Menara kota adalah sebuah wilayah kecil yang dibuat oleh keempat kecamatan yang mengelilinginya.
Keempat kecamatan itu antara lain:
Kecamatan satu, Pluto
Kecamatan dua, Cultura
Kecamatan tiga, Technologia
Kecamatan empat, Pintu Surga.
Kecamatan satu berada disebelah bagian Barat agak ke Utara Menara Kota. Iklim disana cenderung kering dan dengan suhu yang cukup ekstrim. Disana, terdapat pegunungan tertinggi di kota Tajara, Pegunungan Atos-berarti sangat banyak dan tidak teratur. Pegunungan inilah yang menjadi pemisah antara kecamatan satu dan kecamatan dua.
Kecamatan ini terkenal sebagai pusat jalannya perekonomian kota bahkan dunia. Terdapat sebuah kasino yang paling terkenal di dunia bernama Kasino Dewa Rejeki. Walaupun terletak di atas gunung, kasino ini tidak pernah sepi pengunjung.
Kecamatan Dua terletak disebelah bagian Timur agak ke Utara Menara Kota. Walaupun beriklim kering, suhu di Kecamatan Dua terasa lebih bersahabat dibandingkan dengan Kecamatan Satu.
Kecamatan ini terkenal dengan kebudayaannya, mulai dari; musik tradisional, pakaian tradisional, makanan tradisional, dan bangunan tradisional. Jika berkunjung ke daerah Selatan, akan ada sebuah sungai besar yang terhubung ke lautan. Sungai ini menjadi perbatasan antara Kecamatan Dua dan Kecamatan Tiga.
Kecamatan Tiga terletak disebelah bagian Timur agak ke Selatan Menara Kota. Beriklim lembab dengan mata pencaharian penduduknya semua berada di bidang teknologi dan industri. Keamanan Kecamatan Tiga dinilai sebagai Kecamatan dengan keamanan tertinggi di dunia karena setiap detiknya akan ada drone yang berpatroli. Tingkat Kriminalitas di kecamatan ini nyaris mendekati angka 0 dibandingkan keempat kecamatan besar lainnya.
Kecamatan Empat terletak disebelah bagian Barat agak ke Selatan Menara Kota. Beriklim lembab dan sangat bersahabat. Kecamatan ini merupakan kecamatan terbesar di Kota Tajara dan terbagi menjadi dua buah kubu. Kubu Utara terkenal dengan wisata religinya, banyak para rohaniawan yang tinggal di sana. Kubu Selatan terkenal dengan perdagangan jalur lautnya. Ada sebuah pelabuhan besar dan mata pencaharian penduduknya terdiri dari pedagang, nelayan, ataupun pelaut.
Sedangkan Menara Kota sendiri adalah sebuah wilayah yang dibuat sebagai bentuk persaudaraan ke-empat Kecamatan. Wilayah ini disebut Menara Kota karena sebuah bangunan pencakar langit yang terbuat dari batu dan semen setinggi 473 meter. Bangunan ini merupakan pusat segala riset, pengetahuan, hiburan, dan pemerintahan Kota Tajara dilakukan.
Wilayahnya terbilang cukup luas. Tidak lebih luas dari kecamatan besar. Tapi, berkali-kali lipat lebih luas dari Kecamatan 13-tempat Archie tinggal.
Selain sebuah bangunan pencakar langit yang menjadi simbol dari Menara Kota, tempat ini juga memiliki sebuah akademi besar nan misterius namun begitu populer bernama Akademi Pemimpin.
Namanya memang sedikit nyentrik. Namun percayalah, namanya yang nyentrik justru membuat akademi ini memiliki sebuah daya tarik tersendiri. Belum lagi dengan reputasinya yang selalu meluluskan lulusan terbaik-para lulusan kebanyakan bekerja di pemerintahan ataupun keamanan.
Menara Kota hanya memiliki sebuah stasiun besar yang menjadi satu-satunya transportasi bagi warga dari Kecamatan Luar untuk datang.
"Pintu terbuka."
