Share

8.

Mata Archie beberapa kali bertatapan dengan seorang perawat lelaki yang tengah mengatur posisi berdirinya di hadapan sebuah mesin scanner yang berfungsi untuk mengecek keadaan tubuh pasien secara lengkap. 

Archie sedikit tidak nyaman, namun ia tetap mencoba untuk bersikap ramah mengingat perkataan Sang Ibu yang menyuruhnya untuk menjaga sikap. Sedetik kemudian, ia tersentak ketika mendapati perawat lelaki tersebut mencoba menyentuh kemaluannya. Dengan cepat Archie menjauh dan menutup tubuhnya, matanya membelalak, masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami. 

Perawat lelaki itu tampaknya juga sedikit terkejut, kemudian berteriak histeris. 

Brak! 

Pintu ruangan didobrak, menampakkan sekelompok-terdiri dari lima orang-penjaga keamanan dengan pistol di tangannya yang masuk tergesa-gesa. Seorang lelaki yang berada di paling depan bertanya kepada perawat lelaki itu, "Apa yang terjadi?" nadanya terdengar tegas. 

Badan perawat lelaki itu mendadak bergetar, ia menunjukkan Archie yang masih termenung, "DIA! DIA MENCOBA MENCABULIKU!" 

Teriakan perawat lelaki itu mengundang perhatian para perserta maupun pasien rumah sakit yang berada di dekatnya. Duta dan Bernard yang melihat kejadian itu bertatapan sekilas dan tenggelam dalam pikirannya masing-masing. 

'Apa yang terjadi?' Bernard membatin. 

'Hm...Archie tak tampak seperti seorang penyuka sesama jenis...' Duta mengelus dagunya. 

"Kau! Apa benar yang dia katakan?" Lelaki itu bertanya kepada Archie. Mencoba memastikan informasi dari kedua belah pihak. Dari pandangan Archie, ia dapat melihat jelas tanda nama yang terletak di dada kiri lelaki itu, 'Owen'. 

Archie masih terdiam. Hati dan otaknya masih menyangkal bahwa ia baru saja dilecehkan secara seksual oleh sesama lelaki. 

"Apa yang terjadi?" Perhatian semua orang teralih ke belakang kerumunan. Terlihat seorang lelaki tinggi dengan lengan terlipat, tampak sombong dengan tatapan tajam, tubuhnya terbilang atletis dengan kulit pucat, dan kemeja putih yang dua buah kancing bagian atasnya terbuka-lebih tepatnya, sengaja dibuka. Dibelakang lelaki itu, terdapat 3 orang lelaki lain yang tak kalah rupawan dengan dirinya. Yang membedakan hanyalah aura kepemimpinan kuat yang terpancar dari lelaki berkulit pucat itu. 

Lelaki itu melipat lengannya, dan berjalan melewati kerumunan. Anehnya, kerumunan itu seakan terhipnotis untuk membukakan jalan kepada kelompok lelaki rupawan itu.

"Tuan Owen, apa yang terjadi?"

Kelompok penjaga keamanan itu memberi hormat kepada kelompok lelaki itu, dan menurunkannya ketika lelaki berkulit pucat itu mengangguk pelan. 

"Tuan muda, masalahnya adalah seperti ini. Saat kami sedang berpatroli, tiba-tiba saja kami mendengar perawat ini berteriak. Lalu setelah kami masuk, perawat ini mengatakan bahwa lelaki itu baru saja mencoba mencabuli dirinya." Owen menjelaskan secara singkat, padat, dan jelas. 

Duta berjalan mendekat, "Enak saja. Dimana bukti kalau Archie mencoba mencabuli perawat itu! Aku lihat jelas-jelas perawat itu yang mencoba mencabuli Archie!" 

Lelaki berkulit pucat yang dipanggil tuan muda itu tersenyum tipis, ia berbalik dan menatap Duta dengan tatapan tajam-terkesan meremehkan- yang menjadi ciri khasnya. 

"Ou. Apa kau memiliki bukti?" 

Duta hendak membalas ucapan lelaki itu jika saja Bernard tidak membekap mulutnya. Duta menatap Bernard sinis, ia meronta-ronta seperti cacing kepanasan sebelum pada akhirnya ia berhasil dibawa keluar oleh Bernard. 

