Mata Archie beberapa kali bertatapan dengan seorang perawat lelaki yang tengah mengatur posisi berdirinya di hadapan sebuah mesin scanner yang berfungsi untuk mengecek keadaan tubuh pasien secara lengkap.
Archie sedikit tidak nyaman, namun ia tetap mencoba untuk bersikap ramah mengingat perkataan Sang Ibu yang menyuruhnya untuk menjaga sikap. Sedetik kemudian, ia tersentak ketika mendapati perawat lelaki tersebut mencoba menyentuh kemaluannya. Dengan cepat Archie menjauh dan menutup tubuhnya, matanya membelalak, masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami.
Perawat lelaki itu tampaknya juga sedikit terkejut, kemudian berteriak histeris.
Brak!
Pintu ruangan didobrak, menampakkan sekelompok-terdiri dari lima orang-penjaga keamanan dengan pistol di tangannya yang masuk tergesa-gesa. Seorang lelaki yang berada di paling depan bertanya kepada perawat lelaki itu, "Apa yang terjadi?" nadanya terdengar tegas.
Badan perawat lelaki itu mendadak bergetar, ia menunjukkan Archie yang masih termenung, "DIA! DIA MENCOBA MENCABULIKU!"
Teriakan perawat lelaki itu mengundang perhatian para perserta maupun pasien rumah sakit yang berada di dekatnya. Duta dan Bernard yang melihat kejadian itu bertatapan sekilas dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing.
'Apa yang terjadi?' Bernard membatin.
'Hm...Archie tak tampak seperti seorang penyuka sesama jenis...' Duta mengelus dagunya.
"Kau! Apa benar yang dia katakan?" Lelaki itu bertanya kepada Archie. Mencoba memastikan informasi dari kedua belah pihak. Dari pandangan Archie, ia dapat melihat jelas tanda nama yang terletak di dada kiri lelaki itu, 'Owen'.
Archie masih terdiam. Hati dan otaknya masih menyangkal bahwa ia baru saja dilecehkan secara seksual oleh sesama lelaki.
"Apa yang terjadi?" Perhatian semua orang teralih ke belakang kerumunan. Terlihat seorang lelaki tinggi dengan lengan terlipat, tampak sombong dengan tatapan tajam, tubuhnya terbilang atletis dengan kulit pucat, dan kemeja putih yang dua buah kancing bagian atasnya terbuka-lebih tepatnya, sengaja dibuka. Dibelakang lelaki itu, terdapat 3 orang lelaki lain yang tak kalah rupawan dengan dirinya. Yang membedakan hanyalah aura kepemimpinan kuat yang terpancar dari lelaki berkulit pucat itu.
Lelaki itu melipat lengannya, dan berjalan melewati kerumunan. Anehnya, kerumunan itu seakan terhipnotis untuk membukakan jalan kepada kelompok lelaki rupawan itu.
"Tuan Owen, apa yang terjadi?"
Kelompok penjaga keamanan itu memberi hormat kepada kelompok lelaki itu, dan menurunkannya ketika lelaki berkulit pucat itu mengangguk pelan.
"Tuan muda, masalahnya adalah seperti ini. Saat kami sedang berpatroli, tiba-tiba saja kami mendengar perawat ini berteriak. Lalu setelah kami masuk, perawat ini mengatakan bahwa lelaki itu baru saja mencoba mencabuli dirinya." Owen menjelaskan secara singkat, padat, dan jelas.
Duta berjalan mendekat, "Enak saja. Dimana bukti kalau Archie mencoba mencabuli perawat itu! Aku lihat jelas-jelas perawat itu yang mencoba mencabuli Archie!"
Lelaki berkulit pucat yang dipanggil tuan muda itu tersenyum tipis, ia berbalik dan menatap Duta dengan tatapan tajam-terkesan meremehkan- yang menjadi ciri khasnya.
"Ou. Apa kau memiliki bukti?"
Duta hendak membalas ucapan lelaki itu jika saja Bernard tidak membekap mulutnya. Duta menatap Bernard sinis, ia meronta-ronta seperti cacing kepanasan sebelum pada akhirnya ia berhasil dibawa keluar oleh Bernard.
Lelaki pucat itu menatap kepergian Bernard dan Duta dengan tatapan jijik. Seakan mereka adalah hama yang harus dimusnahkan. Pandangannya kini berbalik ke Archie, meneliti Archie dari atas sampai bawah. Sebelum pada akhirnya, pandangannya beralih ke Owen.