Pintu gerbong terbuka, Archie berjalan di sebelah Bianglala dan melangkah keluar dari gerbong. Dengan penuh semangat, Archie menoleh ke kanan dan kirinya. Ia ingin melihat penampilan peserta lain dengan rambut yang sudah dipotong pendek-mendekati botak.
Terkejut. Archie terdiam. Badannya membeku. Pikirannya seketika berhenti.
'Apa ini? Apa yang terjadi? Kenapa rambut orang-orang masih panjang?'
Archie membatin. Tampangnya kini seperti orang bodoh yang menyadari bahwa ia baru saja ditipu dan rugi ratusan juga keping emas.
"Pftt!" Bianglala menahan tawanya.
Archie menatap tajam Bianglala, dadanya naik turun, tampak kesal, wajahnya memerah dan tangannya mengepal erat, "KAU...."
Bianglala menaikkan sebelah alisnya, sedikit menunduk mengingat dirinya yang lebih tinggi dari Archie, tak lupa tersenyum dengan gaya menyebalkannya, "Ada masalah?"
Bianglala berjalan meninggalkan Archie yang tengah kesal dan malu secara bersamaan. Matanya tak lepas dari punggung Bianglala yang mulai menjauh.
Bianglala berkata letih, "Hah.....Punggungku rasanya akan terbakar jika ia menatapku dengan tatapan seperti itu lebih lama lagi."
Bianglala berbalik, menatap Archie yang tengah kesal dengan senyum menyebalkannya, "kau akan menjadi orang hilang jika terdiam lebih lama disitu."
Setelah mengatakan itu, Bianglala kembali melanjutkan jalannya menuju ke luar stasiun. Mau tak mau, Archie mengikutinya walaupun hatinya kini tengah terbakar api kemarahan.
'Lihat saja. Suatu saat, aku pasti akan membalaskan dendam ini' ucapnya penuh tekad.
Stasiun besar ini tampak kosong, mungkin karena tak sembarang orang bisa datang ke Menara Kota dan stasiun ini terlalu luas. Terdapat berbagai loket tiket untuk para pengunjung yang baru datang dan loket makanan yang harumnya sudah tercium sejak pintu gerbong terbuka. Jangan lupakan juga poster maupun papan-papan yang mempromosikan tentang 'Acara Pemberian Bakat'.
"Au!" Archie menyentuh hidungnya yang terbentur tembok tak kasat mata.
Bianglala menghentikan langkahnya dan berbalik ketika mendengar suara Archie. Ia kembali tersenyum dengan gaya menyebalkannya, "Ada masalah?"
Archie mengerutkan dahi ketika melihat para peserta dengan penanggung jawabnya yang tadi berada di kereta yang sama dengannya dapat melewati tembok tak kasat mata dihadapannya dengan lancar. Ia menatap Bianglala tajam seakan meminta penjelasan dari lelaki itu.
Bianglala terkekeh kecil, berjalan mendekat, berdiri tepat dihadapan Archie dan melipat tangannya, "Pelajaran pertama. Sistem keamanan Menara Kota dapat mengenali orang yang tak dikenal dan tak memiliki akses masuk secara otomatis. Siapa yang membuat sistem ini? Jawabannya adalah Alberto Palapluto, pemimpin kecamatan satu. Yah..walaupun sebenarnya sistem ini dibuatnya untuk tujuan lain."
"Jadi?"
"Jadi, kau tidak bisa masuk."
"Apa?"
Bianglala mengangguk, "Kau tidak bisa masuk hanya dengan mengandalkan papan nama di sakumu. Kau harus mendaftarkan diri di...." mata Bianglala menelusuri stasiun, "sana." ia menunjuk sebuah ruangan dengan kaca transparan yang tengah tampak cukup ramai dengan antrian.
Archie melihat ruangan itu sekilas sebelum pandangannya kembali ke Bianglala. Mereka saling bertatapan tanpa berbica. Orang-orang yang melihatnya akan merasa bahwa mereka adalah sepasang kekasih yang harus berpisah walaupun saling mencintai karena mereka adalah sesama jenis-walaupun tak ada peraturan khusus dari Menara Kota tentang pernikahan sesama jenis, hal ini masih tabu dan sangat ditentang keras terutama oleh Kecamatan empat, Pintu Surga. Mereka menganggap bahwa Dewa menciptakan lelaki dan perempuan berpasangan untuk bersama saling mencintai dan memperbanyak keturunan.
