"Wuahh.." Itu kata pertama yang keluar dari mulut Archie ketika melihat ruang kamar yang akan ditempati olehnya selama sepuluh hari kedepan.
"Yah..kau patut merasa terpesona. Ruangan kamar ini sedikit lebih baik dibandingkan yang kedua 'badak' itu tempati." Bianglala melipat lengan dan menyandar di dinding, nada bicaranya masih saja terdengar sombong.
"Walaupun aku tak tahu ini akan menjadi hal buruk atau baik."
Archie berbalik, "Apa maksudmu?"
Bianglala melangkah menuju sofa dan duduk diatasnya, ia mengeluarkan sebuah permen lolipop dari saku jasnya dan memakannya, dahinya sedikit mengerut-mungkin permen itu sedikit asam, "Kau tahu kedelapan anak itu kan?"
"Yang berasal dari Empat Kecamatan Besar?" Archie duduk berhadapan dengan Bianglala.
Bianglala mengangguk pelan, "Apa kau pernah dengar tentang insiden 7 tahun yang lalu?"
"7 tahun yang lalu?"
Bianglala menghela nafas berat. Tampaknya, ia harus menceritakan masalah ini dari awal sampai akhir dengan seringkas mungkin agar tak memakan banyak waktu dan tenaganya yang sangat-sangat berharga ini.
"Kau pasti tahu kalau setiap tahunnya, akan ada dua orang kadidat dari masing-masing kecamatan besar, bukan?"
Archie mengangguk, "Semua orang tahu itu."
"Itu memang direncanakan. Bukan kebetulan."
Dahi Archie mengerut, "Hah? Bagaimana bisa?"
"Ck!" Bianglala tampak kesal. "Apakah kau tidak bisa menutup mulutmu sampai aku selesai?"
"Ou.." Archie menutup mulutnya rapat.
"Apa kau tahu apa definisi dari Pemberian Bakat?"
"Bukankah itu tentang Menara Kota yang memberikan 20 orang terpilih sebuah kekuatan maupun benda magis?"
Bianglala mengangguk, "itu benar. Tapi jangan lupakan fakta bahwa 'memberi bakat' yang dimaksud adalah dengan merubah sel-sel dalam tubuh si peserta dengan kekuatan dewi yang tak bisa sembarang orang terima. Oleh karena itu, tes seleksi diberlakukan dengan berbagai kriteria yang salah satunya adalah daya tahan tubuh (kekuatan).
Semua manusia pada dasarnya sama. Mereka ingin mencoba peruntungan. Ada puluhan bahkan ratusan orang yang mendaftar membuat proses seleksi berjalan sengit. Bahkan ada sejarahnya proses seleksi ini diselenggarakan 5 bulan sebelum Acara Pemberian Bakat dimulai melihat antusiasme dan kadidat yang sangat kuat. Belum lagi, mereka sudah dilatih sejak kecil oleh keluarganya masing-masing. Jadi, disinilah koneksi dan permainan kotor diberlakukan.
Oleh karena itu, 'mereka'-tertuju kepada total delapan perserta yang dikirim oleh Keempat kecamatan besar-disebut sebagai 'Orang-Orang Pilihan'. Tentu saja hal ini tidak disebarluaskan di luar Menara kota maupun Kecamatan Besar." Bianglala terdengar serius.
"Apa tidak ada yang.." Ucapan Archie berhenti ketika mendapat tatapan sinis dari Bianglala.
Bianglala melanjutkan, "Mungkin dari yang kau tahu, para peserta acara pemberian bakat hanya mengikuti seleksi yang dilakukan oleh Menara Kota. Namun, sesungguhnya proses seleksi dibagi menjadi dua. Proses seleksi Kecamatan besar dan kecamatan luar."
"Proses seleksi kecamatan besar akan menghasilkan mereka yang disebut 'Orang-orang Terpilih'.
Sedangkan Proses seleksi kecamatan luar adalah proses seleksi yang kau ketahui. Proses seleksi yang diikuti seluruh orang dari berbagai kecamatan dan menghasilkan 20 orang.
Tentu saja 20 orang itu tidaklah benar. Toh, delapan dari 20 orang sudah terpilih sejak awal. Proses seleksi kecamatan luar hanya memilih total 11 orang. Orang ke 20 puluh adalah orang yang 'beruntung'. Dan tahun ini, orang itu adalah kau."
Archie mengangguk paham.
