' yang selalu mengundurkan diri ataupun menghilang di tengah acara?"
Bernard, "Dimana buktinya?"
Pandangan Duta tertuju ke sekelompok lelaki tinggi, berparas tampan, dengan pakaian yang terbuat dari kain kualitas terbaik, postur mereka tegap-menandakan mereka berasal dari keluarga termuka. Setelah dihitung-hitung, mereka terdiri dari delapan orang dengan penjaga berpakaian hitam formal mengerumuni mereka. Siapapun yang menebak akan langsung mengetahui kalau mereka pastilah anak-anak dari ke-Empat Kecamatan Besar.
"Mereka anak-anak dari kecamatan besar." Pernyataan tersebut tiba-tiba saja keluar dari mulut Archie. Pandangannya tak terlepas dari kedelapan lelaki yang membuat jalanan yang dilewatinya tampak seperti karpet merah.
"Kita tidak sempat bertemu dengan mereka ketika seleksi kemarin. Sekarang, jika melihat dengan mata kepala sendiri, kurasa rumor itu benar." Ucap Duta dengan pandangan yang masih tertuju kepada kedelapan lelaki itu.
Archie bertanya dengan penuh rasa penasaran, "Rumor?"
Duta, "Rumor kalau rakyat kecamatan besar dikaruniai keindahan langit, dan keanggunan dewa-dewi."
"Ah....benar." Archie dengan cepat menyetujuinya. Bahkan, sebagai seorang lelaki yang menyukai perempuan, ia mengakui bahwa kedelapan lelaki itu memang sangat rupawan. Belum lagi aura mereka yang sangat mengintimidasi dan kharismatik secara bersamaan, membuat orang-orang mempertanyakan 'nikmat apa lagi yang mereka dustakan?'.
'Tunggu. Kenapa sekarang aku malah terpesona dengan kedelapan lelaki itu? Jika dilihat-lihat, soal ketampanan aku juga tidak buruk. Hanya saja....hanya saja rambutku lebih pendek sedikit dari mereka. Tapi jelas itu tidak mengurangi ketampananku! Aku ini Archie Anantaboga. Lelaki paling tampan dari kecamatan 13 dan yang akan menjadi paling tampan di seluruh Kota Tajara abad ini.' Archie membatin dengan semangat.
Duta menoleh ke arah Archie, ia menyipitkan mata, "Kenapa kau tersenyum seperti itu?"
"Ha?" Lamunan Archie terbuyar begitu mendengar suara Duta. Dengan cepat ia menggeleng, "Tidak ada apa-apa."
"Oh." Duta dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain. Mencoba mencari sesuatu yang menarik.
Archie membuka obrolan ketika kedelapan lelaki itu sudah pergi, "Oh ya! Kau bilang, kalian tidak sempat bertemu dengan mereka saat seleksi kemarin. Apa alasannya?"
Rahang mereka seketika mengeras. Seakan Archie mengucapkan hal yang telah menyinggung mereka. Melihat reaksi itu, alarm tanda bahaya di diri Archie berbunyi-seakan memperingatinya untuk kabur dari tempat itu sekarang juga.
Duta melepaskan rangkulannya, ia melihat ke sisi dimana tidak ada Bernard di pandangannya, begitu juga sebaliknya.
"Ji..jika tidak ingin mengatakannya lebih baik tidak usah katakan. Aku tidak memaksa." Archie mencoba menutupi kepanikannya.
Melihat hal itu, Bernard mulai merasa bahwa tidak ada gunanya menunjukkan kekesalannya dihadapan Archie yang notabenya tidak tahu apa-apa ini. Ia berdeham pelan, "sebenarnya, kami berada di rumah sakit."
"Rumah sakit?" Archie tampak khawatir.
Duta yang melihat Bernard yang bersikap biasa saja ikut mencoba bersikap sepertinya. "Kami bertarung terlalu sengit sehingga kami berakhir di rumah sakit."
Tiba-tiba saja Archie teringat dengan perkataan penanggung jawab Bernard, Nyonya, dan penanggung jawab Duta, Selir kedua, ketika berada di Stasiun Menara Kota mengenai bagian tubuh yang patah dan kehilangan mata. Dia tidak ingat jelas.
"Ternyata, kalian sembuh dengan cepat. Untunglah..." Archie sedikit merasa bersyukur karena mereka tetap bisa mengikuti Acara Pemberian Bakat.
"Tentu saja. Rumah sakit di sini memakai sebuah teknologi yang membuat sel kita dapat beregenerasi dengan cepat sehingga luka dapat sembuh dengan cepat." Duta tampak bersemangat.
"Tampaknya, ada banyak yang harus kuberitahu kepadamu mengenai Menara Kota ini, teman." Duta merangkul Archie dengan hangat. Sedetik kemudian, tangan itu ditepas oleh Bernard dengan kasar.
"Sejak kapan Archie menjadi temanmu? Archie itu temanku, pergi sana!" Bernard merangkul Archie, menjauhkannya dari Duta.
"Heh!"