"Kau tidak membantuku?"
"Aku?" Bianglala menjawab dengan nada yang dilebih-lebihkan. "Tugasku adalah sebagai penanggung jawabmu, bukan ibumu. Kuberi waktu satu jam, jika lebih lama dari itu akan kutinggal." Bianglala melangkah pergi seenaknya tanpa memperdulikan pendapat Archie.
Archie mendengus kesal. Ia mengeluarkan Papan Nama dari sakunya dan berjalan mendekati ruangan tersebut.
'RESEPSIONIS' terpampang jelas di depan pintu ruangan tersebut. Ia mengantri bersama dengan tiga orang peserta lain yang ikut mengantri bersama penanggung jawabnya. Tak lama, ia tiba disebuah meja panjang bersekat yang didindingnya terdapat sebuah kotak yang berisikan formulir.
Archie mengambil formulir tersebut setelah melihat seorang lelaki bertubuh besar disebelahnya mengambil formulir itu.
"Sekarang tuliskan nama, dan alamatmu. Lalu tuliskan, 'Acara Pemberian Bakat' di kolom tujuan." Seorang perempuan berambut panjang dikuncir dua dengan pakaian yang tak kalah nyentrik dari Bianglala menjelaskan dengan ramah kepada lelaki bertubuh besar itu.
Archie menulis sesuai instruksi yang ditunjukkan perempuan itu kepada lelaki bertubuh besar. Setelah selesai, mereka bergeser ke sebuah tempat yang berbentuk mirip seperti mesin ATM bersekat dan memiliki tirai sebagai pintunya. Archie berdiri di mesin ATM yang tepat berada di sebelah mesin ATM tempat lelaki bertubuh besar itu berada.
"Masukan papan namamu ke lubang di sebelah kanan dan kertas formulir di lubang yang tepat berada di bawah layar."
'Selamat datang ke Menara Kota, Bernard.' Suara mesin disebelah Archie.
'Selamat datang di Menara Kota, Archie Anantaboga.' Suara mesin dihadapannya ketika ia melakukan hal sesuai instruksi perempuan itu. Walaupun dipisahkan oleh sekat, ia masih dapat mendengar suara perempuan itu dengan jelas. Layar dihadapannya kini menampilkan data pribadi miliknya.
'Harap pandangan menatap lurus ke sebuah benda hitam dihadapan mata anda.'
Archie menoleh ke sekitar mesin, apa yang dimaksud dengan benda hitam? Satu-satunya hal berwarna hitam dihadapannya adalah sebuah...hm...kaca transparan berwarna hitam bulat berdiameter 3 cm yang terpasang langsung dengan mesin.
Archie menoleh kesamping, ikut menatap lurus ke depan seperti tengah melakukan upacara bendera ketika melihat Bernard.
'identifikasi retina selesai. Sekarang tempelkan tangan anda pada layar dihadapan anda.'
Kini, dengan penuh percaya diri ia menempelkan tangannya pada layar dihadapannya ketika melihat layar dihadapannya berubah menjadi tampilan telapak tangan.
'identifikasi selesai.'
Layar kini menunjukkan data yang lebih pribadi lagi. Seperti daftar keluarga, nomor identitas, bahkan sampai ke titik rekening saldo miliknya yang tentunya berjumlah 0 keping. Tidak ingin berbohong, sejujurnya ia miskin, sangat-sangat miskin. Saking miskinnya, ia bahkan tidak rela membayar biaya rekening bulanan sehingga memilih untuk menyimpan uangnya secara tradisional.
'Jika data anda benar, silahkan tekan tombol selanjutnya.'
Archie menekan tombol selanjutnya.