"7 Tahun lalu, ada seorang pemuda 'beruntung' seperti mu. Pemuda dari kecamatan kecil yang dapat mengikuti Acara Pemberian bakat tanpa seleksi. Awalnya semua berjalan lancar sampai pada akhirnya ia mengusik seseorang dari 'Orang-Orang Pilihan'.
Tak ada yang mengetahui masalah pasti dari kejadian ini. Yang jelas, sejak saat itu, semua anak 'beruntung' akan selalu berurusan dengan 'Orang-Orang Pilihan', dalam artian Si Anak 'beruntung' akan selalu menjadi target dan sasaran pertama yang harus 'mereka' selesaikan."
"Jadi?"
"Jadi? Beraninya kau bertanya 'jadi?' setelah aku mengeluarkan waktu dan tenagaku yang berharga untuk menjelaskannya panjang lebar?" Nada bicaranya kembali seperti semula, terkesan lebay dan dibuat-buat.
"Jadi, apa yang harus kulakukan?" Archie tampak sudah terbiasa menanggapi sikap berlebihan Bianglala.
"Hm...." Mata Bianglala menelusuri ruangan, "Nikmatilah harimu sebaik mungkin di kamar mewah ini. Kau akan merindukannya."
Bianglala berdiri, memutar-mutar tongkat emasnya, "Aku sibuk, pergi dulu. Jangan mencariku karena aku tak akan datang."
1 detik...
2 detik...
Archie masih terduduk, menunggu Bianglala yang masih belum beranjak pergi.
"Ekhem.." Bianglala mengetuk tongkat emasnya kelantai.
Archie masih terdiam, bingung harus berbuat apa. Bianglala menarik nafas dan menghembuskannya kesal, "Bukankah kau seharusnya mengatarku setidaknya ke pintu keluar? Hah!"
"Ah!" Archie dengan cepat berdiri dan berlari ke arah pintu, membuka pintu dengan senyum canggung.
Dengan langkah ringan, Bianglala berjalan melewati Archie.
"Hati-hati di jalan," ucap Archie hangat.
Sesampainya di luar, Bianglala berbalik, "Aku.."
Brak!
Omongan Bianglala terhenti bersamaan dengan pintu yang ditutup kencang. Wajahnya mengeras, "Tidak. Perlu. Kau. Khawatirkan." dan melangkah pergi.
Di dalam kamar, Archie berlari menuju sebuah rak buku yang posisinya berada di belakang Bianglala saat ia duduk tadi. Sedari tadi, ia merasa ada yang aneh dengan rak buku itu yang terasa seperti tengah memperhatikannya.
Ia mendorong, menggeser, menepuk, bahkan menendang rak buku tersebut. Namun, tak ada apapun yang terjadi.
"Hei. Aku tahu kau di sana. Keluarlah."
"..."
Archie berdeham, "Keluar atau kau akan menyesalinya."
"..."
Archie menarik nafas dalam dan menghembuskannya kesal, rak buku itu masih diam tak bergeming.
"Jangan menyuruhku berbuat kasar."
"..."
"Arghh!" Archie menghentakkan kaki, kemudian duduk di sofa yang tadi ia tempati, melipat tangannya dan menatap rak buku itu lekat, "Aku akan tetap di sini sampai kau keluar."
30 menit berlalu dan masih tidak ada yang terjadi.
'Apa aku salah lihat?' Archie membatin.
Tok. Tok. Tok.
Pandangan Archie tertuju ke pintu masuk, namun sedetik kemudian kembali tertuju kepada rak buku.
Tok. Tok. Tok.
Pintu kembali diketuk. Archie terdiam. Menara Kota adalah pusat dimana kekuatan magis Kota Tajara berkumpul, ini bearti suara pintu diketuk bisa saja disebabkan oleh kekuatan magis. Namun sialnya, kekuatan magis dalam dirinya terlalu lemah-hampir tidak ada-untuk bisa mendeteksi kekuatan magis lain.
Dengan ragu, Archie berjalan ke pintu. Sebisa mungkin tidak mengeluarkan suara langkah kaki. Ia mengintip dari lubang yang terletak di tengah pintu dan tak menemukan apa-apa di sana.
Tok. Tok. Tok.
Archie berbalik, mengambil sebuah pisau makan yang terletak tak jauh darinya, kemudian kembali berjalan dengan langkah tanpa suara ke pintu. Ia menarik nafas, kepalanya sudah memikirkan skenario apa yang harus ia lakukan jika semisalnya sesuatu dihadapannya ini membahayakan.