"Tidak ada kamera pengawas disini. Apa yang akan kau lakukan, Tuan Owen?"
"Tentu saja kami akan mengintrogasi mereka, tuan muda."
"Ou. Kau pikir, pencuri akan mengaku kalau dirinya adalah pencuri?"
"Ini..." Owen tampak mencoba mencari jawaban dari pertanyaan lelaki berkulit pucat itu.
"Aku cukup kecewa dengan peformamu saat perburuan kemarin. Jadi..." Lelaki berkulit pucat itu berjalan mendekati Owen. Dari jarak sedekat itu, terlihat jelas perbedaan tinggi mereka yang cukup signifikan.
"Bekerjalah dengan benar." Lelaki itu menepuk pundak Owen sebelum pada akhirnya, ia dan kelompoknya berjalan meninggalkan ruangan.
"Bawa mereka berdua." Perintah Owen kepada bawahannya.
***
Mereka (Archie dan perawat lelaki), dibawa dengan mobil berbeda menuju Kantor Polisi Menara Kota. Hati Archie sudah tampak lebih tenang, pikirannya mulai jernih dan otaknya mulai dapat berfikir dengan benar. Ia bertekad, untuk tidak melepaskan perawat cabul itu sampai kapanpun. Tentu saja ia kesal. Hatinya sedikit menyayangkan dan heran dengan kenyataan bahwa ia baru saja dicabuli oleh sesama lelaki.
Di sisi lain, ia tentunya tidak mengiginkan hal ini terjadi kepada orang lain. Ia saja yang notabenya tidak pernah takut kepada siapapun masih merasa terkejut dengan hal itu, bagaimana dengan yang lain?
Kantor Polisi Menara Kota memakan waktu sekitar 10 menit, dengan kecepatan normal. Penampakan Kantor Polisi ini berada jauh dari bayangan Archie. Terkadang, ia suka merutuki kebodohan dirinya yang selalu membandingkan segala sesuatu dengan kecamatan 13, kecamatan yang ia tinggali. Karena mau bagaimana pun juga, Kecamatan 13 tidak akan bisa bersanding dengan Menara Kota yang notabenya jauh lebih maju dan elit.
Dengan tangan terborgol, Archie dibawa menuju sebuah ruang introgasi yang letak bersebelahan dengan ruang introgasi milik perawat cabul itu.
Archie duduk dengan patuh, matanya menatap seorang detektif yang ikut bersamanya sejak ia tiba di kantor polisi ini, tak sabar untuk menjelaskan segala sesuatu secara lengkap kepadanya.
Namun, harapan memanglah harapan. Bukannya mulai mengintrogasi, detektif itu malah pergi, meninggalkannya sendirian di dalam ruangan yang hanya diterangi sebuah cahaya lampu redup.
Archie menghela nafas berat, menempelkan pipi sebelah kirinya ke meja besi dihadapannya. Mulai merenung. Mencoba memikirkan hal buruk apa yang pernah ia perbuat di masa lalu sampai-sampai ia mengalami hal menyedihkan seperti ini.
Brak!
Archie tersadar dari renungannya, menatap ke arah pintu yang di dobrak. Entah harus senang atau sedih, ia mendapati lelaki tinggi kurus dengan kacamata merah, jas hijau muda, dan topi sirkus berwarna kuning terang sedang menatap lurus ke tembok kosong. Tolong jangan lupakan tongkat emas yang menjadi tongkat kebangsaannya.
Archie, "Apa yang kau lakukan?" nadanya terdengar sinis. Ia malas bertemu dengan Bianglala yang menurutnya menyebalkan, aneh, gila, dan tidak menyenangkan.
Bianglala berjalan mendekat, ia duduk di atas meja dan menatap Archie dengan ekspresi kesal, "Tuan Archie Anantaboga, bisakah anda memberitahu saya tepatnya berapa jam yang berlalu sejak kita berpisah?"
"Hm..tidak ingat."
Bianglala menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya pelan, mencoba menahan amarah, "Belum sampai 12 jam setelah anda tiba di Menara Kota dan coba katakan padaku, dimana sekarang kau berada?"
"Kantor polisi." Archie menjawab dengan patuh, seperti sedang melakukan lomba cerdas cermat.