'Selamat datang di Menara Kota, Archie Anantaboga. Kami, dari Pihak Menara Kota, menyambut anda dengan tangan terbuka. Berikut adalah kartu identitas anda yang berlaku untuk enam bulan. Silahkan datang ke kantor pusat jika terjadi suatu hal. Semoga hari anda menyenangkan.'
Archie mengambil sebuah kartu yang keluar dari lobang dibawah lobang yang dia gunakan untuk memasukkan papan namanya. Dengan langkah ringan ia keluar dari ruangan.
"Archie Anantaboga!"
Archie berbalik, mendapati Bernard yang kini tengah melambaikan tangan ke arahnya.
"Jangan sok akrab, dasar menyebalkan." Seorang lelaki dengan badan yang tak kalah besar dari Bernard tiba-tiba saja muncul di belakang lelaki itu.
"Heh! Siapa yang kau bilang menyebalkan, hah!" Bernard menarik lengan bajunya, ia berjalan mendekat ke arah lelaki itu dengan hawa mengancam.
Jika itu Archie, mungkin sekarang jantungnya sudah berdebar kencang saking takutnya. Namun, lelaki itu sama sekali tidak takut. Ia mendekati Bernard dengan nada tak kalah mengancamnya.
"Tentu saja kau, siapa lagi."
"Tampaknya kau belum puas kuhajar saat seleksi kemarin, Duta."
Duta terkekeh kecil, "Bukankah aku yang harus mengatakan hal itu?"
"Kau.."
Disaat mereka beradu tatap, seorang perempuan berambut pendek dengan pakaian yang didominasi berwarna ungu itu berjalan mendekat. Menatap penanggung jawab Bernard dengan tatapan angkuh.
"Bukankah harusnya kau melerai mereka, Nyonya?"
Perempuan yang dipanggil 'Nyonya' itu menyipitkan matanya, "untuk apa? Aku bahkan menantikan pertarungan mereka 'lagi'."
"Cih...takutnya kalian akan kalah jika kita bertarung lagi."
Nyonya tertawa, "Selir kedua, jangan lupa kalau kita seri."
"Bagaimana mungkin aku lupa? Selir kedua ini, akan selalu ingat fakta Bernard hampir kehilangan kakinya saat bertarung dengan Duta."
Nyonya kembali tertawa, "Selir kedua, bagaimana kau bisa melupakan fakta kalau Duta hampir saja kehilangan matanya karena Bernard?"
Archie tertegun. Pemandangan ini, sekilas saja sudah terasa seperti perselisihan rakyat kelas atas, berbeda dari perselisihan antar ibu-ibu yang memperebutkan barang diskon di pasar. Ia ingin sekali pergi, jika saja tadi Bernard tidak memanggilnya, mungkin sekarang ia sudah bisa berkeliling dan menikmati pemandangan Menara Kota.
Bel stasiun berbunyi..
'Kami infokan kepada seorang penumpang kereta asal Stasiun Kecamatan Tiga Belas tujuan akhir Stasiun Menara Kota bernama Archie Anantaboga, diharapkan segera datang ke meja informasi karena majikan anda sedang menunggu anda. Terima kasih.'
Tbc...