Jantungnya berdetak cepat. Tangan kirinya meraih gagang pintu dengan tangan kanan yang menggenggam pisau.
Ceklek!
Dengan cepat Archie menodongkan pisaunya. Sedetik kemudian, ia menunduk karena tak melihat apapun di hadapannya. Dahinya mengerut ketika melihat sebuah robot berbentuk tabung gepeng setinggi 130 cm dihadapannya.
Archie menghela nafas lega. Ia menurunkan pisau itu dan menatap robot itu dengan tatapan penuh rasa curiga.
"Selamat datang di Menara Kota, Tuan Archie Anantaboga. Saya Ikosalala, robot tersantun dari Kecamatan Tiga, Technologia. Di atas saya terdapat sebuah jam tangan dan kartu undangan yang secara khusus diberikan kepada anda."
Archie mengambil kartu undangan dengan material akrilik sebagai bahan utamanya itu dan membacanya.
Untuk: Archie Anantaboga
Dari: Menara Kota
Kami, dari pihak Menara Kota mengucapkan selamat datang di Menara Kota. Berikut adalah undangan yang ditunjukkan khusus kepada anda untuk mengikuti tes kesehatan di Rumah Sakit Menara Kota pada pukul 13:00.
Para peserta undangan akan dijemput dengan Bus Kota pada pukul 12:30-12:50, segala bentuk keterlambatan tak akan ditoleransi.
Demikian, terima kasih.
Mata Archie tertuju kepada jam dinding di dekatnya yang menunjukkan pukul 12:00. Dengan cepat ia mengambil jam tangan di hadapannya dan bersiap menutup pintu sebelum Ikosalala tiba-tiba saja menggunakan tubuhnya sendiri untuk menahan agar pintu agar tidak tertutup.
"Tuan Archie, mohon gunakan jam tangan itu sekarang juga."
"Hah?"
"Saya diprogram untuk tetap berada di samping anda sampai anda mengenakan jam tangan itu."
"Oh." Archie dengan cepat mengenakan jam tangan itu dan menunjukkannya ke Ikosalala.
"Terimakasih atas waktumu, Tuan Archie." Ikosalala pergi dan menghilang di tikungan.
Archie menutup pintu, dan masuk ke kamar tidur. Sadari tadi, ia sudah penasaran setengah mati dengan hal apa saja yang ada di dalam sini.
Pandangannya tertuju kepada sebuah ruangan kecil dengan lemari di sekelilingnya. Tangan gatalnya mulai membuka lemari dan mendapati puluhan pasang pakaian di dalamnya. Dengan cepat, ia membuka lemari disebelahnya dan benar saja, 2 dari 3 lemari penuh dengan pakaian formal dan olahraga berwarna monokrom.
Namun, pandangannya justru tertuju kepada sebuah layar besar yang terletak di lemari ketiga. Dengan mengandalkan insting, ia mengotak-atik layar tersebut dan mengetahui bahwa layar itu adalah sebuah alat belanja online. Ia dapat memesan pakaian atau barang yang ingin ia gunakan secara gratis dan langsung dikirimkan saat itu juga melalui sebuah lubang disamping layar yang tertutup kaca.
Tiba-tiba saja ia teringat dengan gaya berpakaian Bianglala. Tangannya mulai memesan set hoodie dan celana olah raga berwarna pink neon. Lima detik kemudian, sebuah bunyi lonceng terdengar. Dengan semangat ia membuka kaca tersebut dan mengambil sebuah kardus dari dalam sana.
"Wuah!"
Senyuman terlukis di wajah Archie. Ia meneliti baju dan celana tersebut dengan semangat. Kemudian menampar pipinya, memastikan ini bukan mimpi.
Dengan semangat yang menggebu-gebu, ia memakai set pakaian berwarna pink neon tersebut dan mulai berkaca. Bianglala benar, ia harus menikmati waktu sepuluh harinya di tempat ini dengan sebaik mungkin.
Tangannya mulai mencari barang-barang unik lain yang bisa ia pesan. Berniat membawa beberapa hadiah pulang sebagai oleh-oleh.
Jauh di hati kecilnya, ia bertekad untuk membawa keluarganya datang dan tinggal di tempat ini.
Tbc...