Lelaki pucat itu menatap kepergian Bernard dan Duta dengan tatapan jijik. Seakan mereka adalah hama yang harus dimusnahkan. Pandangannya kini berbalik ke Archie, meneliti Archie dari atas sampai bawah. Sebelum pada akhirnya, pandangannya beralih ke Owen.

"Tidak ada kamera pengawas disini. Apa yang akan kau lakukan, Tuan Owen?" 

"Tentu saja kami akan mengintrogasi mereka, tuan muda." 

"Ou. Kau pikir, pencuri akan mengaku kalau dirinya adalah pencuri?" 

"Ini..." Owen tampak mencoba mencari jawaban dari pertanyaan lelaki berkulit pucat itu. 

"Aku cukup kecewa dengan peformamu saat perburuan kemarin. Jadi..." Lelaki berkulit pucat itu berjalan mendekati Owen. Dari jarak sedekat itu, terlihat jelas perbedaan tinggi mereka yang cukup signifikan. 

"Bekerjalah dengan benar." Lelaki itu menepuk pundak Owen sebelum pada akhirnya, ia dan kelompoknya berjalan meninggalkan ruangan. 

"Bawa mereka berdua." Perintah Owen kepada bawahannya. 

***

Mereka (Archie dan perawat lelaki), dibawa dengan mobil berbeda menuju Kantor Polisi Menara Kota. Hati Archie sudah tampak lebih tenang, pikirannya mulai jernih dan otaknya mulai dapat berfikir dengan benar. Ia bertekad, untuk tidak melepaskan perawat cabul itu sampai kapanpun. Tentu saja ia kesal. Hatinya sedikit menyayangkan dan heran dengan kenyataan bahwa ia baru saja dicabuli oleh sesama lelaki. 

Di sisi lain, ia tentunya tidak mengiginkan hal ini terjadi kepada orang lain. Ia saja yang notabenya tidak pernah takut kepada siapapun masih merasa terkejut dengan hal itu, bagaimana dengan yang lain?

Kantor Polisi Menara Kota memakan waktu sekitar 10 menit, dengan kecepatan normal. Penampakan Kantor Polisi ini berada jauh dari bayangan Archie. Terkadang, ia suka merutuki kebodohan dirinya yang selalu membandingkan segala sesuatu dengan kecamatan 13, kecamatan yang ia tinggali. Karena mau bagaimana pun juga, Kecamatan 13 tidak akan bisa bersanding dengan Menara Kota yang notabenya jauh lebih maju dan elit.

Dengan tangan terborgol, Archie dibawa menuju sebuah ruang introgasi yang letak bersebelahan dengan ruang introgasi milik perawat cabul itu. 

Archie duduk dengan patuh, matanya menatap seorang detektif yang ikut bersamanya sejak ia tiba di kantor polisi ini, tak sabar untuk menjelaskan segala sesuatu secara lengkap kepadanya.

Namun, harapan memanglah harapan. Bukannya mulai mengintrogasi, detektif itu malah pergi, meninggalkannya sendirian di dalam ruangan yang hanya diterangi sebuah cahaya lampu redup. 

Archie menghela nafas berat, menempelkan pipi sebelah kirinya ke meja besi dihadapannya. Mulai merenung. Mencoba memikirkan hal buruk apa yang pernah ia perbuat di masa lalu sampai-sampai ia mengalami hal menyedihkan seperti ini.

Brak! 

Archie tersadar dari renungannya, menatap ke arah pintu yang di dobrak. Entah harus senang atau sedih, ia mendapati lelaki tinggi kurus dengan kacamata merah, jas hijau muda, dan topi sirkus berwarna kuning terang sedang menatap lurus ke tembok kosong. Tolong jangan lupakan tongkat emas yang menjadi tongkat kebangsaannya. 

Archie, "Apa yang kau lakukan?" nadanya terdengar sinis. Ia malas bertemu dengan Bianglala yang menurutnya menyebalkan, aneh, gila, dan tidak menyenangkan.

Bianglala berjalan mendekat, ia duduk di atas meja dan menatap Archie dengan ekspresi kesal, "Tuan Archie Anantaboga, bisakah anda memberitahu saya tepatnya berapa jam yang berlalu sejak kita berpisah?" 

"Hm..tidak ingat." 