Para peserta acara Pemberian Bakat dibawa oleh para penanggung jawabnya masing-masing menuju Hotel Menara Kota. Hotel terbesar, termewah, dan satu-satunya di kawasan Menara Kota. Kamar hotel ini memiliki 5 buah ruangan; ruang tamu, ruang rapat, ruang makan, kamar tidur, dan kamar mandi.Lobi hotel tampak penuh. Tampaknya, proses check-in hotel akan memakan waktu yang cukup lama mengingat ada banyak sekali penonton dari berbagai kecamatan yang datang untuk menonton Acara Pemberian Bakat."Hei! Apakah kau kemari bersama dengan majikan mu?" Duta merangkul pundak Archie, bersikap akrab walaupun ini adalah hari pertama mereka bertemu.Ini semua karena Bianglala, Si Pria Sialan. Bisa-bisanya Pria itu berfikir untuk memanggil dirinya melalui meja informasi stasiun yang membuat pihak stasiun memanggil namanya melalui speaker stasiun. Belum lagi Si Pria Sialan itu menyebut dirinya sendiri dengan sebutan 'majikan' membuat orang-orang membuat orang-orang memiliki kes
"Wuahh.." Itu kata pertama yang keluar dari mulut Archie ketika melihat ruang kamar yang akan ditempati olehnya selama sepuluh hari kedepan."Yah..kau patut merasa terpesona. Ruangan kamar ini sedikit lebih baik dibandingkan yang kedua 'badak' itu tempati." Bianglala melipat lengan dan menyandar di dinding, nada bicaranya masih saja terdengar sombong."Walaupun aku tak tahu ini akan menjadi hal buruk atau baik."Archie berbalik, "Apa maksudmu?"Bianglala melangkah menuju sofa dan duduk diatasnya, ia mengeluarkan sebuah permen lolipop dari saku jasnya dan memakannya, dahinya sedikit mengerut-mungkin permen itu sedikit asam, "Kau tahu kedelapan anak itu kan?""Yang berasal dari Empat Kecamatan Besar?" Archie duduk berhadapan dengan Bianglala.Bianglala mengangguk pelan, "Apa kau pernah dengar tentang insiden 7 tahun yang lalu?""7 tahun yang lalu?"Bianglala menghela nafas berat. Tampakny
"Uwaw." Duta menurunkan kacamata hitam yang ia gunakan ketika melihat Archie dengan pakaian pink neonnya berjalan mendekat.Bernard memutar matanya malas. Matanya saja sudah sakit dengan pakaian Duta yang berwarna kuning neon, sekarang datang Archie dengan pakaian pink neonnya. Sekilas saja ia sudah dapat menebak bahwa kedua orang ini akan menjadi teman akrab ketika melihat selera pakaian mereka yang sama."Hei, yo! Apa kabar, kawan." Duta menepuk pundak Archie, nadanya terdengar bersemangat.Archie mengelus pundaknya yang terasa nyeri, ia tersenyum tipis, masih belum terbiasa dengan sikap kasar Duta."Hei, Bernard! Lihatlah! Kau bilang aku berlebihan, tapi lihat anak ini!" Duta tertawa semangat, sedari tadi suasana hatinya sedikit buruk karena mendegar ocehan Bernard tentang gaya berpakaiannya yang terkesan nyentrik.Bernard kembali memutar matanya, ia bergeser 5 langkah ke kanan, menjauh dari dua pemuda aneh itu. Matanya m
Mata Archie beberapa kali bertatapan dengan seorang perawat lelaki yang tengah mengatur posisi berdirinya di hadapan sebuah mesin scanner yang berfungsi untuk mengecek keadaan tubuh pasien secara lengkap.Archie sedikit tidak nyaman, namun ia tetap mencoba untuk bersikap ramah mengingat perkataan Sang Ibu yang menyuruhnya untuk menjaga sikap. Sedetik kemudian, ia tersentak ketika mendapati perawat lelaki tersebut mencoba menyentuh kemaluannya. Dengan cepat Archie menjauh dan menutup tubuhnya, matanya membelalak, masih terkejut dengan apa yang baru saja ia alami.Perawat lelaki itu tampaknya juga sedikit terkejut, kemudian berteriak histeris.Brak!Pintu ruangan didobrak, menampakkan sekelompok-terdiri dari lima orang-penjaga keamanan dengan pistol di tangannya yang masuk tergesa-gesa. Seorang lelaki yang berada di paling depan bertanya kepada perawat lelaki itu, "Apa yang terjadi?" nadanya terdengar tegas.Badan perawa