Bianglala mengangguk, tersenyum lebar, "Benar sekali." Sedetik kemudian, tatapannya berubah tajam, mulai berbicara secepat kilat dengan satu tarikan nafas, "Archie Anantaboga, 'Orang Beruntung' dari kecamatan 13 dengan keluarga lengkap berupa; ayah, ibu, dan adik perempuan. Umur 15 tahun, tinggi 180 centimeter dengan kekuatan magis yang hampir tidak ada. Beraninya kau merusak reputasi cermelangku dengan masuk ke kantor polisi pada hari pertama tiba dan membuatku dipanggil oleh atasan karena tidak bisa mendidik anak yang menjadi tanggung jawabku dengan benar!" Bianglala segera menarik nafas dengan tergesa-gesa.
Archie yang mendegarnya saja merasa sesak nafas. Bisa-bisanya Bianglala mengatakan kalimat sepanjang itu dalam satu tarikan nafas yang anehnya, semua ucapan Bianglala terdengar jelas di telinganya.
Bianglala bangkit berdiri, berjalan ke kursi di seberang Archie dan berdiri di belakangnya.
"HAH?" Bianglala berteriak, membuat Archie tersentak kaget.
"BISA-BISANYA..." Bianglala memukul meja, "Bisa-bisanya kau ditangkap atas pelecehan terhadap sesama jenis, hah..." Bianglala terlihat hampir menangis.
Ia menyentakkan kakinya kesal, "Haduh....bagaimana nasibku selanjutnya."
"Kau!" Bianglala menunjuk Archie, "Apa benar kau mencabuli perawat jelek itu?"
Archie menggeleng cepat, ia berdiri dengan memukul meja, "Sampai matipun aku tak akan pernah menggoda seorang pria! Enak saja. Mereka kira aku penyuka sesama jenis? Aku lebih baik hidup tanpa pasangan seumur hidup dibanding menjalin kasih dengan seorang pria!" nadanya terdengar kesal.
Bianglala terdiam sesaat sebelum pada akhirnya ia ikut memukul meja, "Benar kan!" Ia menujuk Archie, melanjutkan, "Aku sudah bilang kepada polisi menyebalkan itu kalau masalahnya ada pada perawat jelek itu! Dilihat saja aku sudah yakin seleranya sangatlah jelek."
"..."
"..."
Ruangan mendadak hening. Bianglala menaikkan alisnya seakan bertanya 'ada apa?'.
"Kenapa kau melihatku seperti itu?"
Archie tersenyum tipis, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, "Kau bilang apa tadi?"
"Apa?"
"Tadi! Kau bilang apa?"
"Aku? Bilang apa?"
Archie menghembuskan nafas kesal. Baiklah, sekarang lelaki nyentrik menyebalkan sekaligus gila dihadapannya ini ingin memainkan permainan berpura-pura bodoh. Baik. Mumpung masih ada waktu, tentu saja akan ia ladeni dengan sepenuh hati.
Di saat mereka beradu mulut, sedari tadi, terdapat detektif yang tadi bersama Archie dan beberapa penjaga keamanan yang membawa mereka kemari tengah memperhatikan mereka dari balik kaca satu arah.
Owen, "Peserta itu asik bertengkar dengan penanggung jawabnya, di sisi lain.." Owen berbalik. Dari kaca satu arah terlihat jelas perawat lelaki itu yang terus menangis ingin pulang. Owen menghela nafas, "Di sisi lain, ada perawat yang merengek seperti bayi."
"Menurut anda, kira-kira bagaimana situasinya?" detektif itu bersuara.
Owen menggeleng pelan, "Tak ada bukti."
Detektif itu tersenyum tipis, "Maksudku, bagaimana pandanganmu terhadap situasi ini. Bukan sebagai ketua tim penjaga, tetapi sebagai seorang pengamat."
"Kurasa..." Owen melirik ke arah perawat lelaki yang masih saja menangis, "semua orang pasti sudah tahu jawabannya."
Tbc...