"Uwaw." Duta menurunkan kacamata hitam yang ia gunakan ketika melihat Archie dengan pakaian pink neonnya berjalan mendekat.Bernard memutar matanya malas. Matanya saja sudah sakit dengan pakaian Duta yang berwarna kuning neon, sekarang datang Archie dengan pakaian pink neonnya. Sekilas saja ia sudah dapat menebak bahwa kedua orang ini akan menjadi teman akrab ketika melihat selera pakaian mereka yang sama."Hei, yo! Apa kabar, kawan." Duta menepuk pundak Archie, nadanya terdengar bersemangat.Archie mengelus pundaknya yang terasa nyeri, ia tersenyum tipis, masih belum terbiasa dengan sikap kasar Duta."Hei, Bernard! Lihatlah! Kau bilang aku berlebihan, tapi lihat anak ini!" Duta tertawa semangat, sedari tadi suasana hatinya sedikit buruk karena mendegar ocehan Bernard tentang gaya berpakaiannya yang terkesan nyentrik.Bernard kembali memutar matanya, ia bergeser 5 langkah ke kanan, menjauh dari dua pemuda aneh itu. Matanya m
Mata Archie beberapa kali bertatapan dengan seorang perawat lelaki yang tengah mengatur posisi berdirinya di hadapan sebuah mesin scanner yang berfungsi untuk mengecek keadaan tubuh pasien secara lengkap.Archie sedikit tidak nyaman, namun ia tetap mencoba untuk bersikap ramah mengingat perkataan Sang Ibu yang menyuruhnya untuk menjaga sikap. Sedetik kemudian, ia tersentak ketika mendapati perawat lelaki tersebut mencoba menyentuh kemaluannya. Dengan cepat Archie menjauh dan menutup tubuhnya, matanya membelalak, masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami.Perawat lelaki itu tampaknya juga sedikit terkejut, kemudian berteriak histeris.Brak!Pintu ruangan didobrak, menampakkan sekelompok-terdiri dari lima orang-penjaga keamanan dengan pistol di tangannya yang masuk tergesa-gesa. Seorang lelaki yang berada di paling depan bertanya kepada perawat lelaki itu, "Apa yang terjadi?" nadanya terdengar tegas.Badan perawa
"Sialan!" Anak lelaki bertubuh kurus dengan rambut coklat terang itu berlari dengan cepat menyusuri hutan lebat. Tangannya tergenggam sebuah kertas yang kini sudah ter-remas kasar. Jauh dibelakang, terdengar puluhan pasang derap kaki yang mengejarnya."Kejar! Kejar!"Lelaki bertubuh kurus itu mempercepat mempercepat langkah kakinya, sembari berdoa agar ia bisa sampai di perbatasan Kota Tajara dengan selamat dan terbebas dari kejaran kelompok lelaki itu.Kerisauan dihatinya mulai menghilang ketika melihat sebuah tembok pertahanan yang menjadi perbatasan antara hutan lebat dengan Kecamatan Empat, Pintu Surga. Dengan cepat ia menghentakkan kedua kalinya ke tanah, sedetik kemudian sebuah sayap kecil keluar dari sepatu yang ia kenakan, membuat dirinya mulai melayang di udara. Tawa kebahagiaan mulai terdengar. Dari posisinya, ia dapat melihat sekelompok orang berpakaian seperti pemburu yang tadi mengejarnya tengah menggeram kesal. Lelaki itu menjulur
"Kau dibebaskan." Ucap seorang detektif yang tengah membuka borgol dari tangan Archie.Bianglala melipat tangannya, menatap tuan detektif dengan tatapan kesal, "Dia bukan dibebaskan. Tetapi memang sedari awal tidak bersalah. Apakah kepolisian Menara Kota sekarang bekerja hanya untuk uang? Bagaimana bisa tidak pernah ada polisi yang becus menangani kasus."Detektif itu memilih untuk diam. Berbeda dengan Owen yang tampak lumayan tersinggung dengan perkataan yang dilontarkan oleh Bianglala, "Tuan Bianglala. Kata-katamu ini sedikit kelewatan. Kami menangani masalah sesuai prosedur yang berlaku. Lagi pula, Archie dibebaskan karena ia mendapat jaminan dari pimpinan."Bianglala mengerutkan dahi. "Apa? Dari pimpinan? Siapa namanya?""Itu aku." Lelaki berumur 12 tahun dengan rambut coklat terang itu masuk dengan melipat lengannya. Ia menggunakan jas hitam berkemeja putih yang tampak serasi dengan wajah tampannya.Bianglala meny