"Sialan!" Anak lelaki bertubuh kurus dengan rambut coklat terang itu berlari dengan cepat menyusuri hutan lebat. Tangannya tergenggam sebuah kertas yang kini sudah ter-remas kasar. Jauh dibelakang, terdengar puluhan pasang derap kaki yang mengejarnya."Kejar! Kejar!"Lelaki bertubuh kurus itu mempercepat mempercepat langkah kakinya, sembari berdoa agar ia bisa sampai di perbatasan Kota Tajara dengan selamat dan terbebas dari kejaran kelompok lelaki itu.Kerisauan dihatinya mulai menghilang ketika melihat sebuah tembok pertahanan yang menjadi perbatasan antara hutan lebat dengan Kecamatan Empat, Pintu Surga. Dengan cepat ia menghentakkan kedua kalinya ke tanah, sedetik kemudian sebuah sayap kecil keluar dari sepatu yang ia kenakan, membuat dirinya mulai melayang di udara. Tawa kebahagiaan mulai terdengar. Dari posisinya, ia dapat melihat sekelompok orang berpakaian seperti pemburu yang tadi mengejarnya tengah menggeram kesal. Lelaki itu menjulur
"Kau dibebaskan." Ucap seorang detektif yang tengah membuka borgol dari tangan Archie.Bianglala melipat tangannya, menatap tuan detektif dengan tatapan kesal, "Dia bukan dibebaskan. Tetapi memang sedari awal tidak bersalah. Apakah kepolisian Menara Kota sekarang bekerja hanya untuk uang? Bagaimana bisa tidak pernah ada polisi yang becus menangani kasus."Detektif itu memilih untuk diam. Berbeda dengan Owen yang tampak lumayan tersinggung dengan perkataan yang dilontarkan oleh Bianglala, "Tuan Bianglala. Kata-katamu ini sedikit kelewatan. Kami menangani masalah sesuai prosedur yang berlaku. Lagi pula, Archie dibebaskan karena ia mendapat jaminan dari pimpinan."Bianglala mengerutkan dahi. "Apa? Dari pimpinan? Siapa namanya?""Itu aku." Lelaki berumur 12 tahun dengan rambut coklat terang itu masuk dengan melipat lengannya. Ia menggunakan jas hitam berkemeja putih yang tampak serasi dengan wajah tampannya.Bianglala meny
Alarm tanda evakuasi berbunyi keras di sepanjang jalan Menara Kota. Keheningan tercipta selama beberapa menit sebelum pada akhirnya para penjaga keamanan kota datang mengamankan para warga dan lokasi kejadian.Walaupun lokasi stadiun berjarak cukup jauh dari tempat mereka berdiri, mereka dapat merasakan dengan jelas; hawa panas, debu maupun puing-puing yang berterbangan, dan perasaan mendebarkan yang mungkin dirasakan oleh mereka yang berada di dekat stadiun."Uhuk! Uhuk! Sialhan!" Entah ada berapa banyak debu dan pasir yang masuk ke tenggorkan Duta. Sedari tadi ia terus terbatuk dan mengumpat kesal.Archie tersentak ketika merasakan ada sesuatu yang menyentuh badannya, matanya masih terpejam mengingat debu yang masih menyelimuti. Ia mencoba untuk mencari tahu apa yang menyentuhnya sebelum pada akhirnya ia tersadar bahwa orang itu adalah Bianglala. Ia bergeser beberapa langkah ke kanan, menjauh dari Bianglala, namun Tongkat Emas milik Bianglala masih
Pukul 18:30, hampir semua peserta sudah berkumpul di Aula Hotel. Di dalam Aula inilah orang-orang mulai merasakan 'hak istimewa' bagi mereka yang berasal dari kecamatan besar. Mereka yang berasal dari kecamatan besar disebut dengan 'Orang-Orang Pilihan', mereka memiliki tempat duduk dan kawasan untuk mereka sendiri, bahkan di dekatnya terdapat berbagai makanan prasmanan yang harumnya sudah tercium dari pintu masuk. Sedangkan mereka yang berasal dari kecamatan luar hanya bisa berdiri dan iri dengan 'hak istimewa' yang didapat oleh 'Orang-Orang Pilihan'."Hei." Archie menyenggol lengan Bernard yang berdiri tepat disebelahnya.Bernard menoleh, "Apa?""Menurutmu, apakah acara pemberian bakat akan tetap diselenggarakan?"Bernard tampak merenung sesaat sebelum akhirnya ia bersuara, "Mungkin? Aku juga tidak tahu."Archie mengangguk. Tentu saja Bernard juga tidak mengetahuinya. Pertama, ia berasal dari kecamatan luar, sama sep