"Heh!"
"HEH!" Duta berteriak.
"HEH!" Bernard membalas dengan teriakan yang tak kalah kencang dan tegas, membuat semua pandangan tertuju ke arah mereka.
"KAU INGIN BERTENGKAR?"
"JUSTRU AKU YANG HARUS MENANYAKAN HAL ITU!"
Tring..Tring..Tring...
Puluhan lelaki berpakaian rapi berlari ke arah mereka, kemudian berdiri dengan tegap dan mengelilingi mereka tanpa sepatah kata pun, tampak seperti seorang penjaga keamanan yang tengah menunggu aba-aba dari atasannya.
Bel pengumuman berbunyi...
"Dimohon kepada para pengunjung untuk menjaga ketertiban dan sopan santun selama berada di kawasan Hotel Menara Kota. Segala bentuk ucapan maupun perbuataan yang menganggu ketertiban akan ditindak dengan tegas sesuai hukum yang berlaku. Terima kasih."
"Wuahh.." Itu kata pertama yang keluar dari mulut Archie ketika melihat ruang kamar yang akan ditempati olehnya selama sepuluh hari kedepan."Yah..kau patut merasa terpesona. Ruangan kamar ini sedikit lebih baik dibandingkan yang kedua 'badak' itu tempati." Bianglala melipat lengan dan menyandar di dinding, nada bicaranya masih saja terdengar sombong."Walaupun aku tak tahu ini akan menjadi hal buruk atau baik."Archie berbalik, "Apa maksudmu?"Bianglala melangkah menuju sofa dan duduk diatasnya, ia mengeluarkan sebuah permen lolipop dari saku jasnya dan memakannya, dahinya sedikit mengerut-mungkin permen itu sedikit asam, "Kau tahu kedelapan anak itu kan?""Yang berasal dari Empat Kecamatan Besar?" Archie duduk berhadapan dengan Bianglala.Bianglala mengangguk pelan, "Apa kau pernah dengar tentang insiden 7 tahun yang lalu?""7 tahun yang lalu?"Bianglala menghela nafas berat. Tampakny
"Uwaw." Duta menurunkan kacamata hitam yang ia gunakan ketika melihat Archie dengan pakaian pink neonnya berjalan mendekat.Bernard memutar matanya malas. Matanya saja sudah sakit dengan pakaian Duta yang berwarna kuning neon, sekarang datang Archie dengan pakaian pink neonnya. Sekilas saja ia sudah dapat menebak bahwa kedua orang ini akan menjadi teman akrab ketika melihat selera pakaian mereka yang sama."Hei, yo! Apa kabar, kawan." Duta menepuk pundak Archie, nadanya terdengar bersemangat.Archie mengelus pundaknya yang terasa nyeri, ia tersenyum tipis, masih belum terbiasa dengan sikap kasar Duta."Hei, Bernard! Lihatlah! Kau bilang aku berlebihan, tapi lihat anak ini!" Duta tertawa semangat, sedari tadi suasana hatinya sedikit buruk karena mendegar ocehan Bernard tentang gaya berpakaiannya yang terkesan nyentrik.Bernard kembali memutar matanya, ia bergeser 5 langkah ke kanan, menjauh dari dua pemuda aneh itu. Matanya m
Mata Archie beberapa kali bertatapan dengan seorang perawat lelaki yang tengah mengatur posisi berdirinya di hadapan sebuah mesin scanner yang berfungsi untuk mengecek keadaan tubuh pasien secara lengkap.Archie sedikit tidak nyaman, namun ia tetap mencoba untuk bersikap ramah mengingat perkataan Sang Ibu yang menyuruhnya untuk menjaga sikap. Sedetik kemudian, ia tersentak ketika mendapati perawat lelaki tersebut mencoba menyentuh kemaluannya. Dengan cepat Archie menjauh dan menutup tubuhnya, matanya membelalak, masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami.Perawat lelaki itu tampaknya juga sedikit terkejut, kemudian berteriak histeris.Brak!Pintu ruangan didobrak, menampakkan sekelompok-terdiri dari lima orang-penjaga keamanan dengan pistol di tangannya yang masuk tergesa-gesa. Seorang lelaki yang berada di paling depan bertanya kepada perawat lelaki itu, "Apa yang terjadi?" nadanya terdengar tegas.Badan perawa
"Sialan!" Anak lelaki bertubuh kurus dengan rambut coklat terang itu berlari dengan cepat menyusuri hutan lebat. Tangannya tergenggam sebuah kertas yang kini sudah ter-remas kasar. Jauh dibelakang, terdengar puluhan pasang derap kaki yang mengejarnya."Kejar! Kejar!"Lelaki bertubuh kurus itu mempercepat mempercepat langkah kakinya, sembari berdoa agar ia bisa sampai di perbatasan Kota Tajara dengan selamat dan terbebas dari kejaran kelompok lelaki itu.Kerisauan dihatinya mulai menghilang ketika melihat sebuah tembok pertahanan yang menjadi perbatasan antara hutan lebat dengan Kecamatan Empat, Pintu Surga. Dengan cepat ia menghentakkan kedua kalinya ke tanah, sedetik kemudian sebuah sayap kecil keluar dari sepatu yang ia kenakan, membuat dirinya mulai melayang di udara. Tawa kebahagiaan mulai terdengar. Dari posisinya, ia dapat melihat sekelompok orang berpakaian seperti pemburu yang tadi mengejarnya tengah menggeram kesal. Lelaki itu menjulur