"Sialan!" Anak lelaki bertubuh kurus dengan rambut coklat terang itu berlari dengan cepat menyusuri hutan lebat. Tangannya tergenggam sebuah kertas yang kini sudah ter-remas kasar. Jauh dibelakang, terdengar puluhan pasang derap kaki yang mengejarnya."Kejar! Kejar!"Lelaki bertubuh kurus itu mempercepat mempercepat langkah kakinya, sembari berdoa agar ia bisa sampai di perbatasan Kota Tajara dengan selamat dan terbebas dari kejaran kelompok lelaki itu.Kerisauan dihatinya mulai menghilang ketika melihat sebuah tembok pertahanan yang menjadi perbatasan antara hutan lebat dengan Kecamatan Empat, Pintu Surga. Dengan cepat ia menghentakkan kedua kalinya ke tanah, sedetik kemudian sebuah sayap kecil keluar dari sepatu yang ia kenakan, membuat dirinya mulai melayang di udara. Tawa kebahagiaan mulai terdengar. Dari posisinya, ia dapat melihat sekelompok orang berpakaian seperti pemburu yang tadi mengejarnya tengah menggeram kesal. Lelaki itu menjulur
"Kau dibebaskan." Ucap seorang detektif yang tengah membuka borgol dari tangan Archie.Bianglala melipat tangannya, menatap tuan detektif dengan tatapan kesal, "Dia bukan dibebaskan. Tetapi memang sedari awal tidak bersalah. Apakah kepolisian Menara Kota sekarang bekerja hanya untuk uang? Bagaimana bisa tidak pernah ada polisi yang becus menangani kasus."Detektif itu memilih untuk diam. Berbeda dengan Owen yang tampak lumayan tersinggung dengan perkataan yang dilontarkan oleh Bianglala, "Tuan Bianglala. Kata-katamu ini sedikit kelewatan. Kami menangani masalah sesuai prosedur yang berlaku. Lagi pula, Archie dibebaskan karena ia mendapat jaminan dari pimpinan."Bianglala mengerutkan dahi. "Apa? Dari pimpinan? Siapa namanya?""Itu aku." Lelaki berumur 12 tahun dengan rambut coklat terang itu masuk dengan melipat lengannya. Ia menggunakan jas hitam berkemeja putih yang tampak serasi dengan wajah tampannya.Bianglala meny
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang jalan Menara Kota. Keheningan tercipta selama beberapa menit sebelum pada akhirnya para penjaga keamanan kota datang mengamankan para warga dan lokasi kejadian.Walaupun lokasi stadiun berjarak cukup jauh dari tempat mereka berdiri, mereka dapat merasakan dengan jelas; hawa panas, debu maupun puing-puing yang berterbangan, dan perasaan mendebarkan yang mungkin dirasakan oleh mereka yang berada di dekat stadiun."Uhuk! Uhuk! Sialhan!" Entah ada berapa banyak debu dan pasir yang masuk ke tenggorkan Duta. Sedari tadi ia terus terbatuk dan mengumpat kesal.Archie tersentak ketika merasakan ada sesuatu yang menyentuh badannya, matanya masih terpejam mengingat debu yang masih menyelimuti. Ia mencoba untuk mencari tahu apa yang menyentuhnya sebelum pada akhirnya ia tersadar bahwa orang itu adalah Bianglala. Ia bergeser beberapa langkah ke kanan, menjauh dari Bianglala, namun Tongkat Emas milik Bianglala masih
Pukul 18:30, hampir semua peserta sudah berkumpul di Aula Hotel. Di dalam Aula inilah orang-orang mulai merasakan 'hak istimewa' bagi mereka yang berasal dari kecamatan besar. Mereka yang berasal dari kecamatan besar disebut dengan 'Orang-Orang Pilihan', mereka memiliki tempat duduk dan kawasan untuk mereka sendiri, bahkan di dekatnya terdapat berbagai makanan prasmanan yang harumnya sudah tercium dari pintu masuk. Sedangkan mereka yang berasal dari kecamatan luar hanya bisa berdiri dan iri dengan 'hak istimewa' yang didapat oleh 'Orang-Orang Pilihan'."Hei." Archie menyenggol lengan Bernard yang berdiri tepat disebelahnya.Bernard menoleh, "Apa?""Menurutmu, apakah acara pemberian bakat akan tetap diselenggarakan?"Bernard tampak merenung sesaat sebelum akhirnya ia bersuara, "Mungkin? Aku juga tidak tahu."Archie mengangguk. Tentu saja Bernard juga tidak mengetahuinya. Pertama, ia berasal dari kecamatan luar, sama sep