Bianglala menarik nafasnya dalam dan menghembuskannya pelan, mencoba menahan amarah, "Belum sampai 12 jam setelah anda tiba di Menara Kota dan coba katakan padaku, dimana sekarang kau berada?" 

"Kantor polisi." Archie menjawab dengan patuh, seperti sedang melakukan lomba cerdas cermat.

Bianglala mengangguk, tersenyum lebar, "Benar sekali." Sedetik kemudian, tatapannya berubah tajam, mulai berbicara secepat kilat dengan satu tarikan nafas, "Archie Anantaboga, 'Orang Beruntung' dari kecamatan 13 dengan keluarga lengkap berupa; ayah, ibu, dan adik perempuan. Umur 15 tahun, tinggi 180 centimeter dengan kekuatan magis yang hampir tidak ada. Beraninya kau merusak reputasi cermelangku dengan masuk ke kantor polisi pada hari pertama tiba dan membuatku dipanggil oleh atasan karena tidak bisa mendidik anak yang menjadi tanggung jawabku dengan benar!" Bianglala segera menarik nafas dengan tergesa-gesa.

Archie yang mendegarnya saja merasa sesak nafas. Bisa-bisanya Bianglala mengatakan kalimat sepanjang itu dalam satu tarikan nafas yang anehnya, semua ucapan Bianglala terdengar jelas di telinganya.

Bianglala bangkit berdiri, berjalan ke kursi di seberang Archie dan berdiri di belakangnya. 

"HAH?" Bianglala berteriak, membuat Archie tersentak kaget.

"BISA-BISANYA..." Bianglala memukul meja, "Bisa-bisanya kau ditangkap atas pelecehan terhadap sesama jenis, hah..." Bianglala terlihat hampir menangis. 

Ia menyentakkan kakinya kesal, "Haduh....bagaimana nasibku selanjutnya." 

"Kau!" Bianglala menunjuk Archie, "Apa benar kau mencabuli perawat jelek itu?"

Archie menggeleng cepat, ia berdiri dengan memukul meja, "Sampai matipun aku tak akan pernah menggoda seorang pria! Enak saja. Mereka kira aku penyuka sesama jenis? Aku lebih baik hidup tanpa pasangan seumur hidup dibanding menjalin kasih dengan seorang pria!" nadanya terdengar kesal. 

Bianglala terdiam sesaat sebelum pada akhirnya ia ikut memukul meja, "Benar kan!" Ia menujuk Archie, melanjutkan, "Aku sudah bilang kepada polisi menyebalkan itu kalau masalahnya ada pada perawat jelek itu! Dilihat saja aku sudah yakin seleranya sangatlah jelek." 

"..."

"..." 

Ruangan mendadak hening. Bianglala menaikkan alisnya seakan bertanya 'ada apa?'. 

"Kenapa kau melihatku seperti itu?" 

Archie tersenyum tipis, tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya, "Kau bilang apa tadi?" 

"Apa?" 

"Tadi! Kau bilang apa?" 

"Aku? Bilang apa?" 

Archie menghembuskan nafas kesal. Baiklah, sekarang lelaki nyentrik menyebalkan sekaligus gila dihadapannya ini ingin memainkan permainan berpura-pura bodoh. Baik. Mumpung masih ada waktu, tentu saja akan ia ladeni dengan sepenuh hati. 

Di saat mereka beradu mulut, sedari tadi, terdapat detektif yang tadi bersama Archie dan beberapa penjaga keamanan yang membawa mereka kemari tengah memperhatikan mereka dari balik kaca satu arah. 

Owen, "Peserta itu asik bertengkar dengan penanggung jawabnya, di sisi lain.." Owen berbalik. Dari kaca satu arah terlihat jelas perawat lelaki itu yang terus menangis ingin pulang. Owen menghela nafas, "Di sisi lain, ada perawat yang merengek seperti bayi." 

"Menurut anda, kira-kira bagaimana situasinya?" detektif itu bersuara. 

Owen menggeleng pelan, "Tak ada bukti." 

Detektif itu tersenyum tipis, "Maksudku, bagaimana pandanganmu terhadap situasi ini. Bukan sebagai ketua tim penjaga, tetapi sebagai seorang pengamat." 

"Kurasa..." Owen melirik ke arah perawat lelaki yang masih saja menangis, "semua orang pasti sudah tahu jawabannya." 

Tbc...

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status