"Kau dibebaskan." Ucap seorang detektif yang tengah membuka borgol dari tangan Archie.Bianglala melipat tangannya, menatap tuan detektif dengan tatapan kesal, "Dia bukan dibebaskan. Tetapi memang sedari awal tidak bersalah. Apakah kepolisian Menara Kota sekarang bekerja hanya untuk uang? Bagaimana bisa tidak pernah ada polisi yang becus menangani kasus."Detektif itu memilih untuk diam. Berbeda dengan Owen yang tampak lumayan tersinggung dengan perkataan yang dilontarkan oleh Bianglala, "Tuan Bianglala. Kata-katamu ini sedikit kelewatan. Kami menangani masalah sesuai prosedur yang berlaku. Lagi pula, Archie dibebaskan karena ia mendapat jaminan dari pimpinan."Bianglala mengerutkan dahi. "Apa? Dari pimpinan? Siapa namanya?""Itu aku." Lelaki berumur 12 tahun dengan rambut coklat terang itu masuk dengan melipat lengannya. Ia menggunakan jas hitam berkemeja putih yang tampak serasi dengan wajah tampannya.Bianglala meny
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang jalan Menara Kota. Keheningan tercipta selama beberapa menit sebelum pada akhirnya para penjaga keamanan kota datang mengamankan para warga dan lokasi kejadian.Walaupun lokasi stadiun berjarak cukup jauh dari tempat mereka berdiri, mereka dapat merasakan dengan jelas; hawa panas, debu maupun puing-puing yang berterbangan, dan perasaan mendebarkan yang mungkin dirasakan oleh mereka yang berada di dekat stadiun."Uhuk! Uhuk! Sialhan!" Entah ada berapa banyak debu dan pasir yang masuk ke tenggorkan Duta. Sedari tadi ia terus terbatuk dan mengumpat kesal.Archie tersentak ketika merasakan ada sesuatu yang menyentuh badannya, matanya masih terpejam mengingat debu yang masih menyelimuti. Ia mencoba untuk mencari tahu apa yang menyentuhnya sebelum pada akhirnya ia tersadar bahwa orang itu adalah Bianglala. Ia bergeser beberapa langkah ke kanan, menjauh dari Bianglala, namun Tongkat Emas milik Bianglala masih
Pukul 18:30, hampir semua peserta sudah berkumpul di Aula Hotel. Di dalam Aula inilah orang-orang mulai merasakan 'hak istimewa' bagi mereka yang berasal dari kecamatan besar. Mereka yang berasal dari kecamatan besar disebut dengan 'Orang-Orang Pilihan', mereka memiliki tempat duduk dan kawasan untuk mereka sendiri, bahkan di dekatnya terdapat berbagai makanan prasmanan yang harumnya sudah tercium dari pintu masuk. Sedangkan mereka yang berasal dari kecamatan luar hanya bisa berdiri dan iri dengan 'hak istimewa' yang didapat oleh 'Orang-Orang Pilihan'."Hei." Archie menyenggol lengan Bernard yang berdiri tepat disebelahnya.Bernard menoleh, "Apa?""Menurutmu, apakah acara pemberian bakat akan tetap diselenggarakan?"Bernard tampak merenung sesaat sebelum akhirnya ia bersuara, "Mungkin? Aku juga tidak tahu."Archie mengangguk. Tentu saja Bernard juga tidak mengetahuinya. Pertama, ia berasal dari kecamatan luar, sama sep
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang lantai yang ditempati oleh Para Peserta Acara Pemberian Bakat. Mereka bangun karna terkejut, ada juga yang menggerutu marah karena baru tertidur selama beberapa jam, tak sedikit juga yang berlari dalam keadaan setengah sadar menuruni tangga darurat.Archie terbangun dari tidurnya dengan jantung yang berdebar karna terkejut, ia melihat sekeliling, memeriksa apakah ada kebakaran atau tidak. Setelah memastikan tidak ada kebakaran, ia sedikit bernafas lega sebelum pada akhirnya televisi dihadapannya tiba-tiba saja menyala, menampilkan William yang tengah tersenyum manis dan berpakaian rapi seperti seorang pembawa berita."Selamat pagi, semua. Saya William Gama. Dengan senang hati saya umumkan kepada kalian untuk segera berkumpul di lobi hotel karena kita akan pergi menuju ke lokasi Acara dalam waktu kurang dari 15 menit dari sekarang. Jadi, tunggu apa lagi? Pakai pakaian terbaik kalian, dan turunlah kebawah." Layar televisi