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang jalan Menara Kota. Keheningan tercipta selama beberapa menit sebelum pada akhirnya para penjaga keamanan kota datang mengamankan para warga dan lokasi kejadian.Walaupun lokasi stadiun berjarak cukup jauh dari tempat mereka berdiri, mereka dapat merasakan dengan jelas; hawa panas, debu maupun puing-puing yang berterbangan, dan perasaan mendebarkan yang mungkin dirasakan oleh mereka yang berada di dekat stadiun."Uhuk! Uhuk! Sialhan!" Entah ada berapa banyak debu dan pasir yang masuk ke tenggorkan Duta. Sedari tadi ia terus terbatuk dan mengumpat kesal.Archie tersentak ketika merasakan ada sesuatu yang menyentuh badannya, matanya masih terpejam mengingat debu yang masih menyelimuti. Ia mencoba untuk mencari tahu apa yang menyentuhnya sebelum pada akhirnya ia tersadar bahwa orang itu adalah Bianglala. Ia bergeser beberapa langkah ke kanan, menjauh dari Bianglala, namun Tongkat Emas milik Bianglala masih
Pukul 18:30, hampir semua peserta sudah berkumpul di Aula Hotel. Di dalam Aula inilah orang-orang mulai merasakan 'hak istimewa' bagi mereka yang berasal dari kecamatan besar. Mereka yang berasal dari kecamatan besar disebut dengan 'Orang-Orang Pilihan', mereka memiliki tempat duduk dan kawasan untuk mereka sendiri, bahkan di dekatnya terdapat berbagai makanan prasmanan yang harumnya sudah tercium dari pintu masuk. Sedangkan mereka yang berasal dari kecamatan luar hanya bisa berdiri dan iri dengan 'hak istimewa' yang didapat oleh 'Orang-Orang Pilihan'."Hei." Archie menyenggol lengan Bernard yang berdiri tepat disebelahnya.Bernard menoleh, "Apa?""Menurutmu, apakah acara pemberian bakat akan tetap diselenggarakan?"Bernard tampak merenung sesaat sebelum akhirnya ia bersuara, "Mungkin? Aku juga tidak tahu."Archie mengangguk. Tentu saja Bernard juga tidak mengetahuinya. Pertama, ia berasal dari kecamatan luar, sama sep
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang lantai yang ditempati oleh Para Peserta Acara Pemberian Bakat. Mereka bangun karna terkejut, ada juga yang menggerutu marah karena baru tertidur selama beberapa jam, tak sedikit juga yang berlari dalam keadaan setengah sadar menuruni tangga darurat.Archie terbangun dari tidurnya dengan jantung yang berdebar karna terkejut, ia melihat sekeliling, memeriksa apakah ada kebakaran atau tidak. Setelah memastikan tidak ada kebakaran, ia sedikit bernafas lega sebelum pada akhirnya televisi dihadapannya tiba-tiba saja menyala, menampilkan William yang tengah tersenyum manis dan berpakaian rapi seperti seorang pembawa berita."Selamat pagi, semua. Saya William Gama. Dengan senang hati saya umumkan kepada kalian untuk segera berkumpul di lobi hotel karena kita akan pergi menuju ke lokasi Acara dalam waktu kurang dari 15 menit dari sekarang. Jadi, tunggu apa lagi? Pakai pakaian terbaik kalian, dan turunlah kebawah." Layar televisi
Pusat kesehatan Pawky tampak berkali-kali lipat lebih maju dibandingkan Rumah Sakit Menara Kota. Dengan berada diatas sebuah lingkaran, data mengenai kesehatan dan jaringan-jaringan tubuh sudah dapat terbaca di sistem komputer. Entah itu berdiri tegap, berdiri malas, berjongkok, bahkan tiduran pun data kalian akan terbaca.Duta awalnya tidak mempercayainya, oleh karena itu ia memilih untuk meringkuk seperti bayi di atas lingkaran yang tidak terlalu besar disaat yang lainnya berdiri, dan benar saja, data tentang tubuhnya dapat terbaca di sistem komputer. Hal ini membuat dirinya takjub dan terkagum-kagum."Woah. Gila. Teknologi memang menyeramkan." Duta bertepuk tangan, mengitari para pekerja medis yang berada di dalam ruangan.Archie dan Bernard menutup wajah mereka, tampak malu dengan sikap Duta walaupun mereka tidak bisa menepis bahwa mereka juga cukup terkesan dengan teknologi canggih ini. Sebenernya, ada banyak teknologi canggih di Pawky yang akan