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang lantai yang ditempati oleh Para Peserta Acara Pemberian Bakat. Mereka bangun karna terkejut, ada juga yang menggerutu marah karena baru tertidur selama beberapa jam, tak sedikit juga yang berlari dalam keadaan setengah sadar menuruni tangga darurat.Archie terbangun dari tidurnya dengan jantung yang berdebar karna terkejut, ia melihat sekeliling, memeriksa apakah ada kebakaran atau tidak. Setelah memastikan tidak ada kebakaran, ia sedikit bernafas lega sebelum pada akhirnya televisi dihadapannya tiba-tiba saja menyala, menampilkan William yang tengah tersenyum manis dan berpakaian rapi seperti seorang pembawa berita."Selamat pagi, semua. Saya William Gama. Dengan senang hati saya umumkan kepada kalian untuk segera berkumpul di lobi hotel karena kita akan pergi menuju ke lokasi Acara dalam waktu kurang dari 15 menit dari sekarang. Jadi, tunggu apa lagi? Pakai pakaian terbaik kalian, dan turunlah kebawah." Layar televisi
Pusat kesehatan Pawky tampak berkali-kali lipat lebih maju dibandingkan Rumah Sakit Menara Kota. Dengan berada diatas sebuah lingkaran, data mengenai kesehatan dan jaringan-jaringan tubuh sudah dapat terbaca di sistem komputer. Entah itu berdiri tegap, berdiri malas, berjongkok, bahkan tiduran pun data kalian akan terbaca.Duta awalnya tidak mempercayainya, oleh karena itu ia memilih untuk meringkuk seperti bayi di atas lingkaran yang tidak terlalu besar disaat yang lainnya berdiri, dan benar saja, data tentang tubuhnya dapat terbaca di sistem komputer. Hal ini membuat dirinya takjub dan terkagum-kagum."Woah. Gila. Teknologi memang menyeramkan." Duta bertepuk tangan, mengitari para pekerja medis yang berada di dalam ruangan.Archie dan Bernard menutup wajah mereka, tampak malu dengan sikap Duta walaupun mereka tidak bisa menepis bahwa mereka juga cukup terkesan dengan teknologi canggih ini. Sebenernya, ada banyak teknologi canggih di Pawky yang akan
Beberapa jam sebelum Acara dimulai...William menatap datar pantulan dirinya di cermin yang berbalut jas formal berwarna biru gelap. Ia tampak merasa 'asing' dengan pantulan dirinya sendiri. Tak ada senyum yang biasanya terlukis di sudut bibir lelaki itu.Ceklek!William menoleh ke arah pintu kamar yang dibuka, dari balik pintu, terlihat sesosok lelaki seusianya yang tampak rapuh, Jason Stanlala."Boleh aku masuk?" Kepala Jason masuk melalui sela antara pintu dan dinding.William tersenyum lebar, ia sangat merindukan sahabat karibnya ini. Mereka sudah saling mengenal dan bersahabat sejak kecil, sehingga rasanya aneh jika melewatkan hari tanpa berbincang ataupun bertukar kabar terhadap satu sama lain."Kau sudah membuka pintu. Apa kau masih butuh izinku?"Jason tersenyum tipis, ia masuk ke kamar William yang tak kalah mewah dari kamar para peserta. Ia berjalan mendekat ke arah William, gerakannya tampak ca
Para penjaga keamanan mengambil kontrak perjanjian dari atas meja setelah hitungan William selesai. Mereka berjalan dengan teratur, masuk ke dalam ruangan bersamaan dengan keluarnya pasukan penjaga keamanan lain. Setelah para pasukan penjaga keamanan baru itu berada di posisinya, William bersuara."Baiklah. Dari dua puluh peserta, terdapat 5 orang yang memilih untuk mengundurkan diri. Peserta nomor 18,17,16,10,9 diharapkan keluar dengan mengikuti pasukan keamanan di hadapan kalian."Para peserta yang mengundurkan diri itu dengan patuh berjalan dan keluar dari lapangan. Archie menatap punggung kelima peserta itu, 'apa seharusnya aku juga ikut mengundurkan diri?' ia membatin."Baiklah. Haruskah kita mulai permainannya sekarang?" William bicara seakan bertanya kepada dirinya sendiri. "Kelima belas peserta diharapkan masuk ke dalam tabung di samping kalian sekarang juga. Tabung tersebut akan membawa kalian menuju ke lokasi perlombaan yang akan dise